8 sungai dekat muara. Hal ini disebabkan dalam perjalanan air tersebut mengalami
beberapa kontaminasi baik karena erosi maupun pencemaran dari sepanjang tepi sungai. Darmono, 1995.
2.3. Toksisitas Logam Pada Jenis Krustasea
Dalam rangka analisis keadaan lingkungan, masalah indicator biologis perlu diketahui dan ditentukan. Indikator biologis dalam hal ini merupakan
petunjuk ada tidaknya kenaikan keadaan lingkungan dari keadaan garis dasar, melalui analisa kandungan logam atau kandungan senyawa kimia tertentu yang
terdapat di dalam hewan maupun tanaman. Indikator biologis dapat ditentukan dari hewan atau tanaman yang terletak pada daur pencemaran lingkungan sebelum
sampai kepada manusia. Apabila pencemaran lingkungan diperkirakan melalui jalur air maka indicator biologisnya dapat ditentukan melalui hewan tanaman
yang hidup atau tumbuh di air, baik air sungai, air danau maupun air laut. Indikator biologis yang ada pada jalur air dan mungkin akan sampai kepada
manusia adalah : 1. Phytoplankton
2. Zooplankton 3. Mollusca
4. Krustacea 5. Ikan dan sejenisnya Wardhana, 2001
Jenis krustasea yang hidup di dalam air terdiri dari atas banyak spesies, seperti udang, kepiting dan lobster yang biasanya hidup didasar air. Jenis
organisme ini pergerakannya relatif tidak secepat jenis ikan untuk dapat menghindari pengaruh polusi logam dalam air. Karena bergerak dan mencari
Universitas Sumatera Utara
9 makan di dasar air, sedangkan lokasi tersebut merupakan tempat endapan dari
berbagai jenis limbah, maka jenis krustasea ini merupakan indikator yang baik untuk mengetahui terjadinya polusi lingkungan Darmono, 1995
Daya toksisitas suatu logam berat juga sangat bergantung pada kualitas lingkungan tempat hewan krustasea air ini hidup. Hal tersebut terjadi terutama
pada kadar logam yang tidak terlalu tinggi di dalam air, yaitu dosis subletal atau subtoksik. Pengaruh lingkungan itu sendiri terdiri dari lingkungan fisik seperti
suhu air atau lingkungan kimiawi, seperti kadar garam dan oksigen terlarut Darmono, 2001.
2.4 Logam Berat
Disebut logam berat berbahaya karena memiliki rapat massa tinggi dan sejumlah konsentrasi kecil dapat bersifat racun dan berbahaya. Logam berat
merupakan komponen alami tanah. Elemen ini tidak dapat didegradasi maupun dihancurkan. Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia lewat makanan,
air minum, atau melalui udara Martaningtyas, 2005. Arsen AS, merkuri Hg, kadmium Cd, timbal Pb, adalah jenis logam
yang termasuk kelompok logam yang beracun dan berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup. Beberapa logam lain yang juga cukup berbahaya aluminium Al,
kromium Cr. Logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem bioakumulasi.
Bioakumulasi berarti peningkatan konsentrasi unsur kimia tersebut dalam tubuh makhluk hidup sesuai piramida makanan. Akumulasi atau peningkatan
konsentrasi logam berat di alam mengakibatkan konsentrasi logam berat di tubuh manusia adalah tertinggi. Jumlah yang terakumulasi setara dengan jumlah logam
Universitas Sumatera Utara
10 berat yang tersimpan dalam tubuh ditambah jumlah yang diambil dari makanan,
minuman, atau udara yang terhirup. Jumlah logam berat yang terakumulasi lebih cepat dibandingkan dengan jumlah yang terekskresi dan terdegradasi
Martaningtyas, 2005.
2.4.1 Timbal Pb
Timbal adalah sejenis logam abu-abu kebiruan, mempunyai kerapatan yang tinggi, sangat lembut dan mudah meleleh. Larut dalam HNO
3
pekat, sedikit larut dalam HCl dan H
2
SO
4
encer Vogel, 1979. Logam ini penting dalam industri modern yang digunakan untuk
pembuatan pipa air karena sifat ketahanannya terhadap korosi dalam segala kondisi dan rentang waktu lama. Pigmen Pb juga digunakan untuk pembuatan cat,
baterai, dan campuran bahan bakar bensin tetraetil. Pb dalam batuan berada pada struktur silikat yang menggantikan unsur
kalsiumCa, dan baru dapat diserap oleh tumbuhan ketika Pb dalam mineral utama terpisah oleh proses pelapukan. Pb di dalam tanah mempunyai kecenderungan
terikat oleh bahan organik dan sering terkonsentrasi pada bagian atas tanah karena menyatu dengan tumbuhan, dan kemudian terakumulasi sebagai hasil pelapukan
di dalam lapisan humus. Bijih logam timbal Pb yang terbentuk dalam cebakan-
cebakan dan sedimen terikat dengan mineral-mineral utama seperti: PbS, PbCO
3
, PbSO
4
dan PbMnO
4
. Dampak dari keracunan Pb adalah dapat menyebabkan hipertensi dan
salah satu faktor penyebab penyakit hati. Keracunan Pb dapat juga mengakibatkan gangguan sintesis darah, hipertensi, hiperaktivitas, dan kerusakan otak
Herman, 2006.
Universitas Sumatera Utara
11
2.3.2. Kadmium Cd
Kadmium adalah logam yang berwarna putih keperakan, lunak dan tahan korosi. Kadmium didapat pula pada limbah berbagai jenis pertambangan logam
yang tercampur kadmium seperti timah hitam dan seng. Dengan demikian, kadmium dapat ditemukan di dalam perairan, baik di dalam sedimen maupun di
dalam penyediaan air minum Slamet, 1994. Logam kadmium sangat banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari
manusia. Antara lain sebagai bahan stabilisasi, bahan pewarna dalam industri plastik dan pada elekrtoplating dan juga digunakan untuk solder dan baterai
Palar. 1994. Senyawa kadmium juga digunakan sebagai bahan fotografi, pembuatan
tabung TV, cat, karet, kembang api, percetakan tekstil dan pigmen untuk gelas dan email gigi Herman, 2006.
Kadmium dalam tubuh terakumulasi dalam hati dan terutama terikat sebagai metalotionein mengandung unsur sistein, dimana Cd terikat dalam gugus
sufhidril -SH dalam enzim seperti karboksil sisteinil, histidil, hidroksil, dan fosfatil dari protein purin. Kemungkinan besar pengaruh toksisitas Cd disebabkan
oleh interaksi antara Cd dan protein tersebut, sehingga menimbulkan hambatan terhadap aktivitas kerja enzim dalam tubuh. Darmono, 2001.
2.5. Dekstruksi Logam 2.5.1. Dekstruksi Basah
Tekhnik dekstruksi basah adalah dengan memanaskan sampel organik dengan penambahan asam mineral pengoksidasi atau campuran asam-asam
mineral tersebut. Penambahan asam mineral pengoksidasi dan pemanasan yang
Universitas Sumatera Utara
12 cukup dalam beberapa menit dapat mengoksidasi sampel secara sempurna,
sehingga menghasilkan ion logam dalam larutan asam sebagai sampel anorganik untuk dianalisis selanjutnya. Dekstruksi basah biasanya menggunakan H
2
SO
4,
HNO
3
dan HClO
4
atau campuran dari ketiga asam mineral tersebut Andeson, 1987.
2.5.2. Dekstruksi Kering
Dekstruksi kering merupakan tekhnik yang umum digunakan untuk mendekomposisi bahan organik. Sampel diletakkan di dalam krusibel dan
dipanaskan sampai semua materi organik terurai dan meninggalakan residu anorganik yang tidak menguap dalam logam oksida. Temperatur yang paling
umum digunakan adalah 500-550
o
C. Selain unsur C, H dan N, beberapa laogam akan hilang dengan dekstruksi kering ini, diantaranya halogen, S, Se, P, As, Sb,
Ge, Ti, Hg Anderson, 1987.
2.6 Spektrofotometri Serapan Atom
Metode SSA berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada
unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang tertentu mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektron suatu atom. Transisi elektron suatu unsur
bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar akan tereksitasi ke tingkat energi yang
lebih tinggi Khopkar, 2003. Pembentukan atom-atom logam gas dalam nyala dapat terjadi bila suatu
larutan sampel yang mengandung logam dimasukkan ke dalam nyala. Peristiwa yang terjadi secara singkat setelah sampel dimasukkan ke dalam nyala adalah:
Universitas Sumatera Utara
13 1. Penguapan pelarut yang meninggalkan residu padat
2. Perubahan zat padat dengan disosiasi menjadi atom-atom penyusunnya, yang mula-mula akan berada dalam keadaan dasar
3. Beberapa atom dapat tereksitasi oleh energi termal nyala ke tingkatan- tingkatan energi yang lebih tinggi, dan mencapai kondisi dalam mana
atom akan memancarkan energi Vogel, 1989 . Metode spektrofotometri Serapan Atom mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan metode spektrofotmetri nyala. Pada metoda spektrofotometri nyala, emisi tergantung pada sumber eksitasi. Bila eksitasi dilakukan secara termal maka
ia bergantung pada temperatur sumber. Selain itu eksitasi termal tidak selalu spesifik, dan eksitasi secara secara serentak pada berbagai jenis logam dalam
suatu sampel dapat saja terjadi. Pada metode Spektrofotometri Serapan Atom, perbandingan banyaknya atom yang tereksitasi terhadap atom yang berada pada
tingkat dasar harus cukup besar, karena metode serapan atom hanya tergantung pada perbandingan ini dan tidak bergantung pada nyala. Metode serapan sangatlah
spesifik. Logam–logam yang menbentuk campuran kompleks dapat dianalisis dan selain itu tidak selalu diperlukan sumber energi yang besar. Ini tidak berarti bahwa
faktor suhu pada Spektrofotometri Serapan Atom tidak diperlukan pengontrolan, karena walaupun pengukuran absorban atom-atom di dalam nyala tidak
dipengaruhi oleh suhu nyala secara langsung, tetapi secara tidak langsung suhu nyala tersebut berpengaruh juga terhadap absorban Khopkar, 2002 .
2.6.1. Instrumentasi
Gambar dibawah ini menunjukkan bentuk bagan komponen penting dari spekrtofotometer serapan atom Day and Underwood, 1989.
Universitas Sumatera Utara
14 Gambar 1. Komponen Spektrofotometri Serapan Atom
Komponen penting dari spektrofotometri serapan atom adalah a. Sumber Sinar
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga hollow cathoda lamp. Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung
suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas
mulia neon atau argon. Bila antara anoda dan katoda diberi selisih tegangan yang tinggi 600 volt, maka katoda akan memancarkan berkas-berkas elektron
yang bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi. Elektron-elektron dengan energi ini dalam perjalanannya menuju anoda akan
bertabrakan dengan gas-gas mulia yang diisikan tadi. Akibat dari tabrakan- tabrakan ini membuat unsur-unsur gas mulia akan kehilangan elektron dan
menjadi ion bermuatan positif ini selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi pula. Sebagaimana disebutkan diatas, pada
katoda terdapat unsur-unsur ini akan ditabrak oleh ion-ion positif gas mulia. Akibat tabrakan ini, unsur-unsur akan terlempar keluar dari permukaan katoda.
Atom-atom unsur dari katoda ini mungkin akan mengalami eksitasi ke tingkat energi-energi elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum
Universitas Sumatera Utara
15 pancaran dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis Rohman,
2007. b. Bahan Bakar dan Bahan Pengoksidasi
Untuk mengubah unsur metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energi panas. Temperatur harus benar-benar terkendali dengan sangat hati-hati
agar proses atomisasinya sempurna. Ionisasi harus dihindarkan dan ini dapat terjadi bila temperatur terlalu tinggi. Gambar dibawah ini menunjukkan suatu tipe
atomiser nyala Khopkar, 2002. Umumnya bahan bakar yang digunakan adalah hidrogen, asetilen dan
propana, sedangkan oksidatornya adalah udara, oksigen dan NO
2
. Temperatur dari berbagai nyala dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1. Temperatur nyala dengan berbagai kombinasi bahan bakar dan bahan pengoksidasi Harris, 1982
Bahan Bakar Oksidan
Temperatur Maksimum
o
K Asetilen
Asetilen Asetilen
Hidrogen Hidrogen
Sianogen Udara
Nitrogen Oksida Oksigen
Udara Oksigen
Oksigen 2400 – 2700
2900 – 3100 3300 – 3400
2300 – 2400 2800 – 3000
4800
c. Monokromator Monokromator berfungsi untuk mengisolasi garis radiasi tertentu yang
diinginkan dari garis-garis lain yang dipancarkan oleh lampu dalam hal ini yang sering digunakan adalah kisi difraksi karena memiliki daya pisah yang baik
Basset, J., 1994.
Universitas Sumatera Utara
16 d. Detektor
Detektor berfungsi untuk menangkap intensitas cahaya yang tidak diserap oleh atom dalam nyala, alat yang sering digunakan adalah Photomultiplier yang
mempunyai kepekaan spektral yang lebih tinggi Basset, J., 1994.
2.7. Uji Perolehan Kembali
Uji perolehan kembali merupakan salah satu cara untuk mengetahui validitas suatu proses analisis. Didalam uji perolehan kembali, sejumlah zat murni
yang diketahui jumlahnya dengan pasti ditambahkan ke dalam materi sampel yang akan dianalisis dan prosedur yang sama dilakukan seperti pada sampel.
Kemudian hasil uji perolehan kembali dari sejumlah zat yang telah ditambahkan dapat dihitung. Uji perolehan kembali ini sangat penting agar evaluasi terhadap
produk dapat dilakukan dengan tepat. Kecermatan hasil analisis yang dinyatakan sebagai persen perolehan
kembali recovery sangat tergantung pada keseluruhan tahap analisis. Oleh karena itu untuk mencapai kecermatan yang tinggi hanya dapat dilakukan dengan
menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai
prosedur. Persen uji perolehan kembali dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Uji perolehan kembali= x100
n ditambahka
yang baku
Jumlah sampel
dalam analit
al Jumlah tot
- analit
al Jumlah tot
WHO, 1989
Universitas Sumatera Utara
17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di beberapa laboratorium yaitu Laboratorium Kimia Bahan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Laboratorium
Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Lembaga Pengkajian dan Penelitian Obat dan
Makanan Majelis Ulama Indonesia Medan LP POM MUI Medan.
3.2 Alat-alat
Spektrofotometer Serapan Atom Shimadzu AA 6300 dengan nyala udara asetilen, neraca analitik Mettler AE 300, Tanur Philips Harris Ltd,
Shenstone, Lampu katoda berongga timbal dan kadmium Shimadzu, Oven Gallenkamp,Hot Plate Lab Companion HP – 3000, blender Philips dan alat-
alat gelas.
3.3 Bahan-bahan
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini, adalah berkualitas pro analisis E.Merck yaitu: Asam Nitrat 65 , larutan standar timbal 1000
mcgml, larutan standar kadmium 1000 mcgml.
3.4 Sampel.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sotong Sephia sp. yang diperoleh dari TPI Tempat Pelelangan Ikan Bagan Deli Belawan.
Universitas Sumatera Utara