Strategi Kekuasaan dan Kepemilikan: Reproduksi dan Konversi Modal-Modal

4. Strategi Kekuasaan dan Kepemilikan: Reproduksi dan Konversi Modal-Modal

Kelas, menurut Bourdieu, dibagi ke dalam tiga macam. Pertama adalah kelas atas yang meliputi agen kelas dominan atau kaum borjuis dan Aristokrasi. Kedua adalah kelas menengah yang memiliki karakter cenderung ingin naik ke kelas atas. Ketiga adalah kelas bawah yang memiliki karakter cenderung melawan, suka membuat aturan baru untuk menunjukkan independensinya, dan selalu resistensi terhadap kelas-kelas di atasnya. Karena itu, masing-masing kelas memiliki modalnya masing-masing. Kelas atas mengakumulasi modal ekonomi cukup besar, kelas menengah mengakumulasi modal sosial dan budaya, dan kelas bawah mengakumulasi modal sosial. Namun, perlu diingat pula, masing-masing kelas, baik secara sadar atau tidak sadar, selalu dalam situasi mengakumulasi, minimal mempertahankan, modal-modal yang dihargai di kelasnya. Reproduksi sosial masing- masing kelas adalah sebagai bentuk penegasan atas kelasnya dan selalu diupayakan melalui distingsi, klasiikasi, dan pembedaan selera. Jadi, praktik reproduksi sosial dilakukan melalui akumulasi modal sebagai modalitas kekuasaan. Adapun ujung dari strategi dan konversi modal-modal adalah kepemilikan.

Ilmu dan Kapital

Reproduksi sosial melalui konversi kepemilikan modalitas dalam relasi ilmu dan kapital meliputi dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, ilmu dan kapital melakukan konversi modalitas untuk memperkuat kepemilikan modal budaya bagi ilmuwan dan modal ekonomi bagi pemilik kapital. Pada titik ini, ilmuwan menempatkan kapital tidak sebagai sesuatu yang paling berharga, karena yang paling berharga menurutnya tetaplah objektivitas ilmunya, sehingga ilmuwan tidak terdominasi oleh pemilik kapital. Ilustrasinya, ketika ilmuwan diminta oleh pemilik kapital, misalnya oleh suatu perusahaan industri maupun institusi politik untuk memberi basis ilmiah pada produk industri atau preferensi politiknya, ilmuwan tetap tunduk pada objektivitas ilmunya dan pemilik kapital menerima itu sebagai kebenaran. Maka, relasi ilmu dan kapital dapat dikatakan sebagai ideal, independen, bahkan tidak terdapat saling — untuk mengatakan melampaui — dominasi. Sebab, yang dijalankan pada kondisi ini sesungguhnya bukanlah konversi, tetapi strategi memperkuat moda- litas dalam arenanya masing-masing.

Kemungkinan kedua, konversi modalitas antara ilmu dan kapital dengan tujuan untuk mendapatkan modalitas baru. Melalui modal budaya yang sudah dimiliki, ilmuwan berusaha menambah modal ekonomi dengan menjustiikasi setiap hasrat dari pemilik kapital, baik dari perusahaan industri maupun institusi politik. Tujuan masing- masing arena sama, yakni akumulasi modal ekonomi bagi ilmuwan dan akumulasi modal budaya bagi industri dan politik. Apabila menambah modalitas tersebut tidak mengurangi objektivitas, maka konversi atau akumulasi semacam ini, menurut Bourdieuan, absah. Tetapi apabila konversi tersebut mengabaikan objektivitas, maka sesungguhnya ilmuwan sedang mempraktikkan apa yang dikatakan oleh Bourdieu, yakni “institusi ilmiah adalah salah satu pelaku kekerasan simbolik paling absah dalam relasinya dengan legitimasi tatanan sosial”. 231 Celakanya, hal ini sering kali dipraktikkan oleh institusi industri dan politik. Dengan menghiraukan objektivitas dan

Richard Harker dkk (eds.), 2009, “(Habitus x Modal)…”, hlm. x.

M. Najib Yuliantoro

119 untuk melegitimasi produk industri dan preferensi politiknya supaya

dipandang sebagai produk dan pandangan politik terpecaya oleh masyarakat, mereka menggunakan “jasa tukang” ilmuwan. Jelaslah

bahwa strategi dan konversi kepemilikan modalitas melalui cara ini adalah cara yang pincang dan tidak independen, sebab ujung dari konversi tersebut adalah dominasi dan kekerasan simbolik terhadap arenanya masing-masing. Dengan demikian, tujuan akumulasi modal sebagai alat diferensiasi hanya akan berakhir pada tajamnya reproduksi hierarki kelas dalam arenanya masing-masing.

Dua kemungkinan di atas menjelaskan pula bahwa dalam relasi ilmu dan kapital, modal ekonomi mudah sekali dikonversi menjadi modal-modal yang lain dan modal simbolik merupakan modal yang paling dicari oleh kedua arena. Modal simbolik di sini berbentuk jaminan ilmiah yang dianggap sebagai prestise oleh pelaku industri atau politikus untuk meningkatkan kredibilitasnya dalam masyarakat. Modal ekonomi adalah modal yang memang secara objektif, material, dan simbolik, diperlukan untuk semata-mata memperkuat modal dasarnya atau menambah modalitas sebagai strategi kekuasaan di arenanya. Oleh karena itu, sistem disposisi yang terbentuk dari kedua kemungikinan di atas akhirnya pun juga berbeda-beda. Kondisi pertama akan melahirkan habitus ilmuwan yang berintegritas, karena acuan persepsi, apresiasi, dan tindakan agen, dilakukan secara objektif dan proporsional. Kondisi kedua akan melahirkan habitus, meminjam Nugroho, ilmuwan “klobotisme”, karena kritik dan pandangan ilmiah yang disampaikan tidak didasarkan pada preferensi objektivitas dan kebenaran ilmiah. Akan tetapi, berbasis pada pemuasan hasrat pragmatis ekonomi dan politik. Untuk mengubah habitus klobotisme memang tidak cukup hanya dengan releksi etis ilosois. 232 Perlu disediakan sistem, sarana, dan lingkungan yang memungkinkan habitus berubah secara seolah alamiah namun tetap konsisten.

232

Heru Nugroho, 2012, Negara, Universitas dan Banalitas Intelektual: Sebuah Releksi Kritis dari Dalam, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, hlm. 9.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2