Strategi Pengembangan Ilmu

B. Strategi Pengembangan Ilmu

Berdasarkan sekilas pembacaan terhadap konteks perkembangan ilmu di Indonesia di atas, boleh dikatakan pengembangan ilmu di Indonesia mengalami berbagai diskontinuitas yang disebabkan baik dari faktor internal maupun eksternal. Oleh karena itu, terinspirasi dari Bourdieu, diperlukan strategi pengembangan keilmuan yang mampu melampaui dikotomi dua model ilmuwan di atas. Penulis mengusulkan tiga strategi mendasar yang barangkali bisa dipertimbangkan untuk mengembangkan reproduksi keilmuan di Indonesia.

M. Najib Yuliantoro

1. Reposisi Orientasi Pengembangan Ilmu

Strategi pertama adalah melakukan reposisi orientasi pengem- bangan ilmu. Langkah ini perlu ditempuh oleh kedua belah pihak, baik oleh sebutlah kaum subjektivis, sebagai wakil ilmuwan Aristokrat dan kaum objektivis, sebagai ilmuwan-akademik. Reposisi ilmu, menurut penulis, penting dilakukan karena selama ini banyaknya hasil penelitian yang dilakukan, baik oleh lembaga penelitian, mahasiswa, dosen melalui berbagai kompetisi, seperti Program Kreativitas Mahasiswa atau Hibah Penelitian dari berbagai sumber dana, tidak menunjukkan secara jelas ke mana orientasi penelitian tersebut diarah- kan. Apabila memiliki kejelasan orientasi, maka seperti terjadi di beberapa negara maju, akan ditentukan tema-tema penelitian strategis sehingga itu memungkinkan pemerintah atau pemberi dana untuk menginventarisasi dan menganalisis hasil penelitian tersebut menjadi sesuatu yang berharga bagi kehidupan Indonesia mendatang.

Reposisi orientasi juga dapat dimaknai sebagai upaya untuk mem perkuat jumlah modal global dalam arena ilmiah dan juga politik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa penghasilan ilmuwan di Indonesia jauh dari standar yang memungkinkan mereka dapat menjalankan penelitian secara kontinu dan terfokus. Itu karena modal budaya yang berusaha dibangun oleh negara melalui lembaga-lembaga pendidikan tidak diimbangi dengan konversi modal ekonomi yang secara praksis dibutuhkan pula oleh ilmuwan dalam kapasistasnya sebagai manusia yang selalu memerlukan fasilitas non-akademik maupun akademik. Begitu pula persoalan manajemen penelitian dan pengajaran juga perlu dikoreksi dan ditata ulang, karena terlalu tinggi tuntutan terhadap ilmuwan, tetapi tidak realisitis dengan kondisi, potensi, dan peluang, hanya akan menimbulkan kekerasan simbolik yang bisa jadi berujung pada kekerasan isik dan psikis ilmuwan.

2. Menyediakan Arena yang Kondusif

Strategi kedua adalah baik kaum subjektivis maupun objektivis perlu membangun arena ilmiah dan politik yang menjamin tercapainya orientasi-orientasi keilmuan sebagaimana dimaksud dalam strategi

Ilmu dan Kapital

pertama. Pasalnya, sedikit sekali riset-riset penting yang dirintis oleh ilmuwan dari Indonesia dikembangkan oleh penerus-penerusnya. Untuk menyebut contoh, pemikiran Ekonomi Pancasila ala Mohammad Hatta atau Mubyarto, misalnya, betapapun indah dan eman si patorisnya pemikiran tersebut, namun apabila tidak dilanjutkan dan diadvokasi oleh pemerintah serta berbagai lembaga pendidikan di Indonesia, maka hanya akan menjadi kuil sejarah yang tidak punya daya apa pun. Jadi, ringkasnya, tradisi peer review di Indonesia harus diakui masih cukup lemah.

Setiap ilmuwan ingin selalu membentuk distingsi, diferensiasi baik bersifat akademik atau non-akademik, sehingga tradisi saling- mengoreksi secara ilmiah berjalan di atas landasan formalitas belaka, tidak berbasis pada esensi pengembangan keilmuan. Padahal, penulis meyakini bahwa ilmuwan Indonesia pada dasarnya memiliki kemampuan meneliti yang baik. Mahasiswa Indonesia yang menempuh program doktoral di luar negeri, misalnya, biasanya akan menerbitkan 2-3 hasil penelitian di jurnal, baik nasional maupun internasional. Tetapi mengapa setelah mereka tak lagi menempuh doktoral dan menjadi peneliti, produktivitas menulis yang dimilikinya menurun drastis? Salah satu sebabnya adalah karena kemampuan yang mumpuni itu tidak didukung oleh sistem yang kondusif dalam institusi penelitian di dalam negeri, sehingga tidak mudah bagi mereka untuk melakukan penelitian secara mendalam, karena intensitas sehari-hari lebih banyak disibukkan oleh hal-hal yang bersifat administratif. Untuk itulah, arena keilmuan yang kondusif dan ramah terhadap progresivitas pengembangan keilmuan adalah strategi utama yang perlu diupayakan dan mendesak.

3. Menciptakan Habitus Ilmuwan Emansipatoris

Strategi ketiga, meskipun bukan strategi terakhir, adalah mem- bentuk sistem dan kondisi yang memungkinkan lahirnya sistem disposisi ilmuwan yang memiliki karakter dan nilai-nilai dasar eman- sipatoris. Bukan ilmuwan dalam arti sempit, yakni ilmuwan indivi- dualis yang hanya berdiri di menara gading, ilmuwan klobot yang

M. Najib Yuliantoro

127 hanya bergerak jika memberi keuntungan pribadi, atau ilmuwan

asongan yang hanya meneliti demi tujuan kapital saja. Sebagaimana terinspirasi dalam praktik berpengetahuan di Yunani, ilmuwan harus berdiri di atas landasan theoria , yakni memenuhi cita-cita etis penge- tahuan, membebaskan manusia dari ketertindasan, menjebol struktur sosial dan pengetahuan dari praktik-praktik dominasi.

Pengertian habitus emansipatoris juga dapat dimaknai pada dua sasaran. Secara internal, habitus ilmu mesti dibentuk untuk menang- galkan dominasi teoritik. Secara eksternal, ilmu mesti diarahkan

memihak pada yang tertindas, karena terkondisikan oleh struktur dominasi baik dalam arena ilmiah maupun arena sosial, politik, dan ekonomi. Konsep emansipatoris dalam pandangan Bourdieu tertuang dalam konsep “sosiologi relektif”, yakni berusaha memahami realitas sosial sebagaimana memahami realitas yang juga terjadi dalam dirinya sendirinya. 239 Bertitik tolak dari katakanlah ilsafat kecurigaan, maka skeptisisme terhadap yang lain perlu pula diimbangi dengan sikap skeptis terhadap dirinya sendiri. Dengan demikian, dalam proses penelitian, ilmuwan selalu dapat adil dan terbuka melihat suatu anatomi realitas, baik dalam praktik objektif maupun praktik subjektif, bahkan sejak dari dalam pikiran ilmuwan sebagai pra-kondisi penelitian.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2