Comite Boemi Poetera

C. Comite Boemi Poetera

Perjuangan partai ini dimulai tatkala pemerintah kolonial Belanda hendak merayakan pembebasan negeri Belanda dari cengkeraman Prancis. Napoléon Bonaparte yang kalah perang dan ditangkap di Leipzig menyebabkan ia dibuang di pulau Elba. Dengan peristiwa ini maka dimulailah Traktat London

I, yang salah satu pasalnya berbunyi mengembalikan Eropa pada kondisi tahun 1792 tatkala Napoléon Bonaparte belum melakukan ekspansionisme Napoléon atas seluruh wilayah Eropa. Berdasarkan kesepakatan itu, pada 15 Nopember 1813, Belanda dinyatakan bebas dari cengkeraman Prancis. Peringatan 100 tahun peristiwa pembebasan Belanda ini akan dirayakan secara besar-besaran di wilayah koloni Hindia Belanda. Oleh karena itu semua tidak hanya orang Belanda saja yang wajib merayakannya, namun juga penduduk bumiputera. Untuk menyambut pesta 100 tahun kemerdekaan Belanda ini, atas inisiatif TM, SS, Abdul Moeis, AH. Wignyodisastra dan beberapa tokoh lainnya dibentuklah suatu Komite Peringatan Seratus Tahun Kemerdekaan Negeri Belanda yaitu Inlandsche Comite tot Herdenking van Nederlands Honderdjarige Vrijheid (Panitia Peringatan 100 tahun kemerdekaan Negeri Belanda) di

Jejak Soewardi Soerjoningrat

8 Bandung. 9 Komite ini dikenal sebagai Comite Boemi Poetera. Tujuan dari komite ini adalah mempergunakan kesempatan untuk

menarik perhatian perhatian umum. Hal ini akan dimanfaatkan untuk mengkritik pemerintah kolonial dan untuk melakukan propaganda menentang kebijakan pemerintah, karena menurut rencana, perayaan itu tidak hanya akan dirayakan oleh bangsa Belanda saja, tetapi juga juga oleh masyarakat bumiputera. Semua harus memberikan sumbangan yang dipungut secara paksa. Pemungutan sumbangan ini bertujuan agar pesta 100 tahun bebasnya negeri Belanda dari kungkungan Prancis dapat dilaksanakan secara besar-besaran di wilayah koloni Hindia Belanda. Para anggota Komite Boemi Putera menghendaki agar pesta perayaan itu dilaksanakan di ruang tertutup. Banyak di antara para penduduk bumiputera yang bertanya, mengapa mereka harus ikut merayakannya. Mereka beranggapan bahwa kondisi ini merupakan penghinaan kepada bangsa terjajah. 10

8. Lihat HAH Harahap dan BS Dewantara, Ki Hajar Dewantara Dkk. Jakarta: PT Gunung Agung, 1980,hlm.15. 9 Menurut De Preanger Bode, Komite Bumi Putera ini didirikan pada

13 Juli 1913 dengan susunan pengurus sebagai berikut: dr. Tjipto mangoenkoesoemo, Soejatiman Soeriokoesoemo dari Dinas Pekerjaan Umum, A.H. Wignja Disastra dari Kaum Muda, Nyonya Soeradji (terlahir Oneng), Roem pekerjaan dokter bumiputera, Abdoel Moeis redaktur Sarikat Hindia, dan Soewardi Soerjaningrat. Tujuan didirikannya komite ini adalah ingin mengirimkan telegram kepada Ratu Belanda pada hari peringatan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari tangan Prancis. (Lihat “Die het gevaar Zoekt” dalam De Preanger Bode, 11 Agustus 1913, lembar ke-2).

10. Asisten Residen di Bogor telah membentuk suatu panitia pengumpulan uang, sementara di kota lain, seperti di Malang, dengan bantuan para

86 Rawe-Rawe Rantas Malang-Malang Putung

Komite Boemi Poetra mengedarkan selebaran yang pertama. Selabaran itu bertuliskan Wij zullen niet mee yang artinya ‘Kami tidak akan ikut serta’ yang ditulis oleh DD sebelum ia pergi ke Belanda untuk menghadap ke Mejelis rendah. Berikut kutipan tulisannya:

….Mengapa kamoe tidak merajakan pesta ito di dalam kamar bolah dengan pantes-pantes, di tempat sendirian, di mana kamoe dapat minoem-minoem soepaja moedah akan berminoem atas kehormatan tanah ajermoe? Tentoe kamoe ta’akan mendengar setjara bentjih daripada kami dalam perajaan itoe, kerna kami tida haroes toeroet pesta, tentoe kamoe tida akan mendengar satjara salah seorang dari medan kami, jang soeka berpidato, seperti kehendak saja akan nantang pada kamoe begitoe tiadalah kamoe akan dapat melarang pada saja akan berpidato begitoe. Sjoekoerlah sekarang soedah banjak orang, jang djadi besar di dalam sekolah saja, ja’ni sekolah kemerdekaan.

Ja, Toewan-toewan commisie, mengapakah kamoe tidak bersoeka-soeka di medan kamoe ampenya kaoem sendiri… 11

pamong praja Eropa dan bumiputera berusaha untuk mengumpulkan uang dari rakyat kecil agar dapat menyelenggarakan pesta yang meriah. (Lihat HAH Harahap dan BS Dewantara. Loc. Cit. hlm, 15-16.)

11 EFE Doewes Dekker, et al. Mijmeringen van Indiers over Hollands Feesttervierderij in de Kolonie, 1913, hlm. 2.

Jejak Soewardi Soerjoningrat

DD memprotes peringatan itu dan meminta agar perayaan itu dilangsungkan tanpa mengikutkan penduduk bumiputera. Comite Boemi Poetra juga mempertanyakan akan mendirikan suatu Kolonial Raad atau Dewan Kolonial dengan anggota yang berjumlah 29 orang, dengan komposisi yang bukan wakil orang Eropa berjumlah 8 orang. Dari 8 orang tersebut,

5 di antaranya adalah kaum bangsawan. Setelah melakukan kritik terhadap Kolonial Raad yang baru dibentuk, Comite Boemi Poetra kemudian melakukan mobilisasi anggotanya untuk mengumpulkan uang yang akan dipergunakan untuk mengirimkan sebuah telegram kepada Ratu Wilhelmina di Belanda. Telegram ini intinya mengucapkan selamat atas perayaan 100 tahun bebasnya Belanda dari kaki tangan Prancis. Akhir dari telegram itu adalah pernyataan bahwa penduduk bumiputera pun juga menghendaki adanya Dewan Perwakilan Rakyat di Hindia Belanda.

Indische Partij menghendaki agar partai baru ini memperoleh status hukum di wilayah Hindia Belanda. Usulan pertama ditolak pada 6 Januari 1913 yang didasarkan pada hasil keputusan rapat tanggal 25 Desember 1912 setelah melalui perdebatan dalam pembuatan konsep anggaran dasar partai itu. Usulan kedua ditolak berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal tertanggal 4 Maret 1913 nomor 1. Setelah diubah anggaran dasarnya, pada 5 Maret 1913 DD mengajukan kembali anggaran dasar yang sudah diperbaharui. Kemudian untuk ketiga kalinya usulan ditolak melalui keputusan Gubernur Jenderal tanggal 11

88 Rawe-Rawe Rantas Malang-Malang Putung

Maret 1913 nomor 1. Dasar penolakannya adalah adanya pasal 111 yang seharusnya tidak boleh ada dalam Anggaran dasar Indische Partij, karena organisasi ini merupakan partai politik yang saat itu dilarang oleh pemerintah kolonial. Isi pasal 111 adalah tentang “Tujuan organisasi yaitu mendorong kepentingan lahir dan batin para anggotanya di setiap bidang dan pertumbuhan serta kemakmuran Hindia Belanda melalui sarana sah yang ada dan berusaha menghilangkan semua keterbelakangan dan ketentuan umum yang menghambat pencapaian tujuan itu, dan pembentukan lembaga serta ketentuan yang bermanfaat bagi tujuan itu”. Pasal ini dianggap krusial karena dapat merusak tatanan yang sudah ditanamkan oleh pemerintah kolonial di wilayah koloni Hindia Belanda. Kedua, alasan penolakannya pemberian status hukum adalah karena Indische Partij dianggap bertentangan dengan ketertiban umum. 12 Dengan penelokanan itu, DD akan segera pergi ke Belanda untuk menghadap ke Majelis Rendah untuk mengadukan penolakan pendirian Indische Partij setelah menghadap Gubernur Jenderal bersama dengan TM dan Van Ham. 13 Dua hari setelah keluarnya Surat Keputusan Gubernur Jenderal, anggota Indische Partij berkumpul di Gedung Cabang Bandung. Hadir dalam rapat itu DD, Mr. Brunsveld van Hulten,

12. Lihat “Koloniale Zaken” dalam De Sumatera Post, 25 maret 1913 lembar ke-2 dan “RIP” dalam De Preanger Bode”, 20 Maret 1913, lembar ke-1. Lihat pula De Sumatra Post 19 Maret 1913 lembar ke-2 yang berjudul “De regeering en de IP”.

13 Lihat “De Indische Partij” dalam De Sumatra Post, 15 Maret 1913 lembar ke-2. Koran ini mengutip berita yang sudah dimuat terlebih dahulu di Koran De Express.

Jejak Soewardi Soerjoningrat Jejak Soewardi Soerjoningrat