Mata Ni Horja

3.3 Mata Ni Horja

Mata ni horja adalah puncak upacara adat yang telah dilaksanakan dirumah suhut (akhir pesta). Pada paginya semuanya disibukkan dengan mempersiapkan bangku dan meja serta mempersiapkan hidangan makanan untuk para undangan. Sekitar pukul 10:00 WIB para tamu-tamu sudah mulai berdatangan gordang sambilanpun sudah mulai dibunyikan. Didalam membunyikan gordang sambilan ini hanya bentuk latihan dan meramaikan agar masyarakat berdatang untuk melihat dan mendengar gordang sambilan. Sehingga dalam membunyian gordang sambilan diperbolehkan siapa saja yang mau memainkannya.

Dapat dijelaskan bahwa pada paginya acara menortorpun sudah dilaksanakan sekitar pukul 09:00. Yang pertama didalam melaksanakan tor-tor adalah para Raja-raja yang disebut dengan tor-tor Raja dan dilanjutkan penortor secara berturut-turut yaitu suhut, kahanggi, anak boru, raja-raja M andailing dan raja panusunan yang diiringi oleh ensambel gondang dan nyanyian Zeir terkadang onang-onang (nyanyian angkola) pun dipakai untuk mengiringi nyanyian penortoran.

Setelah acara penortoran selesai dilanjutkan dengan mengundang raja-raja untuk hadir dipantar paradaton agar acara markobar dilaksanakan. Seperti biasanya

didalam markobar terlebih dahulu memakan pulut serta intinya dan minuman yang telah dihidangkan dan selesai makan pulut, maka disurdu burangir yang bertanda bahwa markobar dimulai. M ong-mongan di bunyikan sebanyak Sembilan kali pertanda gelanggang adat telah dibuka dan seterusnya paralok-alok mempersilahkan kepada suhut untuk membuka pembicaraan dalam menyampaikan maksud mulai dari menyampai boru sampai mengadakan horja godang dan suhut juga memohon agar kedua pengantin dapat direstui oleh raja-raja. Didalam permohonan suhut ini didukung oleh kahanggi dan anak boru serta namora natoras menguatkan maksud suhut itu selesai suhut berbicara mong-mongan dibunyikan sekali dan diikuti pembicara kahanggi serta yang lainnya dan ditutup dengan raja panusunan setelah menyambut berbagai pendapat, saran maupun kritikan, dan keputusan bahwa permohonan suhut dapat dilaksanakan dan mong-mongan pun kembali dibunyikan sebanyak Sembilan kali.

Setelah markobar selesai dan sudah ada keputusan dari raja panusunan, kedua pengantin yaitu bayo pangoli dan boru na ni oli serta rombongan yang sebagai pengiring kedua pengantin mempersiapkan diri dikarenakan bahwa acara adat selanjutnya adalah kedua pengantin akan di bawa ke tapian raya bangunan artinya yaitu membuang sifat masa lajang dan masa anak gadis selama mereka belum menikah disungai.

3.3.1 Membawa Pengantin ke Tapian Raya Bangunan

M embawa pengantin ke tapian raya bangunan maksudnya yaitu membawa mereka ke sungai untuk melepaskan masa lajang dan masa gadis para pengantin. Sesuai dengan kondisi yang ada di kota M edan ini sulitnya menemukan sungai yang bersih dan jauhnya jarak sungai dengan rumah bayo pangoli, maka acaranya M embawa pengantin ke tapian raya bangunan maksudnya yaitu membawa mereka ke sungai untuk melepaskan masa lajang dan masa gadis para pengantin. Sesuai dengan kondisi yang ada di kota M edan ini sulitnya menemukan sungai yang bersih dan jauhnya jarak sungai dengan rumah bayo pangoli, maka acaranya

Setelah markobar telah selesai, para pengantin dibawa ke tapian raya bangunan. Adapun yang harus dibawa adalah pangir yang berisikan jeruk purut yang dipotong dan air secukupnya. Kemudian untuk memercikkanya adalah menggunakan daun-daunan berwarna hijau yang diikat menjadi satu. Untuk membawa kedua pengantin ke tapian raya bangunan bukanlah hanya begitu saja, tetapi mempunyai susunan untuk mengiringinya. Susunan tersebut yang ditemukan dilapangan oleh penulis adalah

a. Dua orang pencak silat memakai podang (pedang) yang berfungsi sebagai membawa jalan ke tapian raya bangunan.

b. dua orang membawa tombak yang ujung tombaknya kearah keatas.

c. Seorang ibu yang berkedudukan sebagai anak boru untuk membawa pangir dan cara membawanya adalah menjujung atau diletakan diatas kepalanya.

d. Seorang membawa bambu dan batu kerikil.

e. Dua orang ibu kiri dan kanan yang biasanya adalah namboru dari pengantin laki-laki dan boru na ni oli membawa bambu yang dibentuk pakai tangkai dan diikat bersama daun-daunan. Kemudian dibelakangnya adalah membawa payung adat yang berwarna kuning yang ber fungsi sebagai melindungi.

f. Dua orang laki-laki yang sudah menikah serta dibelakangnya adalah memegang payung kemudiaan rombongan untuk mengiringi dan meramaikan acara tapian raya bangunan.

g. Yang terakhir adalah pemain gondang.

Setelah sampai ditempat, para pengantin didudukan dibangku yang telah disediakan kemudian seorang datu mempercikkan air kepada para pengantin. Setelah mempercikkan air tersebut seorang datu sambil menanyakan berapa keinginan keturunan (anak) mereka dan jenis-jenis kelamin apa ketika berumah tangga yang ditandai dengan batu kerikil yang sudah disiapkan dan ini semua disaksikan oleh para rombongan dan masyarakat yang melihatnya. Kemudian ditutup dengan doa. Cara pemerciknya yaitu menggunakan daun-daun yang dingin seperti daun silinjuang (yang berwarna hijau). Setelah semuanya selesai, para pengantin dibawa kembali kerumah. Cara bawanya yaitu seperti membawa ketapian raya bangunan yang diiringi oleh para pargondang dan pencak silat. Sesampai dipintu rumah mereka sudah ditunggu oleh kedua orang tua yang sudah mempersiapkan tiga pelepah batang pisang beserta pelengkapannya kemudian pelepah batang pisang tersebut diinjak terdahulu oleh kaki sebelah kanan dan diikuti kaki sebelah kiri barulah bayo pangoli dan boru na ni oli masuk ke rumah.

Setelah kedua pengantin telah melaksanakan adat tapian raya bangunan dan memasuki rumah, maka markobar dilaksanakan untuk memberikan gelar adat kepada bayo pangoli (mangalehen gorar).

3.3.2 Mangalehen Gorar (Manabalkan gelar adat)

Ketika kedua pengantin sudah siap melaksanakan upacara adat di tapian raya bangunan, maka dilanjutkan dengan acara adat mangalehen goar. Mangalehen gorar adalah menabalkan gelar adat kepada bayo pangoli yang dilaksanakan sekitar pukul 15:30 yang melalui markobar. Para raja-raja dan semuanya yang hadir Ketika kedua pengantin sudah siap melaksanakan upacara adat di tapian raya bangunan, maka dilanjutkan dengan acara adat mangalehen goar. Mangalehen gorar adalah menabalkan gelar adat kepada bayo pangoli yang dilaksanakan sekitar pukul 15:30 yang melalui markobar. Para raja-raja dan semuanya yang hadir

Bayo pangoli langsung duduk ditikar adat yang sudah disiapkan ditengah- tangah markobar kemudian burangir dan salipi yang berisikan beras, jahe, garam dan rumpit yang dilapisi oleh ujung daun pisang yang ujungnya dih adapkan ke bayo pangoli dan pangkal ke raja panusunan serta keris yang dilintangkan ke depan. Sebelum gelar diberikan raja panusunan memberikan arahan kepada bayo pangoli bagaimana menjalankan hidup berumah tangga maka salipi yang berisikan beras yang artinya untuk kebutuhan pokok dalam kehidupan berumah tangga, jahe yang dicampurkan dengan garam apa bila dimakan akan terasa asin dan pedas begitulah hidup berumah tangga namun lama kelamaan makan jahe dan garam akan terasa manis itulah hidup berumah tangga setelah pedas dan hasin baru manis kemudian rumpit yang bertanda apa bila kalau ada masalah didalam rumah tangga jangan di sebar luaskan kepada orang namun harus di musyawarahkan serta yang terakhir adalah keris yaitu untuk menjadi pemimpin yang benar dan tidak pandang bulu terhadap rumah tangga dan keluarga.

Setelah arahan yang diberikan kepada bayo pangoli, maka mong-mongan di bunyikan sebanyak Sembilan kali bertanda bahwa pemberikan gelar akan berikan. Raja panusunan barulah memberikan gelar kepada bayo pangoli yaitu didalam penelitian penulis adalah raja hampung parlidungan dan bayo pangoli mengangkat keris serta membukanya kearah atas yang bertanda bahwa bayo pangoli sudah syah mendapatkan gelar yang diterimanya. Pemberian gelar ini dilakukan oleh raja panusunan atas usul dari natoras yang disaksikan oleh raja-raja serta yang hadir Setelah arahan yang diberikan kepada bayo pangoli, maka mong-mongan di bunyikan sebanyak Sembilan kali bertanda bahwa pemberikan gelar akan berikan. Raja panusunan barulah memberikan gelar kepada bayo pangoli yaitu didalam penelitian penulis adalah raja hampung parlidungan dan bayo pangoli mengangkat keris serta membukanya kearah atas yang bertanda bahwa bayo pangoli sudah syah mendapatkan gelar yang diterimanya. Pemberian gelar ini dilakukan oleh raja panusunan atas usul dari natoras yang disaksikan oleh raja-raja serta yang hadir

3.3.3 Mangupa

Setelah selesai pemberian gelar adat dilaksanakan, maka dilanjutkan dengan mangupa yang artinya yaitu upacara adat dengan menyampaikan pesan-pesan adat dan petunjuk kepada kedua pengantin bayo pangoli dan boru na ni oli. Dan biasanya mangupa dapat diartikan sebagai ungkapan kegembiraan dengan sesuatu itu sudah terwujud. Apabila mangupa sudah selesai melaksanakannya maka selesailah seluruh rangkaian adat perkawinan adat. Dan jika masih ada upacara adat berikutnya, itu adalah sebagai pelengkap acara.

Dalam pelaksanaan mangupa kedua pengantin yaitu bayo pangoli dan boru na ni oli disurdu burangir terlebih dahulu yang dilakukan oleh kedua orang tua mereka, keluaraga dari dalihan na tolu, raja-raja adat dan datu pangupa serta ditutup oleh raja panusunan. Setelah disurdu burangir raja panusunan melaksanaan pembicaraan untuk kedua pengantin kemudian menyerahkan kepada datu pangupa untuk memberikan pelaksanaan pangupa kepadanya. Seterusnya datu pangupa memberikan izin kepada kedua orang tua mempelai unutk memberikan ucapan kepada mereka dan biasanya memberikan syukuran kepada kedua pengantin agar masalah didalam berumah tangga dapat mereka selesaikan berdua. Pelaksanaan mengupa setelah manggoar (menambalkan nama) juga dimaksudkan agar nama yang diberikan tersebut diterima tondi dohot badan kedua pengantin. Tondi adalah sesuatu yang abstrak dalam jiwa seseorang yang memberi kekuatan tuah dan Dalam pelaksanaan mangupa kedua pengantin yaitu bayo pangoli dan boru na ni oli disurdu burangir terlebih dahulu yang dilakukan oleh kedua orang tua mereka, keluaraga dari dalihan na tolu, raja-raja adat dan datu pangupa serta ditutup oleh raja panusunan. Setelah disurdu burangir raja panusunan melaksanaan pembicaraan untuk kedua pengantin kemudian menyerahkan kepada datu pangupa untuk memberikan pelaksanaan pangupa kepadanya. Seterusnya datu pangupa memberikan izin kepada kedua orang tua mempelai unutk memberikan ucapan kepada mereka dan biasanya memberikan syukuran kepada kedua pengantin agar masalah didalam berumah tangga dapat mereka selesaikan berdua. Pelaksanaan mengupa setelah manggoar (menambalkan nama) juga dimaksudkan agar nama yang diberikan tersebut diterima tondi dohot badan kedua pengantin. Tondi adalah sesuatu yang abstrak dalam jiwa seseorang yang memberi kekuatan tuah dan

Tujuan dari mangupa adalah untuk memperkuat tondi atau mengembalikan tondi kedalam tubuh agar bayo pangoli dan boru na ni oli tegar menghadapi tantangan ataupun dapat hidup normal kembali seperti biasa apabila tondinya hilang.

M enurut L.P.Hasibuan, 1989:25 bahwa dalam pandangan adat, manusia seutuhnya terdiri dari tiga unsur, yaitu: Badan, Jiwa (roh), dan Tondi. Badan adalah jasad yang kasar, terlihat dari teraba. Jiwa (roh) adalah benda abstrak yang menggerakkan badan kasar tadi. Tondi adalah benda abstrak yang mengisi dan menuntun badan kasar dan jiwa tadi dengan tuah sehingga seseorang kekelihatan beribawa dan mempunyai marwah.

Adapun macam-macam tingkatan menurut Pandapotan Nasution (2005:174- 181) pangupa yaitu :

a. Telur ayam (pira manuk). Pangupa yang paling sederhana yang terdiri dari telur ayam dan nasi, garam, udang, ikan, sayur daun ubi, dan air putih untuk diminum. Dan yang hadir adalah biasanya hanya yang satu rumah, kalaupun ada orang luar adalah orang yang membawa upa – upa.

b. Ayam (pangupa manuk). Ayam yang akan disajikan dipanggang yang masih utuh tanpa dipotong – potong. Tiga butir telur ayam yang direbus, ikan garing (anak ikan mera), nasi putih dan garam. Yang hadir adalah anggota keluarga dan kaum kerabat lainnya.

c. Kambing ( pangupa hambing). Acara ini dilakukan dengan acara yang benar-benar resmi. Adapun bagian – bagian tubuh kaming yaitu kepala kambing, kaki depan kanan, kaki kiri belakang, ekor, sedikit dagingnya, hati, jantung dan serta isi perut. yang hadir adalah tentunya lebih lengkap dan ditambah dengan namora natoras serta raja pamusuk

d. Kerbau (pangupa horbo). Pangupa yang paling tinggi dan biasanya pangupa yang dilakukan pada acara – acara yang diadakan raja – raja dan keturunannya..

Bahan-bahan yang disediakan untuk pangupa horbo sama dengan yang diatas yaitu:

a. Nasi putih adalah nasi yang dilambangkan sebagai lambing perencanaan dan tanda – tanda keikhlasan hati dalam segala hal. Untuk sampai keatas piring nasi memerlukan proses panjang dan kerja keras yang mulai dari menabur bibit, meencangkul, menanam, menyingai sampai kepada panen, menumbuk padi menjadi beras dan menanak beras menjadi nasi. Sedangkan warna putih melambangkan keikhlasan.\

b. Telur ayam. Telur sebagai lambang doa untuk memohon agar jiwa dan raga bersatu padu, tetap selamat dan sehat – sehat.

c. Garam (sira). Garam melambangkan kekuatan. Garam sangat dibutuhkan manusia demikian juga yang diupah-upah diharapkan tetap dibutuhkan dan bermanfaat kepada orang lain.

d. Air putih melambangkan keikhlasan karena dalam mengerjakan sesuatu haruslah dengan hati – hati dan yang bersih serta ikhlas.

e. Ikan adalah melambangkan dinamika dan persatuan. Ikan upah – upah terdiri dari dua ekor melambangkan suami istri sebagai ikan, yang selalu sama – sama kehulu dan sama – sama keilir.

f. Udang melambangkan sebagai strategi kehidupan. Gerakan maju mundur adalah karakter udang.

g. Daun ubi yang diikat lembar demi lembar. Daun ubi melambangkan sebagai umur yang panjang dan bermanfaat.

h. Kepada kerbau. Pangupa yang paling besar adalah kerbau. Pangupa kepala kerbau ini dihadapkan kemuka pengantin dalam keadaan utuh. Namun untuk pada saat ini sudah tidak digunakan menjadi kepala kerbau secara utuh sebagai pangupa pada saat acara adat. Setelah masuknya agama islam yang mana bertentangan dengan agama islam. Istilah adat yang menyatakan hombar do adat dohot ibadat yang artinya adat dan ibadat tidak dapat dipisahkan. Adat tidak boleh bertentangan dengan agama islam, jika bertentangan dalam pelaksanaannya maka adat itu dikesampingkan maka kepala kerbau dihapuskan. Tempat pangupa, kepala kerbau diletakkan diatas induri setelah dialasin

dengan bulung bulung ujung (daun pisang) tiga helai sebagai melambangkan sebagai dalihan na tolu. Sedangkan bahan-bahan lainnya telah dimasak disusun diatas piring besar. Induri adalah lambang kemasyarakatan yang melambangkan pembeda yang benar dan salah. Setelah acara adat pangupa ini selesai maka pada malam harinya dilanjutkan dengan acara mangoloi na loja yaitu meladeni yang bekerja selama upacara adat perkawinan itu berlangsun g serta suhut mengucapkan terimakasih kepada kerabat yang selama ini membantu didalam pelaksanaan horja godang.

Tidak jarang didalam pelaksanaannya dihidangkan makanan untuk makan bersama semua unsur dalihan na tolu serta masyarakat yang membantu selama pelaksanaan perkawinan dirumah suhut dikumpulkan. Selanjutnya setelah makan bersama selesai suhut memberikan mereka bungkusan yang berisi daging ataupun tulang rincang berserta lauknya yang bertanda pengucapan terima kasih.