Analisis Data Kajian Yuridis Peralihan Hak Atas Tanah Warisan Yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan

23 c. bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan atau petunjuk terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Penelitian ini dilakukan dengan metode pengumpulan data, yaitu studi kepustakaanstudi dokumen dengan menganalisa secara sistematis dokumen- dokumen yang berhubungan dengan objek yang ditelaah dalam penelitian ini dan didukung oleh wawancara dengan beberapa informan, yaitu pegawai notaris.

3. Analisis Data

Di dalam penelitian hukum normatif, maka analisa data pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematis terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematis berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut. Untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi. 37 Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan primer, sekunder, maupun tersier untuk mengetahui validitasnya, setelah itu, keseluruhan data tersebut akan disistimatisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula, 38 dimana data-data yang diperlukan guna menjawab permasalahan, baik data primer maupun data sekunder, dikumpulkan untuk kemudian diseleksi, dipilah-pilah berdasarkan kualitas dan relevansinya untuk kemudian ditentukan antara data yang penting dan yang tidak penting untuk menjawab permasalahan. Dipilih berdasarkan kualitas kebenaran sesuai materi penelitian, kemudian dikaji melalui pemikiran logis induktif, sehingga menghasilkan uraian yang bersifat deskriptif, yaitu uraian yang menggambarkan permasalahan serta pemecahan 37 Soejono Soekanto, Op.Cit., hal. 251 38 Bambang Sugyjono, Op.Cit., hal. 106. Universitas Sumatera Utara 24 secara jelas dan lengkap, sehingga hasil analisis diharapkan dapat menjawab permasalahan yang diajukan. 39 Analisa data akan dilakukan dengan pendekatan kualitatif, metode penelitian kualitatif adalah metode yang bersifat interaktif, 40 artinya penelitian ini akan berupaya untuk memaparkan sekaligus melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada dengan kalimat yang sistimatis untuk memperoleh kesimpulan jawaban yang jelas dan benar. 41 39 Soerjono Soekanto, Op.Cit., hal 32. 40 Miles and Hubberman, Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1992, hal 15-20. 41 Bambang Sugyjono, Op.Cit., hal. 107 Universitas Sumatera Utara 25

BAB II PENGATURAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH WARISAN YANG

SEDANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN MENURUT KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH A. Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hukum Waris merupakan bagian dari hukum kekeluargaan, memegang peranan penting bahkan menentukan dan mencerminkan sistem kekeluargaan yang berlaku dalam masyarakat itu. Hal ini disebabkan hukum waris itu sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa yang sangat penting dalam hidupnya yang merupakan peristiwa hukum dan lazim disebut meninggal dunia. Meninggalnya seseorang menimbulkan akibat hukum, tentang bagaimana kelanjutan pengurusan hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang telah meninggal dunia itu. Penyelesaian dan pengurusan hak-hak dan kewajiban seseorang sebagai akibat adanya peristiwa hukum karena meninggalnya seseorang diatur oleh Hukum Waris. Hukum Waris itu dapat dikatakan sebagai himpunan dan Peraturan-Peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya pengurusan hak-hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia oleh ahli waris atau badan hukum lainnya. 42 Hukum Waris itu memuat Peraturan-Peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang atau harta benda kepada 42 M, Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Kewarisan Islam dan Kewarisan Menurut HukumPerdata BW,Jakarta, 1993, hlm.3 25 Universitas Sumatera Utara 26 keturunannya. Cara penerusan dan peralihan harta kekayaan dari pewaris kepada ahli warisnya dapat berlaku sejak pewaris masih hidup atau setelah pewaris meninggal dunia. 43 Istilah Hukum Waris diatas mengandung suatu pengertian yang mencakup kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur proses beralihnya harta benda dan hak- hak serta kewajiban-kewjiban setiap orang yang meninggal dunia, tetapi ada juga hak dan kewajiban yang tidak dapat diwariskan kepada ahli warisnya yaitu hak dan kewajiban seorang laki-laki selaku ayah maupun selaku suami terhadap istri maupun anak-anaknya. selain itu pula hak dan kewajiban seseorang sebagai anggota dari suatu organisasi atau perkumpulan sosial maupun perkumpulan-perkumpulan komersial yang hanya bertujuan untuk mencari keuntungan belaka. Menurut Pasal 830 KUHPerdata dikatakan bahwa : “Pewaris hanya terjadi atau berlangsung dengan adanya kematian. Kematian seseorang dalam hal ini orang yang meninggal dengan meninggalkan harta kekayaan merupakan unsur yang mutlak untuk adanya pewarisan, karena dengan adanya kematian seseorang maka pada saat itu pula mulailah harta warisan itu dapat dibuka atau dibagikan. Pada saat itu pula para ahli waris sudah dapat menentukan haknya untuk diadakan pembagian warisan, maka seluruh aktiva atau seluruh harta kekayaanya maupun seluruh pasiva atau seluruh hutang-hutangnya secara otomatis akan jatuhberalih kepada ahli waris yang ada.” 43 Abdulkadir Muhammad, Hukum Waris, Gema Insani Pers, Bandung.1990, hal 250 Universitas Sumatera Utara 27 Ketentuan Pasal 584 KUHPerdata, mengandung makna bahwa pewarisan merupakan salah satu cara yang ditentukan untuk memperoleh Hak Milik, dan karena Hak Milik merupakan salah satu unsur pokok daripada benda, maka Hukum Waris diatur dalam Buku II KUHPerdata bersama-sama dengan pengaturan tentang benda yang lain. Pandangan bahwa pewarisan adalah cara untuk memperoleh Hak Milik sebenarnya terlalu sempit dan dapat menimbulkan salah pengertian, karena yang berpindah dalam pewarisan bukan hanya Hak Milik saja, tetapi juga hak-hak kebendaan yang lain hak kekayaan dan disamping itu juga kewajiban-kewajiban yang termasuk dalam Hukum Kekayaan. 44 Dimasukkannya Peraturan-Peraturan mengenai pewarisan di dalam Buku II KUHPerdata didasarkan atas anggapan, bahwa pewarisan merupakan salah satu cara untuk memperoleh Hak Milik. Namun harus diingat, bahwa yang berpindah berdasarkan pewarisan tidak hanya Hak Milik, tetapi juga hak-hak erfpacht, hak tagihan, bahkan tidak hanya hak-hak dalam lapangan hukum kekayaan, tetapi juga hak-hak tertentu yang berasal dari hubungan hukum kekeluargaan dan disamping itu juga turut beralih semua kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan. Sistem Hukum Waris Perdata, yaitu menganut : 1. sistem pribadi : ahli waris adalah perseorangan, bukan kelompok ahli waris; 2. sistem bilateral : mewaris dari pihak ibu maupun bapak; 44 E.M.Meijers, seri Asser,”Handleiding tot de beoefening van het Nederlands Burgelijkreht”,Jilid ke-empat “Erfrecht” cetakan ke lima, PT. Citra Aditya Utama, Jakarta. 1985, hal.2. Universitas Sumatera Utara 28 3. sistem perderajatan :ahli waris yang derajatnya lebih dekat dengan si pewaris menutup ahli waris yang lebih jauh derajatnya. 45 Penggolongan ahli waris menurut KUHPerdata: 46 1. Golongan I terdiri dari : a. anak-anak atau sekalian keturunannya Pasal 852 KUHPerdata. Maksud sebutan “anak” disini adalah “anak sah”, yaitu anak yang sedarah dengan pewaris yang mempunyai hak yang sama besarnya dengan anak yang sedarah lainnya baik dari perkawinan dahulu maupun perkawinan yang sekarang Pasal 852 ayat 2, maupun anak yang disahkan Pasal 277 KUHPerdata dan anak yang diadoptie secara sah, b. suamiistri yang hidup lebih lama. Adapun besarnya hak bagian seorang suamiistri atas warisan pewaris ditentukan sebesar bagian satu orang anak. Pada prinsipnya ahli waris harus mempunyai hubungan darah dengan pewaris, baik sah maupun tidak sah yang diakui sebelum terjadinya perkawinan yang sekarang. 2. Golongan II, terdiri dari : a. ayah dan ibu mewaris bersama saudara Pasal 854 ayat 1. Apabila pewaris tidak memiliki keturunan maupun suami istri sedangkan ayah dan ibunya serta saudara dari pewaris masih hidup. Dengan kata lain pewaris tidak meninggalkan ahli waris golongan I , 45 Effendi Perangin, SH, Hukum Waris, PT.Rajagrafindo Persada, Jakarta 2005, hal 4. 46 Ibid, hal 7 Universitas Sumatera Utara 29 b. ayah atau ibu mewaris dengan saudara Pasal 855. Apabila pewaris tidak memiliki keturunan , suami istri maupun ibu atau ayah sedangkan ayah atau ibunya serta saudaranya masih hidup, maka ayah atau ibu yang hidup terlama beserta saudara pewaris yang menjadi ahli waris, c. saudara-saudara sebagai ahli waris Pasal 856. Apabila pewaris tidak memiliki keturunan, suami istri, ibu dan ayah, maka saudara-saudara dari pewaris yang menjadi ahli waris, 3. Golongan III, terdiri dari: setelah ahli waris golongan I dan golongan II tidak ada lagi, maka muncullah ahli waris golongan III keluarga sedarah dalam garis ayah dan ibu lurus ke atas, yaitu kakek dan nenek baik dari ayah maupun ibu Pasal 853. 4. Golongan IV, terdiri dari: ahli waris golongan IV muncul jika ahli waris golongan II dan golongan III tidak ada. Golongan IV merupakan sanak saudara dalam garis yang lain yang masih hidup. Dapat disimpulkan bahwa keluarga dalam garis lurus keatas baik dari ayah maupun ibu Pasal 858. Sanak saudara dalam garis yang lain itu adalah keturunan dari paman dan bibi yang telah meninggal terlebih dahulu. Universitas Sumatera Utara 30 Ahli waris memiliki tanggung jawab untuk melunasi hutang-hutang yang ditinggalkan pewaris, baik hutang-hutang yang sudah ada pada saat pewaris meninggal dan hutang-hutang yang timbul sehubungan dengan kematian pewaris. Adapun kematian yang dimaksud dalam pasal 830 KUHPerdata ini masih bisa diartikan dalam pengertian yang sangat luas, karena kematian itu sendiri dibedakan menjadi 2 dua bagian,yaitu : a. Kematian yang didasarkan pada kenyataan pengertian kematian ini dalam bahasa sehari-hari diartikan bahwa pada saat seseorang menghembuskan nafasnya yang penghabisan maupun dengan berhenti detaknya jantung seseorang, maka saat itulah yang dinamakan kematian berdasarkan kenyataan. b. Kematian yang didasarkan atas adanya dugaan hukum. Pengertian kematian itu didasarkan dengan ketidakhadiran seseorang pada keadaan tertentu dan waktu tertentu pula. Untuk menentukan bahwa seseorang telah meninggal dunia berdasarkan dugaan hukum, maka jalan yang harus ditempuh yaitu pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal ini para ahli waris dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri agar Pengadilan Negeri menetapkan dugaan bahwa orang tersebut barang kali sudah meninggal dunia. Harta warisan adalah sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia berupa kumpulan aktiva dan passiva. Menurut ketentuan Undang-Undang hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum Universitas Sumatera Utara 31 meninggalkan harta kekayaanlah yang dapat diwarisi oleh para ahli waris, tetapi ketentuan ini masih memiliki pengecualian-pengecualian. Ada juga beberapa hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terletak dalam hukum kebendaan atau dalam hukum perjanjian sekalipun mempunyai nilai sebagai harta kekayaan tidak ikut beralih kepada para ahli waris. Hak-hak itu sebagai berikut: 47 a. Hak menarik hasil. Adalah hak yang diberikan seseorang kepada orang lain untuk menarik hasil dari benda atau barang di pemberi hak tersebut. Hak yang bersifat pribadi sehingga dengan meninggalnya orang yang diberi hak itu hapuslah haknya itu dan barang itu kembali kepada si pemberi. Orang yang diberi hak menarik hasil tidak bisa mewariskan haknya kepada ahli warisnya. b. Dalam perjanjian perburuhan untuk melakukan suatu pekerjaan dengan tenaga sendiri. Misalnya seseorang mendapat pesanan untuk melukis sesuatu, kemudian jika seseorang tersebut meninggal dunia maka tugas tersebut tidak bisa digantikan oleh anaknya. Hal ini karena orang yang mendapatkan tugas khusus untuk mengerjakan sendiri lukisan itu, yang diinginkan oleh pemesan adalah lukisan karya orang tersebut, bukan karya anaknya atau orang yang ditunjuk sebelum ia meninggal. 47 Habib Adjie,Hak Tanggungan sebagai Lembaga Jaminan Atas Tanah,Mandar Maju, Bandung, 2000, hal 47 Universitas Sumatera Utara 32 Berdasarkan uraian di atas harta atau barang warisan yang dapat diwarisi oleh ahli waris hanyalah harta atau barang yang benar-benar menjadi milik si pewaris. Barang- barang yang bukan milik si pewaris misalnya barang-barang jaminan yang ada padanya tidak bisa diwaris oleh ahli waris.

B. Pengaturan Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Warisan 1.

Hukum Waris menurut BW Hukum Waris menurut konsepsi Hukum Perdata Barat yang bersumber pada BW, merupakan bagian dari hukum harta kekayaan. Oleh karena itu, hanyalah hak dan kewajiban yang berwujud harta kekayaan yang merupakan warisan dan yang akan diwariskan. Hak dan kewajiban dalam hukum publik, hak dan kewajiban yang timbul dari kesusilaan dan kesopanan tidak akan diwariskan, demikian pula halnya dengan hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan hukum keluarga, ini jugatidak dapat diwariskan. Kiranya akan lebih jelas apabila kita memperhatikan rumusan hukum waris yang diberikan olehPitlodi bawah ini, rumusan tersebut menggambarkan bahwa hukum waris merupakan bagian dari kenyataan, yaitu :“Hukum Waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenaikekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang- orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antar mereka denganmereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga”. 48 48 Badriyah Harun. Panduan Praktis Pembagian Waris, Cetakan Kedua, PustakaYustisia, Yogyakarta, 2010, hal 59 Universitas Sumatera Utara 33 Adapun kekayaan yang dimaksud dalam rumusan di atas adalah sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia berupa kumpulan aktiva dan pasiva. Pada dasarnya proses beralihnya harta kekayaan seseorang kepada ahli warisnya, yang dinamakan pewarisan, terjadi hanya karena kematian. Oleh karena itu, pewarisan baru akan terjadi jika terpenuhi tiga persyaratan, yaitu : 1. Ada seseorang yang meninggal dunia; 2. Ada seseorang yang masih hidup sebagai ahli waris yang akan memperoleh warisan pada saat pewaris meninggal dunia; 3. Ada sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan pewaris Salah satu sebab berakhirnya kepemilikan seseorang atas tanah adalah karena kematian. Dengan adanya peristiwa hukum ini mengakibatkan adanya peralihan harta kekayaan dari orang yang meninggal, baik harta kekayaan material maupun immaterial kepada ahli waris orang yeng meninggal tersebut. Dengan meninggalnya seseorang ini maka akan ada pewaris, ahli waris dan harta kekayaan. Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan, sedangkan ahli waris adalah orang yang berhak atas harta kekayaan dari orang meninggal dan harta kekayaan yang ditinggalkan bisa immaterial maupun material, harta kekayaan material antara lain tanah, rumah ataupun benda lainnya.Hukum Waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang telah meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti keluarga dan masyarakat yang lebih berhak.Hukum Waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yakni: Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam dan Hukum Universitas Sumatera Utara 34 Waris Perdata. Setiap daerah memiliki hukum yang berbeda-beda sesuai dengan sistem kekerababatan yang mereka anut. 49 Peralihan Hak Milik atas tanah diatur dalam Pasal 20 ayat 2 UUPA yaitu Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pengertian tentang kata “beralih” adalah suatu peralihan hak yang dikarenakan pemilik hak telah meninggal dunia maka haknya dengan sendiri menjadi beralih kepada ahli warisnya. Pasal 20 ayat 2 UUPA menyatakan bahwa hak milik atas tanah dapat beralih dan dapat dialihkan. Peralihan Hak Milik atas tanah dapat terjadi karena perbuatan hukum dan peristiwa hukum. Peralihan Hak Milik atas tanah karena perbuatan hukum dapat terjadi apabila pemegang Hak Milik atas tanah dengan sengaja mengalihkan hak yang dipegangnya kepada pihak lain. Sedangkan peralihan Hak Milik atas tanah karena peristiwa hukum, terjadi apabila pemegang Hak Milik atas tanah meninggal dunia, maka dengan sendirinya atau tanpa adanya suatu perbuatan hukum disengaja dari pemegang hak, Hak Milik beralih kepada ahli waris pemegang hak. Pewarisan Hak Milik atas tanah tetap harus berlandaskan pada ketentuan Undang-undang Pokok Agraria dan Peraturan Pelaksanaannya. Penerima peralihan Hak Milik atas tanah atau pemegang Hak Milik atas tanah yang baru haruslah berkewarganegaraan Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Pokok Agraria dan Pasal 21 ayat 1 UUPA bahwa warga Negara Indonesia tunggal saja yang dapat mempunyai Hak Milik, dengan tidak membedakan kesempatan antara 49 Ali Afandi. Hukum Waris, Hukum Keluarga dan Hukum Pembuktian. Cetakankeempat, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hal 38 Universitas Sumatera Utara 35 laki–laki dan wanita yang mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. Sebenarnya seorang warga Negara Asing dapat atau bisa memperoleh Hak Milik karena terbentur Pasal 21 ayat 1, karena pasal tersebut menyebutkan bahwa hanya warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik. Pasal 21 ayat 3 menyebutkan bahwa warga asing yang sesudah berlakunya Undang – Undang ini harus mendaftarkan dalam jangka waktu 1 satu tahun tidak mendaftarkan status kewarganegaraannya. Menurut Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang berhak menerima warisan wajib meminta pendaftaran peralihan hak tersebut dalam jangka waktu 6 enam bulan sejak meninggalnya orang yang semula mempunyai Hak Milik tersebut dengan tidak melanggar ketentuan bahwa menerima Hak Milik atas tanah harus sesuai dengan Undang–Undang Pokok Agraria pasal 21. Peralihan hak karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak yang bersangkutan meninggal dunia. Dalam arti bahwa sejak saat itu para ahli waris menjadi pemegang haknya yang baru. Pendaftaran peralihan hak karena pewarisan juga diwajibkan dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada para ahli waris dan demi ketertiban tata usaha pendaftaran, agar data yang tersimpan dan disajikan selalu menunjukkan keadaan yang mutakhir. Universitas Sumatera Utara 36 Dalam Hukum Waris menurut BW berlaku suatu asas bahwa “apabila seseorang meninggal dunia, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih kepada sekalian ahli warisnya”.Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang beralih pada ahli waris adalah sepanjang termasuk dalam lapangan hukum harta kekayaan atau hanya hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Ciri khas Hukum Waris menurut BW antara lain “adanya hak mutlak dari para ahli waris masing-masing untuk sewaktu-waktu menuntut pembagian dari harta warisan”. Ini berarti, apabila seorang ahli waris menuntut pembagian harta warisan di depanpengadilan, tuntutan tersebut tidak dapat ditolak oleh ahli waris yang lainnya. Ketentuan ini tertera dalam Pasal 1066 BW, yaitu: a Seseorang yang mempunyai hak atas sebagian dari harta peninggalan tidak dapat dipaksa untuk memberikan harta benda peninggalan dalam keadaan tidak terbagi- bagi di antara para ahli waris yang ada; b Pembagian harta benda peninggalan itu selalu dapat dituntut walaupun ada perjanjian yang melarang hal tersebut; c Perjanjian penangguhan pembagian harta peninggalan dapat saja dilakukan hanya untuk beberapa waktu tertentu; d Perjanjian penagguhan pembagian hanya berlaku mengikat selama lima tahun, namun dapat diperbaharui jika masih dikehendaki oleh para pihak. Dari ketentuan Pasal 1066 BW tentang pemisahan harta peninggalan dan akibat- akibatnya itu, dapat dipahami bahwa sistem Hukum Waris menurut BW memiliki ciri khas yang berbeda dari Hukum Waris yang lainnya. Ciri khas tersebut di Universitas Sumatera Utara 37 antaranya Hukum Waris menurut BW menghendaki agar harta peninggalan seorang pewaris secepat mungkin dibagi-bagi kepada mereka yang berhak atas harta tersebut. Kalau pun hendak dibiarkan tidak terbagi, harus terlebih dahulu melalui persetujuan seluruh ahli waris. 50 Pengertian yang dikemukakan oleh Pitlo ini, adalah Konsepsi Hukum Waris menurut Hukum Perdata Barat yang bersumber dari Burgerlijk Wetboek BW.Hukum waris menurut konsepsi Hukum Perdata Barat merupakan bagian dari Hukum Harta Kekayaan. Oleh karena itu, hanya mengatur mengenai hak dan kewajiban terhadap harta kekayaan sebagai warisan dan yang akan diwariskan. Adapun kekayaan yang dimaksud dalam rumusan di atas adalah sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia berupa kumpulan aktiva dan pasiva. Pada dasarnya proses beralihnya harta kekayaan seseorang kepada ahli warisnya, yang dinamakan pewarisan, terjadi hanya karena kematian. Pasal 830 KUH Perdata Berdasarkan pada ketentuan dalam Pasal 830 KUH Perdata, di dalam Hukum Waris mengandung asas bahwa apabila seseorang meninggal dunia, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih kepada sekalian ahli warisnya”. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang beralih pada ahli waris adalah yang termasuk dalam lapangan hukum harta kekayaan. Peralihan hak dan kewajiban dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada sekalian ahli warisnya, terjadi secara sendiri atau 50 http:nurulfatimah123.wordpress.comtaghukum-perdata diakses tanggal 20 Januari 2013 Universitas Sumatera Utara 38 otomatis, tanpa dibutuhkan tindakan tertentu dari ahli waris tersebut. Pasal 833 ayat [1] KUH Perdata. Beralihnya hak dan kewajiban pewaris secara otomatis atau tanpa dibutuhkan tindakan tertentu dari ahli warisnya disebut dengan Hak Saisine, yaituahli waris memperoleh segala hak dan kewajiban dari yang meninggal dunia tanpa memerlukan suatu tindakan tertentu, demikian pula bila ahli waris tersebut belum mengetahui tentang adanya warisan itu. Hak Saisine tidak hanya pada pewarisan menurut Undang-Undang saja, tetapi berlaku juga pada pewarisan dengan surat wasiat. Pasal 955 KUHPerdata. Hak Saisine tidak dipunyai oleh negara. Dengan demikianHak Saisine membedakan negara sebagai ahli waris dengan ahli waris lainnya. Baru setelah ahli waris tidak ada, maka semua harta warisan akan jatuh kepada negara. Negara tidak secara otomatis memperoleh warisan tetapi harus dengan keputusan Pengadilan Negeri. 51

2. Hak Menuntut Pemisahan Harta Warisan

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Pelaksanaan Jual Beli Bangunan Di Atas Tanah Yang Hak Guna Bangunannya Telah Berakhir Diatas Hak Pengelolaan Nomor 1/Petisah Tengah Yang Dikelola Pemerintah Kota Medan

0 68 135

Tinjauan Yuridis Atas Tanah Wakaf yang Dikuasai Nadzir (Studi Kasus di Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh)”

4 66 139

Analisis Yuridis Kedudukan Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Akibat Hapusnya Hak Atas Tanah Yang Diagunkan Karena Hak Atas Tanah Yang Dibebani Hak Tanggungan.

6 135 78

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Analisis Yuridis Atas Eksistensi Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Yang Diingkari Debitur

3 50 134

Pelaksanaan Pembebanan Hak Tanggungan Atas Tanah Sebagai Jaminan Kredit Pada PT. Bank Dipo Internasional Cabang Medan

0 63 137

Pemberian Hak Tanggungan Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat (Tinjauan Yuridis Terhadap Praktek Bank Dan Ppat Di Kota Lhokseumawe

3 75 151

Analisis Yuridis Legalitas Notaris Sebagai Tersangka Atas Akta Yang Dibuatnya

8 77 152

Pelaksanaan Pendaftaran Peralihan Hak Atas Jaminan Hutang Yang Dieksekusi Lelang Berdasarkan Risalah Lelang Pada Kantor Pertanahan Kota Medan (Studi Kasus Pada KP2LN Medan)

0 31 119

Perjanjian Lisensi Atas Hak Kekayaan Perindustrian Dalam Perspektif Hukum Bisnis (Suatu Studi Pemberian Lisensi Toyota Motor Corporation Japan Kepada PT. Toyota Astra Motor)

3 30 134