Analisis Biaya Usahatani Padi Sawah

7.2. Analisis Biaya Usahatani Padi Sawah

  Analisis biaya usahatani dilakukan untuk mengetahui biaya-biaya yang harus dikeluarkan dalam menjalankan usahatani padi. Biaya usahatani merupakan korbanan yang harus dikeluarkan. Dalam analisis biaya usahatani padi sawah dibagi menjadi dua bagian, yaitu biaya tunai dan biaya tidak tunai. Berikut analisis biaya usahatani padi sawah petani responden:

7.2.1. Biaya Tunai

  Biaya tunai yang dikeluarkan dalam usahatani padi sawah terdiri dari biaya penggunaan benih padi, pupuk kimia, pestisida, pupuk kandang, tenaga kerja ternak, tenaga kerja mesin, tenaga kerja luar keluarga, biaya transportasi, biaya sakap, sewa alat pertanian yakni semprotan, pajak lahan dan sewa lahan. Untuk sistem mina padi biaya tunainya bertambah dari pemasukkan input benih ikan dan pakan ikan. Sedangkan penyusutan peralatan pertanian dan perikanan, jumlah HOK yang dikeluarkan untuk pemanenan mina padi yang berasal dari tenaga kerja dalam keluarga, benih ikan dan pakan ikan tergolong kedalam biaya tidak tunai.

  Biaya tunai untuk sistem mina padi mengambil bagian 59,57 persen dari total biaya dan sisanya 40,43 persen untuk biaya tidak tunai. Sedangkan untuk sistem non mina padi, biaya tunai mengambil bagian sekitar 82,83 persen dari

  total biaya dan sisanya 17,17 persen adalah biaya tidak tunai. Dari angka tersebut dapat dianalisis bahwa untuk usaha sistem mina padi, korbanan biaya tunainya lebih sedikit untuk mendapatkan penerimaannya. Untuk sistem mina padi bahkan hampir 50 persen biaya tidak tunai adalah bagian dari biaya total. Hal ini dikarenakan oleh petani yang tidak mampu menyewa tenaga kerja luar keluarga sehingga mengusahakan tenaga kerja dalam keluarga, belum lagi pendapatan mina padi yang berasal dari ikan yang sebagian besar berasal dari benih yang dibuat sendiri dan mendapat pakan alami langsung dari biota di sawah dan dedak dari hasil penggilingan hasil panen sebelumnya. Sedangkan untuk sistem non mina padi, membutuhkan korbanan biaya tunai yang lebih besar bahkan hampir mendekati 100 persen. Kedua sistem tersebut biaya tunainya lebih besar dari biaya tidak tunainya. Untuk itu memerlukan modal yang cukup untuk menjalankan usaha padi sawah ini terutama sistem non mina padi.

  Jika tidak memiliki modal untuk usaha padi sawah baik itu mina padi maupun non mina padi, petani dapat memilih sistem ‘ngepak’ untuk tenaga kerja dan sakap untuk lahan yang bukan milik sendiri. Sehingga biaya yang dikeluarkan dapat dibayar nantinya pada saat panen dengan natura. Namun untuk korbanan biaya pada Lampiran 4 dan Lampiran 5 dapat dianalisis bahwa biaya untuk lahan sakap dan tenaga kerja luar keluarga untuk kedua sistem ini berpartisipasi paling besar untuk menyumbang biaya dari persentase biaya tunai. Untuk mina padi 18,01 persen TKLK (Tenaga Kerja Luar Keluarga) dan 14,74 persen untuk biaya sakap. Untuk sistem non mina padi bahkan lebih besar sekitar 31,49 untuk biaya TKLK dan 18,42 persen untuk biaya sakap. Dari hal tersebut diatas dapat dianalisis bahwa sistem sakap dapat membantu petani yang kekurangan modal Jika tidak memiliki modal untuk usaha padi sawah baik itu mina padi maupun non mina padi, petani dapat memilih sistem ‘ngepak’ untuk tenaga kerja dan sakap untuk lahan yang bukan milik sendiri. Sehingga biaya yang dikeluarkan dapat dibayar nantinya pada saat panen dengan natura. Namun untuk korbanan biaya pada Lampiran 4 dan Lampiran 5 dapat dianalisis bahwa biaya untuk lahan sakap dan tenaga kerja luar keluarga untuk kedua sistem ini berpartisipasi paling besar untuk menyumbang biaya dari persentase biaya tunai. Untuk mina padi 18,01 persen TKLK (Tenaga Kerja Luar Keluarga) dan 14,74 persen untuk biaya sakap. Untuk sistem non mina padi bahkan lebih besar sekitar 31,49 untuk biaya TKLK dan 18,42 persen untuk biaya sakap. Dari hal tersebut diatas dapat dianalisis bahwa sistem sakap dapat membantu petani yang kekurangan modal

a. Biaya Benih

  Untuk sistem non mina padi, rata-rata benih yang dipakai sekitar 53,45 KgHa untuk satu musim tanam. 41,67 KgHa merupakan volume benih yang dikeluarkan lewat biaya tunai dan sisanya 11,78 KgHa lewat biaya diperhitungkan. Sedangkan untuk sistem mina padi, rata-rata benih yang dipakai sekitar 46,54 KgHa untuk satu musim tanam dengan perbandingan volume 39,16 KgHa lewat biaya tunai dan sisanya 7,38 KgHa lewat biaya tidak tunai.

  Tabel 11 dapat dilihat bahwa jumlah biaya benih padi untuk non mina padi lebih besar bila dibandingkan dengan yang mina padi. Namun dari persentase dari biaya total rata-rata, persentase penggunaan biaya yang dikeluarkan untuk benih padi sistem mina padi lebih besar yaitu senilai 4,31 persen lewat biaya tunai dan 0,57 persen lewat biaya tidak tunai, sedangkan non mina padi senilai 3,83 persen lewat biaya tunai dan 1,06 persen lewat biaya tidak tunai.

  Tabel 11. Rata-Rata Penggunaan Benih Padi Usahatani Padi Sawah

  menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi Biaya

  Benih Padi

  Mina Padi

  Non Mina Padi

  Biaya Tunai

  Biaya Tidak Tunai

  Jika diperhatikan dalam volume total per satuan hektar akan nampak bahwa sistem non mina padi menggunakan volume benih padi yang lebih besar Jika diperhatikan dalam volume total per satuan hektar akan nampak bahwa sistem non mina padi menggunakan volume benih padi yang lebih besar

b. Biaya Pupuk Kimia

  Biaya yang digunakan untuk pupuk kimia seperti Urea dan TSP pada umumnya sangat mendominasi khususnya bagi petani yang bermodal sedikit dan berlahan sempit. Karena biaya untuk tenaga kerja luar keluarga telah diganti dengan tenaga kerja dalam keluarga. Sementara pupuk kimia sangat sulit untuk diganti. Pupuk kandang dianggap masih belum dapat menyamai kekuatan pupuk kimia dalam mendongkrak produktivitas padi pada saat panen.

  Berdasarkan Tabel 9, jenis dan dosis yang digunakan petani masih belum sesuai dengan standar tanah umumnya yaitu menggunakan pupuk Urea, TSP atau SP-36, KCl dan ZA dengan dosis berturut-turut sebesar 200 kg, 150 kg dan 100 kg per hektar lahan per musim tanam. Sebagian besar petani responden menggunakan pupuk Urea dan TSP. Hanya sebagian kecil yang menggunakan KCl dan ZA.

  Menurut pendapat petani, Urea dan TSP sangat berpengaruh nyata bagi hasil produksi jika tidak digunakan. Sedangkan KCl dan ZA dianggap tidak terlalu berpengaruh, bahkan beberapa petani diantaranya beranggapan tidak melihat pengaruh apapun terhadap hasil produksi jika KCl dan ZA tidak Menurut pendapat petani, Urea dan TSP sangat berpengaruh nyata bagi hasil produksi jika tidak digunakan. Sedangkan KCl dan ZA dianggap tidak terlalu berpengaruh, bahkan beberapa petani diantaranya beranggapan tidak melihat pengaruh apapun terhadap hasil produksi jika KCl dan ZA tidak

  Untuk dosis yang digunakan, jika tingkat kesuburan tanah atau kelas tanahnya rendah, mereka pada umumnya meningkatkan dosis Urea dan TSP. Hal ini dinilai dapat mempengaruhi hasil produksi secara signifikan. Menurut petani, anjuran PPL tersebut hanya berlaku untuk tanah subur umumnya. Belum tentu dapat berlaku pada semua lahan seperti lahan mereka. Dari hal yang dikemukakan petani diatas dapat dianalisis bahwa penggunaan jenis dan dosis pupuk kimia di dua desa ini tergantung pada hasil atau produktivitas padi. Penggunaannya tidak mempedulikan dampak pada lahan atau keseimbangan ekosistem, namun yang terpenting hasil padi dapat meningkat agar penerimaan keluarga tani meningkat.

  Tabel 12. Rata-Rata Penggunaan Pupuk Kimia Usahatani Padi Sawah

  menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi Biaya

  Pupuk Kimia

  Mina Padi

  Non Mina Padi

  Biaya Tunai

  Pupuk Urea berfluktuasi dikisaran Rp 65.000-70.000 per karungnya. Untuk satu karung terdiri dari 50 kg Urea. Jika petani yang memiliki lahan sempit akan membeli dengan cara eceran yakni per satuan kilo gram dan bukan satuan karung. Jika membeli dengan satuan kilo gram, harga pupuk akan menjadi lebih mahal dibandingkan jika pupuk dibeli dengan cara grosir. Harga eceran untuk dua Pupuk Urea berfluktuasi dikisaran Rp 65.000-70.000 per karungnya. Untuk satu karung terdiri dari 50 kg Urea. Jika petani yang memiliki lahan sempit akan membeli dengan cara eceran yakni per satuan kilo gram dan bukan satuan karung. Jika membeli dengan satuan kilo gram, harga pupuk akan menjadi lebih mahal dibandingkan jika pupuk dibeli dengan cara grosir. Harga eceran untuk dua

  Tabel 12 dapat dilihat bahwa biaya rata-rata untuk mina padi lebih besar yakni sekitar Rp 792.571,68 dengan persentase 11,25 persen dibanding yang digunakan untuk biaya tunai untuk non mina padi yaitu sebesar Rp 635.283,22 untuk persentase 10,72 persen. Hal ini dikarenakan oleh kebutuhan pupuk kimia bagi lahan mina padi yang kontur tanahnya rata-rata lebih tinggi dari lahan non mina padi yang memiliki kelebihan irigasi yang melimpah dan stabil namun unsur haranya cenderung tercuci dan terbawa aliran irigasi ke lahan yang lebih rendah. Untuk itu, untuk mendongkrak produktivitas lahan mina padi membutuhkan konsumsi pupuk kimia yang terutama Urea dan TSP yang lebih banyak.

c. Biaya Pupuk Kandang

  Pupuk kandang yang digunakan untuk areal persawahan pada umumnya ialah kotoran kambing. Kotoran kambing dipercaya lebih bermanfaat dibanding kotoran yang lain. Ada pula yang beranggapan bahwa lebih nyaman atau terbiasa menggunakannya dibanding kotoran binatang yang lain. Untuk seluruh responden di dua desa ini pupuk kotoran kambing dihargai Rp 6000 per kilogramnya.

  Untuk petani yang berpengalaman dan telah memiliki banyak relasi dikampung atau di desa, biasanya mendapatkan pupuk ini dengan cuma-cuma dari petani yang memelihara kambing dirumah. Hal ini biasanya dibarengi dengan pemberian dedak oleh petani sawah atau sekam ke petani tersebut dahulunya. Hubungan tenggang rasa dan saling membantu masih sangat terasa di dua desa ini.

  Hal ini dapat meningkatkan Biaya Tidak Tunai (Biaya Diperhitungkan) dalam perhitungan usahatani padi sawah untuk dua desa ini.

d. Biaya Pestisida

  Seluruh pestisida yang dipakai oleh petani merupakan pestisida kimia dan dibeli ditoko atau desa setempat. Hal ini berarti seluruh pengeluaran untuk pestisida merupakan biaya tunai. Tabel 10 dapat dilihat bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pestisida bagi sistem mina padi lebih besar bila dibandingkan yang digunakan sistem non mina padi untuk rata-rata lahan per hektarnya. Karena penyemprotan pada sistem mina padi relatif terlambat, sehingga penyakit telah menyebar luas dan menguat di sawah. Membutuhkan korbanan biaya yang lebih besar jika petani terlambat melakukan penyemprotan disawah.

e. Tenaga Kerja Ternak

  Tenaga kerja ternak yang digunakan di dua desa ini ialah tenaga kerbau. Harga tenaga kerbau dihitung berdasarkan satuan hari kerja (8 jam). Perharinya tenaga kerbau dihargai Rp 40.000. Harga tersebut sudah termasuk tenaga kerja pria yang mengendarainya beserta bajak yang menariknya. Terkadang satu bajak ditarik oleh satu hingga dua kerbau, tergantung besar kecilnya kerbau. Harga tenaga kerbau tetap sama meskipun ditarik oleh dua kerbau. Kerbau dihargai berdasarkan kualitas kerjanya dan bukan jumlah atau banyaknya. Umumnya kerbau semakin besar kerbau, semakin kuat kerbau tersebut menarik bajak. Namun hal ini tidak selamanya, pawang atau petani pemilik kerbau tersebut sudah mengetahui kapasitas masing-masing kerbaunya.

f. Tenaga Kerja Mesin

  Tenaga kerja mesin yang digunakan di dua desa ini adalah mesin jenis traktor. Dihargai Rp 50.000 perharinya, karena dianggap kerja traktor terkadang lebih cepat dibandingkan kerbau. Namun dari kedua tenaga tersebut hasilnya dianggap hampir sama. Traktor dan bajak dianggap mampu membelah tanah dan membaliknya dari permukaan tanah ke bagian bawah dan sebaliknya. Merupakan pekerjaan yang sulit untuk dilakukan dengan cangkul atau tenaga manusia. Harga tersebut sudah termasuk harga tenaga kerja pria yang mengendarainya.

  Pada umumnya petani di dua desa ini selalu menyediakan minimal sepiring nasi dan segelas air putih untuk pekerja yang mengendarai traktor atau bajak. Belas kasihan dan rasa kemanusiaan mendorong semua petani responden yang hampir semua menggunakan salah satu atau kedua tenaga ini dalam mengolah lahan sawahnya. Menurut mereka, sangat tidak manusiawi jika membiarkan seseorang bekerja dengan sedemikian hebatnya dari pagi hingga petang tanpa memberi makan dan minum meskipun telah diberi upah.

  Petani dalam kondisi sesulit apapun selalu berusaha membagi makanan dan minuman yang akan mereka konsumsi kepada buruh yang bekerja pada mereka. Bukan hanya sepiring nasi dan segelas air putih, untuk petani kaya atau berlahan luas, biasanya menyediakan rokok pada saat istirahat tiba meskipun semua hal tersebut tidaklah wajib. Diharapkan sebatang rokok tersebut dapat membuat semangatnya bangkit kembali dan mengakhiri pekerjaan dengan baik. Hal ini terkadang tidak dihitung oleh petani, sehingga biaya tunai untuk makan dan rokok sulit untuk dihitung dalam satuan uang karena nilainya tidak pernah diperhitungkan.

g. Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga

  Tenaga kerja luar keluarga sangat mudah didapat di dua desa ini. Begitu banyak angkatan kerja yang membutuhkan pekerjaan di dua desa ini khususnya untuk Kecamatan Tenjolaya. Angka kemiskinan sangat tinggi menyebabkan harga buruh perhari berada dikisaran Rp 12.000 hingga Rp 25.000 perhari (1HOK) untuk tenaga kerja pria dan pekerja wanita dihargai Rp 7.000 hingga Rp 20.000 per harinya (0,8 HOK). Kisaran tersebut merupakan kisaran rata-rata yang sering digunakan oleh petani.

  Pembayaran standar untuk satu HOK buruh laki-laki untuk dua desa ini adalah Rp 13.000. Petani cenderung menaikkan harga sesuai dengan standar pembayaran yang pantas menurut masing-masing petani. Bahkan satu orang petani responden berani membayar buruh per orang Rp 30.000 (saat panen) karena hati nuraninya berkata itu adalah harga yang pantas bagi seorang buruh seharusnya (belum termasuk makanan dan rokoknya).

  Jika dianalisis perbedaan harga antar petani tersebut disebabkan oleh perbedaan perasaan petani terhadap buruh yang dipekerjakan. Hati nurani lebih banyak menentukan tingginya upah buruh dibanding pikiran petani responden tentang hasil kerja buruh. Hal tersebut sulit untuk dijelaskan secara ilmiah karena rasa iba atau belas kasihan dapat disebabkan oleh banyak faktor.

  Bagi seluruh petani responden tenaga pada saat pemanenan merupakan tenaga buruh termahal untuk seluruh proses usahatani padi sawah. Perbedaan harga antar proses usahatani padi sawah (penanaman, pengolahan lahan, penyiangan, dll) untuk satu orang petani berdasarkan tingkat kesulitan kerja. Dan ini terjadi untuk seluruh petani responden yang menggunakan tenaga kerja luar Bagi seluruh petani responden tenaga pada saat pemanenan merupakan tenaga buruh termahal untuk seluruh proses usahatani padi sawah. Perbedaan harga antar proses usahatani padi sawah (penanaman, pengolahan lahan, penyiangan, dll) untuk satu orang petani berdasarkan tingkat kesulitan kerja. Dan ini terjadi untuk seluruh petani responden yang menggunakan tenaga kerja luar

  Meskipun hal tersebut dilakukan oleh petani yang sama. Pembayaran buruh atau tenaga kerja luar keluarga terdiri dari dua cara yakni dengan natura (hasil panen berupa gabah basah) atau dengan uang. Pembayaran dengan sistem natura atau ‘ngepak’ merupakan perjanjian terikat (berlangsung dari tahun ke tahun) dengan sistem pembayaran 20 persen dari seluruh hasil panen yang didapat. Sedangkan buruh yang dibayar dengan uang sifatnya tidak terikat atau dapat diganti individunya sewaktu-waktu. Jika hasil panen melimpah, maka upah yang didapat oleh tenaga ‘ngepak’ pun melimpah. Sedangkan jika buruh yang dibayar dengan uang tunai, memiliki upah per HOK yang cenderung lebih stabil dibandingkan dengan buruh ‘ngepak’.

  Bagi usahatani non mina padi upah pria dengan uang berada dikisaran Rp12.500-Rp 30.000HOK. Sedangkan untuk tenaga pria yang dibayar dalam bentuk natura yakni gabah basah setelah panen dan dikonversi dalam nilai rupiah berada dikisaran Rp 11.647,06–Rp 105.882,35 HOK. Dari nilai tersebut dapat dianalisis bahwa rentang harga untuk upah pria yang dibayar dengan uang lebih stabil dan dekat jangkauannya dibanding sistem ‘ngepak’.

  Sedangkan rentang upah buruh pria yang dibayar dengan uang dengan sistem mina padi berada dikisaran Rp 13.500-Rp 15.000HOK sedangkan dengan natura berkisar antara Rp 8.928,57-Rp19.090,91HOK. Karena usahatani mina padi kurang produktivitas padinya, maka pembayaran upah Tenaga Kerja Pria Sedangkan rentang upah buruh pria yang dibayar dengan uang dengan sistem mina padi berada dikisaran Rp 13.500-Rp 15.000HOK sedangkan dengan natura berkisar antara Rp 8.928,57-Rp19.090,91HOK. Karena usahatani mina padi kurang produktivitas padinya, maka pembayaran upah Tenaga Kerja Pria

  Tenaga Kerja Wanita non mina padi sistem pembayaran uang berada dikisaran Rp 8.750 - Rp 15.000HOK sedang dengan natura Rp 11.647,06- Rp105.882,35HOK. Tenaga Kerja Wanita mina padi sistem pembayaran uang berada dikisaran Rp 8.750-Rp 25.000HOK sedangkan untuk sistem pembayaran natura Rp 6.750-Rp 19.090,91HOK. Angka minimum pembayaran per HOK dan tertinggi pembayaran selalu berada pada sistem natura baik untuk tenaga kerja pria maupun wanita. Sistem pembayaran buruh tani dengan upah uang jauh lebih stabil dibanding sistem natura.

  Ketidakpastian sistem natura dibarengi dengan beberapa kelebihan dan kelemahan lain bagi petani. Jika petani yang membayar dengan sistem natura baik mina padi maupun non mina padi, jika panennya melimpah maka tidak dapat menikmati hasil panen secara maksimal karena satu per lima dari total hasil panen diambil untuk membayar buruh tani. Namun jika terjadi kerugian seperti penanaman awal musim 2007 yang menyebabkan produktivitas menurun, petani tidak perlu terlalu berkecil hati karena tidak memerlukan biaya yang besar untuk membayar buruh tani terutama pada proses penanaman, penyiangan dan pemanenan yang terkait dengan sistem ini.

  Bahkan jika tidak memanen apapun, petani tidak perlu membayar apapun ke buruh meskipun mereka telah kerja pada waktu penanaman dan penyiangan. Pembayaran sistem natura, dapat mengurangi maksimalitas hasil pada saat panen namun lebih aman dan dapat mengurangi resiko kerugian pula. Sistem mina padi Bahkan jika tidak memanen apapun, petani tidak perlu membayar apapun ke buruh meskipun mereka telah kerja pada waktu penanaman dan penyiangan. Pembayaran sistem natura, dapat mengurangi maksimalitas hasil pada saat panen namun lebih aman dan dapat mengurangi resiko kerugian pula. Sistem mina padi

  Namun sekali mengadopsi sistem ini, akan terkait seterusnya dan sulit untuk diubah. Karena tingkat kekeluargaan di dua desa ini sangat tinggi, akan sulit melepaskan sistem ini bila ada hubungan keluarga antara petani dan buruh. Untuk petani yang ingin berkembang dan mandiri, sistem ‘ngepak’ ini tidak cocok untuk diadopsi baik untuk sistem mina padi maupun non mina padi.

h. Biaya Bagi Hasil

  Tabel 13 dapat dilihat bahwa biaya tunai untuk non mina padi lebih besar yakni senilai Rp 1.090.955,82 dengan persentase 18,42 sebesar persen. Sedangkan untuk biaya tunai mina padi rata-rata lebih kecil sekitar Rp 1.038.392,16 dengan persentase sebesar 14,74 persen.

  Petani sakap yang merupakan responden mina padi terdiri dari enam (6) orang, sedangkan non mina padi hanya empat orang. Biaya yang dikeluarkan bagi petani non mina padi untuk biaya sakap lebih besar meskipun respondennya hanya empat orang karena pada umumnya panennya berhasil. Sebab biaya sakap diperoleh dari sebagian dari hasil panen padi. Sehingga semakin besar panennya, semakin banyak pula keuntungan yang akan diperoleh pemilik lahan sakap. Sebalik petani mina padi pada umumnya panen padinya sedikit, sehingga biaya yang harus dibayarkan bagi pemilik lahan sakap menjadi berkurang.

  Seharusnya biaya rata-rata mina padi dan non mina padi lebih besar dari yang ada pada tabel 13 karena biaya sakap berasal dari 50 persen gabah basah total yang dipanen oleh petani yang menggunakan sistem sakap. Namun, beberapa Seharusnya biaya rata-rata mina padi dan non mina padi lebih besar dari yang ada pada tabel 13 karena biaya sakap berasal dari 50 persen gabah basah total yang dipanen oleh petani yang menggunakan sistem sakap. Namun, beberapa

  Tabel 13. Rata-Rata Biaya Bagi Hasil Usahatani Padi Sawah menurut

  Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi Biaya

  Bagi HasilSakap

  Mina Padi

  Non Mina Padi

  Biaya Rata-

  Persentase

  Biaya Rata-

  Persentase

  rata (Rp)

  rata (Rp)

  Biaya Tunai 1.038.392,16 14,74 1.090.955,82 18,42

i. Sewa Alat Pertanian

  Alat pertanian yang disewakan yang masuk dalam kategori penelitian ini hanya alat semprotan saja. Bajak termasuk atau disewakan sepaket dengan tenaga kerja ternak yaitu kerbau. Sedangkan traktor sebagai salah satu alat pertanian digolongkan kedalam tenaga kerja mesin. Untuk itu alat pertanian yang disewakan dalam penelitian ini hanya satu macam yakni alat semprot. Penyewaan alat semprot relatif sangat murah, dengan harga yang berkisar Rp 2000-5000 per harinya untuk 1HOK.

j. Pajak Lahan

  Pajak lahan didaerah penelitian yakni di Desa Tapos I dan Tapos II dan untuk seluruh Kecamatan Tenjolaya dihargai Rp 14,00 m 2 . Jumlah pajak lahan

  yang didapat berasal dari hasil perkalian antara luas lahan yang dimiliki dengan satuan pajak per meter perseginya. Pajak lahan dapat dilihat pada Lampiran 4.

  Pajak lahan untuk sistem mina padi mengambil bagian sekitar 0,27 persen dari total biaya, sedangkan pajak lahan untuk sistem non mina padi mengambil bagian sekitar 0,45 persen dari total biaya. Kedua angka berbeda tergantung banyak tidaknya petani responden yang memiliki dan mengolah lahan sendiri. Sembilan diantara petani non mina padi memiliki lahan sendiri sedangkan petani mina padi hanya enam orang. Itu sebabnya mengapa persentase pajak lahan lebih besar pada responden non mina padi.

  k.

  Sewa lahan

  Lahan yang disewa oleh petani dihitung kedalam biaya tunai karena pada umumnya lahan yang sudah di sewa telah dibayarkan tahun sebelumnya atau setahun bahkan beberapa tahun setelahnya dibayar dengan uang tunai. Sehingga, meskipun biaya yang dikeluarkan tidak tampak tapi telah dikeluarkan periode sebelumnya atau akan dikeluarkan dikemudian hari, namun tetap dihitung biaya tunai. Sewa lahan yang dikenakan hanya untuk satu musim tanam.

  Sewa lahan pada Lampiran 4 mengambil bagian sekitar 2,02 persen dari biaya total untuk sistem mina padi dan 5,35 persen dari non mina padi. Dari angka tersebut dapat dianalisis bahwa biaya yang dikeluarkan untuk sewa lahan non mina padi lebih besar bukan hanya karena responden untuk petani sewa pada sistem non mina padi lebih banyak yakni tiga orang sementara mina padi lebih sedikit yakni dua orang, Namun, perjanjian sewa lahan per hektarnya rata-rata untuk petani non mina padi memang lebih mahal dibanding petani mina padi. Hal ini tergantung kelas tanah yang disewa (kondisi lahan) dan kesepakatan dalam Sewa lahan pada Lampiran 4 mengambil bagian sekitar 2,02 persen dari biaya total untuk sistem mina padi dan 5,35 persen dari non mina padi. Dari angka tersebut dapat dianalisis bahwa biaya yang dikeluarkan untuk sewa lahan non mina padi lebih besar bukan hanya karena responden untuk petani sewa pada sistem non mina padi lebih banyak yakni tiga orang sementara mina padi lebih sedikit yakni dua orang, Namun, perjanjian sewa lahan per hektarnya rata-rata untuk petani non mina padi memang lebih mahal dibanding petani mina padi. Hal ini tergantung kelas tanah yang disewa (kondisi lahan) dan kesepakatan dalam

7.2.2. Biaya Tidak Tunai

  Dalam analisis pendapatan usahatani padi sawah di daerah penelitian, biaya tidak tunai meliputi pajak lahan, sewa lahan, penyusutan alat pertanian, Tenaga Kerja Dalam Keluarga, benih yang dibuat sendiri, pupuk kandang, dan tenaga kerja ternak. Untuk sistem mina padi terdapat lebih kategori yakni benih ikan yang di buat sendiri dan pakan ikan yang berasal dari dedak padi hasil panen sebelumnya.

  a. Biaya Benih Padi

  Untuk sistem non mina padi, rata-rata benih yang dipakai sekitar 53,45 KgHa untuk satu musim tanam. Dan 11,77 KgHa merupakan volume benih yang dikeluarkan lewat biaya tidak tunai. Bila dibandingkan dengan biaya benih mina padi, biaya rata-rata dalam rupiah maupun persentase non mina padi lebih besar yaitu sebesar Rp 62.533,33 dan senilai 1,06 persen sedangkan persentase mina padi hanya senilai 0,57 persen dengan biaya rata-rata Rp 39.882,35.

  Tabel 14. Rata-Rata Penggunaan Benih Padi Usahatani Padi Sawah

  menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi

Benih Padi

  Mina Padi

  Non Mina Padi

  Biaya

  Biaya Rata- Persentase

  Biaya Rata- Persentase

  rata (Rp)

  rata (Rp)

  Biaya Tidak

  Tunai Tunai

  Pakan ikan dan benih ikan hanya dikeluarkan pada sistem mina padi karena hanya pada sistem ini saja pakan ikan dibutuhkan. Sedangkan sistem non mina padi tidak membutuhkan pakan ikan dan benih ikan. Seluruh pakan ikan yang masuk ke biaya tidak tunai atau biaya diperhitungkan merupakan pakan ikan jenis dedak yang berasal dari hasil penggilingan gabah kering hasil panen musim tanam sebelumnya.

  Tabel 15. Rata-Rata Penggunaan Pakan ikan dan Benih Ikan Usahatani

  Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi Komoditi

  Mina Padi

  Mina Padi

  Biaya Tidak Tunai

  Biaya Tunai

  Biaya Rata-rata Persentase Biaya Rata-rata Persentase

  Benih ikan

  Pakan ikan

  Seluruh benih ikan yang masuk ke biaya diperhitungkan merupakan benih ikan mas yang ditelurkan dan dibudidayakan sendiri oleh petani padi sawah dan ditebar ke sawah bersama dengan padi. Jika benih ikan yang dibuat sendiri berupa telur atau larva, tidak diperhitungkan karena sulit untuk dinilai dengan materi atau uang. Benih ikan pada umumnya dijual dengan bentuk benih bukan dalam bentuk larva atau telur. Sehingga setiap benih ikan yang ditanam petani berupa larva atau telur dihitung nol rupiah. Dari 0,83 persen (0,82 persen dari benih ikan+ 0,01 dari pakan ikan) biaya tidak tunai dan 1,54 persen (1,04 persen dari benih ikan+ 0,50 dari pakan ikan) biaya tunai yang dikeluarkan untuk ikan pada sistem mina padi, menghasilkan penerimaan 16,26 persen untuk musim tanam rata-rata dan 26,60 persen untuk musim tanam awal tahun 2007. Dengan masuknya ikan di sawah, Seluruh benih ikan yang masuk ke biaya diperhitungkan merupakan benih ikan mas yang ditelurkan dan dibudidayakan sendiri oleh petani padi sawah dan ditebar ke sawah bersama dengan padi. Jika benih ikan yang dibuat sendiri berupa telur atau larva, tidak diperhitungkan karena sulit untuk dinilai dengan materi atau uang. Benih ikan pada umumnya dijual dengan bentuk benih bukan dalam bentuk larva atau telur. Sehingga setiap benih ikan yang ditanam petani berupa larva atau telur dihitung nol rupiah. Dari 0,83 persen (0,82 persen dari benih ikan+ 0,01 dari pakan ikan) biaya tidak tunai dan 1,54 persen (1,04 persen dari benih ikan+ 0,50 dari pakan ikan) biaya tunai yang dikeluarkan untuk ikan pada sistem mina padi, menghasilkan penerimaan 16,26 persen untuk musim tanam rata-rata dan 26,60 persen untuk musim tanam awal tahun 2007. Dengan masuknya ikan di sawah,

  Benih ikan yang di panen sebagian besar berada pada golongan benih Belo yakni yang berukuran 3,0 - 5.0 cm dengan berat 3.0 - 5.0 gekor terutama yang ditanam pada saat telur ditetaskan yakni golongan Larva. Benih yang ditanam pada golongan Belo biasanya dipanen dengan ukuran 5.0-8.0 cm dengan berat 8,0- 10.0 gekor yang termasuk golongan benih Ngaramo.

c. Pupuk Kandang

  Pupuk kandang pada sistem mina padi lebih besar rata-ratanya yakni Rp1.125.490,20 atau sekitar 15,98 persen dibandingkan non mina padi yakni Rp10.666,67 dengan persentase 0,18 persen. Seluruh pupuk kandang yang digunakan berasal dari kotoran kambing dan domba. Selain lebih menyuburkan, pupuk kambing dan domba lebih terbiasa di gunakan oleh petani di daerah penelitian. Pupuk kambing dan domba dibeli dengan harga Rp 6000 per kilogramnya. Karena mahal, petani di dua desa ini mencari ditempat atau desa lain yang harganya lebih murah bahkan jika perlu gratis.

  Tabel 16. Rata-Rata Penggunaan Pupuk Kandang Usahatani Padi Sawah

  menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi

  Pupuk kandang

  Mina Padi

  Non Mina Padi

  Biaya

  Biaya Rata-

  Persentase

  Biaya Rata- Persentase

  rata (Rp)

  rata (Rp)

  Biaya Tunai

  Biaya Tidak

  Harga pupuk kandang di dua desa ini cenderung mahal karena umumnya Harga pupuk kandang di dua desa ini cenderung mahal karena umumnya

  Dari angka di atas dapat dilihat bahwa lahan untuk sistem mina padi bukan hanya mengoptimalkan pupuk kimia namun juga mengoptimalkan pupuk kandang untuk mendongkrak kesuburan tanah. Pada umumnya petani responden yang tidak memiliki modal yang cukup untuk membeli pupuk kimia akan mengusahakan pupuk kandang yang umumnya didapat dengan gratis dari penduduk atau tetangga di sekitar rumahnya.

d. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga

  Pada Lampiran 6 dapat dilihat bahwa Tenaga Kerja Luar Keluarga lebih besar rata-rata HOK yang dibutuhkan dibanding Tenaga Kerja Dalam Keluarga. Tenaga Kerja Luar Keluarga sekitar 107,1 HOKHa dari total HOK non mina padi yang dibutuhkan sekitar 163,67 HOKHa dan Tenaga Kerja Dalam Keluarga adalah sisanya yakni sekitar 56,58 HOKHa. Untuk sistem mina padi, Tenaga Kerja Luar Keluarga sekitar 89,80 HOKHa dan Tenaga Kerja Dalam keluarga 109,70HOKHa untuk total rata-rata 199,5 HOKHa.

  Pada angka tersebut dapat dianalisis bahwa tenaga kerja untuk sistem mina padi total rata-ratanya lebih besar dibanding non mina padi. Hal ini terjadi karena adanya ikan disawah menyebabkan pemeliharaan dan pemanenan ikan menambah tenaga yang dikeluarkan disawah. Sedangkan untuk TKDK persentasenya sangat besar pada sistem mina padi karena pada umumnya lahan yang dimiliki oleh petani merupakan lahan-lahan sawah yang tidak seluas lahan non mina padi, Pada angka tersebut dapat dianalisis bahwa tenaga kerja untuk sistem mina padi total rata-ratanya lebih besar dibanding non mina padi. Hal ini terjadi karena adanya ikan disawah menyebabkan pemeliharaan dan pemanenan ikan menambah tenaga yang dikeluarkan disawah. Sedangkan untuk TKDK persentasenya sangat besar pada sistem mina padi karena pada umumnya lahan yang dimiliki oleh petani merupakan lahan-lahan sawah yang tidak seluas lahan non mina padi,

  Pada latar belakang pendidikan formal dapat kita lihat bahwa petani didua desa ini sebenarnya ingin meningkatkan pengalaman serta wawasan mereka lewat pendidikan formal. Namun keadaan disekeliling mereka, entah itu dari segi ekonomi maupun keluarga, tidak mendukung apa yang mereka cita-citakan. Bahkan salah seorang respoden yang sama sekali tidak ingin mejadi petani namun dipaksa oleh orang tuanya.

  Hal ini menjadi pengalaman berharga bagi sebagian besar keluarga tani di dua desa ini. Mereka tidak pernah memaksa anak-anak mereka untuk turun disawah membantu orang tuanya, karena menurut petani mereka tidak ingin membatasi hak anak-anak mereka seperti mereka diperlakukan dahulu. Tidak heran, tenaga kerja anak sangat rendah masuk dalam bagian HOK keseluruhan. Itu pun bukan paksaan dari orang tua, namun karena keterbatasan ekonomi keluarga baru yang merupakan tanggungannya sebagai seorang suami. Karena tenaga kerja anak yang membantu sudah cukup umur bahkan hampir semuanya telah berkeluarga, maka tenaganya digolongkan kedalam Tenaga Kerja Pria dan Tenaga Kerja Wanita (0,8 HOK).

  Pada tingkat pendidikan ini pula dapat kita lihat latar belakang mengapa usahatani di dua desa ini masih tergolong tradisional atau sederhana. Dengan latar belakang pendidikan yang rendah, petani akan sulit menerima masukan secara teori dari PPL karena telah terbiasa dengan praktek dan pengalaman. Dengan Pada tingkat pendidikan ini pula dapat kita lihat latar belakang mengapa usahatani di dua desa ini masih tergolong tradisional atau sederhana. Dengan latar belakang pendidikan yang rendah, petani akan sulit menerima masukan secara teori dari PPL karena telah terbiasa dengan praktek dan pengalaman. Dengan

e. Penyusutan Alat Pertanian dan Perikanan

  Penyusutan alat pertanian masuk kedalam biaya diperhitungkan karena biaya peralatan pertanian maupun perikanan tidak dikeluarkan lagi, namun nilai barang yang sudah ada dihitung nilai penyusutannya. Nilai penyusutan yang dihitung dinilai hanya per satu musim tanam. Jangka waktu satu tahun dihitung tiga musim tanam. Karena menurut petani peralatan pertanian dan perikanan meskipun tidak digunakan dan tetap disimpan, nilainya cenderung berkurang seiring dengan waktu.

  Tabel 17. Rata-Rata Penggunaan Penyusutan Alat Pertanian dan Perikanan

  Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi

Penyusutan Alat Pertanian dan Perikanan

  Mina Padi

  Non Mina Padi

  Biaya

  Biaya Rata-

  Persentase Biaya Rata- Persentase

  rata (Rp)

  rata (Rp)

  Tabel 17 dapat dianalisis bahwa nilai rata-rata biaya diperhitungkan dalam satuan rupiah dan persentase untuk sistem non mina padi lebih besar, karena pada penelitian ini peralatan pertanian yang dimiliki oleh petani responden non mina padi lebih lengkap sehingga meskipun penyusutan peralatannya lebih besar namun sewa alat pertanian seperti semprotan lebih kecil dibanding petani mina padi (Lampiran 4 dan lampiran5).