KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

  Usahatani padi sawah merupakan kegiatan di bidang pertanian yang mengorganisasikan alam, tenaga kerja, modal dan manajemen, yang ditujukan untuk produksi padi. Keempat unsur, yaitu lahan yang mewakili untuk alam, tenaga kerja yang bertumpu pada anggota keluarga tani, modal yang beraneka ragam jenisnya serta unsur pengelolaan atau manajemen yang peranannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani, saling terkait satu sama lain karena kedudukannya dalam usahatani sama pentingnya sehingga keempat unsur tersebut tidak dapat dipisahkan (Handayani, 2006).

  Lahan merupakan modal utama dalam usahatani padi sawah selain tenaga kerja dalam menopang kehidupannya. Meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan lahan yang dapat diusahakan untuk pertanian menjadi semakin berkurang. Berkurangnya lahan pertanian menyebabkan jumlah usahatani sempit bertambah.

  Sempitnya lahan yang seringkali dimiliki oleh petani dan tuntutan keadaan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, membuat petani harus mencari peluang lain untuk meningkatkan pendapatan. Akhirnya, muncul satu peluang usaha baru, yaitu memanfaatkan sawah selain untuk penanaman padi sekaligus juga untuk pemeliharaan ikan.

  Pemanfaatan sawah sebagai tempat penanaman padi sekaligus sebagai tempat pemeliharaan ikan, dapat diterima karena pemeliharaan kedua komoditas tersebut bersifat komplementer. Artinya, kegiatan ini dapat berjalan sekaligus tanpa mengganggu keberhasilan satu sama lain sehingga pada akhirnya diperoleh Pemanfaatan sawah sebagai tempat penanaman padi sekaligus sebagai tempat pemeliharaan ikan, dapat diterima karena pemeliharaan kedua komoditas tersebut bersifat komplementer. Artinya, kegiatan ini dapat berjalan sekaligus tanpa mengganggu keberhasilan satu sama lain sehingga pada akhirnya diperoleh

  Untuk itu, dalam penelitian ini hendak dikaji lebih jauh, petani yang hanya berkonsentrasi di satu komoditi saja yakni petani padi sawah yang tidak menggunakan sistem mina padi apakah lebih menguntungkan dibanding mina padi atau sebaliknya. Selain dari segi pendapatan, ingin diketahui pula hasil produktifitas padi sawah sistem mina padi. Sistem ini lebih produktif atau tidak hasil padinya dibandingkan sistem non mina padi. Sebab selain sistem mina padi dinilai menguntungkan, namun tetap saja beresiko jika tidak dibarengi dengan informasi seputar budi daya mina padi.

  Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis pendapatan dan profitabilitas pada usahatani padi sawah dengan mengambil sampel petani yang telah distratifikasi berdasarkan sistem penanaman mina padi dan non mina padi. Dari masing-masing populasi tersebut akan dianalisis tingkat pendapatan dan profitabilitas usahataninya untuk melihat sejauh mana pendapatan yang diperoleh dari usahatani padi sawah yang dilakukan berdasarkan sistem mina padi atau non mina padi.

  Untuk kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 5.

  Latar Belakang : - Pertambahan jumlah penduduk

  Peningkatan

  Pergeseran fungsi

  lahan ke non

  Konsumsi

  pertanian

  Berkurangnya lahan

  pertanian

  Peningkatan fungsi lahan melalui Tumpang Sari

  Tumpang Sari sistem Mina Padi

  Analisis Pendapatan dan Biaya Usahatani Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi

  Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lapangan

  Penelitian lapangan dilaksanakan di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan Tenjolaya berada pada kawasan Bogor bagian barat. Kecamatan Tenjolaya dipilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Tenjolaya dulunya merupakan bagian dari Kecamatan Ciampea yang merupakan lumbung padi bagi Kabupaten Bogor merupakan penyumbang padi dengan desa-desa penghasil padi terbanyak untuk tiap desa.

  Pemilihan Desa Tapos I dan Desa Tapos II sebagai lokasi penelitian karena desa ini merupakan dua desa di Kecamatan Tenjolaya yang pertaniannya relatif maju namun masih terdapat petani yang relatif kurang maju. Dengan demikian, kondisi di desa ini diasumsikan dapat mewakili berbagai kondisi yang terjadi di lapang.

  Desa Tapos I dan Tapos II dahulu merupakan bagian dari 19 desa di Kecamatan Ciampea yang merupakan kecamatan sentra padi terbesar di Kabupaten Bogor. Desa Tapos I dan Tapos II adalah desa penghasil padi terbesar diantara 19 desa-desa yang ada di Kecamatan Ciampea (Badan Pusat Statistik

  Bogor, 2003 a ). Namun pada tahun 2004, pemerintah mencanangkan program pemekaran daerah dan Kabupaten Bogor yang semula terdiri dari 35 Kecamatan,

  dimekarkan menjadi 40 Kecamatan. Kecamatan Ciampea di pecah menjadi dua kecamatan yakni menjadi Kecamatan Ciampea yang terdiri dari 13 desa dan

  Kecamatan Tenjolaya yang terdiri dari 6 desa. Hingga penelitian ini dilaksanakan, Kecamatan Tenjolaya masih berumur 3 tahun sejak tahun 2004.

  Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tapos I dan Desa Tapos II karena pada kedua desa ini ditemukan petani yang menggunakan sistem mina padi. Untuk itu, ingin dibandingkan pendapatannya dengan petani padi sawah yang tidak menggunakan sistem mina padi yang terdapat di dua desa ini.

  Dahulu, dua desa ini merupakan satu desa yang dipecah yakni Desa Tapos yang dipecah menjadi Desa Tapos I dan Desa Tapos II. Diharapkan dengan menyatukan data kedua desa ini, faktor bias dapat dihindari. Penelitian lapangan dilaksanakan pada awal bulan Juli hingga awal bulan September 2007.

4.2. Teknik Pengambilan Contoh dan Metode Pengumpulan Data

  Penelitian ini merupakan penelitian dua tahap. Tahap pertama yaitu dalam pencarian data sekunder serta literatur dan tahap kedua yaitu pengambilan data primer melalui proses turun lapang, pengolahan dan analisis data perbandingan.

  Unit-unit contoh dalam penelitian ini adalah petani padi sawah. Pemilihan petani responden dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan menggunakan sistem sampel stratifkasi sederhana (stratified sampling). Populasi petani dibagi menjadi 2 populasi, yaitu berdasarkan sistem minapadi dan non minapadi. Kemudian dari masing-masing populasi tersebut diambil masing-masing 15 responden, sehingga total responden sebanyak 30 orang.

  Data untuk penelitian ini dikumpulkan dari tingkat petani (tingkat primer) dan data sekunder, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung terhadap responden

  (petani padi sawah) yang telah dipilih sebelumnya dengan menggunakan kuesioner.

  Data primer yang dikumpulkan berupa data biaya yang meliputi biaya tunai dan biaya tidak tunai, produksi dan penerimaan dalam usahatani padi sawah dalam satu kali produksi, hasil produksi fisik dan nilai produksi dari usahatani padi serta data penggunaan input usahatani seperti benih, pupuk kimia dan pupuk kandang, obat pemberantas hamapestisida dan tenaga kerja. Wawancara dilakukan pada seluruh responden secara satu-persatu, dan mengadakan pengamatan secara langsung keadaan usahatani yang dimiliki responden.

  Sedangkan data sekunder digunakan untuk mendukung data primer. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi atau dinas serta media cetak yang berkaitan dengan masalah penelitian seperti Badan Pusat Statistik Jakarta, Badan Pusat Statistik Bogor, Kantor KelurahanDesa, Litbang, Kompas, Media Indonesia, informasi dan hasil penelitian serta tulisan yang berkaitan dengan penelitian.

4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data

  Pengolahan dan analisis data disesuaikan dengan data yang tersedia dan tujuan yang hendak dicapai. Analisis yang dilakukan adalah analisis perbandingan biaya dan pendapatan (RC rasio). Data yang diperoleh diolah dan disederhanakan dengan bantuan kalkulator dan komputer dengan menggunakan Microsoft Excel serta disajikan dalam bentuk tabulasi dan diuraikan secara deskriptif.

  Penelitian ini membandingkan keadaan usahatani padi sawah menurut sistem mina padi dan sistem non mina padi dengan data usahatani pada musim Penelitian ini membandingkan keadaan usahatani padi sawah menurut sistem mina padi dan sistem non mina padi dengan data usahatani pada musim

4.3.1. Analisis Biaya

  Analisis ini digunakan untuk mengetahui biaya-biaya yang dikeluarkan dalam usahatani padi sawah berdasarkan sistem mina padi dan sistem non mina padi. Dalam analisis ini, biaya dibedakan jadi dua, yaitu Biaya Tunai dan Biaya Tidak Tunai.

  Biaya Tunai meliputi biaya benih padi, benih ikan, pupuk kimia, pupuk kandang, pestisida kimia, sewa alat pertanian (semprotan yang disewa), tenaga kerja luar keluarga (sistem upahan dan bawon), tenaga kerja ternak, tenaga kerja mesin, biaya bagi hasil (sistem sakap), pajak lahan (petani milik) dan sewa lahan (sistem sewa).

  Biaya Tidak Tunai meliputi biaya benih padi dan ikan yang dibuat sendiri, tenaga kerja ternak yang dimiliki sendiri dan tidak disewa di tempat lain, penyusutan alat pertanian, pupuk kandang, pakan ikan (dedak), penyusutan alat perikanan dan tenaga kerja dalam keluarga.

4.3.2. Analisis Pendapatan Usahatani

  Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh sistem mina padi terhadap pendapatan usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Analisis pendapatan usahatani padi ini hanya dilakukan pada satu musim tanam, yaitu musim tanam pertama (Januari- April) 2007.

  Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran kotor usahatani, yang dapat dilihat dari persamaan dibawah ini:

  P = TP - ( Bt + Btt )

  Keterangan: P = Pendapatan bersih usahatani (Rp) TP = Total Penerimaan usahatani (Nilai Produksi) (Rp) Bt = Biaya Tunai (Rp) Btt = Biaya Tidak Tunai (Rp)

  Penerimaan sering disebut pendapatan kotor usahatani (gross farm

  income) dapat didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pendapatan kotor usahatani ini juga merupakan hasil kali jumlah fisik produk dengan harga jual di tingkat petani. Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) terdiri dari biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan).

4.3.3. Analisis Profitabilitas

  Untuk mengukur efisiensi usahatani dan keberhasilan dari suatu usahatani, dapat menggunakan analisis rasio pendapatan dan biaya (RC rasio). Rasio pendapatan dan biaya merupakan perbandingan antara total penerimaan yang diterima usahatani dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam proses produksi. Analisis pendapatan dibagi menjadi dua yakni analisis pendapatan atas biaya tunai dan analisis pendapatan atas biaya total. Semakin besar nilai RC rasio, yaitu RC≥1 maka semakin menguntungkan usahatani tersebut. Perhitungan RC dapat dirumuskan sebagai berikut:

TP

  RC =

  (atas biaya total)

  (atas biaya tunai)

Bt

  BT = Bt + Btt

  Dimana: TP = Total Penerimaan usahatani (Nilai Produksi) (Rp) BT = Biaya Total (Rp) Bt = Biaya Tunai (Rp) Btt = Biaya Tidak Tunai (Rp)

4.4. Definisi Operasional

  Untuk mengukur variabel-variabel yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, maka masing-masing variabel tersebut diberi batasan atau Untuk mengukur variabel-variabel yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, maka masing-masing variabel tersebut diberi batasan atau

  Responden adalah petani yang mengusahakan padi sawah, baik petani dengan sistem mina padi maupun sistem non mina padi.

  ♣ Musim Tanam adalah periode atau waktu yang dihabiskan oleh petani

  mulai dari persiapan lahan, penanaman, penyiangan hingga proses pemanenan.

  ♣

  Usahatani Mina Padi adalah sistem usahatani dengan pemeliharaan ikan yang dilakukan bersama padi di sawah.

  ♣

  Usahatani non Mina Padi adalah sistem usahatani dengan memelihara padi di sawah tanpa memelihara ikan di sawah.

  ♣

  Modal adalah barang ekonomi berupa lahan, bangunan, alat-alat dan mesin, tanaman di lapangan, sarana produksi dan uang tunai yang digunakan untuk menghasilkan padi.

  ♣

  Tenaga Kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi baik untuk persiapan bibit, pengolahan sawah, penanaman dan pemeliharaan, pemanenan dan pengangkutan. Tenaga kerja ini dibedakan manjadi tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga dan luar keluarga. Seluruh tenaga kerja disetarakan dengan Hari Orang Kerja (HOK) dengan lama kerja 6-8 jam kerja per hari. Tingkat upah berdasarkan pada tingkat upah yang berlaku di daerah penelitian.

  ♣

  Produksi Total adalah hasil padi yang diperoleh dari luas tertentu, diukur dalam kilogram (Kg).

  ♣

  Biaya Tunai adalah besarnya nilai uang tunai yang dikeluarkan oleh petani untuk membeli benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja ternak, tenaga kerja mesin, sewa alat pertanian (semprotan), untuk biaya bagi hasil (sistem sakap), serta untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga, diukur dalam satuan rupiah.

  ♣

  Biaya Tidak Tunai adalah pengeluaran yang turut diperhitungkan sebagai biaya usahatani yang meliputi biaya benih yang dibuat sendiri, biaya penyusutan alat-alat pertanian dan perikanan, biaya sewa lahan untuk petani penyewa, pajak lahan dan upah tenaga kerja untuk keluarga berdasarkan tingkat upah yang berlaku di daerah penelitian, yang diukur dalam satuan rupiah.

  ♣

  Biaya Total merupakan penjumlahan dari biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan) yang dikeluarkan dalam satu musim tanam. Besarnya biaya total diukur dalam satuan rupiah.

  ♣

  Penerimaan Usahatani merupakan nilai produksi yang diperoleh dari produk total dikalikan dengan harga jual di tingkat petani. Satuan yang dipakai adalah rupiah.

  ♣

  Pendapatan Usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan biaya usahatani.

  ♣

  Benih Padi adalah jumlah benih yang digunakan dalam usahatani dalam satu musim tanam dan diukur dalam satuan kilogram.

  ♣ Benih ikan adalah jumlah benih ikan yang dipelihara di sawah bersama

  dengan padi. Benih yang dipelihara dihitung dengan satuan ekor atau satuan takar gelas 200 ml.

  ♣

  Pakan ikan adalah jumlah pakan yang diberikan dalam proses produksi sistem mina padi seperti, dedak, pelet, dan sebagainya.

  ♣

  Pupuk kimia adalah jumlah pupuk anorganik yang digunakan dalam proses produksi usahatani padi sawah, seperti Urea, TSP, KCl, ZA, NPK dalam satu musim tanam dan diukur dalam satuan kilogram (Kg).

  ♣

  Pupuk Kandang ialah jumlah pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan.

  ♣

  Pupuk hijau atau hijauan muda adalah pupuk organik atau alami yang berasal dari tumbuhan hijau. Pupuk hijau umumnya berupa tanaman Leguminosa dan sering ditanam sebagai tanaman sela dan banyak mengandung N ( senyawa Nitrogen).

  ♣ Pestisida adalah jumlah pestisida yang digunakan dalam proses produksi

  dalam suatu musim tanam dan diukur dalam satuan liter.

  ♣

  Gedeng adalah satuan luas tanah berdasarkan kelas tanah yang terdapat di desa penelitian. Tanah Kelas 1 memiliki luas 1000m 2 Gedeng dengan ciri-

  ciri memiliki tingkat kesuburan yang tinggi, permukaan yang rata, tidak berbatu, dan memiliki tekstur tanah yang seimbang. Tanah Kelas 2 memiliki

  luas 1250m 2 Gedeng dengan ciri-ciri memiliki tingkat kesuburan tanah sedang, permukaan rata namun berbatu atau sebaliknya berundak-undak

  namun tak berbatu dan memiliki tekstur sedang. Tanah Kelas 3 memiliki luas 1250m 2 Gedeng dengan ciri-ciri memiliki tingkat kesuburan tanah

  sedang, permukaan tanah berundak-undak atau terasering, lahan berbatu dan tekstur tanah sedang. Tanah Kelas 4 memiliki luas 1250m 2 Gedeng dengan

  ciri-ciri memiliki tingkat kesuburan yang rendah, permukaan tanah ciri-ciri memiliki tingkat kesuburan yang rendah, permukaan tanah

  permukaan tanah terasering, lahan berbatu, tekstur tanah sedang hingga agak liat. Ketentuan diatas hanya berlaku di desa dan kecamatan penelitian.

  ♣ Kelas Tanah adalah penggolongan atau klasifikasi tanah berdasarkan

  kontur, tingkat kesuburan tanah dan kondisi tanah (berbatu atau tidaknya lahan).

  ♣

  Pola Tanam adalah pola pergiliran tanaman yang di tanam oleh petani diatas lahan yang sama dalam satu tahun pada umumnya (sejak tahun-tahun sebelumnya).

  ♣ Kamalir atau caren saluran yang dibuat di bagian paling dalam petakan

  sawah. Sering juga disebut parit sawah.

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Keadaan Geografis

  Kecamatan Tenjolaya merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Tepatnya di wilayah pembangunan Bogor bagian barat. Kecamatan Tenjolaya terdiri dari enam desa yakni Desa Tapos I, Desa Tapos II, Desa Cibitung Tengah, Desa Cinangneng, Desa Situdaun dan Desa Gunung Malang. Sentra padi terbesar di kecamatan ini adalah Desa Tapos I dan Desa Tapos II.

  Kecamatan Tenjolaya memiliki luas wilayah 234.145,4 Ha dengan ketinggian 700 dpl. Curah hujan rata-rata 38bulan, dan jumlah hari dengan curah hujan terbanyak ialah 30 hari. Banyaknya curah hujan 491mmt dengan

  temperatur sekitar 19-20 o

  C. Kecamatan Tenjolaya memiliki bentuk wilayah

  dataran rendah, berbukit dan bergunung-gunung dengan kemiringan 45 derajat. Bentuk wilayah datar sampai berombak sekitar 50, berombak sampai berbukit

  25 dan 25 sisanya berbukit sampai bergunung.

  Desa Tapos I memiliki luas areal wilayah sebesar 48.171,9 Ha dan berada pada ketinggian 700m diatas permukaan air laut. Merupakan dataran tinggi

  dengan suhu rata-rata tahunan sekitar 28-32 0 C.

  Dilihat dari posisinya, Desa Tapos I dibatasi oleh wilayah-wilayah sebagai berikut:

  a. Sebelah Utara : Desa Tapos II

  b. Sebelah Selatan : Ferum Perhutani (Gn. Salak)

  c. Sebelah Barat : Desa Gunung Bunder II dan Kecamatan Pamijahan c. Sebelah Barat : Desa Gunung Bunder II dan Kecamatan Pamijahan

  Desa Tapos II memiliki luas secara keseluruhan sekitar 22.717 Ha, yang meliputi pemukiman penduduk, pembangunan (berupa perkantoran, sekolah, peribadatan, jalan dan lain-lain), pertanian sawah, perkebunan, sarana olah raga dan perikanan daratair tawar. Desa Tapos II berada pada ketinggian 500 m diatas

  permukaan laut. Suhu udara rata-rata tahunan sekitar 21-30 0 C.

  Dilihat dari posisinya, Desa Tapos II dibatasi oleh wilayah-wilayah sebagai berikut:

  a. Sebelah Utara : Desa Cibitung Tengah

  b. Sebelah Selatan : Desa Tapos 1

  c. Sebelah Barat : Desa Gunung Bunder

  d. Sebelah Timur : Desa Situdaun dan Desa Gunung Malang

5.2. Penduduk dan Mata Pencaharian

  Kecamatan Tenjolaya berpenduduk 54.026 jiwa yang terdiri dari 27.253 jiwa laki-laki dan 26.773 jiwa perempuan. Seluruhnya merupakan 16.368 jumlah Kepala Keluarga. Angkatan kerja produktif di kecamatan Tenjolaya 32.007 jiwa dan yang tidak produktif sejumlah 22.019 jiwa. Rata-rata kepadatan penduduk

  20.644 jiwaKm 2 dan rata-rata penyebaran penduduk 0.382 jiwaKm .

  Desa Tapos I berpenduduk 7951 jiwa, dengan komposisi penduduk menurut jenis kelamin terdiri dari 4118 jiwa laki-laki dan 3833 jiwa perempuan. Hingga akhir tahun 2006 jumlah penduduk Desa Tapos II adalah sebanyak 6433 jiwa, dengan komposisi penduduk menurut jenis kelamin terdiri dari 3268 jiwa Desa Tapos I berpenduduk 7951 jiwa, dengan komposisi penduduk menurut jenis kelamin terdiri dari 4118 jiwa laki-laki dan 3833 jiwa perempuan. Hingga akhir tahun 2006 jumlah penduduk Desa Tapos II adalah sebanyak 6433 jiwa, dengan komposisi penduduk menurut jenis kelamin terdiri dari 3268 jiwa

  Tabel 3. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Desa Tapos I dan Tapos II

  No Subsektor Desa Tapos I Desa Tapos II

  Persen ()

  Jumlah (jiwa) Jumlah (jiwa)

  1 Karyawan :

  a. Pegawai Negeri Sipil

  b. ABRI

  c. Swasta

  5 Buruh Tani

  Sumber: Statistik Kecamatan Tenjolaya, 2006

  Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa mata pencaharian terbesar pada Desa Tapos I ialah petani. Jika dijumlahkan dengan persentase buruh tani 12,36 persen maka total persentase petani mencapai 47,03. Angka tersebut hampir setengah dari angkatan kerja di daerah tersebut. Berbeda dengan Desa Tapos II, petani hanya mencapai 5,94 persen dan buruh tani sekitar 10,35 persen. Jika dijumlahkan mencapai 16,29 persen. Angkatan kerja di Desa Tapos II dari tahun- ke tahun semakin berpusat di bidang jasa khususnya jasa transportasi seperti ojek dan supir angkot atau usaha jasa yang mendukung transportasi seperti usaha bengkel las dan sejenisnya.

  Bukan hanya di Desa Tapos II, hal ini pun berdampak secara signifikan di Desa Tapos I terutama sejak dibukanya trayek transportasi untuk kendaraan umum (angkot) yang baru sejak tahun 2007 khusus untuk kecamatan Tenjolaya Bukan hanya di Desa Tapos II, hal ini pun berdampak secara signifikan di Desa Tapos I terutama sejak dibukanya trayek transportasi untuk kendaraan umum (angkot) yang baru sejak tahun 2007 khusus untuk kecamatan Tenjolaya

5.3. Gambaran Umum Usahatani Padi Sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II

  Desa Tapos I dan Tapos II merupakan dua desa di Kecamatan Tenjolaya yang usahatani padinya cukup luas. Penanaman padi di dua desa ini dapat dilakukan dua hingga tiga kali dalam setahun. Musim tanam pertama antara bulan Januari-April, musim tanam berikutnya sekitar bulan Mei-Agustus dan musim tanam yang terakhir sekitar September-Desember. Namun pada umumnya padi ditanam dua kali dalam setahun di selingi dengan sekali penanaman palawija atau sayuran dalam pola tanam setahun.

  Gambar 6. Sumber Irigasi untuk Areal Sawah dan Pertanian di Desa Tapos I

  Mudahnya petani mengatur pola tanam didukung oleh irigasi yang berasal dari mata air dari Gunung Salak dan tidak dipungut biaya sama sekali sehingga kebutuhan petani akan air dalam bertani dan berumah tangga tidak tergantung akan curah hujan. Desa Tapos I memiliki 9 buah mata air dan 6 buah sungai Mudahnya petani mengatur pola tanam didukung oleh irigasi yang berasal dari mata air dari Gunung Salak dan tidak dipungut biaya sama sekali sehingga kebutuhan petani akan air dalam bertani dan berumah tangga tidak tergantung akan curah hujan. Desa Tapos I memiliki 9 buah mata air dan 6 buah sungai

  Sebelum petani di Desa Tapos I dan Tapos II memulai menanam padi, mereka terlebih dahulu memperhitungkan Penanggalan Jawa. Adat istiadat dalam dunia petanian yang diturunkan oleh nenek moyang atau garis keturunan yang terdahulu. Hal tersebut telah diajarkan oleh ayah, kakek atau keluarga terdekat yang dulunya merupakan petani pula.

  Para petani di dua desa ini cenderung menanam padi berbarengan dengan petani yang lain untuk memudahkan irigasi di lahan pertanian. Hal ini memberikan kelebihan sekaligus kelemahan pada saat padi terserang hama. Jika padi terserang hama burung, maka petani tidak terlalu merugi karena ditanggung bersama. Jika padi terserang hama tikus, seluruh areal sawah dapat serentak dikeringkan dan hama tikus teratasi. Namun jika penyakit yang menyerang padi tersebar lewat air atau berupa virus, maka seluruh sawah terserang berbarengan. Hal tersebut tampak pada Gambar 7 yang memperlihatkan aliran air dari pintu air sawah yang satu ke sawah yang lain.

  Gambar 7. Terasering Areal Persawahan di Desa Tapos II

  Sistem budi daya padi di Desa Tapos I dan Tapos II dimulai dari persemaian Dari. Bibit yang hendak disemai terlebih dahulu direndam selama dua hari (2x24 jam) agar berkecambah atau akarnya keluar dari bijinya. Lahan yang hendak dijadikan areal sawah di genangi terlebih dahulu agar sisa panen atau jerami sebelumnya membusuk dan menyatu dengan tanah. Sambil digenangi, petani membuka lahan lain yang lebih sempit dengan cara mencangkul untuk penyemaian. Umur persemaian padi berkisar antara 23-28 hari sebelum dipindahkan ke lahan persawahan yang lebih luas. Menurut persepsi petani, padi dipersemaian di upayakan sedikit lebih lama dari waktu yang seharusnya agar lebih tahan terhadap penyakit pada saat telah dipindahkan nantinya.

  Penanaman dan penyiangan di Desa Tapos I dan Tapos II pada umumnya dilakukan oleh Tenaga Kerja Wanita. Buruh tani di dua desa ini di upah dengan uang dan natura. Jika buruh tani di upah dengan uang, itu artinya buruh tersebut diupah dengan sistem harian dan sistem kerjanya bersifat sementara. Jika buruh tani di upah dengan natura atau hasil panen, maka buruh tersebut dibayar setiap akhir musim tanam atau pada saat panen dengan sistem pembayaran satu banding lima (1: 5) dari total panen dan bersifat permanen dari tahun ketahun. Sistem ini disebut bawon atau “ngepak”. Sistem ini melibatkan buruh “ngepak” pada saat proses penanaman, penyiangan dan pemanenan.

  Penyiangan pada umumnya dilakukan sekali dalam satu musim tanam dan dilakukan secara serentak. Namun jika telah selesai di siangi dan masih terlihat ada satu atau dua gulma yang tumbuh di sawah, maka petani akan membersih lagi gulma tersebut.

  Sarana produksi yang digunakan untuk usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II terdiri dari Benih, pupuk, pestisida, dan alat pertanian. Pada umumnya petani padi sawah di dua desa ini menggunakan pupuk Urea dan TSP, sedangkan pupuk KCl, NPK, ZA dan pupuk kandang jarang digunakan. Pestisida yang sering digunakan ialah pestisida jenis desis. Penyemprotan hanya dilakukan oleh petani jika dilihat kondisi padi di sawah memang sedang terkena penyakit, jika tidak maka penyemprotan tidak dilakukan.

  Alat pertanian yang sering digunakan ialah cangkul, arit, kored, dan alat semprot. Sangat jarang petani yang memiliki traktor dan bajak. Pada umumnya petani padi sawah menyewa alat tersebut pada petani yang memilikinya. Petani yang tidak memiliki alat semprot untuk menyemprot pestisida pada umumnya menyewa semprotan dengan harga 2000-5000 hari, tergantung dari kesepakatan bersama. Penyewaan bajak pada umumnya sepaket dengan Tenaga Kerja Ternak yakni kerbau dan satu orang yang mengendarainya.

  Penggunaan tenaga kerja dipengaruhi oleh luas lahan garapan dan berat jenis pekerjaan serta kondisi keuangan keluarga tani. Tenaga kerja luar keluarga biasanya lebih banyak digunakan untuk sawah dengan luas lahan garapan yang relatif besar, sedangkan untuk luas lahan garapan yang relatif kecil dan jenis pekerjaan yang tidak terlalu berat biasanya lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Jika pekerjaan berat contohnya pada saat pengolahan lahan namun kondisi keuangan tidak memadai apalagi jika harus membagi hasil dengan pemilik lahan (untuk sistem sakap), petani cenderung mengoptimalkan tenaga kerja dalam keluarga kendati harus memakan waktu hingga berhari atau berminggu lamanya.

  Adapun status petani berdasarkan pemilikan lahan garapan yang ada di Desa Tapos I dan Desa Tapos II terdiri dari petani milik yang menggarap lahan sendiri atau digarap oleh orang lain (kuli), dan petani penggarap yang menggarap lahan orang lain baik dengan sistem sewa, bagi hasil (sakap) maupun dengan sistem gadai. Seorang petani dapat memiliki dua atau lebih status kepemilikan lahan. Contohnya jika seorang petani milik yang ingin menambah areal sawah dengan menyewa lahan orang lain sehingga petani tersebut merupakan petani milik sekaligus petani sewa dan lain sebagainya.

  Petani milik yang menggarap lahannya sendiri akan menanggung seluruh biaya usahatani dan akan menerima seluruh penerimaan usahatani. Sedangkan petani sewa harus mengeluarkan biaya lebih berupa sewa lahan yang biasanya di bayar pertahunnya. Namun petani sewa tidak perlu menanggung pajak lahan karena ditanggung oleh pemilik lahan. Sedangkan petani sakap, tidak semua petani yang menggunakan sistem ini ditanggung biaya produksinya. Ada sebagian kecil dari petani responden yang ditanggung biaya produksinya menjadi biaya bersama antara pemilik lahan dan penggarap. Namun sebagian besar petani lain yang menggunakan sistem sakap harus menanggung seluruh biaya produksi, tergantung dari kesepakatan yang dibuat oleh kedua belah pihak.

  Sistem sakap atau bagi hasil mengharuskan petani penggarap membagi dua hasil panennya dengan pemilik lahan. Meskipun demikian, sistem ini masih memiliki keunggulan dibanding sistem sewa, yakni memiliki resiko yang lebih kecil di banding sistem sewa. Jika selama setahun, petani tidak menghasilkan apa- apa, maka biaya lahan lewat hasil panen yang gagal tidak dibayar. Sedangkan Sistem sakap atau bagi hasil mengharuskan petani penggarap membagi dua hasil panennya dengan pemilik lahan. Meskipun demikian, sistem ini masih memiliki keunggulan dibanding sistem sewa, yakni memiliki resiko yang lebih kecil di banding sistem sewa. Jika selama setahun, petani tidak menghasilkan apa- apa, maka biaya lahan lewat hasil panen yang gagal tidak dibayar. Sedangkan

5.4. Karakteristik Petani Responden

  Karakteristik petani responden akan diuraikan berdasarkan umur petani, pengalaman berusahatani, tingkat pendidikan, alasan mengusahakan padi sawah, status kepemilikan, luas lahan garapan, kelas tanah dan sifat usahatani padi. Karakteristik petani responden selengkapnya sebagai berikut: (1)

  Umur Petani Petani responden sebagian besar berasal dari kelompok umur 40-65 tahun,

  baik petani mina padi maupun petani non mina padi. Karakteristik petani responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 4. Dari tabel dibawah ini, dapat dilihat bahwa petani non mina padi atau yang hanya berkonsentrasi pada usahatani padi saja berpusat pada umur 40-65 tahun. Sedangkan petani mina padi cenderung lebih beragam. Seluruh responden dari yang paling muda hingga yang paling tua telah berkeluarga. Hal ini menunjukkan bahwa seluru responden telah memiliki tanggungan yang lebih berat dalam hidupnya.

  Tabel 4. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Kelompok Umur di

  Desa Tapos I dan Desa Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor

  Kelompok Umur

  Petani Non Mina Padi

  Petani Mina Padi

  Jumlah

  Persen ()

  Jumlah

  Persen ()

  (orang)

  (orang)

  30-39

  40-49

  50-59

  60-69

  70-keatas

  Total

  Tingginya persentase petani yang berusia diatas 40 tahun menunjukkan bahwa petani padi, dengan sistem mina padi atau sistem non mina padi jarang digeluti oleh kaum muda di dua desa ini. Hal ini terjadi karena sebagian pemuda yang ada di Desa Tapos I terutama di Desa Tapos II enggan untuk bekerja sebagai petani. Mereka pada umumnya lebih suka bekerja diluar bidang usahatani contohnya dibidang transportasi yang terdapat pada Tabel 3. Selain itu, Lahan di Desa Tapos I memang jauh lebih luas dibanding lahan di Desa Tapos II dapat dilihat pada keadaan geografis masing-masing desa. Lahan sebagai salah satu faktor penting dari pertanian, lebih tersedia di desa Tapos I dibanding Desa Tapos

  II.

  Umur pada umumnya dapat menggambarkan pengalaman seseorang, sehingga terdapat perbedaan perilaku berdasarkan usia yang dimilikinya. Namun untuk desa ini, petani berumur belum tentu menggambarkan pengalaman yang banyak dibidang pertanian khususnya usahatani padi sawah. Apalagi jika mengusahakan sawah merupakan usaha cadangan yang tidak begitu fokus digeluti, hanya untuk menambah pemasukan pokok yang sudah ada. Untuk itu, di dua desa ini, umur tidak terlalu berhubungan dengan pengalaman petani berusahatani padi sawah.

  Sistem usahatani mina padi cenderung tidak mengenal usia. Variasi usia yang merata pada Tabel 4 menggambarkan hal tersebut. Banyak hal yang menarik untuk dikaji pada sistem ini sehingga sistem ini langsung mandapat perhatian bagi petani yang muda hingga petani tua yang paling berpengalaman.

  (2) Pengalaman Berusahatani

  Semakin sedikitnya pengalaman petani, semakin besar rasa kebutuhan mereka akan adanya PPL atau penyuluh pertanian yang lain. Sedangkan semakin besar pengalaman petani, semakin kecil kebutuhan mereka akan kehadiran PPL atau penyuluh. Bahkan ada petani yang merasa tidak membutuhkan PPL sama sekali karena mereka menganggap PPL tidak pernah mempraktekkan apa yang mereka suluhkan di lapangan. Terkadang petani menganggap PPL pada umumnya tidak memberikan solusi dari setiap masalah mereka, sehingga menurut mereka tidak perlu didengarkan.

  Tenaga PPL yang diturunkan sejak program pemekaran pemerintah disusutkan dari satu PPL per desa menjadi satu tenaga PPL per desa. Menurut persepsi petani, tenaga PPL kurang profesional sehingga tidak bisa membantu keterbatasan pedidikan pertanian mereka. Menurut ketua kelompok tani, karena sudah tidak mendapat kepercayaan dari petani lagi, maka PPL cenderung takut mendekati petani. Mereka hanya berani menyuluh para ketua kelompok tani, dan petani-petani tertentu saja yang masih mau menerima keberadaan mereka. Mereka takut ditolak oleh para petani setempat.

  Hanya ketua-ketua kelompok tani dan orang-orang tentu saja yang masih mau disuluh dan diajak bekerja sama. Sehingga PPL berada pada posisi terjepit, menurut aparat desa dan tokoh-tokoh desa, PPL dinilai malas turun kepetani karena jarang terlihat aktif menyuluh, namun menurut sebagian besar petani mereka tidak membutuhkan PPL karena tidak pernah memberikan solusi setiap kali sawah mereka terkena hama.

  Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan di Tapos I dan Desa Tapos II sangat rendah untuk

  petani responden. 27 dari 30 orang atau sekitar 90 persen diantara total petani responden memiliki latar belakang pendidikan enam tahun bahkan empat orang diantaranya belum tamat bahkan tidak pernah mendapat pendidikan formal sama sekali. Satu orang diantaranya memiliki pendidikan dasar 12 tahun atau pernah duduk dibangku Sekolah Menengah Umum. Sedangkan 2 orang atau sekitar 6.66 persen diantaranya merupakan lulusan perguruan tinggi yakni D2.

  Tabel 5. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

  Tingkat Pendidikan

  Jumlah petani

  (Tahun)

  Mina padi

  Non mina padi

  Menurut persepsi petani, hal ini dikarenakan keterbatasan ekonomi orang tua mereka dahulu dan sebagian lagi beranggapan bahwa orang tua mereka masih mampu untuk kejenjang yang lebih tinggi lagi namun orang tua mereka terutama ayah mereka beranggapan bahwa jika nantinya akan mengurus sawah juga, anak- anak mereka tidak perlu mendapat latar belakang pendidikan formal yang lebih tinggi. Cukup hanya keterampilan dasar seperti membaca dan menulis di bangku sekolah dasar saja dianggap dapat membekali mereka dalam hidup di dunia pertanian yang pada masa itu sekolah dasar masih disebut SR atau Sekolah Rakjat.

  Selain pendidikan formal, petani juga jarang diberi pendidikan non formal karena jarang diberi pelatihan. Hal ini sesuai dan sejalan dengan hubungan petani di desa dengan PPL diatas.

  Untuk pendidikan teknologi pertanian pada umumnya seluruh petani responden pernah menggunakan tenaga mesin atau traktor, namun tidak semua dari mereka bisa menggunakan atau mengetahui informasi penggunaan traktor yang benar. Hal ini karena sistem usaha peminjaman traktor perhari sudah termasuk tenaga manusia yang mengendalikannya (umumnya laki-laki). Tidak ada kesempatan untuk belajar, karena sipemilik traktor khawatir traktornya akan cepat rusak. Sehingga tidak pernah mempercayakan penggunaan traktor oleh petani manapun tanpa diawasi sekaligus dikendarai oleh pegawainya. Namun setidaknya pertanian di daerah ini sudah mencium separuh aroma teknologi pertanian khususnya petani-petani tradisional didaerah ini.

  Meskipun petani responden mina padi 100 persen hanya mengenyam pendidikan hingga enam tahun bahkan ada yang kurang dari itu, namun mereka mampu menciptakan suatu inovasi dalam usahatani padi sawah yakni menerapkan sistem usahatani mina padi pada lahan sawah mereka. Dengan adanya kamalir, dan penebaran benih ikan pada waktu yang tepat dan tidak mempengaruhi bahkan mendukung padi disawah. Dari hal ini dapat dianalisis bahwa sistem ini dapat diadopsi eleh berbagai kalangan petani tanpa perlu pendidikan formal khusus karena inovasi ini adalah inovasi yang sederhana namun cukup bermanfaat. (4) Alasan Mengusahakan Padi Sawah

  Jika dikaji lebih lanjut dari sisi alasan petani mengusahakan padi sawah, akan muncul titik terang mengapa usia tersebut memiliki pola yang khas. 36,66 persen dari total responden mengusahakan padi sawah dengan alasan karena menguntungkan, 40 persen mengusahakan untuk kebutuhan konsumsi, 13,33 persen mengusahakan untuk menjaga kesuburan tanah agar seimbang dengan Jika dikaji lebih lanjut dari sisi alasan petani mengusahakan padi sawah, akan muncul titik terang mengapa usia tersebut memiliki pola yang khas. 36,66 persen dari total responden mengusahakan padi sawah dengan alasan karena menguntungkan, 40 persen mengusahakan untuk kebutuhan konsumsi, 13,33 persen mengusahakan untuk menjaga kesuburan tanah agar seimbang dengan

  Status Kepemilikan Dari data Tabel 6 dibawah telihat bahwa non mina padi memiliki 16 jenis

  penguasaan lahan. Hal ini terjadi karena satu diantara responden petani non mina padi memiliki dua status penguasaan lahan, sehingga satu petani terhitung dua kali dalam Tabel 6 dibawah.

  Tabel 6. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan

  Lahan di Desa Tapos I dan Desa Tapos II Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor

  Jumlah Petani

  Mina Padi

  Non Mina Padi

  Status Kepemilikan Lahan

  15 6 9 a. milik sendiri

  10 4 b. bagi hasil

  5 2 3 c. sewa

  d. gadai

  Total 15

  Dari hasil Tabel 6 diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani mina padi (9 orang) mengolah lahan milik orang lain. Hal ini dapat memicu petani untuk meningkatkan hasil dari lahan yang sedang digarapnya. Sedangkan petani Dari hasil Tabel 6 diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani mina padi (9 orang) mengolah lahan milik orang lain. Hal ini dapat memicu petani untuk meningkatkan hasil dari lahan yang sedang digarapnya. Sedangkan petani

  Luas Lahan Garapan dan Produktivitas

  2 Luas lahan garapan untuk sistem mina padi totalnya sekitar 54.250m atau sekitar 5,42Ha. Untuk rata-rata luas lahan petani responden mina padi sekitar

  3.616,67m 2 . Sedangkan untuk lahan non mina padi total luas lahan sekitar 78.725m 2 atau sekitar 7,87Ha. Sedangkan untuk rata-rata luas lahan sistem non mina padi sekitar 5.248,33m 2 . Namun untuk perhitungan keseluruhan tiga puluh

  petani responden dikonversi ke satu hektar lahan dan dirata-ratakan.

  Produktivitas sistem non mina padi sekitar 5,72 tonHa untuk musim tanam rata-rata sedangkan pada saat terserang penyakit sekitar 4,82 tonHa. Produktivitas sistem mina padi sekitar 5,63 tonHa untuk musim tanam rata-rata sedangkan pada saat terserang penyakit sekitar 3,02 tonHa. Hal ini berarti untuk kondisi umumnya lahan non mina padi mampu menghasilkan 5,72 ton gabah basah sedangkan untuk lahan mina padi dapat menghasilkan 5,63 tonHa.

  Hal ini didukung oleh penggunaan benih padi yang lebih banyak oleh petani responden non mina padi yakni sekitar 53,45 KgHa sedangkan petani mina padi sekitar 46,54KgHa. Sebagian besar petani non mina padi juga menggunakan benih jenis IR64 yang menurut seluruh petani responden lebih produktif dibanding benih Ciherang yang digunakan oleh sebagian besar petani responden mina padi (Lampiran 7). Dengan kontur lahan yang miring, sebagian besar petani mina padi lahan sawahnya berada lebih tinggi dibanding letak lahan petani non mina padi untuk masing-masing desa penelitian. Karena lahan yang lebih diatas, lebih melimpah dan stabil irigasinya, sehingga petani mina padi lebih banyak Hal ini didukung oleh penggunaan benih padi yang lebih banyak oleh petani responden non mina padi yakni sekitar 53,45 KgHa sedangkan petani mina padi sekitar 46,54KgHa. Sebagian besar petani non mina padi juga menggunakan benih jenis IR64 yang menurut seluruh petani responden lebih produktif dibanding benih Ciherang yang digunakan oleh sebagian besar petani responden mina padi (Lampiran 7). Dengan kontur lahan yang miring, sebagian besar petani mina padi lahan sawahnya berada lebih tinggi dibanding letak lahan petani non mina padi untuk masing-masing desa penelitian. Karena lahan yang lebih diatas, lebih melimpah dan stabil irigasinya, sehingga petani mina padi lebih banyak

  Pada Lampiran 7 dapat dilihat bahwa petani non mina padi yang sebagian besar menggunakan varietas IR64 selain produktivitasnya lebih tinggi dari petani mina padi yang menggunakan varietas Ciherang, umur panennya pun rata-rata lebih singkat dibanding varietas Ciherang yang umumnya digunakan oleh sebagian besar petani mina padi. Dengan menggunakan benih padi varietas IR64, petani dapat lebih meningkatkan produktivitas padi dan mempercepat waktu panen meskipun berada didataran tinggi yang suhunya relatif dingin yang menurut beberapa penelitian dapat memperpanjang waktu padi untuk panen. Dengan menggunakan benih varietas IR64 dan didukung oleh varietas Ciherang diurutan kedua, pemerintah dapat meningkatkan pasokan beras sehingga dapat mendukung ketahanan pangan di Indonesia.

  Kedua varietas tersebut sangat baik produktivitasnya dan kecepatannya dalam menghasilkan padi diakui oleh seluruh petani responden. Disamping rasa nasi yang enak dan disukai oleh masyarakat, varietas IR64 dan varietas Ciherang cenderung mudah pemeliharaannya sehingga disukai oleh petani. Hal ini didukung oleh bentuk tanaman yang kuat atau lebih tahan terhadap penyakit dibanding varietas lain, berdaun tegak dan tidak terlalu tinggi (sekitar 85cm). Jika Kedua varietas tersebut sangat baik produktivitasnya dan kecepatannya dalam menghasilkan padi diakui oleh seluruh petani responden. Disamping rasa nasi yang enak dan disukai oleh masyarakat, varietas IR64 dan varietas Ciherang cenderung mudah pemeliharaannya sehingga disukai oleh petani. Hal ini didukung oleh bentuk tanaman yang kuat atau lebih tahan terhadap penyakit dibanding varietas lain, berdaun tegak dan tidak terlalu tinggi (sekitar 85cm). Jika

  Kelas Tanah Jika dikaji lebih lagi, melalui Tabel 7 dapat dianalisa bahwa kualitas tanah

  untuk petani mina padi lebih rendah dibandingkan dengan kualitas tanah petani non mina padi. Hal ini, dapat mempengaruhi produktivitas padi yang dihasilkan oleh petani responden. Semakin subur lahan yang dimiliki, maka semakin tinggi pula produktivitas lahan yang dimiliki. Sedangkan produktivitas lahan dapat mempengaruhi pendapatan petani terutama untuk biaya tunainya.

  Total jumlah petani responden pada Tabel 7 tertulis 32 namun sebenarnya hanya 30 orang. Angka tersebut berarti ada dua orang petani responden yang memiliki atau menyakap atau menyewa lahan yang kelas tanahnya lebih dari satu jenis kelas tanah terpisah letaknya namun kedua lahan tersebut masih berada pada lokasi penelitian yakni di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor.

  Tabel 7. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Kelas Tanah di Desa

  Tapos I dan Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor

  Kelas Tanah

  Mina Padi

  Non mina Padi

  Jumlah Petani

  Sifat Usahatani Padi Dari Tabel 8, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pengusahaan padi Sifat Usahatani Padi Dari Tabel 8, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pengusahaan padi

  Jika pengusahaan padi sawah merupakan usaha utama, berarti pengusahaan usaha tersebut akan dilakukan dengan maksimal dan sungguh- sungguh sebab pendapatan keluarga tani sangat bertumpu pada usaha tersebut. Modal yang ada, tenaga, waktu dan sumber daya yang lain yang dimiliki oleh keluarga tani akan difokuskan ke usaha utama tersebut. Diharapkan dengan memaksimalkan sumber daya yang ada, dapat memaksimalkan pendapatan keluarga tani.

  Tabel 8. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Sifat Pengusahaan

  Padi di Desa Tapos I dan Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor

  Sifat Usahatani

  Mina Padi

  Non Mina Padi

  Utama 13 12 Sampingan 2

  Total 15 15