Hemiselulosa adalah polimer karbohidrat dengan rantai bercabang dan lebih pendek dibandingkan dengan selulosa. Hemiselulosa sebenarnya merupakan senyawa kimia
yang identik dengan fraksi beta dan gama selulosa. Hemiselulosa merupakan polisakarida yang bukan selulosa yang tersusun dari senyawa karbon yang berjumlah
5 atau 6. Jika dihidrolisa hemiselulosa menghasilkan D-manosa, D-glukosa, D- galaktosa, D-xylosa, L-arabinosa, dan asam uronat.
Kandungan hemiselulosa dalam pulp akan mempermudah pelunakan dan pembentukan fibril serat fibrilation selama penggilingan. Hal ini disebabkan oleh
struktur non kristal, BM yang rendah dan rantai yang bercabang. Struktur non kristal menyebabkan hemiselulosa lebih reaktif terhadap alkali dan hidroksi asam dibanding
dengan sellulosa.
c. Lignin
Lignin adalah suatu polimer kompleks dengan BM tinggi terdiri dari satuan fenil propana. Sifat senyawa ini sangat stabil dan sulit untuk dipisahkan serta mempunyai
bentuk yang bermacam-macam. Lignin terdapat dalam lamela tengah dan dinding sel yang berfungsi sebagai perekat antar sel. Pada pembuatan pulp, lignin dapat dilarutkan
oleh hidrolisa asam pada proses sulfide, alkali panas pada proses soda dan sulfat, serta oleh klorida dalam proses pemutihan.
Pulp akan mempunyai sifat fisik yang baik apabila mengandung sedikit lignin. Hal ini disebabkan lignin bersifat hidrofobik dan kaku sehingga menyulitkan dalam
proses pendinginan refining. Banyaknya lignin akan mempengaruhi konsumsi bahan kimia pemasak dan pemutihan.
Rumus molekul lignin sangat kompleks dan belum diketahui secara pasti, dari hasil analisa, monomer dari kedua jenis kayu wood dan bukan kayu non wood
berbeda-beda.
d. Ekstraktif
Ekstraktif adalah senyawa kimia dengan bahan molekul rendah yang dapat larut dalam air dan pelarut organik. Pada umumnya kadar ekstraktif yang terkandung dalam bahan
baku non wood lebih tinggi daripada kayu daun dan kayu jarum. Zat ekstraktif terdiri dari bahan yang mudah menguap seperti terpentin, resin, asam lemak, fenol
karbohidrat dengan berat molekul rendah dan juga pektin. Zat ekstraktif yang larut dalam air meliputi gula, pektin, garam–garam organik dan zat warna. Sedangkan
ekstraktif yang larut dalam pelarut organik yaitu tannin, asam lemak, resin, dan terpen. Pelarut organik yang biasa digunakan yaitu : Petrolium eter, methanol, alkohol
benzena, dan etanol benzene.
Ekstraktif dapat mengkonsumsi bahan kimia yang lebih banyak juga dapat menghambat proses penetrasi larutan kemasan. Sehingga pada pembuatan kertas akan
timbul masalah yang disebut pitch trouble, hal ini disebabkan karena pitch yang dilepaskan pada waktu penggilingan akan cenderung terkumpul sebagai partikel
suspensi koloidal sehingga akan menyumbat kawat kasa pada mesin kertas atau terkumpul pada felt serta melekat pada mesin sebagai gumpalan gelap. Dengan adanya
hal ini akan menyebabkan kertas berlubang transparan, bernoda dan kotor.PT. TPL,2003
e. Abu