Pelanggaran Hak-hak Ekonomi Sosial Budaya

b. Pelanggaran Hak-hak Ekonomi Sosial Budaya

Dalam banyak peristiwa pembebasan lahan di wilayah Toili dan Batui, fihak perusahaan dengan bantuan pejabat pemerintah serta aparat keamanan melakukan intimidasi psikologis kepada warga sehingga terpaksa merelakan lahannya. Intimidasi tersebut dilakukan terutama dengan kehadiran Tim Sembilan. Tim Sembilan adalah tim yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan pembebasan lahan masyrakat. Terdiri dari Bupati Banggai yang seringkali diwakili oleh Basri Sono (Rektor Universitas Muhamadiyah Luwuk), Ketua DPRD Banggai, Kepala BPN, Kakansospol, Kapolres, Dandim, Sekretaris Daerah Kabupaten Banggai, Kepala

Dinas Perkebunan Banggai dan Kepala Dinas Kehutanan Banggai. Tim Sembilan ini mula-mula dibentuk untuk menyelesaikan masalah sengketa tanah di Seseba, tapi karena di beberapa wilayah lain banyak kasus serupa Tim Sembilan menjadi semacam tim pencari jalan keluar. Karena terdiri dari pejabat-pejabat tinggi di kabupaten ini, masyarakat selalu diposisikan menjadi fihak yang hanya dapat menerima keputusan.

Beberapa di antaranya yang mengalami kerugian besar dari keputusan Tim Sembilan ini adalah sebagai berikut. Di Desa Sinorang pembayaran ganti rugi sawah tidak sesuai dengan kesepakatan. Penyelesaian ganti rugi lebih berdasarkan keputusan pihak JOB Pertamina - Exspan Tomori Sulawesi dibantu pemerintah desa dengan perhitungan Rp 20 juta per hektar. Ada tiga orang warga yang menolak ganti rugi tersebut dan belum mau menerimanya sampai sekarang. Di Desa Pasibuloli, sejumlah 135 batang pohon kelapa dan sejumlah tanaman kopi seluas satu hektar milik Ibu Ungke hanya diganti Rp 8 juta per hektar untuk keperluan eksplorasi di Pasibuloli. Padahal setiap batang pohon kelapa dapat menghasilkan sekitar Rp 2 juta setiap tahun. Di Desa Kamiwangi, sawah milik Pak Karno diganti rugi Rp 13 juta per hektar. Demikian juga lokasi tanah Pak Saban yang terletak tepat di titik lokasi eksplorasi, yang diganti Rp 13 juta per hektar dari jumlah Rp 50 juta permintaannya. Kompleks eksplorasi di Desa Kayuwa milik Pak Lukman diganti Rp 100 juta per hektar. Padahal setiap tahun, satu hektar sawah bisa menghasilkan Rp 10 juta di luar keperluan hidup sehari-hari. Sementara itu, wilayah tambak udang di Batui yang akan dialihkan menjadi kawasan pelabuhan dari kesepakatan Rp 500 per meter hanya diganti rugi oleh fihak perusahaan Rp 100 per meter. Luas lahan yang diambil alih oleh PT Banggai Sentral Shrimp sebanyak 170 hektar dari luas 240 hektar. Total pemilik lahan 196 orang. Dalam masa produktif, setiap hektar lahan bisa menghasilkan tiga ton udang sekali panen. Kompleks eksplorasi di Desa Slamet Harjo yang berada di tengah sawah memperoleh ganti rugi Rp 20 juta per hektar. Perhitungan ketidakadilan ganti juga juga bisa diberlakukan bagi tanaman palawija, khususnya di dataran Seseba yang menjadi sumber penghasil tanaman terbesar. Menurut salah seorang warga Seseba, semenjak lahan mereka dirampas dan tidak menghasilkan, harga kebutuhan ekonomi di Pasar Batui menjadi tajam. Dengan demikian proses penyelesaian ganti rugi tanah tidak saja merugikan warga pemilik lahan tapi juga semua konsumen.

Perbedaan harga ganti rugi tersebut biasanya ditentukan oleh bagaimana tingkat negosiasi warga dengan intimidasi yang dialami. Ganti rugi lahan terkadang menyebabkan kecemburuan dalam

masyarakat. Hal ini karena ada warga yang mendapatkan ganti rugi dua kali lipat dari luas lahan (Banggai Express , Minggu II Oktober 2002), ada pula warga yang masih punya hubungan kekeluargaan dengan Tim Sembilan atau tim negosiasi lainnya mendapatkan ganti rugi yang pantas. Lahan yang dibebaskan sebagian besar adalah lokasi sawah, kebun, dan tambak. Untuk membuat kegiatan eksplorasi terjadi, fihak Pertamina New Venture Hulu dan JOB Pertamina PT Exspan Tomori Sulawesi membutuhkan sekitar empat hektar tanah di tiap lokasi. Hal ini belum terhitung dengan kondisi tertentu apabila titik eksplorasi berada di tengah persawahan. Misalnya di Desa Kamiwangi, JOB Pertamina Exspan membuat tanggul sepanjang kurang lebih satu ki-lometer menuju ke titik eksplorasi. Pada musim hujan, tanggul buatan tersebut menyebabkan banjir dan menenggelamkan lokasi persawahan disekitarnya. Di Desa Kayowa, dibuat jalan besar sejauh sepuluh kilometer menuju titik eksplorasi. Jalan yang menyusuri sungai Matindok tersebut sebagian besar mengambil lahan perkebunan penduduk dan belum diganti rugi.

Selain ganti rugi lahan yang tidak adil, kegiatan JOB Pertamina - Exspan Tomori Sulawesi juga meninggalkan kerusakan lahan dan material masyarakat. Proses testing seismik dengan dinamit di Desa Gori-Gori menyebabkan dua buah rumah milik warga rusak berat fondasi dan pelatarannya. Pada awalnya kegiatan untuk meledakkan bagian belakang rumah ini mendapat protes dari masyarakat, tetapi karena pihak perusahaan menjamin ledakan tidak akan merusak lahan dan rumah, maka warga bersedia. Dinamit tersebut diledakkan di belakang rumah empat orang warga berjarak 40 meter, tetapi yang sempat diledakkan baru dua Selain ganti rugi lahan yang tidak adil, kegiatan JOB Pertamina - Exspan Tomori Sulawesi juga meninggalkan kerusakan lahan dan material masyarakat. Proses testing seismik dengan dinamit di Desa Gori-Gori menyebabkan dua buah rumah milik warga rusak berat fondasi dan pelatarannya. Pada awalnya kegiatan untuk meledakkan bagian belakang rumah ini mendapat protes dari masyarakat, tetapi karena pihak perusahaan menjamin ledakan tidak akan merusak lahan dan rumah, maka warga bersedia. Dinamit tersebut diledakkan di belakang rumah empat orang warga berjarak 40 meter, tetapi yang sempat diledakkan baru dua

Pembebasan lahan yang dialami masyarakat telah menghilangkan mata pencaharian sekaligus tempat hidup mereka. Pembebasan sawah seluas satu hektar milik Pak Saban menghilangkan satu-satunya mata pencaharian dan sumber hidup keluarganya selama ini. Sekarang, Pak Saban terpaksa membangun rumah dengan meminjam lahan milik orang lain dan tidak mempunyai mata pencaharian. Seorang pria tua yang menjadi korban penggusuran tambak Batui mengatakan bahwa peristiwa penggusuran tersebut menghilangkan satu- satunya sumber penghidupannya. Kini ia terpaksa harus bekerja sebagai buruh tani.

Peristiwa-peristiwa tersebut menggambarkan banyaknya pelanggaran terhadap Hak-Hak Asasi Manusia di daerah Banggai. Padahal UU RI No. 39 Th 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam ayat 1 Pasal 31 menyatakan bahwa ‚tempat kediaman siapapun tidak boleh diganggu‛. Kemudian ayat 2 menyatakan bahwa ‚menginjak atau memasuki suatu pekarangan tempat kediaman atau memasuki rumah bertentangan dengan kehendak orang yang mendiaminya, hanya diperbolehkan dalam hal-hal yang telah ditetapkan oleh undang- undang‛. Selanjutnya, Pasal 37 ayat 1 UU No. 39/1999 itu menyebutkan bahwa ‚Pencabutan hak milik atas suatu benda demi kepentingan umum, hanya diperbolehkan dengan mengganti kerugian yang wajar dan segera serta pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan‛. Perlakuan Pertamina New Venture Hulu maupun JOB Pertamina-Exspan Tomori Sulawesi di wilayah eksplorasinya, termasuk sikap Pemerintah Kabupaten Banggai dan aparat keamanan tidak menunjukkan penghargaan terhadap Undang-undang tersebut.

Menurut Antonio Pradjasto, pemenuhan hak-hak ekonomi sosial budaya menuntut negara untuk tidak melakukan sesuatu. Sebagai contoh, negara tidak melakukan penggusuran paksa atau menahan diri dari penggusuran juga demi kepentingan modal (Pradjasto 2002). Dalam hal inilah kebijakan tata cara penyelenggaraan kekuasaan Pemerintah dinilai. Karena itu, apabila Pemerintah Kabupaten Banggai berperan dalam proses penghilangan hak ekonomi, sosial, budaya masyarakat Banggai dan atau membiarkan hal tersebut terjadi maka bisa dikatakan Pemda Kabupaten Banggai turut serta dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24