Tinjauan Interaksi Antara Masyarakat, Kepariwisataan, Kearifan Lokal Serta Kesenian yang Ada di Patuk Gunungkidul
I. Tinjauan Interaksi Antara Masyarakat, Kepariwisataan, Kearifan Lokal Serta Kesenian yang Ada di Patuk Gunungkidul
Tinjauan meliputi kondisi psikologis, interaksi sosial, spiritual serta kearifan lokal masyarakat di kawasan Patuk Gunungkidul terhadap kondisi pariwisata, pelestarian alam dan pertanian. Masyarakat Patuk Gunungkidul merupakan masyarakat agraris yang mengusahakan pertanian lahan kering dengan komoditas pertanian berupa jagung, ketela pohon dan padi. Hubungan antar masyarakat terbentuk dengan ikatan yang cukup kuat karena adanya kearifan lokal berupa gotong royong yang mengakar dalam kehidupan masyarakat sehari- hari.
Keterbatasan pengetahuan masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan agar tidak terjadi dampak buruk di kemudian hari menyebabkan menurunnya kondisi lingkungan. Hal ini tampak di beberapa wilayah yang mengolah tanah tegalan dengan tanaman utama berupa ketela pohon. Sifat ketela pohon yang tidak membutuhkan banyak perawatan dianggap sebagai tanaman yang paling sesuai dengan kondisi lahan di Gunungkidul yang berupa lahan kering. Namun jika ketela pohon ditanam secara terus menerus akan semakin mengurangi unsur hara tanah karena ketela pohon membutuhkan banyak unsur hara untuk membentuk umbinya. Dampak dari penanaman ketela pohon yang terus menerus akan semakin mengikis tingkat kesuburan tanah.
Kepariwisataan yang mulai berkembang di kawasan Patuk Gunungkidul memberikan perubahan terhadap pandangan hidup masyarakat. Keterbukaan masyarakat Patuk terhadap wisatawan sangat terbatas tergantung tingkat pendidikan, sosial
commit to user
mengembangkan kearifan lokal dapat menjadi kekuatan dalam meningkatkan budaya dan kesenian setempat sebagai penunjang kegiatan kepariwisataan. Masyarakat perlu berusaha untuk dapat menjual berbagai potensi daerahnya, seperti kesenian, kuliner lokal, sumber daya alam, produk kerajinan, serta budaya daerah sebagai kearifan lokal yang patut dijaga dan dikembangkan. Sehingga pendapatan masyarakat dapat meningkat seiring dengan kemajuan pariwisata di kawasan Patuk Gunungkidul.
Masyarakat memiliki kekayaan seni yang semakin terkikis karena kurangnya pemahaman akan pentingnya kesenian sebagai salah satu daya tarik pariwisata. Diperlukan perhatian khusus pada seni tari maupun musik seperti reog, rinding gumbeng, kethek ogleng, tayub, campursari dan wayang. Selain itu adanya mitos/ cerita rakyat yang dapat diangkat untuk mendukung pengembangan kawasan Patuk Gunungkidul sebagai objek wisata, seperti:
1. Mitos Pulung Gantung, dikaitkan dengan datangnya wahyu maupun takdir untuk bunuh diri dengan menggantung diri yang ditunjukkan dengan datangnya bola cahaya biru atau merah yang turun ke rumah penduduk.
2. Mitos masih adanya harimau Jawa yang dikaitkan dengan kebiasaan masyarakat Gunungkidul yang memperkuat makam dengan cor beton sebagai antisipasi terjadinya penggalian makam oleh harimau Jawa tersebut.
3. Mitos Ratu Kidul atau Ratu Pantai Selatan sebagai penguasa Laut Selatan yang memiliki hubungan spiritual dengan penguasa Keraton Mataram pada jaman dahulu.
4. Mitos Air Terjun Slempret, atau Air Terjun Sri Gethuk, dikaitkan dengan Jin Anggo Menduro yang sangat menyukai kesenian karena sering terdengar suara musik drumband terutama terompet yang sering terdengar dari arah air terjun yang menghilang jika didekati.
commit to user
kesimpulan potensi yang dimiliki kawasan Patuk Gunungkidul antara lain:
1. Kaya akan sumber daya alam yang perlu dipertahankan dan dikembangkan.
2. Mempunyai budaya yang spesifik/ khas dan tidak dimiliki oleh kawasan lainnya.
3. Masyarakat terbuka dengan masuknya pelaksana wisata dan wisatawan.
4. Gunungkidul kaya akan kearifan lokal yang dapat menjadi daya tarik pariwisata utama.
5. Masyarakat Gunungkidul mempunyai aktivitas kesenian yang dapat dijual sebagai bagian dari promosi kepariwisataan.
6. Memiliki kuliner khas yang tidak terdapat di wilayah lain berupa nasi merah lombok ijo, gaplek, tiwul, gatot, dan olahan belalang.