Objek Hukum dalam Hubungan Kerja
c. Objek Hukum dalam Hubungan Kerja
Objek hukum hubungan kerja adalah pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja. Objek hukum dalam perjanjian kerja, yaitu hak dan
commit to user
syarat-syarat kerja atau hal lain akibat peningkatan produktivitas bagi majikan dan upaya peningkatan kesejahteraan oleh buruh. Objek hukum dalam hubungan kerja tertuang di dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan kesepakatan kerja bersama atau perjanjian kerja bersama (Asri Wijayanti, 2010: 40).
Dalam perjanjian kerja, baik buruh maupun majikan masing- masing memiliki hak dan kewajiban. Kewajiban buruh pada umumnya tersimpul dalam hak majikan, sebaliknya juga hak buruh tersimpul dalam kewajiban majikan. Kewajiban buruh diatur dalam Pasal 1603, 1603 a, 1603 b, 1603 c, dan 1603 d Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Dari pasal-pasal tersebut maka beberapa kewajiban buruh adalah (Abdul Rachmad Budiono, 1997: 47-50):
1) Melakukan pekerjaan; Merupakan kewajiban yang paling utama bagi seorang buruh, hal ini disimpulkan dari bunyi Pasal 1603 KUH Perdata, yaitu: “buruh wajib melakukan pekerjaan yang dijanjikan menurut kemampuannya yang sebaik-baiknya. Sekedar sifat dan luasnya pekerjaan yang harus dilakukan tidak dirumuskan dalam perjanjian atau peraturan majikan, maka hal intu ditentukan oleh kebiasaan”. Dalam Pasal 1603 a KUH Perdata disamping itu buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya, artinya tidak boleh diwakilkan oleh orang lain untuk melakukan pekerjaan tersebut, namun ada pekecualian harus terdapat izin dari majikan.
2) Menaati peraturan tentang melakukan pekerjaan; dan
Kewajiban buruh untuk mentaati peraturan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan melakukan pekerjaan sesuai dengan perintah majikan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1603 b, yang berbunyi:
buruh wajib mentaati atauran mengenai hal melakukan pekerjaan dan aturan yang ditujukan pada peningkatan tata tertib dalam perusahaan majikan yang diberikan kepadanya
commit to user
undangan atau perjanjian atau peraturan majikan, atau jika itu ada, kebiasaan.
3) Membayar ganti kerugian dan denda Apabila perbuatan buruh, baik karena disengaja atau kelalaian menimbulkan kerugian maka ia harus membayar ganti kerugian. Sedangkan apabila buruh melanggar ketentuan dalam perjanjian tertulis atau peraturan majikan maka ia harus membayar denda. Mengenai ganti kerugian tersebut, dalam Pasal 1601 w KUH Perdata menegaskan “bahwa jika salah satu pihak dengan sengaja atau karena kesalahannya berbuat berlawanan dengan salah satu kewajibannya dan kerugian yang karenanya diderita oleh pihak lawan tidak dapat dinilai dengan uang”. Sedangkan pengenaan denda tidak terletak pada materinya melainkan agar memberikan pembinaan kepada buruh, misalnya mengenai kedisiplinan, kebersihan dan kesehatan.
Hak adalah sesuatu yang harus diberikan kepada seseorang sebagai akibat dari kedudukan atau status dari seseorang. Demikian juga pekerja/buruh mempunyai hak-hak karena statusnya. Adapun hak- haknya tersebut sebagai berikut (Darwan Prinst, 2000: 22-23):
1) hak mendapat upah/gaji;
2) hak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan;
3) hak bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai bakat dan
kemampuannya;
4) hak atas pembinaan keahlian kejuruan untuk memperoleh serta
menambah keahlian dan keterampilan lagi;
5) hak mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama;
6) hak mendirikan dan menjadi anggota Perserikatan Tenaga Kerja;
7) hak atas istirahat tahunan, tiap-tiap kali setelah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan bertutut-turut pada saat majikan atau beberapa majikan dari satu organisasi majikan;
commit to user
9) hak atas suatu pembayaran penggantian istirahat tahunan, bila pada saat diputuskan hubungan kerja ia sudah mempunyai masa kerja sedikit-dikitnya enam bulan terhitung dari saat ia berhak atas istirahat tahunan yang terakhir, yaitu dalam hal bila hubungan kerja diputuskan oleh majikan/pengusaha tanpa alasan-alasan mendesak yang diberikan oleh buruh/pekerja.
Sedangkan kewajiban umum seorang majikan tercantum dalam Pasal 1602 y KUH Perdata “bahwa seorang majikan wajib melakukan atau tidak melakukan segala sesuatu yang dalam keadaan sama sepatutnya harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang majikan yang baik”. Beberapa kewajiban yang perlu dilakukan oleh majikan, antara lain (Abdul Rachmad Budiono, 1997: 51-72):
1) Membayar upah; Tujuan paling utama buruh bekerja adalah untuk mendapatkan upah. Oleh karena itu, disamping kewajiban majikan yang lain, kewajiban paling utamanya adalah membayar upah. Besarnya upah diberikan sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan majikan atau perjanjian perburuhan. Penentuan besarnya upah tidak boleh lebih rendahdengan upah minimum yang ada di daerah tempat kerja tersebut.
2) Memberikan cuti; dan Dalam Pasal 1602 v ayat 1, “Majikan wajib mengatur pekerjaan sedemikian rupa sehingga buruh tidak perlu melakukan pekerjaan pada hari minggu dan hari-hari yang menurut kebiasaan setempat dipersamakan hari minggu”. Penyimpangan terhadap ketentuan ini bisa dilakukan apabila menghendaki dilakukan pada hari minggu. Namun, terhadap penyimpangan ini harus tetap memberikan kesempatan libur kepada buruh dan keseluruhan hari libur untuk satu tahun sekurang-kurangnya 12 hari.
commit to user
Kewajiban lain dari majikan dalah memberikan surat keterangan. Apabila buruh menghendaki, majikan wajib memberikan surat keterangan pada saat hubungan kerja berakhir. Surat keterangan ini berisi tentang sifat pekerjaan yang dilakukan oleh buruh dan lamanya hubungan kerja antara majikan dengan buruh. Jika diperlukan, dalam surat keterangan dapat ditambahkan mengenai cara buruh telah melaksanakan pekerjaannya dan bagaimana hubungan kerja berakhir.
Hak pengusaha adalah sesuatu yang harus diberikan kepada pengusaha sebagai konsekuensi adanya tenaga kerja yang bekerja padanya atau karena kedudukannya sebagai pengusaha. Adapun hak- hak dari pengusaha itu adalah sebagai berikut (Darwan Prinst, 2000: 36- 38):
1) boleh menunda pembayaran tunjangan sementara;
2) boleh mengajukan permintaan kepada pegawai pengawas untuk menetapkan lagi jumlah uang tunjangan yang telah ditetapkan, jikalau dalam keadaan selama-lamanya tidak mapu bekerja itu terdapat perubahan yang nyata;
3) berhak untuk mendapat pelayanan untuk memperoleh calon tenaga kerja Indonesia yang akan dikirim ke luar negeri dari Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
4) dapat mengajukan keberatan dengan surat kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, apabila permintaan izin atau permintaan untuk memperpanjang waktu berlakunya izin ditolak dalam waktu
60 (enam puluh) hari terhitung mulai tanggal penolakan;
5) dapat mengajukan keberatan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atas pencabutan izin usahanya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah keputusan izin usaha dikeluarkan;
6) menetapkan saat dimulainya istirahat tahunan dengan
memperhatikan kepentingan buruh;
commit to user
pembayaran yang diterima oleh buruh tersebut yang timbul dari suatu peraturan perundangan/peraturan perusahaan/suatu dana yang menyelanggarakan jaminan sosial ataupun suatu pertanggungan;
8) menjatuhkan denda atas pelanggaran sesuatu hal apabila hal itu secara tegas dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan.