Bentuk-bentuk Hubungan Kerja
d. Bentuk-bentuk Hubungan Kerja
1) Perjanjian Kerja Menurut Pasal 1601 a KUH Perdata, “perjanjian kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak kesatu (si buruh), mengikatkan dirinya untuk di bawah perintah pihak yang lainnya, si majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah”.
Sedangkan dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, “perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak”.
Syarat-syarat perjanjian kerja pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu syarat materiil dan formil. Syarat materiil dari perjanjian kerja berdasarkan ketentuan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tentang Ketenagakerjaan, dibuat atas dasar:
a) kesepakatan kedua belah pihak;
Sepakat yang dimaksudkan adanya kesepakatan antara pihak- pihak yang melakukan perjanjian kerja. Kesepakatan yang terjadi antara pekerja dengan majikan secara yuridis haruslah bebas tidak terdapat cacat kehendak yang meliputi adanya penipuan, paksaan dan kekhilafan.
commit to user
Hukum pekerja membagi usia kerja dari anak-anak, orang muda dan orang dewasa. Orang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila telah berusia 18 tahun. Maka untuk anak-anak dan orang muda yang belum berusia 18 tahun dapat atau diperbolehkan bekerja asalkan tidak di tempat yang dapat membahayakan jiwa.
c) adanya pekerjaan yang diperjanjikan;
Semua orang memiliki kebebasan dalam melakukan hubungan kerja asalkan adanya obyek kerja yang jelas.
d) pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keempat syarat diatas bersifat kumulatif, artinya harus terpenuhi semua sehingga perjanjian tersebut dinyatakan sah. Syarat kemampuan kecakapan dan kemauan bebas kedua belah pihak dalam membuat perjanjian pada hukum perdata disebut syarat subjektif, sedangkan syarat adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan hal itu harus halal disebut syarat objektif. Apabila syarat objektif tidak dipenuhi oleh syarat subjektif, maka akibatnya perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
Selanjutnya syarat formil dalam perjanjian kerja berdasarkan ketentuan Pasal 54 ayat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat:
a) nama, alamat perusahaan,dan jenis usaha;
b) nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh;
c) jabatan atau jenis pekerjaan;
d) tempat pekerjaan;
e) besarnya upah dan cara pembayarannya;
f) syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha
dan pekerja/buruh;
g) mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h) tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;
commit to user
2) Peraturan Perusahaan Menurut Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 “Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan”. Selain ketentuan-ketentuan syarat-syarat kerja, peraturan perusahaan dapat juga memuat ketentuan- ketentuan mengenai tata tertib perusahaan. Tujuan dari pembuatan peraturan perusahaan adalah untuk mengusahakan perbaikan syarat-syarat kerja dan mempermudah serta mendorong pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama.
Pekerja terikat pada peraturan perusahaan jika dalam pembuatan perjanjian kerja menyetujui secara tertulis mengenai peraturan perusahaan. Adapun agar peraturan perusahaan yang dibuat pengusaha dapat mengikat buruh/pekerja, salah satunya harus dipenuhi ketentuan apabila buruh secara tertulis telah menyetujui peraturan perusahaan tersebut.
Peraturan perusahaan disusun dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Menurut Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003, “Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat: hak dan kewajiban pengusaha; hak dan kewajiban pekerja/buruh; syarat kerja; tata tertib perusahaan dan jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan”.
Ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Masa berlaku peraturan perusahaan paling lama dua tahun dan wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya. Selama masa berlakunya peraturan perusahaan, apabila serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan menghendaki perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama, maka pengusaha wajib
commit to user
bersama tidak mencapai kesepakatan, maka peraturan perusahaan tetap berlaku sampai habis jangka waktu berlakunya (Lalu Husni, 2005:81).
3) Perjanjian Kerja Bersama Dalam Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan : “Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil
perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak”. Adapun manfaat Perjanjian Kerja Bersama adalah sebagai berikut:
a) baik pekerja/buruh maupun pengusaha akan lebih mengetahui dan memahami hak dan kewajibannya masing-masing;
b) mengurangi timbulnya perselisihan industrial atau hubungan ketenagakerjaan sehingga dapat menjamin kelancaran proses produksi dan peningkatan usaha;
c) membantu ketegangan kerja dan mendorong semangat para pekerja/buruh sehingga lebih tekun, rajin dan produktif dalam bekerja;
d) pengusaha dapat menyusun rencana-rencana pengembangan perusahaan selama masa berlakunya Perjanjian Kerja Bersama;
e) dapat menciptakan suasana musyawarah dan kekeluargaan dalam perusahaan (F.X. Djumialdji, 2008: 72). Dalam menciptakan keseragaman dalam pembuatan perjanjian kerja bersama (PKB), Menteri Tenaga Kerja melalui Peraturan Menteri No. 01 Tahun 1985 menetapkan tata cara pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama/Perjanjian Kerja Bersama (KKB/PKB) yang ruang lingkup substansi yang diatur, yaitu:
a) pihak-pihak yang membuat KKB/PKB, memuat uraian mengenai identitas pihak-pihak yang membuat KKB/PKB;
commit to user
peraturan ini berlaku terhadap pihak yang mengadakan termasuk anggota serikat pekerja,seluruh pekerja di perusahaan atau cabang-cabang perusahaan;
c) hal-hal yang berkaiatan dengan pelaksanaan hubungan kerja, seperti persyaratan penerimaan kerja, masa percobaan, status pekerja, pemutusan hubungan kerja;
d) mengenai hari kerja dan jam kerja, termasuk lembur, istirahat dan cuti yang disesuaikan dengan perundang-undangan yang ada;
e) mengenai dispensasi bagi pekerja untuk untuk tidak bekerja, misal: sakit, pernikahan dan kepentingan lain yang tidak dapt ditinggalkan;
f) pengupahan, yang memuat mengenai sistem pengupahan
termasuk kenaikan upah;
g) hal-hal yang berkaitan dengan jaminan sosial pekerja;
h) aturan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja;
i) mengenai tata tertib kerja, disiplin di tempat kerja, termasuk
peringatan dan skorsing (sanksi); j) cara menyelesaikan perselisihan, keluh kesah dan peningkatan
kesejahteraan serta keterampilan kerja; k) mengenai masa berlaku, perubahan dan perpanjangan PKB.