Laporan Arus Kas

2. Teori Kebijakan Dividen

Kebijakan dividen adalah kebijakan yang berhubungan dengan pembayaran dividen oleh pihak perusahaan, berupa penentuan besarnya dividen yang akan dibagikan dan besarnya saldo laba yang ditahan untuk kepentingan perusahaan (Sutrisno, 2001 dalam Rosdini, 2009; Weston dan Brigham, 1975; Emery, Finnerty, dan Stowe, 2007). Sedangkan Gitman (2003:566) menyatakan “dividend policy is the firm’s plan of action to be followed whenever a dividend decision is made ”

Dapat disimpulkan bahwa teori kebijakan dividen membahas mengenai penggunaan laba bersih yang akan dibagikan kepada para pemegang saham dan berapa besar bagian laba bersih yang akan digunakan untuk membiayai investasi perusahaan. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba yang diperolehnya dalam bentuk dividen, maka akan mengurangi retained earnings dan selanjutnya mengurangi total sumber dana internal. Sebaliknya, jika perusahaan memilih untuk Dapat disimpulkan bahwa teori kebijakan dividen membahas mengenai penggunaan laba bersih yang akan dibagikan kepada para pemegang saham dan berapa besar bagian laba bersih yang akan digunakan untuk membiayai investasi perusahaan. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba yang diperolehnya dalam bentuk dividen, maka akan mengurangi retained earnings dan selanjutnya mengurangi total sumber dana internal. Sebaliknya, jika perusahaan memilih untuk

Penentuan kebijakan dividen sangat krusial baik bagi perusahaan maupun pemegang saham, karena bagi perusahaan pembagian dividen didasarkan pada ketersediaan kas dan alokasi laba untuk keperluan investasi perusahaan. Sedangkan bagi pemegang saham, dividen menjadi faktor pendorong yang penting untuk berinvestasi atas saham suatu perusahaan (Ronosulistyo, 2008).

Berikut ini teori kebijakan dividen yang diterapkan oleh perusahaan menurut Gallagher dan Andrew (2003:465-468):

1) The Residual Theory of Dividend Teori ini menyatakan bahwa perusahaan harus berfokus pada retained earnings untuk keperluan investasi daripada untuk pembagian dividen. Besarnya dividen yang dibagikan tergantung pada jumlah retained earnings yang tersedia setelah dialokasikan untuk pendanaan modal investasi atau proyek.

2) The Clientele Dividend Theory Teori ini mengasumsikan bahwa kebijakan dividen adalah salah satu alasan utama investor tertarik pada suatu perusahaan tertentu. Investor baru lebih tertarik peningkatan nilai portofolionya melalui capital gains daripada dividen, namun investor lama lebih tertarik pada tingkat pembagian dividen yang tinggi.

3) The Signaling Dividend Theory Teori ini berdasarkan pada premis bahwa manajemen lebih memahami prospek keuangan masa depan daripada para pemegang saham. Jadi, apabila perusahaan mengumumkan tingkat dividen yang lebih besar dari perkiraan pasar, hal ini menandakan prospek keuangan masa depan perusahaan lebih baik dari yang diduga sebelumnya.

4) The Bird-in-the-Hand Theory Teori ini menyatakan bahwa para pemegang saham lebih tertarik pada pembagian dividen daripada capital gains. Meskipun berharap memperoleh capital gains yang tinggi di masa depan, keuntungan tersebut tidak pasti dapat terealisasi, tidak seperti dividen yang merupakan keuntungan sekarang yang langsung dapat dipergunakan oleh pemegang saham.

5) Modigliani and Miller's Dividend Theory Modigliani dan Miller menyatakan suatu teori bahwa kebijakan dividen tidak relevan. Modigliani dan Miller berasumsi bahwa nilai perusahaan tercipta dari penghasilan yang dihasilkan dari aset perusahaan, bukan dari kebijakan dividennya.

3. Jenis-Jenis Dividen

Berikut ini jenis-jenis dividen menurut Kieso, Weygandt dan Warfield (2006:358-363):

1) Dividen Tunai (Cash Dividend) Dividen ini merupakan distribusi keuntungan berupa uang tunai yang diberikan melalui cek atau rekening para pemegang saham. Dividen ini paling umum dibagikan oleh perusahaan,

2) Property Dividend Dividen ini merupakan distribusi kepada pemegang saham dalam bentuk aktiva selain kas. Aktiva yang dibagikan bisa berbentuk surat- surat berharga perusahaan lain yang dimiliki oleh perusahaan , barang dagangan, atau aktiva-aktiva lain.

3) Scrip Dividend Dividen ini merupakan dividen yang timbul apabila perusahaan tidak membayar dividen sekarang, tetapi membayarnya pada suatu tanggal tertentu di masa depan.

4) Dividen Likuidasi Dividen ini merupakan pengembalian dari investasi pemegang saham dan menggunakan modal disetor sebagai dasar untuk membayar dividen, bukan didasarkan pada laba ditahan. Dengan kata lain setiap dividen yang tidak didasarkan pada laba merupakan pengurangan modal disetor perusahaan dan sejumlah itu merupakan dividen likuidasi.

5) Dividen Saham (Stock Dividend) Dividen ini merupakan pembagian tambahan saham sebanding dengan saham-saham yang dimiliki pemegang saham, dan setiap pemegang 5) Dividen Saham (Stock Dividend) Dividen ini merupakan pembagian tambahan saham sebanding dengan saham-saham yang dimiliki pemegang saham, dan setiap pemegang

4. Siklus Hidup Dividen

Setiap perusahaan memiliki keputusan dan pertimbangan yang berbeda dalam menentukan besarnya dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham. Salah satu faktor penyebabnya adalah adanya siklus hidup dari dividen itu sendiri. Siklus hidup dividen ini didasarkan pada kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kas dan menemukan kesempatan investasi yang menguntungkan (Bulan dan Subramanian, 2009). Bulan dan Subramanian (2009) juga menyatakan bahwa:

“The life cycle theory of dividends predicts that a firm will begin paying dividends when its growth rate and profitability are expected to decline in the future”

Hal tersebut didukung oleh Grullon, Michaely, dan Swaminathan (2002) yang menyatakan bahwa peningkatan dividen berhubungan dengan penurunan profitability dan risk. Ketika perusahaan masuk pada tahap mature , maka kesempatan investasi akan menjadi berkurang, dimana hal ini akan berdampak pada penurunan profitabilitas di masa yang akan datang. Pada saat itu pula (tahap mature) terjadi penurunan risiko sistematis. Penurunan risiko ini disebabkan karena perusahaan menghadapi kesempatan untuk tumbuh yang semakin kecil. Penurunan kesempatan untuk tumbuh tersebut (kesempatan investasi) akan mendorong peningkatan aliran kas bebas, sehingga akhirnya berdampak

Hal ini berbeda dengan the signaling theory of dividends yang memprediksikan bahwa suatu perusahaan akan membayar dividen untuk memberikan sinyal kepada pasar atas pertumbuhan dan profitability perusahaan yang mengalami peningkatan (Gallagher dan Andrew, 2003).

De Angelo, De Angelo dan Stulz (2006) menyatakan bahwa dividen cenderung dibayar oleh perusahaan yang berada pada tahap mature dimana kesempatan untuk tumbuh sudah rendah dan tingkat keuntungan yang diperoleh sudah tinggi. Sedangkan perusahaan yang berada pada tahap growth dengan kesempatan investasi yang tinggi cenderung untuk mempertahankan labanya daripada membayar dalam bentuk dividen.

Denis dan Osobov (2007) menunjukkan bahwa perusahaan besar memiliki kecenderungan untuk memberikan dividen yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang berskala kecil. Denis dan Osobov (2007) berargumen bahwa ukuran perusahaan konsisten dengan teori siklus hidup dari kebijakan dividen. Berdasarkan teori ini, semakin besar ukuran perusahaan, maka semakin matang perusahaan tersebut. Perusahaan yang berada dalam tahap kematangan cenderung memilih membayarkan dividen daripada menginvestasikan labanya kembali.

Fama dan French (2001) membagi tahap daur hidup menjadi dua yakni strong growth (tahap growth) dan low growth (tahap mature). Dengan mempergunakan 750 sampel periode 1963-1998, Fama dan French (2001) menemukan adanya hubungan antara tahap daur hidup Fama dan French (2001) membagi tahap daur hidup menjadi dua yakni strong growth (tahap growth) dan low growth (tahap mature). Dengan mempergunakan 750 sampel periode 1963-1998, Fama dan French (2001) menemukan adanya hubungan antara tahap daur hidup

Anthony dan Ramesh (1992) dalam Juniarti dan Limanjaya (2005) juga menemukan bahwa perusahaan yang berada pada tahap start-up dan growth cenderung memiliki dividend payout ratio yang lebih rendah dibanding perusahaan pada tahap mature dan decline (Bulan, Subramanian, dan Tanlu, 2007; Grullon, Michaely, dan Swaminathan, 2002).

Murhadi (2008) menyatakan hal serupa, perusahaan yang masuk dalam tahap pertumbuhan cenderung untuk tidak membagikan dividen, dibandingkan dengan perusahaan pada tahap matang. Sedangkan perusahaan yang telah memasuki tahap kematangan cenderung memilih membayarkan dividen daripada menginvestasikan labanya kembali.

Murhadi (2008) berkesimpulan bahwa terdapat pengaruh tahapan daur hidup (siklus hidup) perusahaan terhadap kebijakan dividen. Hal ini senada dengan Bulan, Subramanian, dan Tanlu (2007:31-32) yang menyatakan bahwa “life cycle factor are fundamental to the initiation decision ”.

5. Dividend Payout Ratio

Van Horne, James, dan Machowicz (1998:483) mendefinisikan dividend payout ratio sebagai: “Annual cash dividends divided by annual earnings; or

alternatively, Dividends per share divided by earnings per share. The ratio indicates the percentage of a company’s earnings that is paid out to shareholder in cash”

Gitman (2003) menyatakan bahwa dividend payout ratio diperoleh dengan membagi firm’s cash dividend per share dengan earnings per share . Hal ini senada dengan Faisal (2004) yang menyatakan dividend payout ratio adalah rasio pembayaran dividen terhadap earnings after tax.

D. Siklus Hidup Perusahaan

1. Pengertian Siklus Hidup Perusahaan

Gup dan Agrrawal (1996) menyatakan bahwa setiap perusahaan pasti mengalami tahapan siklus hidup dimana siklus ini identik dengan siklus hidup perusahaan. Tiap tahapan siklus hidup memiliki kandungan nilai informasi laporan keuangan (karakteristik keuangan) yang juga berbeda. Adanya ketidaksamaan ini dapat digunakan sebagai prediksi pada nilai dividend payout yang mengalami peningkatan atau penurunan bila Gup dan Agrrawal (1996) menyatakan bahwa setiap perusahaan pasti mengalami tahapan siklus hidup dimana siklus ini identik dengan siklus hidup perusahaan. Tiap tahapan siklus hidup memiliki kandungan nilai informasi laporan keuangan (karakteristik keuangan) yang juga berbeda. Adanya ketidaksamaan ini dapat digunakan sebagai prediksi pada nilai dividend payout yang mengalami peningkatan atau penurunan bila

Gup dan Agrrawal (1996) mengelompokkan siklus hidup ke dalam empat tahap, yaitu pioneering, expansion, stabilization, dan decline. Black (1998) menyebut tahap pioneering sebagai tahap start-up dan menyebut tahap expansion sebagai tahap growth, serta menyebut tahap stabilization sebagai tahap mature. Black (1998:18-20) menyatakan bahwa: “Earnings are more value-relevant than operating, investing, or

financing cash flows in mature life-cycle stages. In the start-up stage investing cash flows are more value-relevant than earnings. In growth and decline stages, operating cash flows are more value-relevant than earnings .”

Juniarti dan Limanjaya (2005) mereplikasi Black (1998) dengan mengganti sampel penelitian, yaitu perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Surabaya dari tahun 1992 sampai dengan 1996. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa pada tahap growth, cash flow lebih memiliki value-relevant dibanding net income, sedangkan pada tahap mature , hipotesis yang ada tidak berhasil dibuktikan, yaitu net income diduga lebih memiliki value-relevant daripada cash flow. Untuk tahap start-up dan decline pengujian tidak dapat dilakukan karena adanya keterbatasan data.

Penelitian lainnya mengenai siklus hidup dilakukan oleh Susanto dan Ekawati (2006) yang memberikan bukti bahwa siklus hidup perusahaan mempengaruhi relevansi informasi laba dan arus kas. Aliran kas investasi dan aliran kas pendanaan memiliki value-relevant pada tahap Penelitian lainnya mengenai siklus hidup dilakukan oleh Susanto dan Ekawati (2006) yang memberikan bukti bahwa siklus hidup perusahaan mempengaruhi relevansi informasi laba dan arus kas. Aliran kas investasi dan aliran kas pendanaan memiliki value-relevant pada tahap

Tidak hanya earnings dan cash flows yang memiliki value-relevant yang berbeda di setiap tahap siklus hidup perusahaan, tetapi rasio hutang juga mengalami perbedaan selama siklus hidup perusahaan. Hal ini dinyatakan oleh Teixeira dan Santos (2006:29): “long term debt for growth firms is significantly lower than for

start-up firms, as well as that long term debt for mature firms is lower than for growth firms ”

Menurut Kreitner dan Kinicki (2001) dalam Juniarti dan Limanjaya (2005), kriteria yang dipakai untuk mengevaluasi kesuksesan suatu organisasi akan berbeda di setiap tahapan siklus hidupnya. Dengan lebih memahami posisi tahap siklus hidup perusahaan, dapat ditentukan informasi akuntansi yang selayaknya dipakai, yakni yang lebih memiliki daya muat informasi yang dapat menjelaskan keadaan perusahaan sebenarnya.

Pemahaman terhadap siklus hidup perusahaan menjadi penting dan berguna karena siklus hidup perusahaan merupakan sebuah alat teoritis yang dapat menunjukkan perilaku keuangan perusahaan (Gup dan Agrrawal, 1996) dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam analisis kebutuhan sumber pendanaan (Damodaran dalam Gumantri dan Puspitasari, 2005).

DeAngelo, DeAngelo, dan Stulz (2009) menunjukkan bahwa market timing motives dan life cycle berpengaruh signifikan terhadap keputusan untuk mengadakan Seasoned Equity Offerings (SEO). Dengan kata lain, keputusan SEO merefleksikan market timing motives dan firm’s life cycle stage .

Temuan Gumantri dan Puspitasari (2005) menunjukkan bahwa penjualan berhubungan dengan nilai pasar perusahaan. Semakin tinggi penjualan yang mampu diperoleh perusahaan, semakin tinggi pula apresiasi investor yang tercermin pada nilai pasar sahamnya. Oleh karena itu, Gumantri dan Puspitasari (2005) berargumen bahwa pengelompokkan perusahaan ke dalam siklus hidupnya berdasarkan pada pertumbuhan penjualan dapat dijastifikasi.

Weston dan Brigham (1975) menyatakan bahwa siklus hidup perusahaan jika dihubungkan dengan penjualan akan cenderung berbentuk kurva S (S-shaped curve) seperti yang terlihat dalam Gambar II.1.

GAMBAR II.1 SIKLUS HIDUP PERUSAHAAN

2. Karakteristik Setiap Tahapan Siklus Hidup

a. TAHAP 1: START-UP PERIOD Pada tahap awal (start-up), perusahaan memiliki volume penjualan awal yang rendah, aset yang terbatas, menderita kerugian akibat adanya start-up cost, dan tingkat likuiditas yang rendah. Sebagian besar dana yang dimiliki merupakan dana dari hasil pinjaman, dan earnings yang diperoleh perusahaan akan cenderung bernilai negatif, karena perusahaan banyak melakukan pengeluaran kas untuk pengembangan produk, pengembangan pasar, dan ekspansi kapasitas (Aharony, Falk, dan Yehuda, 2006; Gumantri dan Puspitasari, 2005; Juniarti dan Limanjaya, 2005). Anthony dan Ramesh (1992) dalam Juniarti dan Limanjaya (2005) juga menyatakan hal serupa bahwa pada tahap start-up perusahaan akan cenderung melaporkan laba negatif (negative net income).

Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan pada tahap ini diperkirakan rendah bahkan bernilai negatif karena perusahaan masih mencari pangsa pasar dan kemungkinan belum mampu menghasilkan arus kas masuk dari aktivitas operasi yang lebih besar daripada arus kas keluarnya (Aharony, Falk, dan Yehuda, 2006; Juniarti dan Limanjaya, 2005; Susanto dan Ekawati, 2006).

Aliran kas dari aktivitas investasi pada tahap start-up Aliran kas dari aktivitas investasi pada tahap start-up

Hal ini akan mendorong perusahaan untuk mendapatkan dana yang besar seiring dengan tingginya kesempatan tumbuh perusahaan (growth opportunities) pada tahap start-up, sehingga diperkirakan aliran kas dari aktivitas pendanaan pada tahap ini bernilai positif (Juniarti dan Limanjaya, 2005).

Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung memiliki dividend payout ratio yang rendah, sehingga pada tahap start-up tidak ada dividen yang dibayarkan atau dibagikan kepada pemegang saham (Gup dan Agrrawal, 1996).

b. TAHAP 2: GROWTH STAGE Pada tahap growth, perusahaan mulai mengalami peningkatan penjualan karena telah mampu memperoleh pangsa pasar. Hal ini menyebabkan adanya peningkatan keuntungan, likuiditas, serta rasio ekuitas terhadap utang, dan perusahaan mulai membayar dividen. Aset dan earnings yang diperoleh perusahaan pada tahap ini akan lebih besar dibandingkan dengan tahap sebelumnya (start-up). Perusahaan kemungkinan sudah bisa melakukan pembayaran dividen, walaupun jumlahnya tidak begitu besar, karena kas masih difokuskan untuk keperluan pendanaan (Aharony, Falk, dan Yehuda, 2006; Gumantri dan Puspitasari, 2005; Juniarti dan Limanjaya, 2005).

Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan pada tahap ini diperkirakan bernilai positif, mengalami peningkatan dari tahap sebelumnya, karena perusahaan sudah berhasil memperoleh pangsa pasar dan peningkatan penjualan (Aharony, Falk, dan Yehuda, 2006; Juniarti dan Limanjaya, 2005; Susanto dan Ekawati, 2006).

Aliran kas dari aktivitas investasi pada tahap ini cenderung masih bernilai negatif, karena perusahaan masih melakukan pengeluaran investasi yang sangat besar untuk mengembangkan dan mempertahankan pangsa pasar serta menguasai teknologi, seiring dengan kesempatan tumbuh perusahaan yang masih tinggi pada tahap growth (Aharony, Falk, dan Yehuda, 2006; Susanto dan Ekawati, 2005; DeAngelo, DeAngelo, dan Stulz, 2006).

Oleh karena itu, dana dalam jumlah yang besar masih dibutuhkan pada tahap ini untuk menjaga kondisi yang telah diciptakan pada tahap start-up, sehingga aliran kas dari aktivitas pendanaan diperkirakan akan bernilai positif guna membiayai sales growth dan profitability yang lebih tinggi lagi (Assih, 2001).

c. TAHAP 3: MATURE STAGE Tahap ini merupakan puncak penjualan perusahaan seiring dengan semakin kuatnya pangsa pasar yang dimiliki oleh perusahaan, tingkat likuiditas dan aset perusahaan juga mengalami peningkatan. Oleh karena itu, pada tahap mature perusahaan diharapkan mampu menghasilkan earnings dan aliran kas dari aktivitas operasi yang c. TAHAP 3: MATURE STAGE Tahap ini merupakan puncak penjualan perusahaan seiring dengan semakin kuatnya pangsa pasar yang dimiliki oleh perusahaan, tingkat likuiditas dan aset perusahaan juga mengalami peningkatan. Oleh karena itu, pada tahap mature perusahaan diharapkan mampu menghasilkan earnings dan aliran kas dari aktivitas operasi yang

Di sisi lain, Gumantri dan Puspitasari (2005) menyatakan bahwa pada tahap mature, sales growth semakin menurun diikuti dengan jumlah sales yang menurun cukup banyak. Hal ini disebabkan adanya kejenuhan produk perusahaan di pasaran. Agar para investor tidak menarik semua sahamnya, maka pihak manajer berinisiatif untuk membagikan dividen dengan rasio yang besar sehingga pada tahap ini dividend payout cukup besar (Grullon, Michaely, dan Swaminthan, 2002; Gumantri dan Puspitasari, 2005; DeAngelo, DeAngelo, dan Stulz, 2006).

Pada tahap ini, aliran kas dari aktivitas investasi perusahaan mulai menurun penggunannya, seiring dengan kesempatan tumbuh perusahaan yang sudah tidak begitu besar dibanding dengan tahap growth . Selain itu, perusahaan sudah mampu menghasilkan earnings dari dua tahap siklus sebelumnya yang dapat dipergunakan untuk membiayai investasi di tahap mature (Aharony, Falk, dan Yehuda, 2006; DeAngelo, DeAngelo, dan Stulz, 2006; Juniarti dan Limanjaya, 2005; Grullon, Michaely, dan Swaminthan, 2002).

Keadaan tersebut juga berdampak pada berkurangnya kebutuhan akan aliran kas dari aktivitas pendanaan, karena perusahaan sudah mampu melakukan pembiayaannya sendiri secara internal melalui aliran kas dari aktivitas operasi yang bernilai positif dalam jumlah besar (Juniarti dan Limanjaya, 2005).

d. TAHAP 4: DECLINE STAGE Perusahaan pada tahap decline memiliki kesempatan tumbuh yang terbatas, karena menghadapi persaingan yang semakin tajam, muncul pesaing pendatang baru serta produk pengganti dengan teknologi baru yang lebih efisien, mengakibatkan pangsa pasar potensial semakin sempit. Keterbatasan pangsa pasar ini akan mengakibatkan turunnya penjualan dan earnings perusahaan serta menurunnya aliran kas dari aktivitas operasi, bahkan diperkirakan bernilai negatif (Assih, 2001; Aharony, Falk, dan Yehuda, 2006; Gumantri dan Puspitasari, 2005; Juniarti dan Limanjaya, 2005; Susanto dan Ekawati, 2008; Gup dan Agrrawal, 1996). Dividend payout dalam tahap ini juga menurun, karena perusahaan sudah tidak mampu memberikan dividen dengan jumlah yang besar (Gumantri dan Puspitasari, 2005).

Pada tahap ini, perusahaan mengalami kesempatan tumbuh dan investasi yang sangat terbatas. Perusahaan lebih memilih menjual aktiva yang tidak produktif, daripada membeli aktiva sehingga aliran kas dari aktivitas investasi bernilai positif (Susanto dan Ekawati, 2006).

Aliran kas dari aktivitas pendanaan diperkirakan akan bernilai negatif, karena investor dan kreditor beranggapan bahwa perusahaan sudah mengalami penurunan dan kemungkinan besar akan mengalami kebangkrutan sehingga mereka membatasi pengucuran dana (Susanto dan Ekawati, 2006).

E. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu tentang pengaruh arus kas terhadap dividen menunjukkan adanya ketidakkonsistenan hasil yang diperoleh. Hasil penelitian Charitou (1999) menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara cash flows (operating cash flow) dengan dividend (Anil dan Kapoor, 2008; Manurung, 2009; Georgen, Renneboog, dan Silva, 2006). Suadi (1998) dalam Daniati dan Suhairi (2006) menemukan bahwa laporan arus kas mempunyai hubungan dengan jumlah pembayaran dividen yang terjadi dalam satu tahun setelah terbitnya laporan arus kas. Prihantoro (2003) menemukan bahwa posisi kas berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio .

Sementara itu Rosdini (2009) menemukan bahwa free cash flow berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio (Oprea, 2008). DeAngelo, DeAngelo, dan Stulz (2006) menemukan bahwa perusahaan dengan earned capital (internal capital) yang lebih besar cenderung menjadi dividend payers , sedangkan perusahaan dengan porsi contributed capital (external capital) yang lebih besar cenderung tidak membagikan dividen.

Di pihak lain, Khan (2006) menyatakan bahwa cash flows tidak mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dividen perusahaan. Ronosulistyo (2008) juga menyatakan bahwa arus kas secara keseluruhan tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividend payout ratio, dan hanya arus kas dari aktivitas pendanaan saja yang memiliki pengaruh dominan terhadap dividend payout ratio walaupun tidak berpengaruh besar.

Penelitian siklus hidup perusahaan juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti Black (1998), Juniarti dan Limanjaya (2005), serta Susanto dan Ekawati (2006). Black (1998) memperoleh bukti bahwa siklus hidup perusahaan mempengaruhi value-relevant ukuran laba dan arus kas. Laba berhubungan positif dengan nilai pasar ekuitas pada tahap mature. Arus kas operasi berhubungan positif dengan nilai pasar ekuitas pada tahap growth, mature , dan decline. Arus kas investasi berhubungan negatif dengan nilai pasar ekuitas pada tahap start-up dan growth, serta berhubungan positif dengan nilai pasar ekuitas pada tahap decline. Arus kas pendanaan berhubungan positif dengan nilai pasar ekuitas pada tahap start-up, growth dan decline, dan berhubungan negatif pada tahap mature.

Juniati dan Limanjaya (2005) menguji manakah yang lebih memiliki value-relevant , net income ataukah cash flows dengan menambahkan faktor siklus hidup perusahaan, penelitian ini menunjukkan bahwa value-relevant laba dan arus kas sangat bergantung pada siklus hidup perusahaan, dimana dalam hal ini dibuktikan bahwa pada tahap growth, cash flows lebih memiliki value-relevant dibanding net income, terutama arus kas dari aktivitas investasi dan pendanaan. Sedangkan pada tahap mature, arus kas dari aktivitas operasi dan investasi lebih memiliki value-relevant daripada net income . Tetapi dalam penelitiannya Juniarti dan Limanjaya (2005) tidak dapat membuktikan adanya value-relevant antara laba dan arus kas pada tahap start-up dan decline karena adanya keterbatasan data.

Penelitian Susanto dan Ekawati (2006) juga menyatakan bahwa siklus hidup perusahaan mempengaruhi relevansi laba dan arus kas. Aliran kas Penelitian Susanto dan Ekawati (2006) juga menyatakan bahwa siklus hidup perusahaan mempengaruhi relevansi laba dan arus kas. Aliran kas

F. Kerangka Teoritis

Dalam penelitian-penelitian terdahulu terlihat bahwa kebanyakan peneliti menemukan bahwa arus kas berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat pembayaran dividen, tapi di sisi lain Khan (2006) dan Betty dalam Ronosulistyo (2008) menyatakan bahwa arus kas, khususnya arus kas dari aktivitas operasi tidak berpengaruh signifikan dalam memprediksi dividen. Penelitian tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Ronosulistyo (2008) yang menemukan bahwa arus kas secara keseluruhan tidak memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pembagian dividen tunai (tingkat hubungan rendah dan berlawanan). Ronosulistyo (2008) juga menemukan bahwa arus kas dari aktivitas pendanaan mendominasi perubahan terhadap tingkat pembagian dividen daripada arus kas dari aktivitas operasi dan investasi (walau tidak berpengaruh besar).

Dari penelitian-penelitian terdahulu terlihat bahwa beberapa peneliti telah meneliti hubungan arus kas dari aktivitas operasi terhadap pembagian dividen tunai, dan hasil dari penelitian tersebut masih menimbulkan kontradiksi, hal ini membuka peluang dan menjadi motivasi bagi penulis Dari penelitian-penelitian terdahulu terlihat bahwa beberapa peneliti telah meneliti hubungan arus kas dari aktivitas operasi terhadap pembagian dividen tunai, dan hasil dari penelitian tersebut masih menimbulkan kontradiksi, hal ini membuka peluang dan menjadi motivasi bagi penulis

Penulis memasukkan siklus hidup perusahaan ke dalam penelitian ini dengan pertimbangan pada tiap tahap siklus hidup yang berbeda terdapat perbedaan ukuran kinerja keuangan perusahaan, seperti yang terlihat dalam penelitian-penelitian sebelumnya, Black (1998), Juniarti dan Limanjaya (2005) dan Susanto dan Ekawati (2006) yang menunjukkan bahwa pada tahap siklus hidup perusahaan yang berbeda, ukuran kinerja keuangan perusahaan pun akan berbeda.

Hal ini senada dengan Gumantri dan Puspitasari (2005) dan Gup dan Agrrawal (1996) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan kinerja keuangan perusahaan antar fase atau tahapan dalam siklus hidup produk perusahaan, yang juga berarti tiap tahapan siklus hidup memiliki kandungan nilai informasi laporan keuangan (karakteristik keuangan) yang juga berbeda. Adanya ketidaksamaan ini menjadikan pengaruh arus kas dari aktivitas operasi terhadap dividend payout dalam kaitannya dengan siklus hidup perusahaan menjadi topik yang menarik untuk diteliti.

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan, penulis mencoba menyajikan kerangka pikir model hipotesis dari penelitian ini, sebagai berikut:

GAMBAR II.2 KERANGKA PIKIR MODEL HIPOTESIS

AKO

DPR

Siklus Hidup Perusahaan

(Start-up, Growth, Mature, Decline )

Keterangan: AKO

= Arus kas dari aktivitas operasi DPR

= Dividend payout ratio

G. Hipotesis

1. Pengaruh Arus Kas Dari Aktivitas Operasi Terhadap Dividend Payout pada tahap Start-up

Pada tahap start-up, perusahaan masih mencari pangsa pasar dan belum mampu menghasilkan arus kas masuk dari aktivitas operasi dalam jumlah besar daripada arus keluarnya, sehingga AKO perusahaan diperkirakan bernilai negatif, yang akan berdampak pada rendahnya Pada tahap start-up, perusahaan masih mencari pangsa pasar dan belum mampu menghasilkan arus kas masuk dari aktivitas operasi dalam jumlah besar daripada arus keluarnya, sehingga AKO perusahaan diperkirakan bernilai negatif, yang akan berdampak pada rendahnya

H 1 : Terdapat pengaruh signifikan arus kas dari aktivitas operasi terhadap dividend payout pada tahap start-up

2. Pengaruh Arus Kas Dari Aktivitas Operasi Terhadap Dividend Payout pada tahap Growth

Pada tahap growth, AKO yang dihasilkan masih relatif kecil, tetapi perusahaan sudah mampu memperoleh pangsa pasar sehingga diharapkan melaporkan AKO positif dan mulai membayarkan dividen. AKO diharapkan berpengaruh signifikan terhadap dividend payout. Sehingga tahap ini dapat dihipotesiskan:

H 2 : Terdapat pengaruh signifikan arus kas dari aktivitas operasi

terhadap dividend payout pada tahap growth

3. Pengaruh Arus Kas Dari Aktivitas Operasi Terhadap Dividend Payout pada tahap Mature

Pada tahap mature AKO diharapkan semakin besar karena penjualan tinggi dan pangsa pasar perusahaan relatif kuat. AKO yang positif ini mencerminkan realitas ekonomi perusahaan yang baik sehingga dividend payout diharapkan tinggi. AKO diharapkan berpengaruh signifikan terhadap dividend payout. Tahap ini dapat dihipotesiskan:

H 3 : Terdapat pengaruh signifikan arus kas dari aktivitas operasi

terhadap dividend payout pada tahap mature

4. Pengaruh Arus Kas Dari Aktivitas Operasi Terhadap Dividend Payout pada tahap Decline

Pada tahap decline, perusahaan sulit menghasilkan AKO karena persaingan yang tajam maupun kejenuhan akan permintaan barang sehingga aliran kas masuk kecil dan AKO dilaporkan negatif. AKO negatif ini mencerminkan buruknya realitas ekonomi perusahaan dan menyebabkan rendahnya dividend payout perusahaan. AKO diharapkan berpengaruh signifikan terhadap dividend payout. Berdasarkan uraian di atas dapat dihipotesiskan:

H 4 : Terdapat pengaruh signifikan arus kas dari aktivitas operasi

terhadap dividend payout pada tahap decline

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi empiris dengan tujuan untuk mencari adanya hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Penelitian dilakukan dengan sampel, dimana hasil pengukuran sampel akan digeneralisasikan untuk populasi yang bersangkutan.

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan sektor manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia (Indonesia Stock Exchange) dengan periode pengamatan 2004-2008. Periode penelitian yang digunakan selama lima tahun dengan alasan data yang dibutuhkan cukup tersedia serta untuk menyediakan data yang up to date. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria sampel yang digunakan adalah sebagai berikut: 1) Perusahaan sampel berasal dari sektor industri manufaktur berdasarkan klasifikasi Indonesian Capital Market Directory tahun 2004 – 2008, kriteria ini ditetapkan dengan pertimbangan banyaknya sampel yang dapat diperoleh dari industri manufaktur serta untuk menghindari perbedaan karakteristik antara industri manufaktur dengan industri non manufaktur, 2) Perusahaan sampel membayar dividen kas, Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan sektor manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia (Indonesia Stock Exchange) dengan periode pengamatan 2004-2008. Periode penelitian yang digunakan selama lima tahun dengan alasan data yang dibutuhkan cukup tersedia serta untuk menyediakan data yang up to date. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria sampel yang digunakan adalah sebagai berikut: 1) Perusahaan sampel berasal dari sektor industri manufaktur berdasarkan klasifikasi Indonesian Capital Market Directory tahun 2004 – 2008, kriteria ini ditetapkan dengan pertimbangan banyaknya sampel yang dapat diperoleh dari industri manufaktur serta untuk menghindari perbedaan karakteristik antara industri manufaktur dengan industri non manufaktur, 2) Perusahaan sampel membayar dividen kas,

C. Pengukuran Variabel

Berdasarkan rumusan masalah yang penulis kemukakan, maka variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Variabel Independen Penelitian ini menggunakan arus kas dari aktivitas operasi sebagai variabel independen. Nilai arus kas dari aktivitas operasi diambil dari nilai Cash Flow from Operating Activities yang terdapat dalam komponen laporan arus kas, sesuai dengan penelitian Charitou (1999), Khan (2006), Anil dan Kapoor (2008).

2) Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah dividend payout ratio (DPR), sesuai dengan penelitian Anil dan Kapoor (2008), Rosdini (2009), dan Manurung (2009). Dividen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah cash dividend yang dibayarkan oleh perusahaan. Pengukuran dividend payout ratio dalam penelitian ini menggunakan rumus sebagai

3) Siklus Hidup Perusahaan Siklus hidup perusahaan dikelompokkan berdasarkan average sales growth (rata-rata pertumbuhan penjualan). Adapun pengelompokkan perusahaan ke tahap siklus hidupnya (start-up, growth, mature, dan decline ) berdasarkan Gumantri dan Puspitasari (2005):

TABEL III.1 PENGELOMPOKKAN FASE KEHIDUPAN PERUSAHAAN

Kelompok

Rata-rata Pertumbuhan Penjualan

Fase/Tahap

(selama 5 tahun)

Sumber: Gumantri dan Puspitasari (2005:48)

Sebelum mengelompokkan perusahaan ke dalam siklus hidupnya, perlu diketahui terlebih dahulu rata-rata pertumbuhan penjualan perusahaan selama 5 tahun. Pertumbuhan penjualan per tahun dihitung dengan rumus sebagai berikut (Giri, 2008):

P = penjualan pada saat t 0

P 1 = penjualan pada saat t -1

Operasionalisasi variabel secara terperinci dapat dilihat pada Tabel III.2 berikut ini:

TABEL III.2 STRUKTUR OPERASIONALISASI VARIABEL

Sumber Data Independent Variable Arus kas dari aktivitas

Variabel

Indikator

Laporan operasi (AKO)

Arus kas dari aktivitas operasi

(komponen arus kas)

Keuangan

Dependent Variable

Annual cash dividends

Dividend Payout Ratio Annual earnings Laporan (DPR)

Keuangan

Control Variable

Pertumbuhan Penjualan Rata-

Siklus Hidup Perusahaan

rata

(Start-up, Growth, Mature,

Laporan Decline )

(Average Sales Growth)

Keuangan

D. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah disusun dalam arsip yang dipublikasikan. Data yang diteliti bersumber dari laporan keuangan tahunan perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel penelitian ini. Data tersebut diperoleh melalui penelusuran komputerisasi dari situs resmi milik Bursa Efek Indonesia (Indonesian Stock Exchange), yaitu www.idx.co.id dalam format elektronik (database). Indonesian Stock Exchange dipilih sebagai narasumber utama dalam penelitian ini atas dasar rasionalitas bahwa Indonesian Stock Exchange merupakan wadah pasar Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah disusun dalam arsip yang dipublikasikan. Data yang diteliti bersumber dari laporan keuangan tahunan perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel penelitian ini. Data tersebut diperoleh melalui penelusuran komputerisasi dari situs resmi milik Bursa Efek Indonesia (Indonesian Stock Exchange), yaitu www.idx.co.id dalam format elektronik (database). Indonesian Stock Exchange dipilih sebagai narasumber utama dalam penelitian ini atas dasar rasionalitas bahwa Indonesian Stock Exchange merupakan wadah pasar

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu penelitian arsip dan penelitian kepustakaan:

1) Penelitian Arsip (Archival Research) melalui penelusuran dengan komputer. Penelitian arsip melalui penelusuran dengan komputer yaitu teknik pengumpulan data atas kejadian (fakta) historis yang tertulis dalam dokumen atau berupa arsip data dengan format elektronik (database). Data yang dikumpulkan adalah data yang berkenaan dengan objek yang diteliti yang diperoleh dari publikasi suatu organisasi, dalam hal ini Indonesia Stock Exchange .

2) Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data untuk memperoleh data sekunder, dengan cara pengkajian dan pendalaman literatur-literatur, seperti buku, jurnal dan laporan penelitian yang berkaitan dengan masalah yang diteliti guna memperoleh dasar teoritis dan acuan untuk mengolah data yang diperoleh untuk penelitian arsip.

F. Metode Analisis Data

1. Pengujian Asumsi Klasik

1) Uji Normalitas Data Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Pengujian normalitas data menggunakan One-Sampel Kolmogrov- Smirnov test. Dengan K-test dapat diketahui apakah nilai sampel yang teramati sesuai dengan distribusi tetentu (Ghozali, 2006). Tingkat signifikansi yang digunakan ialah 5%. Dasar pengambilan keputusan dari uji normalitas adalah dengan melihat probabilitas asymp.sig (2- tailed ) > 0.05 maka data mempunyai distribusi normal dan sebaliknya jika probabilitas asymp.sig (2 tailed) < 0.05 maka data mempunyai distribusi yang tidak normal.

2) Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen (Ghozali, 2006). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat masalah multikolinieritas. Pendeteksian multikolinieritas akan dilakukan dengan menganalisis besaran VIF (Varians Inflation Faktors), bila nilai VIF kurang dari 10 dan nilai Tolerance diatas 0.10 maka tidak terdapat gejala multikolinearitas dan begitu pula sebaliknya.

3) Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel pengganggu dengan variabel bebasnya). Pendeteksian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan analisis dengan grafik plots (scatterplot). Dasar analisisnya adalah jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Sedangkan jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah

angka 0 pada sumbu Y, maka dinyatakan tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2006). Selain analisis grafik plots, digunakan juga uji statistik (Uji Glejser) untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas. Penggunaan uji statistik ini bertujuan untuk lebih dapat menjamin keakuratan hasil. Jika probabilitas signifikansi di atas tingkat kepercayaan 5%, maka dapat disimpulkan

mengandung adanya heteroskedastisitas (Ghozali, 2006).

4) Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi mengandung autokorelasi atau tidak, yaitu adanya hubungan diantara variabel dalam mempengaruhi variabel dependen. Dalam upaya 4) Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi mengandung autokorelasi atau tidak, yaitu adanya hubungan diantara variabel dalam mempengaruhi variabel dependen. Dalam upaya

2. Pengujian Hipotesis

1) Analisis Regresi Linear Sederhana Teknik analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah Analisis Regresi Linear Sederhana (Linear Regression). Uji Regresi Linear Sederhana bertujuan untuk menguji dampak langsung variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini yaitu pengaruh arus kas operasi terhadap dividend payout ratio. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS versi 16 for Windows. Adapun persamaan penelitiannya adalah sebagai berikut:

Model I: DPR it = a+bAKO it +e Untuk menguji pengaruh arus kas dari aktivitas operasi terhadap dividend payout pada tahap start-up. Model II: DPR it = a+¡AKO it +e

Untuk menguji pengaruh arus kas dari aktivitas operasi terhadap dividend payout pada tahap growth.

Model III: DPR it = a+lAKO it +e Untuk menguji pengaruh arus kas dari aktivitas operasi terhadap dividend payout pada tahap mature.

Untuk menguji pengaruh arus kas dari aktivitas operasi terhadap dividend payout pada tahap decline.

Keterangan: DPR it = Dividend Payout Ratio perusahaan i pada perioda

pengamatan t

AKO it = Arus kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada perioda

pengamatan t

a = Koefisien konstanta

b = Koefisien variabel independen pada tahap start-up

¡ = Koefisien variabel independen pada tahap growth

l = Koefisien variabel independen pada tahap mature

m = Koefisien variabel independen pada tahap decline

e it = Variabel gangguan perusahaan i pada perioda pengamatan t

2) Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R 2 ) digunakan untuk mengetahui seberapa

besar kemampuan model (variabel independen) dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Nilai keofisien determinasi adalah antara

nol dan satu. Nilai R 2 yang kecil berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat

terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

BAB IV ANALISIS DATA

A. Analisis Pendahuluan

Total populasi perusahaan manufaktur yang tercatat menurut Capital Market Directory Indonesia tahun 2004 adalah sebanyak 153 perusahaan. Perusahaan-perusahaan tersebut terdiri dari 19 kategori industri manufaktur yang berbeda. Sampel yang diambil untuk pengklasifikasian perusahaan ke dalam tahapan siklus hidup setelah disesuaikan dengan kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian, yaitu menjadi 74 perusahaan.

Total sampel yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan tahun observasi perusahaan selama 5 tahun (2004-2008) berjumlah 232 observasi tahun perusahaan.

Dari total sampel sebesar 232 observasi tahun perusahaan, terlebih dahulu dilakukan pengklasifikasian ke dalam tahapan siklus hidup berdasarkan rata-rata pertumbuhan penjualan selama 5 tahun, sehingga didapat jumlah sampel observasi tahun perusahaan pada tiap siklus hidup sebagai berikut:

TABEL IV.1 JUMLAH SAMPEL OBSERVASI TAHUN PERUSAHAAN BERDASARKAN TAHAPAN SIKLUS HIDUP

No Siklus Hidup Perusahaan Jumlah Observasi Tahun Perusahaan

1 Start-up

2 Growth

3 Mature

4 Decline

Pengujian normalitas data, pengujian asumsi klasik dan pengujian hipotesis dilakukan pada tiap tahap siklus hidup perusahaan.

B. Analisis Data

1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata mean, standar deviasi, maksimum dan minimum. Untuk memberikan gambaran analisis statistik deskriptif, berikut ini hasil analisis statistik deskriptif untuk tiap tahap siklus hidup perusahaan:

TABEL IV.2 Tahap Start-up

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation DPR

4.25E12 5.1857E11 9.72909E11 Valid N (listwise)

36 2.75E9

Sumber: Printout SPSS 16

TABEL IV.3 Tahap Growth

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation DPR

3.35E6 5.8405E5 6.86659E5 Valid N (listwise)

Sumber: Printout SPSS 16

TABEL IV.4 Tahap Mature

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation DPR

4.75E12 4.1763E11 7.89505E11 Valid N (listwise)

-2.09E11

TABEL IV.5 Tahap Decline

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation DPR

8.95E12 5.4362E11 1.66945E12 Valid N (listwise)

30 -6.46E10

Sumber: Printout SPSS 16

Dari Tabel IV.2 sampai Tabel IV.5 di atas terlihat bahwa perusahaan yang berada pada tahap start-up, growth, mature, dan decline, memiliki mean arus kas dari aktivitas operasi (AKO) yang bernilai positif. Nilai AKO yang positif menandakan bahwa perusahaan sudah mendapatkan aliran kas masuk. Demikian pula mean dividend payout ratio (DPR) pada tahap start-up, growth, mature, dan decline juga bernilai positif, hal ini menandakan bahwa perusahaan sudah membayarkan dividen kepada para pemegang saham.

2. Pengujian Asumsi Klasik

1) Uji Normalitas Data Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Pengujian normalitas data menggunakan One-Sampel Kolmogrov- Smirnov test. Tingkat signifikansi yang digunakan ialah 5%. Pada pengujian pertama, asumsi normalitas tidak terpenuhi. Data yang tidak terdistribusi secara normal dapat ditransformasi agar menjadi normal (Ghozali, 2006). Oleh karena itu, penulis melakukan transformasi data dan melakukan pengujian ulang atas data yang 1) Uji Normalitas Data Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Pengujian normalitas data menggunakan One-Sampel Kolmogrov- Smirnov test. Tingkat signifikansi yang digunakan ialah 5%. Pada pengujian pertama, asumsi normalitas tidak terpenuhi. Data yang tidak terdistribusi secara normal dapat ditransformasi agar menjadi normal (Ghozali, 2006). Oleh karena itu, penulis melakukan transformasi data dan melakukan pengujian ulang atas data yang

TABEL IV.6 HASIL UJI NORMALITAS

Tahap Siklus Hidup

Kriteria Pengujian Keterangan Start-up

Asymp. Sig. (2-tailed)

Sig. > 0.05 Normal Growth

Sig. > 0.05 Normal Mature

Sig. > 0.05 Normal

Sig. > 0.05 Normal Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan SPSS 16

Decline 0.310

Karena data di setiap tahap siklus hidup perusahaan menunjukkan signifikansi di atas 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa data telah terdistribusi secara normal untuk semua tahap siklus hidup perusahaan.

2) Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen dengan menganalisis besaran VIF (Varians Inflation Faktors), bila nilai VIF kurang dari 10 dan nilai Tolerance diatas 0.10 maka tidak terdapat gejala multikolinearitas dan begitu pula sebaliknya. Berikut disajikan tabel hasil pengujian:

TABEL IV.7 HASIL UJI MULTIKOLINIERITAS

Tahap Siklus Hidup

Tidak terjadi multikolinearitas

Tidak terjadi multikolinearitas

Tidak terjadi multikolinearitas

Tidak terjadi multikolinearitas Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan SPSS 16

Decline 1.000

1.000

Berdasarkan Tabel IV.7 terlihat bahwa hasil perhitungan nilai Tolerance menunjukkan nilai Tolerance lebih dari 0.10 dan hasil perhitungan nilai VIF menunjukkan nilai VIF kurang dari 10. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas pada tiap tahap siklus hidup perusahaan.

3) Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel pengganggu dengan variabel bebasnya). Pendeteksian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan analisis dengan grafik plots (scatterplot). Dasar analisisnya adalah jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Sedangkan jika tidak ada pola yang jelas, serta

titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka dinyatakan tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2006). Selain analisis grafik plots, digunakan juga uji statistik (Uji Glejser) untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas. Penggunaan uji statistik ini bertujuan untuk lebih dapat menjamin keakuratan hasil. Jika probabilitas signifikansi di atas tingkat kepercayaan 5%, maka dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas (Ghozali, 2006). Berikut ini dilampirkan grafik scatterplot beserta hasil uji glejser tiap tahap siklus hidup perusahaan untuk menganalisis apakah terjadi heteroskedastisitas.

GAMBAR IV.1 Tahap Start-up

Pada grafik scatterplot terlihat titik-titik menyebar secara acak di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

TABEL IV.8 HASIL UJI GLEJSER

Coefficients a

t Sig.

Coefficients

Coefficients

B Std.

1.173 .249 a. Dependent Variabel: ABSUT Sumber: Printout SPSS 16

Hasil analisis grafik plots pada tahap start-up juga didukung oleh hasil uji statistik glejser yang menunjukkan probabilitas signifikansi di atas tingkat kepercayaan 5%. Jadi dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas.

GAMBAR IV.2 Tahap Growth

Dari grafik scatterplot terlihat titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, yang berarti bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas.

TABEL IV.9 HASIL UJI GLEJSER

Coefficients a

Model

Unstandardized

Standardized t Sig.

Coefficients

Coefficients

B Std.

.102 .790 .433 a. Dependent Variabel: ABSUT Sumber: Printout SPSS 16

Hasil uji statistik glejser menunjukkan probabilitas signifikansi di atas tingkat kepercayaan 5% yang konsisten dengan hasil analisis grafik plots. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.

GAMBAR IV.3 Tahap Mature

Pada grafik scatterplot terlihat titik-titik menyebar secara acak di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

TABEL IV.10 HASIL UJI GLEJSER

Coefficients a

Model

Unstandardized

Standardized t Sig.

Coefficients

Coefficients

B Std.

.032 .328 .743 a. Dependent Variabel: ABSUT Sumber: Printout SPSS 16

Hasil analisis grafik plots juga didukung oleh hasil uji statistik glejser yang menunjukkan probabilitas signifikansi di atas tingkat kepercayaan 5%. Jadi dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas.

GAMBAR IV.4 Tahap Decline

Dari grafik scatterplot terlihat titik-titik menyebar secara acak baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, yang berarti bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas.

TABEL IV.11 HASIL UJI GLEJSER

Coefficients a

t Sig.

Coefficients

Coefficients

B Std.

-.109 .914 a. Dependent Variabel: ABSUT

Sumber: Printout SPSS 16

Hasil uji statistik glejser menunjukkan probabilitas signifikansi di atas tingkat kepercayaan 5% yang sesuai dengan hasil analisis grafik plots. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.

4) Uji Autokorelasi Autokorelasi dapat dideteksi dengan melihat nilai D-W (Durbin Watson ) dari output SPSS. Jika angka DW terletak pada du > d > 4 – du, maka dikatakan tidak terdapat autokorelasi. Berikut ini hasil uji autokorelasi untuk tiap tahap siklus hidup perusahaan:

TABEL IV.12 HASIL UJI AUTOKORELASI

Tahap Siklus Hidup

Keterangan Start-up

Durbin-Watson

Kriteria Pengujian

du < d < 4-du

Tidak terjadi autokorelasi

Growth

du < d < 4-du

Tidak terjadi autokorelasi

Mature

du < d < 4-du

Tidak terjadi autokorelasi

Decline 2.353

du < d < 4-du

Tidak terjadi autokorelasi

Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan SPSS 16

Tabel IV.12 memperlihatkan bahwa dalam model regresi tidak terjadi

3. Pengujian Hipotesis

1) Analisis Regresi Linear Sederhana Tahap Start-up Uji Regresi Linear Sederhana bertujuan untuk menguji dampak langsung variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini yaitu pengaruh arus kas operasi terhadap dividend payout ratio . Berdasarkan hasil pengolahan data dengan program SPSS 16, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

TABEL IV.13 HASIL ANALISIS REGRESI LINEAR SEDERHANA

R Square = 0.035

Signifikan pada α = 5%

Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan SPSS 16

Variabel independen (AKO) dalam model regresi tahap start-up tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (DPR), hal ini dapat dilihat dari probabilitas signifikansi untuk AKO sebesar 0,275

yang jauh di atas 0,05 (0,275 > 0,05). Sehingga dapat disimpulkan H 1 ditolak.

Besarnya nilai R 2 adalah 0,035, hal ini berarti 3,5% variasi DPR dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel independen (AKO). Sedangkan

sisanya 96,5% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain diluar model.

2) Analisis Regresi Linear Sederhana Tahap Growth Untuk tahap growth diperoleh hasil analisis regresi linear sederhana sebagai berikut:

TABEL IV.14 HASIL ANALISIS REGRESI LINEAR SEDERHANA

Source

Sig

(Constant) SQAKO

R Square = 0.089

Signifikan pada α = 5% Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan SPSS 16

Variabel independen (AKO) dalam model regresi tahap growth berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (DPR), hal ini dapat dilihat dari probabilitas signifikansi untuk AKO sebesar 0,019 yang berada di bawah 0,05 (0,019 < 0,05). Sehingga dapat

disimpulkan H 2 diterima.

Besarnya nilai R 2 adalah 0,089, hal ini berarti 8,9% variasi DPR dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel independen (AKO). Sedangkan

sisanya 91,1% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain diluar model.

3) Analisis Regresi Linear Sederhana Tahap Mature Variabel independen (AKO) dalam model regresi tahap mature berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (DPR), hal ini dapat dilihat pada Tabel IV.15 yang menunjukkan probabilitas signifikansi untuk AKO sebesar 0,025 yang berada di bawah 0,05

(0,025 < 0,05). Sehingga dapat disimpulkan H 3 diterima.

TABEL IV.15

HASIL ANALISIS REGRESI LINEAR SEDERHANA

Source

Sig

(Constant) AKO

R Square = 0.048

Signifikan pada α = 5% Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan SPSS 16

Pada Tabel IV.15 terlihat nilai R 2 adalah sebesar 0,048, hal ini berarti 4,8% variasi DPR dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel

independen (AKO). Sedangkan sisanya 95,2% dijelaskan oleh sebab- sebab yang lain diluar model.

4) Analisis Regresi Linear Sederhana Tahap Decline Variabel independen (AKO) dalam model regresi tahap decline tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (DPR), hal ini dapat dilihat dari probabilitas signifikansi untuk AKO sebesar 0,294 yang berada jauh di atas 0,05 (0,294 > 0,05). Sehingga dapat

disimpulkan H 4 ditolak. Berikut ini hasil analisis regresi linear sederhana untuk tahap decline:

TABEL IV.16 HASIL ANALISIS REGRESI LINEAR SEDERHANA

Source

Sig

(Constant) AKO

R Square = 0.039

Signifikan pada α = 5%

Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan SPSS 16

Nilai R 2 pada Tabel IV.16 adalah sebesar 0,039, hal ini berarti 3,9% variasi DPR dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel independen

(AKO). Sedangkan sisanya 96,1% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain diluar model.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan pengujian hipotesis dengan teknik analisis regresi linear sederhana pada tiap tahap siklus hidup perusahaan, maka dapat disimpulkan hasil analisa penelitian dalam ringkasan berikut:

TABEL IV.17 RINGKASAN HASIL ANALISA PENELITIAN

Tahap Siklus

Keterangan Hidup

Sig

R Square

Hasil

Start-up

AKO tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR Growth

H 1 ditolak

AKO berpengaruh signifikan terhadap DPR Mature

H 2 diterima

AKO berpengaruh signifikan terhadap DPR Decline

H 3 diterima

H 4 ditolak

AKO tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR

Sumber: Data yang diolah

1. Start-up

Tabel IV.17 menunjukkan bahwa AKO tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR pada tahap start-up. Temuan ini menunjukkan bahwa perusahaan yang membagikan dividen pada tahap start-up tidak dipengaruhi oleh besarnya arus kas dari kegiatan operasi perusahaan. Hal ini dikarenakan, bagaimanapun keadaan arus kas operasi perusahaan, dividen tetap harus dibayarkan sebagai suatu kewajiban perusahaan dan merupakan hak pemegang saham atas investasi yang dilakukan. Terutama Tabel IV.17 menunjukkan bahwa AKO tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR pada tahap start-up. Temuan ini menunjukkan bahwa perusahaan yang membagikan dividen pada tahap start-up tidak dipengaruhi oleh besarnya arus kas dari kegiatan operasi perusahaan. Hal ini dikarenakan, bagaimanapun keadaan arus kas operasi perusahaan, dividen tetap harus dibayarkan sebagai suatu kewajiban perusahaan dan merupakan hak pemegang saham atas investasi yang dilakukan. Terutama

Kemungkinan lain yang menyebabkan arus kas operasi tidak berpengaruh terhadap pembagian dividen adalah karakteristik perusahaan pada tahap start-up, yaitu perusahaan masih dalam tahap pencarian pangsa pasar dan perusahaan memiliki volume penjualan awal yang rendah, sehingga aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan masih sangat kecil dan tidak memungkinkan untuk dipergunakan dalam pembagian dividen perusahaan (Aharony, Falk, dan Yehuda, 2006; Susanto dan Ekawati, 2006; Gumantri dan Puspitasari, 2005; Gup dan Agrrawal, 1996).

Pada tahap start-up, sebagian besar dana yang dimiliki merupakan dana dari hasil pinjaman dan earnings yang diperoleh perusahaan akan cenderung bernilai negatif (Juniarti dan Limanjaya, 2005). Sehingga kemungkinan besar pembagian dividen pada tahap start-up dipengaruhi oleh besarnya dana pinjaman yang dimiliki perusahaan yang dapat dilihat dalam arus kas dari aktivitas pendanaan. Sumber pendanaan yang tepat akan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan sehingga perusahaan akan dapat memberikan dividen kepada pemilik saham dan akan menarik minat investor baru (Gumantri dan Puspitasari, 2005).

Hal ini sesuai dengan temuan Ronosulistyo (2008) yang menyatakan bahwa arus kas dari aktivitas pendanaan lebih besar pengaruhnya terhadap pembayaran dividen tunai daripada arus kas dari aktivitas operasi dan investasi.

2. Growth

Hasil pengujian terhadap perusahaan pada tahap growth menemukan bukti bahwa AKO berpengaruh signifikan terhadap DPR. Temuan ini menunjukkan bahwa dividen yang dibagikan perusahaan pada tahap growth dipengaruhi secara signifikan oleh besarnya arus kas dari kegiatan operasi perusahaan, walaupun besarnya koefisien determinasi dalam Tabel IV.17 hanya sebesar 8,9%.

Perusahaan pada tahap growth mengalami peningkatan penjualan, keuntungan, karena perusahaan sudah berhasil memperoleh pangsa pasar dan mampu menghasilkan arus kas operasional yang lebih tinggi daripada tahap start-up (Aharony, Falk, dan Yehuda, 2006; Susanto dan Ekawati, 2006; Gumantri dan Puspitasari, 2005; Juniarti dan Limanjaya, 2005). Sehingga arus kas dari kegiatan operasi sudah bisa dan dimungkinkan dipergunakan untuk membayar dividen.

Hal lain yang mungkin menjadi faktor penentu besarnya dividen pada tahap growth adalah arus kas dari aktivitas pendanaan yang pada tahap growth semakin besar bila dibandingkan dengan tahap start-up. Tujuannya yaitu untuk memperoleh dana dalam membiayai sales growth dan profitability yang lebih tinggi lagi (Assih, 2001).

Dengan demikian dimungkinkan perusahaan dapat menggunakan dana dari aktivitas pendanaan ini untuk membayar dividen dengan maksud untuk menarik minat investor agar tertarik menginvestasikan dananya terkait dengan keadaan perusahaan yang sedang tumbuh dan memerlukan dana segar dari investor.

3. Mature

Hasil pengujian menunjukkan bahwa AKO berpengaruh signifikan terhadap DPR. Temuan ini menunjukkan bahwa dividen yang dibagikan perusahaan pada tahap mature dipengaruhi secara signifikan oleh besarnya arus kas dari kegiatan operasi perusahaan, walaupun besarnya koefisien determinasi dalam Tabel IV.28 hanya sebesar 4,8%.

Pada tahap ini dividen yang dibagikan cukup besar, dengan tujuan untuk mencegah investor menarik sahamnya seiring dengan kemungkinan menurunnya sales growth akibat kejenuhan produk perusahaan di pasaran (Grullon, Michaely, dan Swaminthan, 2002; Gumantri dan Puspitasari, 2005; DeAngelo, DeAngelo, dan Stulz, 2006).

Karakteristik perusahaan pada tahap mature adalah perusahaan mengalami puncak tingkat penjualan dan tingkat likuiditas tinggi. Pangsa pasar di tahap ini semakin kuat, sehingga perusahaan mampu menghasilkan earnings dan arus kas operasional dalam jumlah besar yang dapat disalurkan untuk membayar dividen kepada pemegang saham (DeAngelo, DeAngelo, dan Stulz, 2006; Juniarti dan Limanjaya, 2005; Gup dan Agrrawal, 1996).

Tetapi pada tahap ini pengaruh arus kas operasi terhadap pembayaran dividen hanya kecil, dimungkinkan earnings memegang peranan yang lebih besar sebagai faktor penentu besarnya dividen yang dibayarkan, karena earnings yang dihasilkan perusahaan pada tahap mature sudah mapan dan dalam jumlah yang besar (DeAngelo, DeAngelo, dan Stulz, 2006; Juniarti dan Limanjaya, 2005; Gup dan Agrrawal, 1996). Hal Tetapi pada tahap ini pengaruh arus kas operasi terhadap pembayaran dividen hanya kecil, dimungkinkan earnings memegang peranan yang lebih besar sebagai faktor penentu besarnya dividen yang dibayarkan, karena earnings yang dihasilkan perusahaan pada tahap mature sudah mapan dan dalam jumlah yang besar (DeAngelo, DeAngelo, dan Stulz, 2006; Juniarti dan Limanjaya, 2005; Gup dan Agrrawal, 1996). Hal

Kemungkinan lain adalah sebagian besar perusahaan menerapkan kebijakan pembayaran dividen, constant payout ratio dividend policy, dimana kebijakan ini menentukan persentase tertentu yang tetap dari laba untuk membagikan dividen kepada para pemegang saham (Gitman, 2006 dalam Ronosulistyo, 2008). Sehingga faktor yang memiliki peran besar dalam pembayaran dividen bukan arus kas, tetapi laba yang dimiliki oleh perusahaan.

4. Decline

Hasil pengujian terhadap perusahaan pada tahap decline (Tabel

IV.17) menunjukkan bahwa AKO tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR. Temuan ini senada dengan temuan pada tahap start-up, dimana arus kas operasi tidak berpengaruh terhadap pembagian dividen. Hal ini disebabkan oleh realita yang ada bahwa dividen merupakan hak pemegang saham yang harus dibayar oleh perusahaan bagaimanapun kondisi arus kas operasi yang dimiliki perusahaan tersebut (terutama untuk dividen saham preferen yang jumlahnya telah ditentukan dan tidak tergantung pada kinerja perusahaan (Nina, 2010)), sebagai suatu bentuk pelunasan kewajiban perusahaan kepada pemegang saham.

Hal lain yang dimungkinkan menjadi penyebab arus kas operasi tidak berpengaruh terhadap pembagian dividen adalah keadaan perusahaan pada tahap decline yang mengalami penurunan penjualan dan juga earnings sebagai akibat persaingan yang semakin tajam dan sempitnya pangsa pasar yang potensial, serta arus kas operasi yang tidak begitu besar untuk dapat dipergunakan dalam pembayaran dividen (Assih, 2001; Aharony, Falk, dan Yehuda, 2006; Gumantri dan Puspitasari, 2005; Juniarti dan Limanjaya, 2005; Susanto dan Ekawati, 2008; Gup dan Agrrawal, 1996).

Pada tahap ini, perusahaan juga dihadapkan pada kesempatan investasi yang terbatas, sehingga perusahaan lebih banyak menjual aktiva yang tidak produktif daripada membeli aktiva yang berdampak pada aliran kas dari aktivitas investasi yang bernilai positif (Susanto dan Ekawati, 2006). Dan dimungkinkan arus kas dari aktivitas investasi yang bernilai positif inilah yang dipergunakan perusahaan untuk membayar dividen kepada pemegang saham sebagai upaya untuk mempertahankan investor dengan cara membentuk pandangan investor bahwa perusahaan mampu keluar dari tahap decline dan masuk kembali ke tahap mature ataupun growth dengan tetap mempertahankan pembayaran dividen sebagai suatu sinyal positif bagi investor (the signaling dividend theory (Gallagher dan Andrew, 2003)).

BAB V KESIMPULAN