KONDISI KABUPATEN PONOROGO

II.7. KONDISI KABUPATEN PONOROGO

Kota Ponorogo sebagai ibukota Kabupaten Ponorogo yang terletak di bagian Barat Daya Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur mempunyai keuntungan lokasi

Gambar 2-31 Peta wilayah Kabupaten Ponorogo

Trenggalek - Wonogiri (Jawa Tengah) dan Magetan. Dengan demikian kota Ponorogo mempunyai peranan yang sangat penting baik sebagai pusat koleksi maupun sebagai pusat distribusi bagi wilayah hinterlandnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa kecenderungan perkembangan Kota Ponorogo berlangsung dengan ekspansive (horisontal) dengan pola campuran antara pola pertumbuhan rural (tumbuhnya kampung-kampung yang yang bersifat (enclave) dan pola pertumbuhan urban yang dicirikan dengan perkembangan permukiman antara pola linier dan menyebar (dispersed).

Secara geografis Kota Ponorogo terletak pada 111°17’-111°52’ Bujur Timur dan 7°49’-8°20’ Lintang Selatan dengan wilayah seluas 5.119,905 Ha. Kota Ponorogo termasuk ke dalam iklim tropis dan mempunyai curah hujan tertinggi pada bulan Januari-April yaitu sebesar 227-370 mm/det, dan tingkat curah hujan terkecil terjadi pada bulan Oktober-Desember yaitu 51-70 mm/det. Suhu rata-rata di kota Ponorogo berkisar antara 28-34° C.

Kota Ponorogo berada pada ketinggian antara 100-199 meter diatas permukaan air laut dengan kondisi lahan yang hampir 90% landai atau datar. Dengan kemiringan rata- rata dibawah 10% maka

dapat dikatakan bahwa Kota Ponorogo tidak mempunyai dapat dikatakan bahwa Kota Ponorogo tidak mempunyai

Kota Ponorogo telah mempunyai fasilitas perdagangan yang lengkap, fasilitas tersebut berupa pasar dan pertokoan yang terkonsentrasi di pusat kota. Khususnya Pasar Kota Ponorogo seperti Pasar Legi di Desa Banyudono, Pasar Pon di Desa Mangunsuman dan pasar yang ada di Desa Tonotan. Selain menyediakan kebutuhan pokok sehari-hari, keberadaan pasar tersebut juga penting

dalam rangka menunjang kegiatan sistem koleksi – distribusi terhadap barang- barang kebutuhan penduduk dan beberapa komoditi pertanian yang dihasilkan

oleh Kota Ponorogo dan wilayah

sekitarnya. Sedangkan fasilitas perdagangan yang berupa pertokoan terutama banyak terkonsentrasi di Desa Mangkujayan, Tamanarum, Tambakbayan, dan Bangunsari. Hanya saja untuk memenuhi kebutuhan akan barang-barang kebutuhan yang sifatnya tersier seperti peralatan elektronik, otomotif dan sebagainya, penduduk selain pergi ke Kota Ponorogo sendiri juga pergi ke kota besar lainnya seperti Madiun bahkan Surabaya.

Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kabupaten Ponorogo sementara adalah 854.878 orang, yang terdiri atas 427.365 laki-laki dan 427.513 perempuan. Dari hasil SP2010 tersebut masih tampak bahwa penyebaran penduduk Kabupaten Ponorogo masih bertumpu di Kecamatan Ponorogo yakni sebesar 8,70 persen, kemudian diikuti oleh Kecamatan Babadan sebesar 7,32 persen, dan kecamatan lainnya lainnya di bawah 7 persen. Pudak, Ngebel dan Sooko adalah 3 kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit yang masing-masing berjumlah 8.899 orang, 19.102 orang, dan 21.885 orang. Sedangkan Kecamatan Ponorogo, Babadan dan Ngrayun merupakan 3 kecamatan yang paling banyak penduduknya, yakni masing-masing sebanyak 74.354 orang, 62.567 orang dan 55.510 orang. Dengan luas wilayah Kabupaten Ponorogo sekitar 1.371,78 kilo meter persegi yang didiami oleh 854.878 orang maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Ponorogo adalah sebanyak 623 orang per kilo meter persegi. Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Ponorogo yakni sebanyak 3.333 orang per kilo meter persegi sedangkan yang paling rendah adalah Kecamatan Pudak yakni sebanyak 182 orang per kilo meter persegi.

Penduduk Ponorogo terus bertambah dari waktu ke waktu. Dalam empat dasa warsa terakhir menunjukkan adanya tren peningkatan jumlah penduduk. Pada tahun 1980 jumlah penduduk tercatat sebanyak 783.356 jiwa, meningkat menjadi 837.055 jiwa pada tahun 1990 dan 841.497 jiwa pada tahun 2000. Sementara itu hasil SP2010 mencatat jumlah penduduk Ponorogo mencapai 854.878 jiwa.

Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Ponorogo per tahun selama sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun 2000-2010 sebesar 0,16 persen. Laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Pudak adalah yang tertinggi dibandingkan kecamatan lain di Kabupaten Ponorogo yakni sebesar 0,95 persen, sedangkan

Tabel 2-1 Jumlah Penduduk menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin (Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo 2010)

Sawoo walaupun menempati urutan keempat dari jumlah penduduk di Kabupaten Ponorogo namun dari sisi laju pertumbuhan penduduk adalah cukup rendah yakni hanya sebesar -0,33 persen. Kecamatan Ponorogo walaupun jumlah penduduknya yang paling banyak tetapi laju pertumbuhannya masih di bawah Kecamatan Pudak (0,95 persen) dan Kecamatan Babadan (0,76 persen) yakni sebesar 0,52 persen.

Tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Ponorogo tidak merata. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi di Kecamatan Ponorogo. Daerah kecamatan penyangga wilayah kota, meliputi kecamatan Babadan, Siman, Jetis, Jenangan dan Mlarak merupakan kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk relatif lebih tinggi dibandingkan kecamatan lainnya. Kecamatan di wilayah timur dan selatan umumnya memiliki tingkat kepadatan penduduk rendah dikarenakan luas

Gambar 2-33 Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Ponorogo (Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo 2010) Gambar 2-33 Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Ponorogo (Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo 2010)

II.7.1. Potensi Kawasan Alun-alun Ponorogo

Perkembangan seni tidak lepas dari perkembangan kebudayaan masyarakat yang ada di Ponorogo, perkembangan kebudayaan tidak lepas dari perilaku masyarakat sebagai pembentuk sebuah kebudayaan. Dengan adanya kesenian tari reog, perkembangan seni akan meningkat seiring dengan fasilitas penunjang kesenian tersebut yang dikelola secara maksimal. Pengoptimalan

Gambar 2-34 Kepadatan Penduduk Kabupaten Ponorogo (Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo 2010) Gambar 2-34 Kepadatan Penduduk Kabupaten Ponorogo (Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo 2010)

Kawasan Alun-alun merupakan sebuah pusat kebudayaan dalam suatu daerah. Dengan warisan kebudayaan berupa tari reog Ponorogo bisa membuat peluang meraih pendapatan daerah yang lebih besar melalui sektor pariwisata. Bukan hanya pendapatan daerah saja yang bertambah, pendapatan masyarakat yang disekitar kawasan Alun-alun pun juga ikut meningkat. Menjajakan souvenir ataupun oleh-oleh khas Kabupaten Ponorogo.

Hal ini terkait dengan kebutuhan proses jual-beli yang berada di kawasan alun-alun. Menjadi sebuah ruang publik yang plural, siapapun dapat mengakses alun-alun secara bebas. Sebagai ruang publik masyarakat Ponorogo alun-alun bisa digunakan sebagai media untuk memberi pengetahuan secara tidak langsung tentang kebudayaan, sosial masyarakat Ponorogo, dan berbagai potensi wisata di Kabupaten Ponorogo selain kawasan Alun-alun.

II.7.2. Masalah Kawasan Alun-alun Ponorogo

Potensi yang ada di Kabupaten Ponorogo tidak diimbangi dengan memfasilitasi sebuah ruang yang mempunyai daya tarik tersendiri. Sebuah Panggung Pertunjukan Utama yang berada di dalam Alun-alun pun tidak diperhatikan keberadaannya, rusak. Pedagang Kaki Lima pun semakin semrawut karena tidak adanya penganturan yang jelas. Sebuah sistem di atas kertas pun tidak mampu menahan laju pertumbuhan Pedagang Kaki Lima. Kegiatan ekonomi memang penting bagi masyarakat tetapi Alun-alun yang menjadi pusat kebudayaan kota seakan memudar maknanya dengan penataan kegiatan ekonomi yang buruk.