Kerangka Investasi Teknologi Informasi Gartner

11. Kerangka Investasi Teknologi Informasi Gartner

INTEGRATED PLANNING SUITE

Ada sebuah kerangka konseptual menarik yang diperkenalkan oleh Lembaga Riset Gartner terkait dengan manajemen investasi teknologi informasi di sebuah perusahaan. Gartner melihat bahwa kebijakan investasi di sebuah perusahaan adalah merupakan bagian dari prinsip governance yang harus diterapkan – dalam hal ini adalah bagaimana perencanaan dan pengembangan teknologi informasi benar-benar dilakukan untuk mendukung tercapainya obyektif bisnis dengan menjunjung tinggi aspek akuntabilitas, responsibilitas, dan transparansi. Sehubungan dengan hal tersebut, perencanaan sebuah investasi teknologi informasi harus sejalan atau align dengan strategi bisnis terkait. Untuk keperluan tersebut, Gartner menawarkan sebuah konsep governance yang diberi nama ”Gartner’s Integrated Planning Suite” (Kumagai, 2002).

Sumber: Gartner, 2002

Dalam kerangka ini, ada empat aspek yang saling terkait satu dengan lainnya sehubungan dengan prinsip governance yang ingin ditegakkan, dimana masing-masing memiliki relasi keterkaitan sebagai berikut:

• Strategic Planning dari perusahaan yang biasa dikemukakan secara gamblang

dalam rencana bisnis korporat (business plan) merupakan hal yang men-drive disusunnya sebuah rencana investasi teknologi informasi. Dengan memahami visi, misi, obyektif, dan ukuran kinerja dari perusahaan yang bersangkutan, akan diperoleh gambaran yang jelas mengenai peranan dan teknologi informasi seperti apa yang harus dibangun oleh perusahaan tersebut. Untuk itulah perlu dialokasikan sejumlah dana untuk mengembangkan teknologi informasi tersebut dalam durasi jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Detail dari rencana tersebut biasanya dijelaskan secara mendalam dalam dokumen Rencana Induk Teknologi Informasi atau IT Masterplan atau Information Technology Strategic Planning yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Strategic Corporate Planning (Perencanaan Strategis Korporat).

• Mengingat bahwa pengembangan teknologi informasi perusahaan akan

dibangun secara bertahap sebelum sebuah sistem holistik atau menyeluruh selesai dibangun, maka manajemen investasi teknologi informasi tersebut dibangun secara bertahap sebelum sebuah sistem holistik atau menyeluruh selesai dibangun, maka manajemen investasi teknologi informasi tersebut

• Karena begitu banyaknya komponen dalam arsitektur teknologi informasi

yang harus dibangun – yang terbagi menjadi sejumlah kategori seperti perangkat lunak (sistem operasi, aplikasi, dan basis data), perangkat keras (komputer, jaringan, dan infrastruktur), dan perangkat manusia (user dan kebijakan) – maka diperlukan suatu pendekatan manajemen portofolio atau Portfolio Performance Management agar terjadi optimalisasi proses pengembangan. Konsep portofolio yang dikembangkan tersebut berakar dari beranekaragamnya perspektif atau pandangan mengenai nature dari teknologi informasi yang ingin dibangun, seperti dilihat dari segi: prioritas, fungsi, utilisasi, kebutuhan, demografi, stakeholder, karakteristik sumber daya, aspek perencanaan, dan lain sebagainya.

• Dalam perkembangannya, keputusan yang diambil berdasarkan prinsip

manajemen portofolio ini akan diukur kinerjanya, terutama terkait dengan bagaimana keputusan penerapan teknologi informasi tersebut akan berpengaruh terhadap kinerja bisnis perusahaan secara keseluruhan. Oleh karena itulah dikatakan bahwa manajemen portofolio tersebut akan mempengaruhi strategic planning yang disusun.

Perlu diketahui bahwa Gartner mengembangkan konsep berfikir dalam kerangka tersebut karena dilatarbelakangi oleh hasil riset yang dilakukannya pada tahun 2002, dimana didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Perusahaan yang dapat mengintegrasikan rencana bisnis korporat dengan strategi pengembangan teknologi informasinya (strategic planning) akan memiliki kinerja yang jauh lebih baik dari perusahaan yang gagal melakukan integrasi tersebut;

2. Perusahaan yang memiliki arsitektur teknologi informasi yang jelas (enterprise information technology architecture) akan mampu memperbaiki kinerja operasionalnya 30% lebih baik dibandingkan dengan perusahaan lain yang tidak memilikinya – terutama berkaitan dengan tuntutan perubahan karena lingkungan eksternal yang dimanis dari waktu ke waktu; dan

3. Perusahaan yang menerapkan prinsip manajemen portofolio dalam beragam proyek teknologi informasinya berhasil melakukan penghematan 10-30% terhadap pengeluaran dari masing-masing proyek yang dilakukan (kebanyakan karena adanya pengurangan aktivitas alokasi sumber daya yang redudansi).

Dengan kata lain, keberadaan aspek strategic planning, enterprise architecture, dan portfolio performance management merupakan kunci penting yang harus dipertimbangkan Dengan kata lain, keberadaan aspek strategic planning, enterprise architecture, dan portfolio performance management merupakan kunci penting yang harus dipertimbangkan

VALUE-OPTIMIZED FRAMEWORK

Dalam kenyataan sehari-hari, sangat jarang perusahaan berada dalam kondisi yang ideal seperti yang dimaksud di atas. Proses menuju pada terciptanya governance tersebut biasanya secara evolusi dilalui oleh perusahaan dalam beberapa tahap yang kerap diistilahkan sebagai proses ”pematangan” atau maturity process. Berpegang pada standar IT Governance yang diperkenalkan oleh Information System Audit and Control Association (ISACA) yang dikembangkan dengan menggunakan teori Capability Maturity Model (CMM) dari Software Engineering Institute (SEI), proses pematangan IT Governance dilakukan melalui lima tahap (level). Kerangka yang diberi nama ”Value- Optimized Framework” ini berusaha untuk melihat kematangan tata kelola (governance) perusahaan dari dua sisi utama, yaitu manajemen portofolio investasi (portfolio management) dan keberadaan indikator untuk mengukur kinerja (performance measurement). Adapun kelima tahap yang dimaksud memiliki arti sebagai berikut:

1. Pada tahap awal ini yang dijadikan fokus untuk mengembangkan governance lebih pada aktivitas internal perusahaan, yang masing-masing dilakukan oleh sebuah fungsi organisasi. Dengan kata lain, ukuran kinerja perusahaan dilihat dari seberapa jauh beragam aktivitas internal memenuhi standar yang telah ditentukan oleh manajemen. Sementara itu, terkait dengan permasalahan manajemen portofolio investasi, manajemen masih dalam fase dini, dimana mulai ditanamkan keperdulian mengenai pentingnya aspek ini.

2. Pada tahap kedua ini, fokus pengukuran kinerja mulai ditekankan pada aktivitas atau proses lintas departemen. Yang menjadi ukuran utama pada proses lintas fungsi ini adalah outcome atau output yang dihasilkan oleh serangkaian proses tersebut, terutama dilihat dari sisi customer atau pelanggan dari rangkaian proses tersebut. Adapun dalam kaitannya dengan manajemen investasi, pimpinan perusahaan mulai memahami dan menetapkan baku standar tata kelola investasi teknologi informasi di perusahaan yang harus ditaati oleh segenap sumber daya manusia yang ada.

3. Pada tahap selanjutnya, perusahaan mulai mengkonsentrasikan diri untuk melibatkan dan mengukur performansi sejumlah proses eksternal yang terintegrasi dengan beragam rangkaian proses internal. Pada saat yang bersamaan, manajemen perusahaan telah secara penuh menerapkan tata kelola investasi portofolio proyek teknologi informasi secara penuh dan menyeluruh.

4. Pada tahap keempat, domain kinerja proses ditingkatkan secara lebih luas lagi, yaitu menyangkut keseluruhan proses perusahaan yang telah diintegrasikan dengan seluruh rangkaian proses yang dimiliki oleh para mitra bisnis, baik yang berfungsi sebagai pemasok (supplier), vendor, lembaga keuangan, dan mitra strategis lainnya. Konsep manajemen terintegrasi seperti supply chain management dan customer relationship management merupakan beberapa contoh dari teori yang dapat diterapkan dalam format ini. Sementara itu di sisi manajemen investasi, telah terjadi proses optimalisasi atau perbaikan terhadap 4. Pada tahap keempat, domain kinerja proses ditingkatkan secara lebih luas lagi, yaitu menyangkut keseluruhan proses perusahaan yang telah diintegrasikan dengan seluruh rangkaian proses yang dimiliki oleh para mitra bisnis, baik yang berfungsi sebagai pemasok (supplier), vendor, lembaga keuangan, dan mitra strategis lainnya. Konsep manajemen terintegrasi seperti supply chain management dan customer relationship management merupakan beberapa contoh dari teori yang dapat diterapkan dalam format ini. Sementara itu di sisi manajemen investasi, telah terjadi proses optimalisasi atau perbaikan terhadap

Sumber: Gartner, 2002

5. Pada tahap ultimate atau final ini, secara teori telah terjadi sebuah platform, dimana penyelenggaraan proses internal dan eksternal telah membentuk suatu sistem yang mampu memperbaiki dirinya sendiri – dalam arti kata dapat dengan mudah diubah-ubah dan disesuaikan dengan kondisi bisnis yang secara dinamis berubah (kemampuan adaptif). Sementara di sini manajemen investasi, dengan sendirinya telah terjadi proses leveragement dari teknologi informasi yang dimiliki karena telah terjadi sejumlah optimalisasi proses di berbagai bidang.

Dalam kerangka value-optimized tersebut terlihat bahwa ketiga aspek lainnya dalam tata kelola teknologi informasi – yaitu strategic planning, investment management, dan enterprise architecture – merupakan pilar penyanggah terlaksananya governance yang baik selama proses pematangan terjadi dengan fungsi keterkaitan sebagai berikut:

• Strategic Planning akan memberikan arahan kebijakan strategis terhadap

sumber dan cara membiayai investasi yang dibutuhkan (financing and funding strategy);

• Investment Management akan berisi anggaran tahunan yang direncanakan

untuk dialokasikan bagi pengembangan teknologi inforamsi; dan • Enterprise Architecture akan memiliki keterkaitan yang erat dengan resiko

investasi yang siap ditanamkan oleh perusahaan bagi pembangunan dan pengembangan teknologi informasinya.

Menurut hasil riset oleh lembaga yang sama, perusahaan yang mengembangkan prinsip governance-nya secara bertahap sesuai dengan maturity model yang ada berhasil meningkatkan kinerjanya secara signifikan, yaitu:

• Mempercepat proses pengembangan aplikasi bisnis yang dipergunakan hingga 40%;

• Mereduksi biaya pengembangan aplikasi hingga 25%; dan • Mengurangi permasalahan proyek yang dipicu karena ketidaktepatan jadwal

penyelesaian hingga 145%.