PENGESAHAN TIM PENGUJI

A. Kesimpulan

Kesatuan tema dalam surah adalah surah al-Qur’an yang bagian-bagiannya bergabung, berpadu dan menyatu, makna-maknanya saling menguatkan sehingga menyatu dalam satu kesatuan tema, jika bagian-bagian surah tersebut dipisah-pisah maka tidak ada keserasian ayatnya.

Kesatuan tema menjadi bahan perdebatan di kalangan sarjana al-Qur’an sejak zaman klasik sampai dengan modern. Para sarjana terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama menolak adanya kesatuan tema. Mereka antara lain al-Syaukani (1173-1250 H) dan Richard Bell (1876-1952 M). Sementara kelompok kedua menerimanya dan menerapkannya dalam penafsiran. Di antara kelompok kedua adalah Muhammad ‘Abduh (1849-1905 M). Tesis ini mendukung dan memperkuat pendapat kelompok kedua.

Dari penelitian ini ditemukan pemahaman baru dalam penerapan kesatuan tema dalam surah al-Qur’an pada penafsiran Muhammad ‘Abduh. Penerapan konsep kesatuan tema ‘Abduh memiliki perbedaan dengan sebagian mufassir sebelumnya. Perbedaan itu terletak pada 2 hal. Pertama, Muhammad ‘Abduh menjadikan kesatuan tema dalam surah menjadi asas dalam memahami dan menafsirkan ayat. Kedua, menolak penafsiran yang bertentangan dengan kesatuan tema.

Beberapa bukti penafsiran Muhammad ‘Abduh yang berbeda dengan penafsiran sebagian ulama adalah: 1). Dalam Tafsîr al-Manâr, Muhammad ‘Abduh memahami dan menafsirkan kata

âyah dalam Qs. 2: 106 dengan arti bukti kenabian (mukjizat). Menurutnya, arti ini sesuai dengan susunan kata yang terdapat dalam ayat tersebut dan sesuai dengan makna 2 ayat sesudahnya. Atas dasar ini ia menolak penafsiran nasakh mansukh dalam ayat dimaksud dengan pengertian penghapusan ayat-ayat hukum karena tidak sesuai dengan susunan dan kontek ayat sesudahnya.

2). Dalam Tafsîr Juz ‘Amma, Muhammad ‘Abduh menafsirkan kata al-kautsar dalam surah al-Kautsar dengan arti kenabian. Arti ini sesuai dengan kontek diturunkan surah tersebut. Penafsiran ini berbeda dengan penafsiran sebagian ulama yang menafsirkan kata al-kautsar dengan arti sungai di surga atau para sahabat Nabi Muhammad saw dan pengikutnya sampai dengan hari kiamat. Contoh lain, ia menafsirkan kata layâlin asyr dalam surah al-Fajr ayat 1 dengan arti sepuluh malam pertama dalam setiap bulan. Arti ini sesuai dan serasi dengan arti kata ”al- Fajr”

yang terletak sebelumnya dalam ayat yang sama. Kata tersebut menunjukkan arti waktu subuh yang menghilangkan kegelapan malam dengan datangnya sinar matahari di pagi hari. Kedua kata tersebut memiliki keserasian dalam hal sama-sama mengusir kegelapan. Cahaya bulan pada sepuluh malam pertama setiap bulan mengusir kegelapan tanggal akhir bulan sebagaimana cahaya matahari waktu subuh mengusir kegelapan akhir malam. Penafsiran ‘ Abduh ini berbeda dengan penafsiran sebagian ulama sebelumnya. Ibn Katsir misalnya, menafsirkan kata layâlin asyr dengan arti 10 hari pertama bulan Muharram dan 10 hari pertama bulan Ramadhan.

Contoh-contoh penafsiran Muhammad ‘Abduh di atas menunjukkan bahwa dalam surah al-Qur’an ada keserasian makna yang kuat dan kesatuan tema dalam surah. Dengan alasan ini, ‘Abduh menekankan pentingnya memahami keserasian ayat dan kesatuan tema dalam surah untuk memahami al-Qur’an. Bahkan ia menjadikannya sebagai asas atau kaidah dalam menafsirkan ayat al-Qur’an. Konsekwensinya ia menolak penafsiran yang bertentangan dengan kesatuan tema. Sayangnya, konsep ini belum ia rumuskan secara metodologis. Hal ini bisa menjadi kritik buat ‘Abduh dan PR bagi sarjana al-Qur’an untuk merumuskannya.

Ide kesatuan tema dalam surah al-Qur’an sudah dikemukakan benih-benihnya oleh ulama sebelum Muhammad ‘Abduh. Pandangan Muhammad ‘Abduh tentang kesatuan tema ini memiliki persamaan dengan pendapat al-Râzî (544-606 H), al- Syâtibî (w.790) dan al-Biqâ‘î (w.855). Persamaan dengan al-Râzî dalam hal kesesuaian pembukaan awal surah dengan akhirnya dan adanya tujuan surah, dengan

Bukti-bukti adanya kesatuan tema dalam surah dapat ditemukan dalam Tafsîr al-Manâr pada surah al-Baqarah, surah terpanjang, terdiri dari 286 ayat. Dalam penafsiran surah tersebut, ‘Abduh menjelaskan tiga komponen kesatuan tema dalam surah yaitu: tema pokok surah, sub tema dan munâsabah. Surah al-Baqarah termasuk surah yang memiliki banyak tema (tema pokok dan sub tema), tetapi tema-tema tersebut bergabung dan menyatu dalam tema pokoknya. Selain dalam Tafsîr al- Manâr, bukti adanya kesatuan tema dapat ditemukan dalam Tafsîr Juz‘ Amma. Dalam tafsir ini, ditemukan surah yang memiliki tema pokok dan sub tema seperti pada surah al-Naba’, al-Nâzi‘ât, ‘Abasa, dan surah yang memiliki hanya tema pokok seperti al-Ikhlâs, al-Falaq dan al-Nâs.

B. IMPLIKASI PENELITIAN

Berdasarkan kesimpulan di atas bahwa al-Qur’an sebagai petunjuk dan mukjizat memiliki kesatuan tema dalam surah al-Qur’an. Kesatuan tema ini mempengaruhi cara pandang memahami makna kata atau ayat al-Qur’an. Pemaknaan kata dan ayat berdasarkan kesatuan tema ini dapat ditemukan dalam penafsiran Muhammad ‘Abduh. Penelitian yang dapat muncul sebagai implikasi penelitian ini adalah kajian tentang kesatuan tema dalam surah secara khusus dan dalam al-Qur’an secara keseluruhan untuk dapat dijadikan sebagian kaidah yang terumuskan untuk menafsirkan al-Qur’an sehingga menjadi alternatif metode panafsiran.

Penelitian yang juga diharapkan muncul adalah penelitian tentang kesatuan tema dalam surah atau tafsîr maudû‘i li al-sûrah yang diarahkan untuk menemukan jawaban atas persoalan-persoalan manusia baik dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan keagamaan. Dengan demikian kontribusi sarjana al-Qur’an akan semakin dirasakan di tengah-tengah kehidupan umat manusia.