berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, uang saku harian adalah penghasilan bruto yang dikurangi Rp. 150.000,-
seratus lima puluh ribu rupiah sepanjang jumlah yang diterimanya dalam satu bulan takwin tidak lebih dari Rp. 2.025.000,- satu juta tiga
ratus dua puluh ribu rupiah dan tidak dibayarkan secara bulanan. Apabila penghasilan bruto dalam satu bulan takwim melebihi Rp.
320.000,- satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah atau dibayarkan secara bulanan, maka pengurangannya adalah Penghasilan Tidak Kena
Pajak PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan tersebut, yaitu:
PTKP Harian = PTKP Sebenarnya 360
G. Kewajiban Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah:
a. Pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
b. Pemotong pajak wajib mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya pada Kantor Pelayanan
Pajak atau Kantor Pengukuhan Pajak setempat. c. Pemotong pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetor PPh pasal 21
yang terutang untuk setiap bulan takwim. Penyetoran Pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak SSP ke Kantor Pos atau Bank BUMN
atau Bank BUMD atau bank-bank lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran, selambat-lambatnya pada tanggal 10 bulan takwim berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
d. Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran PPh pasal 21 sekalipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberitahuan SPT Masa ke Kantor Pelayanan
Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat, selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya;
e. Pemotong pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada
orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima jaminan hari tua, penerima pesangon, dan penerima dana pensiun.
f. Pemotong pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh pasal 21 tahunan kepada pegawai tetap, ter masuk penerima pensiun bulanan, dengan
menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir. Apabila pegawai tetap tersebut
berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka bukti pemotongan diberikan selambat-lambatnya 1 bulan setelah pegawai yang
bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun. g. Pemotong pajak wajib membuat catatan atau kertas kerja perhitungan PPh
Pasal 21 untuk masing-masing penerima penghasilan, yang menjadi dasar pelaporan dalam SPT Masa dan wajib menyimpan catatan atau kertas kerja
tersebut selama sepuluh tahun sejak berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
h. Dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir, pemotong pajak wajib menghitung kembali jumlah PPh pasal 21 yang terutang oleh pegawai tetap
Universitas Sumatera Utara
dan penerima pensiun bulanan menurut tarif. i. Pemotong pajak wajib mengisi, menandatangani, dan menyampaikan SPT
tahunan PPh pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong pajak terdaftar atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. SPT tahunan PPh pasal 21
tersebut harus disampaikan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwin berikutnya. Apabila pemotong pajak adalah badan, maka SPT tahunan
PPh Pasal 21 ditandatangan oleh pengurus atau direksi. Apabila SPT tahunan PPh pasal 21 ditandatangani dan diisi oleh orang selain pemotong pajak
terdaftar, maka SPT tersebut harus dilampiri surat kuasa khusus. j. Pemotong pajak wajib melampiri SPT tahunan PPh pasal 21 dengan lampiran-
lampiran yang ditentukan dalam petunjuk pengisian SPT tahunan PPh pasal 21 untuk tahun pajak bersangkutan.
k. Pemotong pajak wajib menyetor kekurangan PPh pasal 21 yang terutang apabila jumlah PPh pasal 21 yang terutang dalam suatu tahun takwim lebih
besar dari pada PPh pasal 21 yang telah disetor. Penyetoran tersebut harus dilakukan sebelum penyampaian SPT tahunan PPh Pasal 21 selambat-
lambatnya pada tanggal 25 Maret tahun takwim berikutnya. Mardiasmo, 2006:158.
Adapun Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak serta Penerima Penghasilan yang Dipotong Pajak Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
nomor 252PMK.032008 pada pasal 22 yaitu : a. Pemotong PPh pasal 21 danatau PPh pasal 26 dan penerima penghasilan yang
Universitas Sumatera Utara
dipotong PPh pasal 21 wajib mendaftar diri ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Pegawai, penerima pensiun berkala, serta bukan pegawai wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender
atau pada saat mulai menjadi subjek pajak dalam negeri sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kepada Pemotong Pajak pada
saat mulai bekerja atau mulai pensiun. c. Dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga pegawai, penerima pensiun
berkala dan bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 1 huruf a angka 4 wajib membuat surat peryataan baru dan menyerahkannya kepada
pemotong PPh pasal 21 danatau PPh pasal 26 paling lama sebelum mulai tahun kalender berikutnya.
d. Pemotong PPh pasal 21 danatau PPh pasal 26 wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh pasal 21 danatau PPh pasal 26 yang
terutang untuk setiap bulan kalender. e. Pemotong PPh pasal 21 danatau PPh pasal 26 wajib membuat catatan atau
kertas kerja perhitungan PPh pasal 21 danatau PPh pasal 26 untuk masing- masing penerima penghasilan, yang menjadi dasar pelaporan PPh pasal 21
danatau PPh pasal 26 yang terutang untuk setiap masa pajak dan wajib menyimpan catatan atau kertas kerja perhitungan tersebut sesuai dengan
ketentuan yang berlaku f. Ketentuan mengenai kewajiban untuk melaporkan pemotong PPh pasal 21
Universitas Sumatera Utara
danatau PPh pasal 26 untuk setiap bulan kalender sebagaimana dimaksud pada ayat 4 tetap berlaku, dalam hal jumlah pajak yang dipotong pada bulan
yang bersangkutan nihil. g. Dalam hal dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran pajak atas PPh
pasal 21 danatau PPh pasal 26 yang terutang, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh pasal 21 danatau PPh pasal 26 yang
terutang pada bulan berikutnya melalui Surat Pemberitahuan Masa PPh pasal 21 danatau PPh pasal 26.
h. Pemotong PPh pasal 21 danatau PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotong PPh pasal 21 danatau PPh pasal 26 dan memberikan bukti
pemotongan tersebut kepada penerima penghasilan yang dipotong pajak. i. Bentuk formulir pemotongan PPh pasal 21 danatau PPh pasal 26
sebagaimana dimaksud pada ayat 7 ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
H. Tata Cara PemotonganPemungutan serta Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21