Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Stadium Penyakit Tuberkulosis (TB Paru)Menggunakan Metode Fuzzy Sugeno

(1)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN STADIUM

PENYAKIT TUBERKULOSIS (TB PARU) MENGGUNAKAN

METODE FUZZY SUGENO

SKRIPSI

BERLIAN GAUS

081402012

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN STADIUM PENYAKIT TUBERKULOSIS (TB PARU) MENGGUNAKAN

METODE FUZZY SUGENO

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Teknologi Informasi

BERLIAN GAUS 081402012

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

PERSETUJUAN

Judul : SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN

PENENTUAN STADIUM PENYAKIT TUBERKULOSIS (TB PARU)

MENGGUNAKAN

METODE FUZZY SUGENO

Kategori : SKRIPSI

Nama : BERLIAN GAUS

Nomor Induk Mahasiswa : 081402012

Program Studi : SARJANA (S1) TEKNOLOGI INFORMASI

Departemen : TEKNOLOGI INFORMASI

Fakultas : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI

INFORMASI (FASILKOMTI) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Februari 2013 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr. Erna Budiarti Nababan Syahril Efendi S.Si.M.IT NIP 198603032010121001 NIP 19671110 1996021001

Diketahui/Disetujui oleh

Program Studi S1 Teknologi Informasi Ketua,

Prof. Dr. Opim Salim Sitompul, M.Sc. NIP 196108171987011001


(4)

PERNYATAAN

SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENENTUAN STADIUM PENYAKIT TUBERKULOSIS (TPARU) MENGGUNAKAN METODE FUZZY SUGENO

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja keras saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Februari 2013

BERLIAN GAUS 081402012


(5)

PENGHARGAAN

Puji syukur hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan keridhoanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Informasi, Program Studi S1 Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Syahril Efendi S.Si.M.IT dan Ibu Dr. Erna Budhiarti Nababan, MIT selaku pembimbing pada penyelesaian skripsi ini dan telah memberikan panduan dengan penuh kepercayaan kepada penulis untuk menyempurnakan kajian ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Bapak Sajadin Sembiring, S.Si, M.Comp.Sc dan Ibu Sarah Purnamawati, St.M.Sc yang telah bersedia menjadi dosen pembanding. Penulis juga menyampaikan ucapan teriama kasih kepada Dosen-Dosen Teknologi Informasi atas panduan ringkas, padat dan professional yang telah diberikan kepada penulis agar dapat menyelesaikan tugas ini. Ucapakan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua dan sekretaris Program Studi Teknologi Informasi, Prof Dr. Opim Salim Sitompul, M.Sc dan Drs. Sawaluddin, M.IT, Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, semua dosen dan pegawai pada Program Studi Teknologi Informasi FMIPA USU.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Abdul Rahman Gaus, dan Ibunda Ratna Dumila Pane, saudara tercinta Muhammad Arif Gaus, Dorlanna Gaus, Rimma Mawaddah Gaus dan Tio Lestari Gaus yang selalu memberikan cinta dan dukungan penuh baik material maupun spitual. Terima kasih penulis ucapkan kepada teman-teman dan kerabat yang berjasa memberikan dorongan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat saya, yakni Ibarahim Taufuqurrahman Gaus, Dhahwah Kanzdurrizki Lubis, Ilma Auliyah Siregar, Haziah Safana Siregar, Maulana Gaus, Siska Maria Aritonang, Syahmi Suhaemi, Umi, Ika, dan seluruh angkatan 08 serta kakak and adik Teknologi Informasi yang selalu memberi semangat dan doa untuk kesuksesan penulis. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan karunia kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(6)

ABSTRAK

Selama ini pengambilan Keputusan untuk penentuan stadium penyakit Tuberkulosis (TB Paru) sering mengalami keterlambatan terutama di daerah yang minim fasilitas, sehingga tidak dapat dipastikan tingkat stadium penyakit yang diderita oleh pasien dan tidak bisa diberikan pengobatan yang tepat. Dalam skripsi ini penulis menerapkan metode Sugeno yang diimplementasikan untuk membuat Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Stadium Penyakit TB Paru guna membantu pasien dalam melaksanakan diagnosa penentuan stadium penyakit TB Paru yang dideritanya berdasarkan nilai-nilai keanggotaan. Dengan pengimplementasian metode ini didapatkan hasil stadium penyakit TB Paru yaitu satidium 1, stadium 2, stadium3 dan stadium 4 pada pasien.


(7)

ABSTRACT

During the time taking a decision to know about Tuberculosis disease staging often delayed especially in the minimum facilities area. So it can’t conviced the level of patient stage and it can’t give the right medicine. In this research, the writer applied about Sugeno’s method which implementation to make the Decision Support System of Tuberculosis disease stage for help the patient to do the certain of tuberculosis disease stage that is concider based on the member’s value. So that, by implementation method later, it can give the certain diagnosis to the patient that is first stadium, second stadium, third stadium and fourth stadium.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ... ii

Pernyataan ... iii

Penghargaan ... iv

Abstrak ...v

Abstract ... vi

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ...x

BAB 1 Pendahuluan ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...2

1.3 Batasan Masalah ...2

1.4 Tujuan Penelitian ...3

1.5 Manfaat Penelitian ...3

1.6 Metode Penelitian...4

1.7 Sistematika Penulisan ...5

BAB 2 Landasan Teori ...6

2.1 Sistem Pendukung Keputusan (SPK) ...6

2.1.1 Karakteristik Sistem Pendukung Keputusan ...7

2.1.2 Komponen-Komponen Sistem Pendukung Keputusan ...9

2.1.2.1 Subsistem Manajemen Database ... 10

2.1.2.2 Subsistem Manajemen Basis Model ... 10

2.1.2.3 Subsistem Perangkat Lunak Penyelenggara Dialog ... 11

2.2 Logika Fuzzy ... 12

2.2.1 Himpunan Fuzzy ... 13

2.2.2 Fungsi Keanggotaan ... 15

2.2.3 Operasi Himpunan Fuzzy ... 16

2.2.4 Himpunan Inferensi Fuzzy ... 17

2.2.5 Metode Sugeno ... 17

2.3 Tuberkulosis (TB Paru) ... 20

2.3.1. Epidemiologi Tuberkulosis di Indonesia ... 21

2.3.2 Langkah-Langkah Penegakan Diagnosis ... 22

2.4 Penelitian Sebelumnya ... 26

BAB 3 Analisis dan Perancangan Sistem ... 30

3.1 Identifikasi Masalah ... 30

3.2 Data yang Digunakan ... 31

3.3 Metode Sugeno dalam Perancangan Sistem Penentuan Stadium Penyakit TB Paru ... 31

3.4 Perancangan Inferensi Fuzzy ... 35


(9)

3.6. Metodologi Fuzzy Sugeno Dalam Penentuan Stadium Penyakit

Tuberkulosis ... 46

3.7 Perancangan sistem ... 47

3.7.1 Diagram Aliran Data ... 48

3.7.2 Kamus Data ... 56

3.7.3 Perancangan Menu Sistem ... 59

3.7.4. Perancangan Antarmuka ... 59

BAB 4 Implementasi dan Pengujian Sistem ... 63

4.1. Implemetasi Sistem ... 63

4.1.1 Spesifikasi Peragkat Keras dan Perangkat Lunak yang Digunakan ... 63

4.1.2 Implementasi Perancangan Antarmuka ... 64

4.2. Pengujian Sistem ... 69

4.2.1 Rencana Pengujian Sistem ... 69

4.2.2. Kasus dan Hasil Pengujian Sistem ... 70

4.2.3. Pengujian Kinerja Sistem ... 76

BAB 5 Kesimpulan dan Saran... 81

5.1 Kesimpulan ... 81

5.2 Saran ... 81


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Operasi- Operasi Dasar Dalam Himpunan Fuzzy ... 16

Tabel 2.2 Survei Prevalensi TB Paru ... 22

Tabel 2.3 Penelitian Pendukung Keputusan Menggunakan Teknik Fuzzy ... 26

Tabel 3.1 Batasan Nilai Normal Variabel ... 35

Tabel 3.2 Aturan-Aturan Penentuan Stadium Tuberkulosis ... 45

Tabel 3.3 Kamus Data Admin ... 56

Tabel 3.4 Kamus Data Pasien ... 57

Tabel 3.5 Kamus Data Variable ... 58

Tabel 3.6 Kamus Data Normalisasi ... 58

Tabel 4.1 Rencana Pengujian ... 70

Tabel 4.2 Hasil Pengujian ... 71

Tabel 4.3 Perihtungan Derajat Keanggotaan Variable Uji ... 76


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Representasi kurva trapesium ... 15

Gambar 2.2 Representasi kurva bahu ... 16

Gambar 2.3 TBK Tingkat Minimal ... 24

Gambar 2.4 TBK Tingkat sedang ... 24

Gambar 3.1 Algoritma Metode Sugeno ... 31

Gambar 3.3 Fungsi Keanggotaan Himpunan Fuzzy pada Variable LED Laki-laki ... 38

Gambar 3.4 Fungsi Keanggotaan Himpunan Fuzzy pada Variable LED Perempuan .. 39

Gambar 3.5 Fungsi Keanggotaan Himpunan Fuzzy pada Variable Sputum ... 40

Gambar 3.6 Fungsi Keanggotaan Himpunan Fuzzy pada Variable Leukosit ... 42

Gambar 3.7 Fungsi Keanggotaan Himpunan Fuzzy pada Variable Limfosit ... 43

Gambar 3.8 Fungsi Keanggotaan Himpunan Fuzzy pada Variable Foto Torax ... 44

Gambar 3.9 Metodologi Fuzzy Sugeno ... 47

Gambar 3.10 Diagram Konteks DFD ... 48

Gambar 3.11 DFD Level 1 ... 50

Gambar 3.12 DFD Level 1 Proses 2 ... 52

Gambar 3.13 DFD Level 1 Proses 3 ... 53

Gambar 3.14 DFD Level 1 Proses 4 ... 55

Gambar 3.15 Struktur Menu Sistem ... 59

Gambar 3.17 Form Menu Utama ... 60

Gambar 3.18 Form Input Data Pasien ... 61

Gambar 3.19 Form Input Data User sistem/Admin... 61

Gambar 3.20 Form Input Data Hasil Pemeriksaan ... 62

Gambar 4.2 Form Menu Utama ... 65

Gambar 4.3 Tampilan Submenu Normalisasi ... 65

Gambar 4.4 Tampilan Submenu Tambah User System/Admin ... 66

Gambar 4.5 Tampilan Submenu Edit/hapus User System/Admin ... 66

Gambar 4.6 Tampilan Submenu Ganti Password ... 67

Gambar 4.7 Tampilan Form Input Data Pasien... 67

Gambar 4.8 Tampilan Menu Input Data Pemeriksaan ... 68

Gambar 4.9 Tampilan Form Hasil Pemeriksaan ... 68


(12)

ABSTRAK

Selama ini pengambilan Keputusan untuk penentuan stadium penyakit Tuberkulosis (TB Paru) sering mengalami keterlambatan terutama di daerah yang minim fasilitas, sehingga tidak dapat dipastikan tingkat stadium penyakit yang diderita oleh pasien dan tidak bisa diberikan pengobatan yang tepat. Dalam skripsi ini penulis menerapkan metode Sugeno yang diimplementasikan untuk membuat Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Stadium Penyakit TB Paru guna membantu pasien dalam melaksanakan diagnosa penentuan stadium penyakit TB Paru yang dideritanya berdasarkan nilai-nilai keanggotaan. Dengan pengimplementasian metode ini didapatkan hasil stadium penyakit TB Paru yaitu satidium 1, stadium 2, stadium3 dan stadium 4 pada pasien.


(13)

ABSTRACT

During the time taking a decision to know about Tuberculosis disease staging often delayed especially in the minimum facilities area. So it can’t conviced the level of patient stage and it can’t give the right medicine. In this research, the writer applied about Sugeno’s method which implementation to make the Decision Support System of Tuberculosis disease stage for help the patient to do the certain of tuberculosis disease stage that is concider based on the member’s value. So that, by implementation method later, it can give the certain diagnosis to the patient that is first stadium, second stadium, third stadium and fourth stadium.


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi informasi merupakan salah satu bagian penting untuk mengatasi (sebagian) masalah derasnya arus informasi. Di Indonesia pemerintah sudah mulai memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan efisiensi kinerja lembaga-lembaga negara. Beberapa daerah sudah memakai sistem terintegrasi untuk menjalankan fungsi-fungsi yang ada dalam pemerintahan, seperti pendaftaran penduduk (KTP), pengurusan pajak, pengurusan SIM dan lain sebagainya.

Di bidang kesehatan dapat dilihat banyaknya kasus penyakit Tuberkulosis (TB Paru) dan tingginya jumlah kematian akibat penyakit TB Paru yang disebabkan faktor lingkungan, faktor toksis, faktor imuniologis dan faktor faali. Berdasarkan data WHO 1993, sepertiga penduduk dunia terserang penyakit TB Paru yaitu sekitar 8 juta orang dengan kematian 3 juta orang pertahun. Diperkirakan dalam tahun 2002-2020 akan ada 1 miliar manusia terinfeksi TB Paru serta sekitar 5-10 % berkembang menjadi penyakit dan 40 % yang terkena penyakit berakhir dengan kematian. Peningkatan jumlah penderita salah satunya disebabkan keterlambatan pelaksanaan diagnosis dan tidak tepatnya penentuan stadium penyakit TB Paru yang diderita pasien dan tidak adanya pengobatan yang tepat. Menurut hasil survey pada salah satu Rumah Sakit di daerah Tapanuli Selatan, sering terjadi keterlambatan diagnosis dan ketidaktepatan penentuan stadium penyakit karena fasilitas yang tidak memadai dan dokter ahli yang tidak selalu di tempat, sehingga tidak dapat dipastikan tingkat stadium penyakit yang diderita pasien dan tidak bisa diberikan pengobatan yang tepat. Oleh karena itu diperlukan sistem sebagai alat bantu yang dapat memberikan diagnosa penentuan stadium penyakit TB Paru yang diderita pasien dengan suatu metode tertentu.


(15)

Ada beberapa metode yang dikenal dan telah diimplementasikan dalam beberapa penelitian sistem pengambilan keputusan dalam mendiagnosis penyakit, diantaranya: Metode Analitic Hierarcy Proses (Wulandari, 2006); Metode Fuzzy Mamdani (Yogawati, 2011); Metode Topsis (Setiyani, 2011). Dari berbagai macam metode ini didapatkan hasil yang berbeda-beda sesuai dengan data yang diteliti.

Pada skripsi ini penulis mencoba melakukan sebuah sistem pendukung keputusan untuk penentuan stadium penyakit TB Paru dengan menggunakan metode Sugeno. Alasan penulis menggunakan metode Sugeno karena penulis tertarik dengan metode ini yang telah banyak diterapkan dalam kasus sistem pendukung keputusan dalam berbagai kasus seperti pendukung keputusan diagnosa penyakit diabetes melitus menggunakan metode Sugeno (Tampubolon, 2010); Aplikasi diagnosa gizi pada balita serta kandungan kalori yang diperlukan guna mendapatkan gizi seimbang menggunakan metode Fuzzy Sugeno (Prasetio, 2011). Metode sugeno juga lebih fleksibel sehingga cocok dalam pendukung keputusan (Sari, 2010).

1.2 Rumusan Masalah

Kurangnya fasilitas yang memadai dan dokter ahli yang tidak selalu di tempat sering kali membuat penentuan stadium penyakit TB Paru terlambat, sehingga tidak dapat dipastikan stadium penyakit TB Paru yang diderita pasien dan tidak bisa diberikan pengobatan secara tepat. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem pendukung keputusan yang dapat membantu petugas puskesmas dalam memberikan dignosa stadium pada pasien.

1.3 Batasan Masalah

Agar pembahasan dalam penulisan lebih terarah dan mencegah adanya perluasan masalah, maka penulis membuat batasan masalah yang akan dijadikan pedoman dalam pelaksanaan tugas ahir, yaitu:


(16)

1. Perancangan sistem pendukung keputusan penyakit TB Paru menggunakan Fuzzy Sugeno.

2. Penentuan stadium penyakit TB Paru yang dilakukan hanya untuk orang dewasa.

3. Data yang digunakan diambil dari salah satu Rumah Sakit di daerah Tapanuli Selatan.

4. Sistem yang dibuat hanya untuk penentuan stadium penyakit TB Paru yang diderita pasien.

5. Variable yang digunakan berupa: Batuk, Laju Endapan Darah, Limosit, Leukosit, Sputum dan Foto Torax.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat suatu sistem pendukung keputusan menggunakan metode Sugeno yang dapat membantu pasien dalam menentukan stadium penyakit TB Paru yang dideritanya.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat digunakan sebagai alat bantu untuk memberikan diagnosa penentuan stadium penyakit TB Paru yang diderita pasien.

2. Mengetahui bagaimana cara mengimplementasikan metode Sugeno pada sistem pendukung keputusan dan mengetahui tingkat keakuratan metode Sugeno dalam penentuan stadium penyakit TB Paru.


(17)

1.6 Metode Penelitian

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Studi Literatur

Tahapan ini dilakukan dengan memepelajari sumber-sumber seperti buku-buku, referensi yang berkaitan dengan skripsi ini.

b. Pengumpulan Data

Pada tahap ini data diambil dari salah satu Rumah Sakit di daerah Tapanuli Selatan.

c. Analisis Data

Tahapan ini dilakukan dengan menganalisis data yang diperlukan sistem dan gambaran komponen-komponen sistem baik berupa DFD, flowchart, masukan dan keluaran sistem

d. Perancangan Sistem

Pada tahapan ini dilakukan perancangan flowchart kurva yang akan dipergunakan dalam metode fuzzy, perancangan inferensi fuzzy, perancangan basis pengetahuan dan perancangan form.

e. Implementasi Sistem Penetuan Penyakit TB Paru

Pada tahap ini dilakukan penerapan rancangan yang dilakukan dalam suatu program.

f. Pengujian Sistem

Pada tahapan ini dilakukan pengujian sistem yaitu dengan melakukan penetuan diagnosis dan persebaran sesuai dengan data yang ada.


(18)

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri dari lima bagian utama sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan

Bab ini menjelaskan mengenai latarbelakang pemilihan judul skripsi “Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Stadium Penyakit Tuberkulosis (TB Paru) menggunakan Metode Fuzzy Sugeno”, rumrusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab 2 Landasan Teori

Bab ini membahas mengenai teori penunjang yang berhungan dengan penerapan metode Sugeno pada Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Stadium Panyakit Tuberkulosis (TB Paru).

Bab 3 Analisis dan Perancangan Sistem

Bab ini secara garis besar membahas analisis metode Sugeno pada sistem dan tahap-tahap yang akan dilakukan dalam perancangan sistem yang akan dibangun.

Bab 4 Implementasi dan Pengujian

Bab ini akan dijelaskan tentang proses pengimplementasian metode Sugeno pada sistem, sesuai perancangan sistem yang telah dilakukan di Bab 3 serta melakukan pengujian sistem yang telah dibangun.

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

Bab ini memuat kesimpulan dari keseluruhan uraian bab-bab sebelumnya dan saran-saran yang diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan selanjutnya.


(19)

BAB 2

LANDASAN TEORI

Bab ini membahas teori penunjang yang berhubungan dengan penerapan metode Sugeno pada sistem Penentuan Stadium Penyakit Tuberkulosis.

2.1 Sistem Pendukung Keputusan (SPK)

Konsep Sistem Pendukung Keputusan (SPK) atau Decision Support System (DSS) pertama sekali diperkenalkan pada awal tahun 1970-an oleh Michael S.Scoot Martoon dengan istilah Manager Decision Support System. Martoon mendefenisikan DSS sebagai “sistem berbasis komputer interaktif yang membantu para pengambilan keputusan untuk menggunakan data dan berbagai model untuk memecahkan masalah-masalah yang tidak terstruktur”.

Menurut Alter, SPK merupakan sistem informasi interaktif yang menyediakan informasi pemodelan dan pemanipulasian data. Sistem digunakan untuk membantu pengambilan keputusan dalam situasi yang semi terstruktur dan situasi yang tidak terstruktur, dimana tak seorang pun tahu secara past bagaimana keputusan seharusnya dibuat.

SPK biasanya dibangun untuk mendukung solusi atas suatu masalah atau untuk mengevaluasi suatu peluang. DSS yang seperti itu disebut aplikasi DSS. Aplikasi DSS digunakan dalam pendukung keputusan. Aplikasi DSS menggunakan CBIS (Computer Based Information System) yang fleksibel, Interaktif, dan dapat diadaptasi yang dikembangkan untuk mendukung solusi atas masalah menajemen spesifik yang tidak terstruktur.


(20)

Aplikasi SPK menggunakan data, memberikan antarmuka pengguna yang mudah dan dapat mengggabungkan pemikiran pengambil keputusan. DSS lebih ditujukan untuk mendukung manajemen dalam melakukan pekerjaan yang bersifat analitis untuk mendukung manajemen dalam melakukan pekerjaan yang bersifat analitik dalam situasi yang kurang terstruktur dan dengan kriteria yang kurang jelas. DSS tidak dimaksudkan untuk mengoptimasikan pengambilan keputusan tetapi memberikan perangkat interaktif yang memungkinkan pengambil keputusan untuk melakukan berbagai analisis menggunakan model-model yang tersedia.

2.1.1 Karakteristik Sistem Pendukung Keputusan

Pada dasaranya SPK merupakan pengembangan lebih lanjut dari Sistem Informasi Manajemen Terkomputasi (Computerized Manajement Information System), yang dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat interaktif ini dimaksudkan untuk memudahkan integrasi antara berbagai komponen dalam proses pendukung keputusan seperti prosedur, kebijakan, teknik analisis serta pengalaman dan wawasan manajerial guna suatu kerangka keputusan yang bersifat fleksibel.

Menurut Turban (2005), tujuan dari DSS adalah sebagai berikut:

1. Membantu dalam pengambilan keputusan atas masalah yang tidak terstruktur. 2. Memberikan dukungan atas pertimbangan manajer dan bukannya dimaksudkan

untuk menggantikan fungsi manajer.

3. Meningkatkan efektivitas keputusan yang diambil lebih daripada perbaikan efisiensinya.

4. Kecepatan komputasi. Komputer memungkinkan para pengambil keputusan untuk melakukan banyak komputasi secara cepat dengan biaya yang rendah. 5. Peningkatan produktivitas.

6. Dukungan kualitas. 7. Berdaya saing.


(21)

Aplikasi SPK yang dikembangkan untuk mendukung solusi atas masalah menajemen spesifik yang tidak terstruktur memiliki ciri-ciri SPK yang dirumuskan oleh Kusrini (2007) adalah sebagai berikut:

1. SPK ditujukan untuk membantu keputusan-keputusan yang kurang terstruktur. 2. SPK merupakan gabungan antara kumpulan-kumpulan model kualitatif dan

kumpulan data.

3. SPK bersifat luwes dan dsapat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi.

Berdasarkan ciri-ciri di atas, maka kita mendapatkan beberapa karakteristik yang membedakan SPK dengan sistem informasi lain yaitu:

1. Sistem pendukung keputusan dirancang untuk membantu pengambil keputusan dalam memecahkan masalah yang sifatnya semi terstruktur atau tidak terstruktur dengan menambahkan kebijaksanaan manusia dan informasi komputerisasi.

2. Proses pengolahannya, sistem pendukung keputusan mengkombinasikan pengguna model-model analisis dengan teknik pemasukan data konvensional serta fungsi-fungsi pencari atau pemeriksa informasi.

3. Sistem pendukung keputusan dapat digunakan atau dioperasikan dengan mudah oleh orang-orang yang tidak memiliki dasar kemampuan pengoperasian komputer yang tinggi. Pendekatan yang digunakan biasanya model interaktif. 4. Sistem pendukung keputusan dirancang dengan menekankan pada aspek

fleksibilitas serta kemempuan adpatasi yang tinggi sehingga mudah disesuaikan dengan berbagai perubahan lingkungan yang terjadi dan kebutuhan pengguna.

Sistem pendukung keputusan memberikan manfaat atau keuntungan bagi pemakainya, keuntungan yang dimaksud diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Sistem pendukung keputusan memperluas kemampuan pengambil keputusan dalam memproses data/informasi bagi pemakainya.


(22)

2. Sistem pendukung keputusan membantu pengambil keputusan dalam hal penghematan waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah terutama berbagai masalah yang sangat kompleks dan tidak terstruktur.

3. Sistem pendukung keputusan dapat menghasilkan solusi dengan lebih cepat serta hasilnya dapat diandalkan.

4. Walaupun suatu sistem pendukung keputusan, mungkin saja tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapi oleh pengambil keputusan dalam memahami persoalannya, namun ia dapat menjadi stimulan bagi pendukung keputusan dan memahami persoalannya. Hal ini dikarenakan sistem penduklung keputusan mampu menyajikan alternatif.

Pada saat ini SPK telah banyak diterapkan dalam berbagai bidang seperti kedokteran komputer, ekonomi dan lain-lain. Salah satunya adalah SPK penanganan kesehatan balita. Penanganan kesehatan balita merupakan salah satu hal yang patut dijadikan perhatian lebih, sehingga dapat mengurangi resiko tidak optimalnya penanganan kesehatan balita pada instansi yang terkait. Sistem pendukung keputusan penanganan kesehatan balita sangat tepat diterapkan untuk penanganan masalah yang membutuhkan penyelesaian mandiri dari komputer untuk pemrosesan data balita dengan perhitungan yang cepat dan akurat. Dengan menggunakan penalaran logika fuzzy Mamdani dalam pemrosesan data input dan output, serta informasi pendukung berupa grafik sangat mendukung dalam pengambilan keputusan penanganan kesehatan balita di suatu wilayah (Ayuningtiyas et al, 2007).

2.1.2 Komponen-Komponen Sistem Pendukung Keputusan

SPK dapat terdiri dari tiga subsistem utama yang menentukan kapabilitas teknis SPK yaitu sebagai berikut:

1. Subsistem Manajemen Database (Database Management Subsystem) 2. Subsistem Manajemen Basis Model (Model Base Management Subsystem) 3. Subsistem Perangkat Lunak Penyelenggara Dialog (Dialog Generation and


(23)

2.1.2.1 Subsistem Manajemen Database

Ada beberapa perbedaan antara database untuk SPK dan non-SPK. Pertama, sumber data untuk SPK lebih kaya dari pada non-SPK dimana data harus berasal dari luar dan dari dalam karena proses pendukung keputusan.

Perbedaan lain adalah proses pendukung dan ekstraksi data dari sumber data yang sangat besar. SPK membutuhkan proses ekstraksi dan DBMS yang dalam pengelolaannya harus cukup fleksibel untuk memungkinkan penambahan dan pengurangan secara cepat.

Dalam hal ini, kemampuan yang dibutuhkan dari manajemen database dapat diringkas, sebagai berikut:

a. Kemampuan untuk mengkombinasikan berbagai variasi data melalui pendukung dan ekstraksi data.

b. Kemampuan untuk menambahkan sumber data secara cepat dan mudah. c. Kemampuan untuk menggambarkan struktur data logikal sesuai dengan

pengertian pemakai sehingga pemakai mengetahui apa yang tersedia dan dapat menentukan kebutuhan penambahan dan pengurangan.

d. Kemampuan untuk menangani data secara personal sehingga pemakai dapat mencoba berbagai alternatif pertimbangan personal.

e. Kemampuan untuk mengelola berbagai variasi data.

2.1.2.2 Subsistem Manajemen Basis Model

Salah satu keunggulan SPK adalah kemampuan untuk mengintegrasikan akses data dan model keputusan. Hal ini dapat dilakukan dengan menambahkan model-model keputusan ke dalam sistem informasi yang menggunakan database sebagai mekanisme integrasi dan komunikasi diantara model-model. Karakteristik ini menyatukan kekuatan pencarian dan pelaporan data.


(24)

Salah satu persoalan yang berkaitan dengan model adalah bahwa penyusunan model sering kali terikat pada struktur model yang mengasumsikan adanya masukan yang benar dan cara keluaran yang tepat. Sementara itu, model cenderung tidak mencukupi karena adanya kesulitan mengembangkan model yang terintegrasi untuk menangani sekumpulan keputusan yang saling bergantungan. Cara penanganan persoalan ini dengan menggunakan koleksi berbagai model yang terpisah, dimana setiap model digunakan untuk menangani bagian yang berbeda dari masalah yang dihadapi. Komunikasi antara berbagai model digunakan untuk menangani bagian yang berbeda dari masalah tersebut. Komunikasi antarmodel yang saling berhubungan diserahkan kepada pengambil keputusan sebagai proses intelektual dan manual.

Salah satu pandangan yang lebih optimistis, berharap untuk bisa menambahkan model-model ke dalam sistem informasi dengan database sebagai mekanisme integrasi dan komunikasi di antara mereka. Kemampuan yang dimiliki subsistem basis model meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Kemampuan untuk menciptakan model-model baru secara cepat dan mudah. b. Kemampuan untuk mengakses dan mengintegrasikan model-model keputusan. c. Kemampuan untuk mengelola basis model dengan fungsi manajemen yang

analog dan manajemen database (seperti mekanisme untuk menyimpan, membuat dialog, menghubungkan, dan mengakses model).

2.1.2.3 Subsistem Perangkat Lunak Penyelenggara Dialog

Fleksibilitas dan kekuatan krateristik SPK timbul dari kemampuan interaksi antara sistem dan pemakai yang dinemakan subsistem dialog, bennet mendefenisikan pemakai, terminal, dan sistem perangkat lunak sebagai komponen-komponen dari siste dialog sehingga subsistem dialog terbagi menjadi bagian sebagai berikut:

1. Bahasa aksi, meliputi apa yang dapat digunakan oleh pemakai dalam berkomunikasi dengan sistem. Hal ini meliputi seperti papan ketik (keyboard), panel-panel sentug dan sebagainya.


(25)

2. Bahasa tampilan dan presentasi, meliputi apa yang harus diketahui oleh pemakai. Bahasa tampilan meliputi pilihan-pilihan seperti printer, tampilan layar, grafik, warna, plotter, keluaran suara dan sebagainya.

3. Basis pengetahuan, meliputi hal yang harus diketahui pemakai agar pemakai sistem bisa efektif. Basis pengetahuan bisa berada dalam pikiran pemakai, pada kartu referensi atau petunjuk, dalam buku manual, dan sebagainya

Kombinasi dari aturan-aturan di atas terdiri dari apa yang disebut gaya dialog seperti pendekatan tanya jawab, bahasa perintah, menu-menu, dan mengisi tempat kosong.

Kemampuan yang harus dimiliki oleh SPK untuk mendukung dialog pemakai atau sistem meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Kemampuan untuk menangani berbagai variasi dialog, bahkan mungkin untuk mengkombinasi berbagai gaya dialog sesuai dengan pilihan pemakai.

2. Kemampuan untuk mengkombinasikan tindakan pemakai dengan berbagai peralatan masukan.

3. Kemampuan untuk menampilkan data dengan berbagai variasi format dan peralatan keluaran.

4. Kemampuan untuk memeberikan dukungan yang fleksibel untuk mengetahui basis pengetahuan pemakai.

2.2 Logika Fuzzy

Konsep logika fuzzy pertama sekali diperkenalkan oleh profesor Lotfi A. Zadeh dari Universitas California pada bulan juni 1965. Logika fuzzy merupakan generalisasi dari logika klasik yang hanya memiliki dua nilai keanggotaan antara 0 dan 1. Dalam logika fuzzy, nilai kebenaran suatu pernyataan berkisar dari sepenuhnya benar sampai dengan sepenuhnya salah (Pandjaitan, 2007). Dengan teori himpunan fuzzy, suatu objek dapat menjadi anggota dari banyak himpunan dengan derajat keanggotaan berbeda dalam masing-masing himpunan. Konsep ini berbeda dengan teori himpunan klasik (crisp).


(26)

Alasan mengapa mennggunakan logika fuzzy antara lain:

1. Konsep penalaran logika fuzzy mudah dimengerti, konsep matematis yang mendasari penalaran fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti.

2. Logika fuzzy sangat fleksibel.

3. Logika fuzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat.

4. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi nonlinear yang sangat kompleks. 5. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman

para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan.

6. Logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara konvensional.

7. Logika fuzzy didasrakan pada bahasa alami.

2.2.1 Himpunan Fuzzy

Pada himpunan fuzzy (crisp), nilai keanggotaan suatu objek x dalam suatu himpunan A, yang sering ditulis dengan µA[x], memiliki 2 kemungkinan yaitu sebagai berikut:

1. Satu (1) yang berarti bahwa suatu objek menjadi anggota dalam suatu himpunan atau.

2. Nol (0), yang berarti bahwa suatu objek tidak menjadi anggota dalam suatu himpunan (Kusumadewi et al, 2004). Misalkan variabel umur dibagi 3 kategori sebagai berikut:

MUDA : umur < 35 tahun PAROBAYA : 35 ≤ umur ≤ 55 tahun TUA : umur > 55 tahun

Apabila seseorang berusia 34 tahun, maka ia dikatakan MUDA ( µMUDA

[34thn] = 1). Apabila seseorang berusia 35 tahun kurang 1 hari, maka ia dikatakan


(27)

Adanya perubahan kecil saja pada suatu nilai mengakibatkan perbedaan kategori yang cukup signifikan. Himpunan fuzzy digunakan untuk mengantisipasi hal tersebut. Seseorang dapat masuk dalam 2 himpunan yang berbeda, MUDA dan PAROBAYA, PAROBAYA dan TUA, dsb. Seberapa besar eksistensinya dalam himpunan tersebut dapat dilihat berdasarkan nilai keanggotaannya. Himpunan fuzzy memiliki 2 atribut yakni sebagai berikut:

a. Linguistik adalah penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami. Suatu variabel linguistik adalah sebuah variabel yang memiliki nilai berupa kata-kata dalam bahasa alamiah. Setiap variabel linguistik berkaitan dengan sebuah fungsi keanggotaan (Kusumadewi, 2004). Seperti: MUDA, PAROBAYA, TUA. b. Numeris adalah suatu nilai (angka) yang menunjukkan ukuran dari suatu

variabel seperti: 35, 55, dsb.

Dalam membangun sistem fuzzy, ada hal-hal yang terdapat dalam sistem fuzzy tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Varioable fuzzy merupakan variable yang dibahas dalam suatu sistem fuzzy seperti umur, temperatur, permintaan dan sebagainya.

2. Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau keadaan tertentu dalam suatu variable fuzzy. Contoh: variable umur, terbagi atas 3 himpunan fuzzy, yaitu MUDA, PAROBAYA, TUA.

3. Semesta pembicaraan adalah kesluruhan nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Semestya pembicaraan merupakan himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan positif maupun negatif. Adakalanya nilai semesta tidak dibatasi batas atasnya. Contoh: semesta pembicaraan untuk variable umur: [0 40]

4. Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diizinkan dalam semsta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy, seperti halnya semesta pembicararaan yang senantiasa naik dari kiri ke kanan. Nilai domain fuzzy berupa bilangan positif maupun negatif.


(28)

2.2.2 Fungsi Keanggotaan

Fungsi keanggotaan (membership function) adalah kurva yang mendefinisikan bagaimana masing-masing titik dalam ruang input dipetakan ke dalam nilai keanggotaan (derajat keanggotaan) antara 0 dan 1. Fungsi keanggotaan µ memetakan

elemen x dari himpunan semesta X, ke sebuah bilangan µ[x], yang menentukan

derajat keanggotaan dari elemen dalam himpunan fuzzy A.

A = {(x, µ[x] ) | x∈ X}

Kisaran nilai fungsi keanggotaan yang paling umum digunakan adalah interval [0,1]. Dalam hal ini, masing-masing fungsi keanggotaan memetakan elemen-elemen dari himpunan semesta X yang diberikan, yang selalu merupakan suatu himpunan tegas ke dalam bilangan nyata dalam interval [0,1] (Arhami, 2005). Ada beberapa fungsi yang digunakan yaitu sebagai berikut:

1. Representasi Kurva Trapesium

Kurva trapesium pada dasarnya seperti bentuk segitiga, hanya saja ada beberapa titik yang memiliki nilai keanggotaan 1 (Kusumadewi, 2004).

Fungsi keanggotaan:

[ ] = ⎩ ⎪ ⎨ ⎪

⎧0 ; ; ≤ ≤≥ 1 ; ≤ ≤ ; ≤ ≤

(2.1)

y 1

derajat keanggotaan µ[x]

0 x a b c d domain


(29)

1. Representasi Kurva Bahu

Daerah yang terletak di tengah-tengah suatu variabel yang direpresentasikan dalam bentuk segitiga, pada sisi kanan dan kirinya akan naik dan turun. Himpunan fuzzy ‘bahu’, bukan segitiga, digunakan untuk mengakhiri variabel suatu daerah fuzzy. Bahu kiri bergerak dari benar ke salah, demikian juga bahu kanan bergerak dari salah ke benar (Kusumadewi, 2004).

y 1 derajat keanggotaan µ[x]

0 x

Gambar 2.2 Representasi kurva bahu

2.2.3 Operasi Himpunan Fuzzy

Seperti halnya himpunan konvensional, ada beberapa operasi yang didefinisikan secara khusus untuk mengkombinasikan dan memodifikasi himpunan fuzzy. Nilai keanggotaan sebagai hasil dari operasi 2 himpunan yang dikenal dengan nama fire strength atau − predikat.

Ada tiga operasi dasar dalam himpunan fuzzy, yaitu complement, irisan (intersection) dan gabungan (union) (Arhami, 2005).

Tabel 2.1 Operasi- Operasi Dasar Dalam Himpunan Fuzzy

Operasi Fungsi Keanggotaan Complement µA’[x]= 1- µA[x]

Intersection (A∩B)[x] = min (µA[x], µB[x]) Union (A∪B) [x] = max (µA[x], µB[x]) Bahu Kiri Bahu Kanan


(30)

2.2.4 Himpunan Inferensi Fuzzy

Sistem inferensi fuzzy merupakan kerangka komputasi berdasarkan teori himpunan fuzzy, aturan fuzzy berbentuk IF-THEN, dan penalaran fuzzy (Kusumadewi, 2004).

2.2.5 Metode Sugeno

Penalaran dengan metode Sugeno hampir sama dengan penalaran Mamdani, hanya saja output (konsekuen) sistem tidak berupa himpunan fuzzy, melainkan berupa konstanta atau persamaan linear. Michio Sugeno mengusulkan penggunaan singleton sebagai fungsi keanggotaan dari konsekuen. Singleton adalah sebuah himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan yang pada titik tertentu mempunyai sebuah nilai dan 0 di luar titik tersebut. Ada 2 model fuzzy metode Sugeno yaitu sebagai berikut:

a. Model Fuzzy Sugeno Orde-Nol

Secara umum bentuk model fuzzy Sugeno Orde Nol adalah:

IF (x1 is A1) o (x2 is A2) o (x3 is A3) o… o (xN is AN) THEN z=k (2.2)

dengan Ai adalah himpunan fuzzy ke-I sebagai anteseden, dan k adalah suatu konstanta sebagai konsekuen.

b. Model Fuzzy Sugeno Orde-Satu

Secara umum bentuk model fuzzy Sugeno Orde-Satu adalah:

IF (x1 is A1) o… o (xN is AN) THEN z = p1*x1+… + pN*xN+q (2.3)

dengan Ai adalah himpunan fuzzy ke-i sebagai antesenden, dan pi adalah suatu konstanta ke-i dan q juga merupakan konstanta dalam konsekuen.


(31)

Berdasarkan model fuzzy tersebut, ada tahapan-tahapan dalam metode Sugeno yaitu sebagai berikut:

a. Pembentukan himpunan Fuzzy

Pada tahapan ini variabel input dari sistem fuzzy ditransfer ke dalam himpunan fuzzy untuk dapat digunakan dalam perhitungan nilai kebenaran dari premis pada setiap aturan dalam basis pengetahuan. Dengan demikian tahap ini mengambil nilai-nilai tegas dan menentukan derajat di mana nilai-nilai tersebut menjadi anggota dari setiap himpunan fuzzy yang sesuai.

b. Aplikasi fungsi implikasi

Tiap-tiap aturan (proposisi) pada basis pengetahuan fuzzy akan berhubungan dengan suatu relasi fuzzy. Bentuk umum dari aturan yang digunakan dalam fungsi implikasi adalah sebagai berikut:

IF x is A THEN y is B (2.4)

dengan x dan y adalah skalar, dan A dan B adalah himpunan fuzzy. Proposisi yang mengikuti IF disebut sebagai antesenden sedangkan proposisi yang mengikuti THEN disebut konsekuen. Proposisi ini dapat diperluas dengan menggunakan operator fuzzy seperti,

IF(x1 is A1) o (x2 is A2) o (x3 is A3) o…o (xN is AN) THEN y is B (2.5)

dengan o adalah operator (misal: OR atau AND).

Secara umum fungsi implikasi yang dapat digunakan yaitu sebagai berikut:  Min (minimum)

Fungsi ini akan memotong output himpunan fuzzy.  Dot (product)

Fungsi ini akan menskala output himpunan fuzzy.

Pada metode Sugeno ini, fungsi implikasi yang digunakan adalah fungsi min.


(32)

c. Defuzzifikasi ( Defuzzification )

Input dari proses defuzzifikasi adalah himpunan fuzzy yang dihasilkan dari proses komposisi dan output adalah sebuah nilai. Untuk aturan IF-THEN fuzzy dalam persamaan RU(k) = IF x1 is A1k and… and xn is Ank THEN y is Bk, dimana A1k dan Bk berturut-turut adalah himpunan fuzzy dalam Ui R (U dan V adalah domain fisik), i = 1, 2, … , n dan x = (x1, x2, … , xn) U dan y V berturut-turut adalah variabel input dan output (linguistik) dari sistem fuzzy (Li, 2006).

Defuzzifier pada persamaan di atas didefenisikan sebagai suatu pemetaan dari himpunan fuzzy Bk dalam V R (yang merupakan output dari inferensi fuzzy) ke titik tegas y* V (Arhami, 2005).

Pada metode Sugeno defuzzification dilakukan dengan perhitungan Weight Average (WA):

α1z1 + α2z2 + α3 z3 +… + αnzn

WA = (2.6) α1 + α2 + α3 +… + αn

dengan αn : nilai predikat aturan ke-n

zn : indeks nilai output (konstanta) ke-n

Sistem inferensi fuzzy banyak diterapkan dalam berbagai bidang. Contoh penggunaan sistem inferensi fuzzy pada penelitian untuk menentukan jumlah kebutuhan kalori harian. Kebutuhan energi harian setiap orang akan senantiasa berbeda tergantung pada kondisi tubuh orang tersebut. Meskipun secara teoritis sudah ada persamaan untuk menghitung kebutuhan energi tersebut, namun persamaan tersebut cukup rumit diimplementasikan terutama untuk kondisi-kondisi pasien yang tidak dapat diinformasikan dengan jelas. Pada penelitian tersebut, dibangun sebuah sistem inferensi fuzzy dengan metode TSK (Takagi-Sugeno-Kang) yang bertujuan untuk melakukan penghitungan terhadap kebutuhan energi harian bagi seorang pasien. Metode TSK orde-1 ini menggunakan 7 variabel input fuzzy, yaitu: umur, berat badan,


(33)

tinggi badan, suhu tubuh, tujuan diet, aktivitas dan intensitas penyakit; serta 1 variabel crisp, yaitu jenis kelamin. Aturan fuzzy berbentuk IF anteseden THEN konsekuen, menggunakan konsekuen berupa persamaan linear dari variabel-variabel inputnya (Kusumadewi, 2008).

2.3 Tuberkulosis (TB Paru)

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal didaerah urban, lingkungan padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebrata torak yang khas TB Paru dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman neoletikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukuran dinding piramid di Mesir Kuno pada tahun 2000-4000 SM. Hipokrates telah memperkenalkan teminologi phthisis yang diangkat dari bahasa Yunani yang menggambarkan tampilan TB Paru ini.

Literatur arab: Al Razi (850-953M) dan Ibnu Sina (980-1037M) menyatakan adanya kavitas pada paru-paru dan hubungannya dengan lesi di kulit. Pencegahannya dengan memakan makanan bergizi, menghirup udara yang bersih dan kemungkinan (prognosis) dapat sembuh dari penyakit ini. Disebutkan juga TB Paru sering didapat pada usia muda (18-30thn) dengan tanda-tanda badan kurus dan dada yang kecil.

Setelah itu pada tahun 1882 Robert Koch menemukan kuman penyebabnya TB Paru ini, yakni semacam bakteri berbentuk batang dan dari sinilah diagnosis secara mikrobakterium dimulai dan penatalaksanaannya lebih terarah. Apalagi pada tahun 1896 Rontgen menemukan sinar X sebagai alat bantu menegakkan diagnosis yang lebih tepat.

Penyakit ini kemuadian dinamakan Tuberkulosis, dan hampir seluruh tubuh manusia dapat diserang olehnya tetapi yang paling banyak adalah organ paru.


(34)

Pada tahun 1892 Robert Koch mengidentifikasikan basil tahan asam M.tuberkulosis untuk pertama kali sebagai bakteri penyebab TB Paru ini. Beliau mendemonstrasikan bahwa basil ini bisa dipindahkan kepada binatang yang rentan, yang akan memenuhi kriteria postulat Koch yang merupakan prinsip utama dari patogenis mikrobial. Selanjutnya beliau menggambarkan suatu percobaan yang memakai guinea pig, untuk memastikan observasinya yang pertama yang menggambarkan bahwa imunitas didapat mengikuti infeksi primer sebagai suatu fenomena Koch. Konsep ini pada imunitas yang didapat (acquired immunity) diperlihatkan dengan pengembangan vaksin TB Paru, satu vaksin yang sangat sukses, yaitu vaksin Bacillus Calmatte Guerin oleh Albert Calmatte Guerin di Institute Pasteur Perancis dan diberikan pertama kali pada manusi tahun 1921.

2.3.1. Epidemiologi Tuberkulosis di Indonesia

Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah Cina dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di China India dan Indonesia berturut-turut 1.828.000, 1.414.000 dan 591.000 kasus. Perkiraan BTA sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan survei kesehatan nasional 2001, TB menempati Ranking no 3 sebagai penyakit kematian tertinggi di indonesia. Prevalensi nasional terahir TB paru dipetkirakan 0,24%. Sampai sekarang angka kejadian TB di Indonesia relatif terlepas dari angka pandemi infeksi HIV karena masih relatif rendahnya infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah dimasa yang akan datang melihat semakin meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ke tahun. Suatu survei menganai prevaransi TB yang dilaksanakan di 15 propinsi di Indonesia tahun 1979-1982 dapat dilihat pada tabel 2.2 Survei Prevalensi TB Paru.


(35)

Tabel 2.2 Survei Prevalensi TB Paru

Prevalensi TB Paru diantara Tahun 1979-1982 di 15 Provinsi di Indonesia Tahun

survei

Provinsi Jumlah penduduk Thn 1982 (juta)

Prevalensi positif hapusan BTA Sputum (%)

1979 Jawa Tengah 26,2 0,13

1980 Bali 2,7 0,08

1980 DKI Jaya 7,0 0,16

1980 DI Yogyakarta 2,8 0,31

1980 Jawa Timur 30,0 0,34

1980 Sumtera Utara 8,8 0,53

1980 Sulawesi Selatan 6,2 0,45

1980 Sulawesi Selatan 4,9 0,42

1980 Jawa Barat 28,9 0,31

1980 Kalimantan Barat 2,6 0,14

1980 Sumatera Barat 3,5 0,38

1981 Aceh 2,7 0,15

1981 Kalimantan Timur 1,3 1,52

1981 Sulawesi Utara 2,2 0,30

1982 Nusa Tenggara Timur 2,8 0,74

Modifikasi dari Adiatama: Rata-rata prevalensi TB pada 15 provinsi: 0,29 %, prevalensi tertinggi ada di NTT 0,47 % yang terendah di Bali 0,08 %. Pada tahun 1990 prevalensi dijakarta 0,16 %.

2.3.2 Langkah-Langkah Penegakan Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis, pasien terlebih dahulu melakukan beberapa pemeriksaan, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan pertama terhadap pasien mungkin ditemukannya konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, deman, batuk, batuk darah, nyeri dada dan berat badan yang menurun. Batuk merupakan gejalan yang paling dini dan paling sering dikeluhkan. Batuk yang berlangsung ≥ 3 minggu harus


(36)

diperiksa lebih lanjut guna mendeteksi adanya Tuberkulosis Paru (WHO) pada pasien tersebut.

2. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan radiologi dapat memperkuat dugaan adanya penyakit tuberkulosis paru lebih dini. Gambaran kelainan padiologi paru karena proses tuberkulosis sudah tampak lebih dahulu kira- kira 2-3 tahun sebelum ada gejala klinik. Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberculoma.

Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. Lama-lama dinding akan menebal. Bila terjadi fibrosis bayangan yang bergaris-garis, akan timbul bayangan dengan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.

Menurut American Thoratic Society dan National Tuberculosis Association luasnya proses yang tampak pada foto torax dapat dibagi sebagai berikut:

1. Lesi minimal (minimal lession)

Bila proses tuberkulosis paru mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan luas tidk lebih dengan volume paru yang terletak diatas condrosternal junction dari iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebrata torakalis IV atau korpus vertebrata V dan tidak dijumpai kavitas

2. Lesi sedang (moderatly anvanced lession)

Bila proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar dengan densitas sedang, tetapi luas proses tidak boleh lebih luas dari satu paru,atau jumlah dari seluruh proses yang ada paling banyak seluas satu paru atau bila proses tuberkulosis tadi mempunyai densitas lebih padat, lebih tebal maka proses tersebut tidak boleh lebih dari sepertiga pada satu


(37)

paru dan proses ini dapot/tidak disertai kavitas. Bila disertai kavitas maka luas (diameter) semua kavitas tidak boleh lebih 4cm.

3. Lesi Luas (far advanced)

Kelainan lebih luas dari lesi sedang.

Berikut ini adalah skema klasifikasi American Tuberculosis Assosciation:

Gambar 2.3 TBK Tingkat Minimal

Gambar 2.4 TBK Tingkat sedang


(38)

3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah sebagi berikut:

1. Laju Endapan Darah (LED)

Laju Endapan Darah sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endapan darah normal tidak akan mengesampingkan proses tuberkulosis aktif.

2. Leukosit dan limfosit

Leukosit pada penderita TB Paru sering meningkat dan limfosit menurun

3. Test Sputum (dahak)

Dahak merupakan material yang paling penting dan harus diperiksa karena hasil pemeriksaan mikroskopis dahak dapat membantu menegakkan diagnosis, terutama pada dahak yang patomogenesis. Pemeriksaan mikroskopis dahak dapat membantu menemukan etiologi. Khusus pada tuberkulosis paru, dahak yang mengandung basil tahan asam merupakan satu-satunya penegakan diagnosis yang dipakai dalam program pemberantasan penyakit tuberkulosis paru.

Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalm jumlah sedikit, kemudian berubah rulen/kuning hijau sampai purulen dan kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan dan perlunakan. Jarang berbau busuk, kecuali bila ada infeksi anaerob. Pemeriksaan mikroskopis ini dapat melihat adanya basil tahan asam, dimana dibutuhkan paling sedikit 500 batang kuman per ml sputum untuk mendapatkan kepositifan. Pewarnaan yang umum dipakai adalah pewarnaan Zielh Nielsen dan pewarnaan Kinyoun Gabbett. Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca denga skala UIATLD (Interpretasi Against Tuberculosis and Lung Disease).

1. Ditemukan 10-99 BTA dalam lapangan pandang: positif 1 2. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapangan pandang: postif 2 3. Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapangan pandang: positif 3


(39)

2.4 Penelitian Sebelumnya

Beberapa penelitian untuk pendukung keputusan menggunakan teknik fuzzy dilakukan oleh Suwandi (2011), Solikin (2011), Iswari (2005), Simorangkir (2011), Sari (2010), Rahman (2011), Harmoko (2012), Mariyansari (2011). Secara ringkas dapat dilihat dalam Tabel 2.3 di bawah ini:

Tabel 2.3 Penelitian Pendukung Keputusan Menggunakan Teknik Fuzzy No. Judul /Tahun Peneliti Kelebihan/Kekurangan

1. Aplikasi sistem Inferensi Fuzzy Metode Sugeno dalam Memeperkirakan Produksi Air Mineral dalam Kemasan. 2011

Suwandi, Mohammad Isa Irawan, Imam Mukhlash

Kelebihan: sistem yang dibuat dapat memperkirakan jumlah produksi dan membuat simulasi model FIS metode Sugeno menggunakan matlab.

Kekurangan: parameter yang digunakan masih sedikit dan disarankan untuk mengkaji lebih dalam parameter-parameter yang berpengaruh terhadap jumlah permintaan.

2. Aplikasi Logika Fuzzy dalam Optimasi Produksi Barang Menggunakan Metode Mamdani dan Metode Sugeno. 2011

Fajar Solikin, Caturiyati, Hartono

Kelebihan: -

Kekerangan: variable yang digunakan hanya 2 yaitu

permintaan barang dan persediaan barang.

3. Alat Bantu Sistem Inferensi Fuzzy Metode Sugeno Orde Satu. 2005

Lizda Iswari dan Fathul Wahid

Kelebihan: pengujian sistem dilakukan terhadap 2 buah sistem operasi, yaitu: red Hat 9.0 dan windows 98. Hasil pengujian menunjukkan sistem dapat menjalankan semua fungsi program dengan baik. sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem inferensi fuzzy metode Sugeno merupakan salah aplikasi yang multiplatform.


(40)

No. Judul /Tahun Peneliti Kelebihan/Kekurangan Kekurangan: kamampuan sistem hanya dapat menerima satu kata (string) penamaan variable 1. Pemakaian array statis, sistem hanya menyediakan 100 fuzzy set, yaitu hanya mampu membangun sistem dengan jumlah data variable input, fungsi output dan aturan maksimal 100 buah. Antarmuka sistem hanya berbasiskan mode teks, sehingga kurang user friendlydibanding sistem berbasis GUI. Pengelolaan data masukan hanya ditujukan kepada data bilangan (baik integer atau float/red), sistem tidak memproses data masukan string/character. 4. Implementasi Sistem

Pendukung Keputusan Investasi Perumahan dengan Metode Sugeno (orde nol). 2011

Sabrina Pratiwi Simorangkir

Kelebihan:-

Kekurangan: variable yang digunakan masih sedikit dan sisarankan menambah variable lain seperti kondisi lingkungan dan sarana transportasi.

5. Prediksi Cuaca Berbasis Logika Fuzzy untuk Rekomendasi Penerbangan di Bandar Udara Haji Fisabilillah. 2008

Nur Endah Sari, Dr. Edi Sukirman, S.Si., MM.

Kelebihan:-

Kekurangan: variable yang digunakan masih terlalu sedikit, perlu ditambahkan variable yang lain yang mempengaruhi jarak pandang dan angin buritan seperti keadaan cuaca berupa kabut, halimun, udara kabur, dan arah angin untuk mendapatkan nilai keakuratan yang lebih baik untuk rekomendasi kelayakan

penerbangan. 6. Peenerapan Metode Ginanajar Abdul -


(41)

No. Judul /Tahun Peneliti Kelebihan/Kekurangan Tsukamoto (Logika Fuzzy)

dalam Sistem Pendukung Keputusan untuk Menentukan Jumlah Produksi Barang Berdasarkan Data Persediaan dan Jumlah Permintaan. 2011

Rahman

7. Prototipe Model Prediksi Peluang Kejadian Hujan Menggunakan Metode Fuzzy Lojic Tipe Mamdani dan Sugeno. 2012

Iis Widya Harmoko, Najori AZ

Kelebihan: teknik pemodelan prediksi cuaca yang digunakan adalah FIS (fuzzy Inference system). Model FIS menghasilkan

persentase kesalahan yang lebih rendah dibandingkan dengan regresi. Dari salah satu perbandingan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode fuzzy dapat memebrikan hasil yang sama seperti pada model yang digunakan sebelumnya yaiotu regresi. Namun metode ini memeiliki keuntungan dalam analisis untuk memahami dan berinteraksi dengan model yang menggunakan aturan fuzzy

Kekurangan: - 8. Estimasi Penjualan Suku

Cadang Mobil

Menggunakan Fuzzy Sugeno

Nurina Mariyansari, Arna Friza, Dwi Kurnia Basuki

Kelebihan: sistem yang dibuat dapat membantu perusahaan dalam membuat keputusan untuk menentukan jumlah barang yang harus dibeli (meramalkan) setiap bulan agar persediaan barang digudang tetap stabil

Kekurangan: variable yang digunakan masih sedikit


(42)

Dari penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, penulis melihat kegunaan teknik fuzzy dalam pendukung keputusan. Dalam hal ini penulis menggunakan metode fuzzy Sugeno dalam perancangan sistem Pendulung Keputusan Penentuan Penyakit Tuberkulosis dimana suatu nilai rata-rata dihitung dalam bagian aturan fuzzy IF-THEN.


(43)

BAB 3

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Bab ini secara garis besar membahas analisis metode Sugeno pada sistem dan tahap-tahap yang akan dilakukan dalam perancangan sistem yang akan dibangun.

3.1 Identifikasi Masalah

Tuberkulosis Paru atau TB Paru adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobakterium Tuberkulosis. TB Paru merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah. Di Indonesia, penyakit ini merupakan salah satu penyakit infeksi terpenting . Menurut Zulkifli (2006) dalam laporan Prevalensi pada tahun 1998 bahwa Indonesia merupakan Negara dengan Prevalensi TB Paru ke-3 tertinggi di dunia. Peningkatan jumlah penderita TB Paru salahsatunya disebabkan karena keterlambatan pelaksanaan diagnosis dan penentuan stadium penyakit serta tidak adanya pengobatan yang tepat. Menurut hasil survei pada salah satu Rumah Sakit, sering terjadi keterlambatan masalah pelaksaan diagnosis penentuan stadium penyakit TB Paru karena fasilitas yang tidak memadai dan dokter ahli yang tidak selalu ada ditempat sehingga tidak dapat dipastikan stadium penyakit dan tidak bisa diberikan pengobatan yang tepat. Hal ini tentu saja mengancam kesehatan pasien. Jadi diperlukan suatu sistem sebagai alat bantu dalam melaksanakan diagnosis penyakit TB Paru dengan metode tertentu. Pada penulisan Skripsi ini penulis mengunakan metode Sugeno orde satu karena metode Sugeno lebih Fleksibel dan cocok digunakan dalam Pengambilan Keputusan (Sari, 2010).


(44)

3.2 Data yang Digunakan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil pemeriksaan pasien penyakit TB Paru yang diambil dari salah satu Rumah Sakit daerah Tapanuli Selatan. Jumlah data yang diambil mulai dari tahun 2008-2012. Data dikelompokkan per variable agar diagnosis dapat dilakukan dengan lebih mudah.

3.3 Metode Sugeno dalam Perancangan Sistem Penentuan Stadium Penyakit TB Paru

Penentuan Stadium Penyakit TB Paru ini menggunakan metode sugeno, dapat dilihat pada pada Gambar 3.1 sebagai berikut:

Gambar 3.1 Algoritma Metode Sugeno


(45)

Tahapan-tahapan pada Gambar 3.1 Algoritma Metode Sugeno dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Input data hasil pemeriksaan kedalam database SQL Server 2008. Data pemeriksaan yang digunakan merupakan variable himpunan fuzzy. Variable yang digunakan adalah Batuk (BT), Laju Endapan Darah (LED), Leukosist (LK), Limfosit (LF), Sputum (SP), Foto Torax (FT)

2. Menentukan himpunan derajat keanggotaan himpunan fuzzy. Dalam sistem, setiap variable himpunan fuzzy ditentukan derajat keanggotaannya (µ) untuk setiap atrribut linguistiknya, dimana derajat keanggotaan tersebut menjadi nilai dalam himpunan fuzzy.

Pengklasifikasian attribut lingusitik variable yang dibuat, berdasarkan konsultasi dengan pakar. Contohnya pada variable Batuk (BT), nilai normal yang dimiliki adalah 7-21 hari.

Dengan demikian variable ini bisa dibagi menjadi 4 kelompok atau atrribut linguistik yaitu Sebentar, Sedang, Lama, dan Sangat Lama. Himpunan fuzzy rendah akan memiliki domain [6, 10] dengan derajat keanggotaan rendah tertinggi (=1) terletak pada nilai ke 6. Apabila batuk semakin kurang dari 6 hari maka kondisi semakin mendekati sangat sebentar, dan keluar dari semesta pembicaraan data penelitian. Namun apabila batuk semakin melebihi 6 hari, maka kondisi batuk akan semakin mendekati sedang. Himpunan fuzzy rendah direpresentasikan dengan fungsi keanggotaan segitiga dengan derajat keanggotaan semakin tinggi apabila batuk semakin mendekati 6 hari. Fungsi keanggotaan rendah seperti terlihat pada persamaan berikut ini:

µ

sebentar [ ] =

1 ≤6 ; 6≤ ≤10 0; ≥10


(46)

Himpunan fuzzy sedang akan memiliki domain [6,18], dengan derajat keanggotaan sedang tertinggi (=1), terletak pada nilai 13. Apabila batuk semakin kurang dari 14 dan mendekati 6 maka kondisi batu semakin sebentar, sehingga derajat keanggotaannya pada himpunan sedang akan semakin berkurang sedangkan derajat keanggotaannya pada himpunan sebentar akan semakin bertambah. Namun apabila batuk semakin mendekati tinggi. himpunan fuzzy sedang direpresentasikan dengan fungsi keanggotaan fuzzy segitiga dengan derajat keanggotaan semakin tinggi apabila batuk semakin mendekati 14. Fungsi keanggotaan untuk himpunan sedang seperti terlihat pada persamaan berikut ini:

µ

sedang [ ] = ⎩ ⎪ ⎨ ⎪

⎧ 0 ; ≤6 ; 6 ≤ ≤10 1; 10≤ ≤14 ; 14 ≤ ≤18 0 ≥18

(3.2)

Himpunan fuzzy lama akan memiliki domain [13,26], dengan derajat keanggotaan lama tertinggi (=1) terletak pada nilai 22, apabila batuk semakin kurang dari 22 dan mendekati 15, maka kondisi batuk sudah menjadi sedang, sehingga derajat keanggotaannya pada himpunan lama akan semakin berkurang sedangkan derajat keanggotaan nya pada himpunan sedang akan bertambah. Namun apabila batuk makin melebihi 22 maka kondisi sudah semakin mendekati lama. Himpunan fuzzy lama direpresentasikan dengan fungsi keanggotaan segitiga dengan derajat keanggotaan semakin lama apabila mendekati 26 hari. Fungsi keanggotaan untuk himpunan lama seperti terlihat pada persamaan dibawah ini.

µ

lama [ ] =

⎩ ⎪ ⎨ ⎪

⎧0 ; ≤14 ; 14 ≤ ≤18 1; 18 ≤ ≤22 ; 22 ≤ ≤26 0; ≥26


(47)

Himpunan fuzzy sangat lama akan memiliki domain [22,26], dengan derajat keanggotaan sangat lama tertinggi (=1) terletak pada nilai 25. Apabila batuk semakin berkurang dari 26 hari dan mendekati 22 hari, maka kondisi batuk menjadi lama, sehingga derajat keanggotaannya pada himpunan sangat lama akan semakin berkurang sedangkan derajat keanggotaannya pada himpunan lama akan semakin bertambah. Namun apabila batuk makin melebihi 26 hari, maka kondisi batuk sudah semakin melebihi sangat lama dan keluar dari pembicaraan data penelitian. Himpunan fuzzy sangat lama direpresentasikan dengan fungsi keanggotaan segitiga dengan derajat keanggotaan semakin lama apabila batuk semakin mendekati 26 hari. Fungsi keanggotaan himpunan sangat lama seerti terlihat pada persamaan berikut ini:

µ

sangat lama [ ] =

0 ; ≤22 ; 22≤ ≤26 1; ≥26

(3.4)

3. Menentukan predikat aturan . Variable-variabel yang telah dimasukkan kedalam himpunan fuzzy, dibentuk menjadi aturan-aturan yang diperoleh dengan mengkombinasikan setiap variable dengan variable yang lain dengan attribut linguistik masing-masing. Aturan- aturan yang telah diperoleh akan dihitung nilai predikatnya dengan proses implikasi. Proses implikasi yang digunakan dalam metode Sugeno adalah operasi Min, dimana nilai minimum dari derajat keanggotaan veriabel yang satu dengan yang lainnya yang telah dikombinsaikan yang akan diambil.

4. Defuzzifikasi. Nilai defuzzifikasi dapat ditentukan dengan menghitung semua aturan yang telah dilakukan. Defuzzifikasi diperoleh dengan perhitungan Weight Avarage

α1z1 + α2z2 + α3 z3 +… + αnzn

WA = --- (3.5) α1 + α2 + α3 +… + αn


(48)

5. Hasil Analisis

Hasil analisis adalah berupa keputusan yang diperoleh dengan mencari nilai kedekatan antara hasil defuzzifikasi dengan index output. Hasil analisis ini yang akan jadi penentu stadium penyakit TB Paru pada pasien.

3.4 Perancangan Inferensi Fuzzy

Inferensi fuzzy adalah proses pemetaan masukan yang diberikan ke bagian keluaran. Dalam perancangan inferensi fuzzy langkah pertama adalah pembentukan himpunan fuzzy. Himpunan fuzzy merupakan suatu group yang mewakili suatu kondisi tertentu dalam suatu variable fuzzy. Variable fuzzy itu sendiri adalah variable yang hendak dibahas dalam sistem. Dalam Penentuan Stadium Penyakit Tuberkulosis ini, variable yang digunakan adalah variable yang didapat dari pemeriksaan pasien sebagai input. Adapun nilai-nilai perancangan yang ada pada sistem ini dapat dilihat pada Tabel 3.1 yakni sebagai berikut :

Tabel 3.1 Batasan Nilai Normal Variabel No Variabel Fuzzy Nilai Normal

1. Batuk 7-21 hari

2. Laju Endapan Darah -laki-laki

-wanita

0-10 mm/jam 0-20 mm/jam

3. Sputum 1-100 lapangan pandang

4. Leukosit 4000-10.000 sel/mm

5. Limfosit 1000-15.000 sel/mm

6 Foto Torax 150-300

Dari Tabel 3.1 di atas terlihat ada sebanyak 7 pasangan data yaitu batuk ke-i (BTi), Laju Endapan Darah ke-I (LEDi), sputum ke-I (SPi), Leukosit ke-I (LKi), Limfosit ke-I (LFi), dan Foto Torax ke-I (FTi) dengan nilai normal ke-i (Pi), (7-21, 0-10, 1-100, 4000-15000, 150-300).


(49)

Perancangan variable fuzzy dalam himpunan fuzzy, dalam Sistem Pendukung Keputusan untuk Penentuan Stadium Penyakit Tuberkulosis adalah sebagi berikut:

a. Batuk (BT)

Variable BT dibagi menjadi 4 kelompok atau atribut linguistik yaitu sebentar, sedang, lama dan sangat lama. Dari pembagian itu dapat ditentukan fungsi keanggotaan dari himpunan fuzzy sebentar, sedang, lama dan sangat lama untuk variabel BT secara terpisah:

µ

sebentar [ ] =

1 ; ≤6 ; 6≤ ≤10 0; ≥10

( 3.6)

µ

sedang [ ] = ⎩ ⎪ ⎨ ⎪

⎧0 ; ≤6 ; 6 ≤ ≤10 1; 10 ≤ ≤14

; 14≤ ≤18 0; ≥18

( 3.7)

µ

lama [ ] = ⎩ ⎪ ⎨ ⎪

⎧0 ; ≤14 ; 14 ≤ ≤18 1; 18≤ ≤22 ; 22≤ ≤26 0; ≥26

( 3.8)

µ

sangat lama [ ] =

0 ; ≤22 ; 22≤ ≤26 1; ≥26

( 3.9)

Adapun fungsi keanggotaan variable Batuk dapat dilihat pada Gambar 3.2 Fungsi Keanggotaan Himpunan Fuzzy pada Variable Batuk.


(50)

Gambar 3.2 Fungsi Keanggotaan Himpunan Fuzzy pada Variable Batuk

b. Laju Endapan Darah (LED)

Variable Laju Endapan Darah dbagi menjadi dua bagian yaitu Laju Endapan Darah pada laki-laki dan Laju Endapan darah pada Wanita. Pada laki-laki dibagi menjadi 4 kelompok atau attribut linguistik, yaitu rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Dari pembagian itu dapat ditentukan fungsi keanggotaan dari himpunan fuzzy rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi untuk variable LED secara terpisah sebagai berikut:

µ

rendah [ ] =

1 ; ≤2 ; 2 ≤ ≤4 0; ≥4

( 3.10)

µ

sedang [ ] = ⎩ ⎪ ⎨ ⎪

⎧0 ; ; 2 ≤ ≤≤24 1; 4≤ ≤6 ; 6 ≤ ≤8 0; ≥8

( 3.11)

µ

tinggi [ ] = ⎩ ⎪ ⎨ ⎪

⎧0 ; ; 6≤ ≤≤68 1; 8≤ ≤10 ; 10≤ ≤12 0; ≥12


(51)

µ

sangat tinggi

[ ]

=

0 ; ≤10 −10

2 ; 10 ≤ ≤ 12

1; ≥12

( 3.13)

adapun fungsi keanggotaan variable Laju Endapan Darah laki-laki dapat dilihat pada Gambar 3.3 sebagai berikut:

Gambar 3.3 Fungsi Keanggotaan Himpunan Fuzzy pada Variable LED Laki-laki

Laju Endapan Darah pada wanita dibagi menjadi 4 kelompok atau attribut linguistik yaitu rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Dari pembagian itu dapat ditentukan fungsi keanggotaan dari himpunan fuzzy rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi untuk variable LED secara terpisah sebagai berikut:

µ

r endah [ ] =

1 ; ≤4 ; 4≤ ≤8 0; ≥8

( 3.14)

µ

sedang [ ] = ⎩ ⎪ ⎨ ⎪

⎧0 ; ≤4 ; 4≤ ≤8 1; 8≤ ≤12

; 12≤ ≤16 0; ≥16


(52)

µ

tinggi [ ] = ⎩ ⎪ ⎨ ⎪

⎧0 ; ≤12 ; 12≤ ≤16 1; 16≤ ≤20 ; 20 ≤ ≤24 0; ≥24

( 3.16)

µ

sangat tinggi [ ] =

0 ; ≤20 ; 24≤ ≤24 1; ≥24

( 3.17)

Adapun fungsi keanggotaan variable Laju Endapan Darah Perempuan dapat dilihat pada Gambar 3.4 sebagai berikut:

Gambar 3.4 Fungsi Keanggotaan Himpunan Fuzzy pada Variable LED Perempuan

c. Sputum (SP)

Variable Sputum diabgai menjadi 4 bagian kelompok atau attribut linguistik yaitu positif 1, positif 1, positif 2 dan positif 3. Dari pembagian itu dapat ditentukan fungsi keanggotaan dari himpunan fuzzy positif 1, positif 1, positif 2 dan positif 3 untuk variable SP secara terpisah sebagai berikut

µ

positif 1 [ ] =

1 ; ≤20 ; 20 ≤ ≤40 0; ≥40


(53)

µ

positi f 1 [ ] = ⎩ ⎪ ⎨ ⎪

⎧ 0 ; ≤20 ; 20≤ ≤40 1; 40≤ ≤60

; 60≤ ≤80 0; ≥80

( 3.19)

µ

positif 2 [ ] = ⎩ ⎪ ⎨ ⎪

⎧0 ; ≤60 ; 60 ≤ ≤80 1; 80 ≤ ≤100 ; 100≤ ≤120 0; ≥120

( 3.20)

µ

positi f 3[ ] =

0 ; ≤100 ; 100≤ ≤120 1; ≥120

( 3.21)

Adapun fungsi keanggotaan variable Sputum dapat dilihat pada Gambar 3.5 sebagai berikut:


(54)

d. Lekosit (LK)

Variable Leukosit dibagi menjadi 4 kelompok atau attribut linguistik yaitu rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. dari pembagian itu dapat ditentukan fungsi keanggotaan dari himpunan fuzzy rendah, sedang, dan tinggi dan sangat tinggi untuk variable LS secara terpisah sebagai berikut:

µ

rendah [ ] =

1 ; ≤4000 ; 4000≤ ≤5000 0; ≥5000

( 3.22)

µ

sedang [ ] =

⎩ ⎪ ⎨ ⎪

⎧0 ; ≤4000

; 4000≤ ≤5000

1; 5000≤ ≤6000

; 6000≤ ≤7000

0; ≥7000

( 3.23)

µ

ti nggi[ ] = ⎩ ⎪ ⎨ ⎪

⎧0 ; ; 6000≤ ≤≤60007000 1; 7000≤ ≤8000

; 8000 ≤ ≤9000

0; ≥9000

( 3.24)

µ

sangat tinngi[ ] =

0 ; ≤8000

; 8000≤ ≤10000

1; ≥10000

( 3.25)

Adapun fungsi keanggotaan variable Leukosit dapat dilihat pada Gambar 3.6 Fungsi Keanggotaan Himpunan Fuzzy pada Variable Leukosit.


(55)

Gambar 3.6 Fungsi Keanggotaan Himpunan Fuzzy pada Variable Leukosit

e. Limfosit (LF)

Variabel limfosit dibagi menjadi 4 kelompok atau attribut linguistik yaitu rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Dari pembagian itu dapat ditentukan fungsi keanggotaan dari himpunan fuzzy rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi untuk LS secara terpisah sebagai berikut sebagai berikut:

µ

r endah [ ] =

1 ; ≤1000 ; 1000≤ ≤4000 0; ≥4000

( 3.26)

µ

sedang [ ] =

⎩ ⎪ ⎨ ⎪

⎧0 ; ≤1000 ; 1000 ≤ ≤4000 1; 4000 ≤ ≤7000 ; 7000≤ ≤10000 0; ≥10000

( 3.27)

µ

tinggi[ ] = ⎩ ⎪ ⎨ ⎪

⎧0 ; ≤7000 ; 7000≤ ≤10000 1; 10000≤ ≤13000

; 12000 ≤ ≤16000

0; ≥16000

( 3.28)

µ

sangat tinngi[ ] =

0 ; ≤13000 ; 16000≤ ≤16000 1; ≥16000


(56)

Adapun fungsi keanggotaan variable Limfosit dapat dilihat pada Gambar 3.7 sebagai berikut:

Gambar 3.7 Fungsi Keanggotaan Himpunan Fuzzy pada Variable Limfosit

f. Foto Torax (FT)

Variable FT dibagi menjadi 4 kelompok attribut linguistik yaitu rminimal, minimal, sedang, lanjut. Dari pembagian itu dapat ditentukan fungsi ekanggotaan dari himpunan fuzzy minimal, sedang dan lanjut untuk variable FT secara terpisah

µ

mi nimal [ ] =

1 ; ≤150 ; 150≤ ≤180 0; ≥180

( 3.30)

µ

mi nimal [ ] = ⎩ ⎪ ⎨ ⎪

⎧0 ; ≤150 ; 150≤ ≤180 1 180≤ ≤210 ; 210≤ ≤240 0; ≥240

( 3.31)

µ

sedang [ ] = ⎩ ⎪ ⎨ ⎪

⎧0 ; ≤210 ; 210 ≤ ≤240 1; 240≤ ≤270 ; 270 ≤ ≤300 0; ≥300


(57)

µ

lanjut [ ] =

0 ; ≤270 ; 270≤ ≤300 1; ≥300

( 3.33)

Adapun fungsi keanggotaan variable Foto Torax dapat dilihat pada Gambar 3.8 sebagai berikut:

Gambar 3.8 Fungsi Keanggotaan Himpunan Fuzzy pada Variable Foto Torax

3.5 Perancangan Basis Pengetahuan

Basis Pengetahuan adalah Sekumpulan pengetahuan yang dihubungkan dalam suatu masalah yang berisi aturan-aturan yang berguna untuk penarikan suatu kesimpulan. Basis pengetahuan meliputi basis data dan aturan dasar yang mendefenisikan himpunan fuzzy atas sinyal input dan output yang digunakan. Pada metode Sugeno perancangan basis pengetahuan dilakukan dengan pembentukan aturan. Perancangan ini merupakan langkah lanjutan dari pembentukan himpunan fuzzy. Aturan-aturan ini dibentuk dari himpunan fuzzy yang telah ditentukan sebelumnya. Adapun aturan- aturan yang digunakan pada sistem Pendukung Keputusan untuk Penentuan Stadium Penyakit Tuberkulosis ini dapat dilihat pada Tabel 3.2 Aturan-Aturan Penentuan Stadium Tuberkulosis.


(58)

Tabel 3.2 Aturan-Aturan Penentuan Stadium Tuberkulosis

Kode Predikat IF Aturan THEN Kategori

P1 IF BT lama and LED tinggi THEN Stadium 3

P2 IF BT lama and SP possitif 2 THEN Stadium 3

P3 IF BT lama and LK tinggi THEN Stadium 3

P4 IF BT lama and LF sangat tinggi THEN Stadium 2 P5 IF LED tinggi and SP positif 2 THEN Stadium 3 P6 IF LED tinggi and LK tinggi THEN Stadium 3 P7 IF LED tinggi and LF sangat tinggi THEN Stadium 2 P8 IF SP positif 2 and LK tinggi THEN Stadium 3 P9 IF SP positif 2 and LF sangat tinggi THEN Stadium 2 P10 IF LK tinggi and LF sangat tinggi THEN Stadium 2 P11 IF BT sebentar and SP positif 1 THEN Stadium 2 P12 IF BT sedang and SP positif 2 THEN Stadium 2 P13 IF BT lama and SP positif 3 THEN Stadium 2 P14 IF BT sangat lama and SP positif 3 THEN Stadium 2 P15 IF BT lama and SP positif 2 THEN Stadium 3 P16 IF BT sangat lama and SP positif 1 THEN Stadium 4 P17 IF LED rendah and SP positif 1 THEN Stadium 2 P18 IF LED sedang and SP positif 2 THEN Stadium 2 P19 IF LED tinggi and SP positif 3 THEN Stadium 2 P20 IF LED sangat tinggi and SP positif 3 THEN Stadium 2 P21 IF LK rendah and SP positif 1 THEN Stadium 2 P22 IF LK sedang and SP positif 2 THEN Stadium 2 P23 IF LK tinggi and SP positif 3 THEN Stadium 3 P24 IF LK sangat tinggi and SP positif 3 THEN Stadium 2 P25 IF LK sangat tinggi and SP positif 2 THEN Stadium 3 P26 IF LK sangat tinggi and SP positif 1 THEN Stadium 4 P27 IF LF rendah and SP positif 1 THEN Stadium 2 P28 IF LF sedang and SP positif 2 THEN Stadium 2 P29 IF LF tinggi and SP positif 3 THEN Stadium 2 P30 IF LF sangat tinggi and SP positif 3 THEN Stadium 2


(59)

Kode Predikat IF Aturan THEN Kategori P31 IF FT minimal and LF sangat tinggi THEN Stadium 1 P32 IF LF sangat tinggi and SP positif 1 THEN Stadium 4 P33 IF FT minimal and SP positif 1 THEN Stadium 2 P34 IF FT sedang and SP positif 2 THEN Stadium 2 P35 IF FT lanjut and SP positif 3 THEN Stadium 2 P36 IF FT lanjut and SP positif 1 THEN Stadium 4 P37 IF FT lanjut and SP positif 2 THEN Stadium 3

P38 IF FT minimal SP positif 2 THEN Stadium 1

P39 IF FT minimal and SP positif 3 THEN Stadium 1 P40 IF FT sedang and SP positif 1 THEN Stadium 4 P41 IF FT sedang and SP positif 3 THEN Stadium 1 P42 IF BT sebentar and FT minimal THEN Stadium 1

P43 IF BT sedang dan FT sedang THEN Stadium 2

P44 IF BT lama and FT lanjut THEN Stadium 2

P45 IF BT sangat lama and FT lanjut THEN Stadium 2 P46 IF BT sangat lama and FT sedang THEN Stadium 3 P47 IF LK sangat tinggi and FT lanjut THEN Stadium 2 P48 F LF sangat tinggi and FT lanjut THEN Stadium 2 P49 IF LED sangat tinggi and FT sedang THEN Stadium 3 P50 IF LED rendah and FT lanjut THEN Stadium 1

3.6. Metodologi FuzzySugeno Dalam Penentuan Stadium Penyakit Tuberkulosis

Cara kerja Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Stadium Panyakit Tuberkulosis menggunakan Metode Sugeno secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 3.9 Metodologi Fuzzy Sugeno.


(60)

Gambar 3.9 Metodologi FuzzySugeno

3.7 Perancangan sistem

Pada tahap perancangan sistem akan dilakukan perancangan bagaimana diagnosis penyakit TB Paru diproses didalam sistem dan dilakukan juga dalam perancangan tentang antarmuka sistem yang akan dibangun.


(1)

80 Stadium1 = ( 0.2−0.592) = (−0.392) = 0,368

Stadium2 = ( 0.4−0.592) = (−0.192) = 0,192 Stadium3 = ( 0.6−0.592) = (−0.008) = 0,008 Stadium4 = ( 0.8−0.592) = ( 0,208) = 0,208

Menghitung nilai persentasi:


(2)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan implementasi dan pengujian Sistem Pendukung Keputusan untuk Penentuan Stadium Penyakit Tuberkulosis (TB Paru), maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dengan menggunakan metode Sugeno didapatkan suatu keputusan Diagnosis Penentuan Stadium Penyakit TB Paru dengan mempertimbangkan variable yang ada

2. Nilai defuzzifikasi yang dihasilkan merupakan sebagai kategori yang ditampilkan dalam bentuk persentasi hasil diagnosa penyakit tuberkulosis.

5.2 Saran

Penulis menyarankan pengembangan penelitian lebih lanjut sistem pengambilan keputusan untuk diagnosis penyakit tuberkulosis sebagai berikut:

1. Sistem Pendukung Keputusan untuk Diagnosis Penyakit Tuberkulosis ini dapat dikembangkan lagi dengan metode metode matematika lain.

2. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan metode Sugeno dapat dibandingkan dan dianalisis kinerjanya dengan metode lain pada data penelitian yang sama. 3. Sistem Pendukung Keputusan ini dapat dikembangkan lagi menjadi sebuah

Sistem Rekomendasi untuk Penyakit TB Paru dan Sistem Penentuan Diagnosis untuk Penyakit TB Paru.


(3)

82 4. Variable yang digunakan masih bisa ditembah lagi seperti, batuk darah, nyeri


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood dan Mukti, Abdul. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press. Surabaya.

Ayuningtiyas, Ika Kurniati. 2007. Sistem Pendukung Keputusan Penanganan Kesehatan Balita Menggunakan Penalaran Fuzzy Mamdani. Tugas Ahir. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.

Arhami, Muhammad. 2005. Konsep Dasar Sistem Pakar. Penerbit Andi. Yogyakarta. Ekayuda , Iwan. 2005. Diagnostik. Fakultas Kedokteran Univeristas Indonesia.

Jakarta.

Harmoko. Iis Widya, AZ . Najori . 2012 . Prototipe Model Prediksi Peluang Kejadian Hujan menggunakan Metode Fuzzy Lojic Tipe Mamdani dan Sugeno. Jurnal TICOM Vol No.1. Universitas Budi Luhur

Iswari, 2005. Alat Bantu Sistem Inferensi Fuzzy Metode Sugeno Orde Satu. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi. Yogyakarta

J.R. Bidiawati. Ayu., Nasution. Henry. 2008. Aplikasi Logika Fuzzy Pengukuran Produktivitas Parsial Perusahaan. Tugas Ahir. Universitas Bung Hatta Padang: Padang

Kusrini. 2007. Konsep dan Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan. Yogyakarta: Andi Kusumadewi, Sri dan Purnomo, Hari. 2004. Aplikasi Logika Fuzzy Untuk Pendukung

Keputusan. Graha ilmu . Yogyakarta

Li, Zhong. 2006. Fuzzy Chaotic System. Germany: Verlag Berlin Heidelberg

Mansjoer, Arif., Triyani , Kuspuji., Savitri, Rakhmi., Wardhani, Ika., dan Setiowulan, Wiwiek. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

Mariyansari. Nurina., Friza. Ama., Basuki. Dwi Kurnia. 2011. Estimasi Penjualan Suku Cadang Mobil Menggunakan Fuzzy Sugeno. Tugas Ahir. Institute Teknologi Sepuluh November: Surabaya

Negnevitsky, Michael. 2002. Artificial Intelligence: A Guide to Intelligent System. Boston: PWS-KENT


(5)

84 Prasetio, Tomi., Martiana, Entin dan Mubtadai, N.R., 2011. Aplikasi Untuk Diagnosa Gizi Pada Balita Serta Kandungan Kalori yang Diperlukan Guna Mendapatkan Gizi Seimbang Menggunakan Metode Fuzzy Sugeno. Makalah Proyek Akhir.

Surabaya: Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Parhusip, Mual Bobby E. 2009. Peranan Foto Dada dalam Mendiagnosis Tuberculosis Paru Tersangka Dengan BTA Negatif di Puskesmas Kodya Medan. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2002. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta

Permatasari, Ayu. 2009. Sistem Pengambilan Keputusan Pembeliaan Keputusan Pembelian Rumah dengan Menggunakan Fuzzy. Makalah Seminar Tugas Ahir. Yogyakarta: STMIK AMIKOM

Rasda, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

Rahman, Ginanjar Abdul. 2011. Penerapan Metode Tsukamoto (Logika Fuzzy) dalam Sistem Pendukung Keputusan untuk Menentukan Jumlah Produksi Barang Berdasarkan Data Persediaan dan Jumlah Permintaan. Yogyakarta

Sari. Nur Endah. 2010. Prediksi Cuaca Berbasis Logika Fuzzy untuk Rekomendasi Penerbangan di Bandar Udara Haji Fisibilillah. Makalah Seminar Tugas Ahir . Jakarta: Universitas Gunadarma

Suwandi. 2011. Aplikasi Sistem Inferensi Fuzzy Metode Sugeno dalam Memperkirakan Produksi Air Mineral dalam Kemasan. Seminar Nasional Penelitian,Pendidikan dan Penerapan MIPA . Yogyakarta : Univerisitas Negeri Yogyakarta

Setiawan, Sandi. 1993. Artifisial Inteligence. Andi Offset. Yogyakarta

Simorangkir, Sabrina Pratiwi. 2011. Implementasi Sistem Pendukung Keputusan Investasi Perumahan dengan Metode Sugeno. Tugas Ahir. Medan: Sumatera Utara

Solikin, Fajar. 2011. Aplikasi Logika Fuzzy dalam Optimasi Produksi Barang menggunakan Metode Mamdani dan metode Sugeno. Tugas Ahir. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta


(6)

Sudoyo,Aru., Setiyohadi, Bambang., Alwi,Idrus., Simadibrata, Marcellus., dan Setiati, Siti., 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta Tampubolon. Meriani Valentina. 2010. Sistem Pendukung Keputusan Penentuan

Penyakit Diabetes Melitus dengan Metode Sugeno. Tugas Ahir. Medan: Universitas Sumatera Utara

Turban, Efraim and Aronson, Jay. 2005. Decision Support System and Intelligent System, 7th Edition. New Jersey: Pearson Education

Thendean. Helmy., Sugiarto. Meylina. 2008. Penerapan Fuzzy IF-THEN Rules untuk Peningkatan Kontras Pada Citra Hasil Mamografi. Universitas Tarumanegara: Jakarta

Yogawati. Wulandari. 2011. Aplikasi Metode Mamdani Dalam penentuan Status Gizi dengan Index Massa Tubuh (IMT) Menggunakan Logika Fuzzy. Univeristas Negeri Yogyakarta: Yogyakarta

Wulandari. Priharyanti .2006. Sistem Keputusan Pemilihan Metode/Alat Kontrasepsi. Jakarta: Universitas Indonesia