BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Hasil Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah sebagi berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Ferdinand Risamasu 2007 dalam
Jurnal Analisis Vol. 4. No. 1, Maret 2007 :41 – 52 dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Perusahaan-Perusahaan Daerah Propinsi Papua”. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa kompensasi memiliki pengaruh
yang positif terhadap motivasi kerja karyawan, yang berarti kompensasi yang diterima karyawan mampu meningkatkan
motivasi kerja karyawan. Dan juga motivasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, yang berarti
bahwa dengan tingginya motivasi kerja karyawan akan mampu meningkatkan kinerjanya.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Wayan Gede Supartha 2007
dalam Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan Vol. 9. No. 2, September 2007 :107 – 116 dengan judul “Pengaruh
Kepemimpinan dan Kebijakan Ketenagakerjaan Pemerintah Daerah Terhadap Disiplin dan Produktivitas Tenaga Kerja pada
Perusahaan Garmen di Kota Denpasar”. Hasil penelitian tersebut
8
adalah bahwa kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja pada perusahaan garmen.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Wahyuddin dan
Djumino A. 2002 dalam Jurnal Daya Saing Vol. 3. No. 1, 2002:1 – 19 dengan judul “Analisis Kepemimpinan dan Motivasi
Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat di Kabupaten Wonogiri”. Kesimpulan
dalam penelitian tersebut adalah bahwa kepemimpinan dan motivasi baik secara masing-masing ataupun bersama-sama
mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja pegawai. 4.
Penelitian yang dilakukan oleh Ngadimin dan Muhammad Wahyuddin 2005 dalam Jurnal Daya Saing Vol. 6. No. 2, 2005:1
– 10 dengan judul “Rekruitmen, Dekruitmen, Pengembangan Karir dan Kompensasi Perannya terhadap Motivasi Kerja di PT Delta
Merlin Dunia Tekstil Karanganyar”. Yang menghasilkan kesimpulan bahwa seluruh variabel independen termasuk di
dalamnya kompensasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap motivasi kerja.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Keke T. Aritonang 2005 dalam
Jurnal Pendidikan Penabur No. 04, Tahun IV Juli 2005:1 – 16 dengan judul “Kompensasi Kerja, Disiplin Kerja Guru dan Kinerja
Guru SMP Kristen BPK PENABUR Jakarta”. Dengan hasil kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan
antara kompensasi kerja dengan kinerja guru di SMP Kristen BPK PENABUR Jakarta.
6. Penelitian yang dilakukan oleh Istiningsih 2006 dalam Jurnal
Ilmiah Manajerial Vol. 2. No. 1, 2006:10 – 56 dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan terhadap Motivasi dan Kinerja
karyawan STMIK AMIKOM Yogyakarta”. Yang dalam hasil kesimpulan penelitian menyatakan bahwa hubungan yang bersifat
positif dan signifikan antara kepemimpinan terhadap motivasi. 7.
Penelitian yang dilakukan oleh Achmad Arfah dan Muslich Anshori 2005 dalam Majalah Ekonomi Tahun XV, No. 3A
Desember 2005:371-390 dengan judul “Pengaruh Kesesuaian Kompensasi Terhadap Kinerja dan Kepuasan Kerja Karyawan
Studi Pada Karyawan Perusahaan Air Minum Di Batam”. Yang menyatakan bahwa kesesuaian kompensasi berpengaruh terhadap
kinerja karyawan.
Landasan Teori Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia atau manajemen personalia adalah salah satu bidang dalam ilmu ekonomi yang difokuskan kepada
cara-cara pengaturan manusia untuk tujuan organisasi, dalam hal ini pada bidang personalia atau bidang kepegawaian. Sebalum mengulas pengertian
Manajemen Sumber Daya Manusia, kita harus lebih dulu mengulas
pengertain Manajemen itu sendiri. Manajemen telah banyak disebut sebagai seni untuk menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Yang
berarti bahwa para manajer mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan terhadap orang lain untuk melaksanakan berbagai pekerjaan
yang diperlukan, atau dengan kata lain dengan tidak melakukan pekerjaan itu secara langsung. Disebabkan hal diatas maka, berarti pengaturan
terhadap manusia adalah inti dari manajemen itu sendiri. Menurut Flippo dalam Handoko, 2001:3, manajemen personalia
adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan, kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi,
pengintregasian, pemeliharaan, dan pelepasan sumber daya manusiaagar tercapaiberbagai tujuan individu, organisasi, dan masyarakat. Sedangkan
menurut Gibson et. al. 1996:86-87 Manajemen Sumber Daya Manusia dapat didefinisikan sebagai sebuah proses untuk mencapai tujuan
organisasi dengan mendapatkan, mempertahankan, memberhentikan, mengembangkan, dan menggunakan secara tegas sumber daya manusia
sebuah organisasi. Mencapai tujuan merupakan bagian penting dari setiap bentuk manajemen, karena apabila tujuan tersebut tidak tercapai,
organisasi akan mati.
Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Tujuan utama dari manajemen sumber daya manusia adalah untuk meningkatkan kontribusi sumber daya manusia karyawan terhadap
organisasi dalam mencapai produktifitas organisasi yang bersangkutan. Tujuan ini dapat dijabarkan ke dalam tujuan yang lebih operasional
sebagai berikut : a.
Tujuan Masyarakat Societal Objective Untuk bertanggung jawab secara sosial, dalam hal kebutuhan dan
tantangan-tantangan yang timbul dari masyarakat. b.
Tujuan Organisasi Organisasi Objective Untuk mengenal bahwa manajemen sumber daya manusia itu ada
exist perlu pemberian kontribusi terhadap pendayagunaan organisasi secara keseluruhan.
c. Tujuan Fungsi Functional Objective
Untuk memelihara maintain kontribusi bagian-bagian lain agar mereka sumber daya manusia dalam tiap bagian melaksanakan
secara optimal. d.
Tujuan personal Personal Objective Untuk membantu karyawan atau pegawai dalam mencapai tujuan-
tujuan pribadinya, dalam mencapai tujuan organisasi
Perilaku Organisasi
Gibson et. al. 1992:26, perilaku organisasi adalah suatu cara berfikir. Perilaku dipandang sebagai sesuatu yang bekerja pada tingkat
individu, kelompok dan organisasi. Pendekatan ini memberikan kesan bahwa apabila mempelajari perilaku keorganisasian maka perlu
identifikasi secara jelas tingkat analisis yang digunakan oleh individu, kelompok, atau organisasi. Berikutnya, perilaku keorganisasian merupakan
suatu bidang interdisipliner yang menggunakan prinsip, model, teori dan metode dari ilmu yang mapan. Supaya kita dapat mengetahui tentang
organisasi dan bagaimana berfungsinya, maka seseorang harus mempelajarinya dan melaporkan hasilnya. Dalam mempelajari organisasi
maka yang harus diperhatikan adalah siapakah yang mempelajari organisasi, bagaimana mereka mempelajarinya dan dimanakah mereka
melaporkan hasil dari apa yang mereka pelajari. Untuk dapat lebih menjelaskan arti perilaku organisasi maka pengertian perilaku organisasi
dapat dilihat dari beberapa pendekatan antara lain adalah : a.
Pendekatan Tujuan Pendekatan tujuan untuk menentukan dan mengevaluasi efektivitas
didasarkan pada gagasan bahwa organisasi diciptakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Organisasi dibentuk dengan maksud mencapai tujuan.
Dalam pendekatan ini gagasan bahwa organisasi maupun kelompok dan individu itu harus dievaluasi dari segi pencapaian tujuan, telah diterima
umum secara luas Gibson et. al., 1992:27. Pendekatan tujuan menunjukkan bahwa organisasi itu dibentuk dengan tujuan tertentu,
bekerja secara rasional dan berusaha mencapai tujuan tertentu yakni prinsip dasar dari masyarakat.
Menurut Robbins 2002,2, perilaku organisasi adalah studi sistematis tentang tindakan dan sikap yang ditunjukan oleh orang – orang
dalam organisasi. Perilaku organisasi juga terkait dengan kepemimpinan karyawan, yang merupakan sebuah sikap.
Menurut Frank Horison dalam Gibson et. al. 1992:28, menyatakan walaupun pendekatan tujuan kelihatan sederhana, tetapi mengandung juga
beberapa persoalan. Beberapa kesulitan yang dikenal secara luas meliputi : 1.
Pencapaian tujuan tidak dapat segera diukur pada organisasi yang tidak memproduksi barang–barang yang berwujud tangible
outputs .
2. Organisasi berusaha mencapai lebih dari satu tujuan dan
tercapainya satu tujuan seringkali menghalangi atau mengurangi kemampuannya untuk mencapai tujuan yang lain.
3. Adanya beberapa tujuan resmi yang harus dicapai dan disepakati
oleh semua anggota, adalah diragukan. Banyak ahli riset melakukan kesulitan untuk mendapatkan persetujuan diantara para
manajer mengenai tujuan khusus dari organisasi mereka. Walaupun pada pendekatan tujuan terdapat beberapa persoalan,
tetapi pendekatan itu mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap perkembangan manajemen dan teori serta praktek perilaku keorganisasian.
Pembahasan pada saat ini menunjukan pentingnya tujuan organisasi dalam pengambilan keputusan strategis dan pembedaan antara memaksimumkan
maximizing goals dan mengoptimumkan tujuan optimizing goals. Pengambilan keputusan strategis memerlukan perhatian khusus terhadap
tujuan organisasi. Pada waktu organisasi menghadapi lingkungannya
karena lingkungan itu sangat tidak menentu dan bermacam-macam, maka organisasi harus puas dengan mencapai tujuan yang mungkin tercapai dan
bukannya tujuan akhir. b.
Pendekatan Sistem Pendekatan sistem memungkinkan kita menguraikan perilaku
organisasi, baik secara intern maupun ekstern. Secara intern kita dapat melihat bagaimana dan mengapa orang didalam organisasi melaksanakan
tugasnya secara individu dan secara kolektif. Secara ekstern kita dapat menghubungkan transaksi organisasi dengan organisasi atau lembaga lain.
Dalam pendekatan ini semua organisasi mendapatkan sumber dari lingkungan yang lebih luas, dimana organisasi merupakan bagian
daripadanya, dan sebaliknya organisasi ini menyediakan barang dan jasa yang diminta oleh lingkungan yang lebih luas itu. Para manajer harus
sekaligus menagani segi-segi intern dan ekstern dari perilaku keorganisasian. Proses yang ada pada dasarnya rumit ini dapat
disederhanakan, untuk keperluan analisis, dengan menggunakan konsep dasar dan teori sistem.
Dalam hubungannya dengan teori sistem, organisasi dipandan sebagai suatu unsur dari sejumlah unsur yang saling berhubungan dan
saling ketergantungan satu sama yang lain. Arus masukan input dan keluaran output merupakan titik bertolak dalam uraian tentang organisasi
dengan katat-kata yang paling sederhana, organisasi mengambil sumber
input dari sistem yang lebih luas lingkungan memproses sumber ini dan mengembalikannya dalam bentuk yang sudah dirubah out put.
Kompensasi
Salah satu fungsi tradisional manajemen sumber daya manusia adalah penentuan kompensasi para karyawannya.
Menurut T. Hani Handoko 2001:155, definisi kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja
mereka. Sedangkan menurut Simamora 2004:442 kompensasi
merupakan apa yang diterima oleh para karyawan sebagai ganti kontribusi mereka kepada organisasi.
Indikator Kompensasi
Indikator – indikator kompensasi menurut Arfah dan Anshori 2005:378-379 diantaranya adalah:
a. Kesesuaian Gaji
Yaitu kesesuaian pembayaran jasa kerja untuk satuan jasa untuk waktu tertentu.
b. Kesesuaian Bonus
Adalah kesesuaian pemberian balas jasa sebagai perangsang yang diberikan pada karyawan yang mempunyai prestasi kerja mencapai
atau melampaui batas yang telah ditetapkan perusahaan dengan maksud untuk memotivasi karyawan dalam berprestasi lebih tinggi.
c. Kesesuaian Tunjangan
Kesesuaian pemberian tambahan selain gaji yang dinilai dengan uang kepada karyawan sebagai balas jasa sesuai dengan jenjang
atau kepangkatan golongan berdasarkan peraturan dan sistem yang digunakan dalam setiap perusahaan.
Karakteristik Kompensasi
Ada lima karaktersitik Simamora, 2004, 445-446 yang seyogyanya dimiliki oleh kompensasi, jika ingin berfungsi secara efektif :
a. Arti Penting
Kompensasi tidak akan berpengaruh bagi karyawan, jika hal itu tidak memiliki arti yang sangat penting bagi mereka. Penentuan
kompensasi sedapat mungkin mendekati kisaran harapan para karyawan, dan karyawan harus diyakinkan jika kompensasi yang
tersedia itu penting bagi mereka, tanpa membedakan perbedaan tipe individu yang ada pada mereka.
b. Fleksibel
Jika sistem kompensasi disesuaikan dengan karakteristik unik para karyawan dan juga tingkatan kinerja yang telah mereka capai,
maka kompensasi memerlukan tingkat fleksibilitas tertentu.
c. Frekuensi
Semakin sering suatu kompensasi dapat diberikan, semakin besar pula potensi daya gunanya sebagai instrumen yang mempengaruhi
kinerja karyawan. d.
Visibilitas Kompensasi harus betul-betul dapat dilihat apabila dikehendaki
supaya karyawan merasakan adanya hubungan antara kinerja dengan kompensasi.
e. Biaya
Sistem kompensasi haruslah dirancang dengan memperthitungkan biaya kompensasi itu sendiri. Intinya, semakin rendah biayanya,
semakin diinginkan kompensasi tersebut dari sisi organisasi.
Tujuan Kompensasi
Menurut Handoko 2001:156-158 tujuan kompensasi adalah : a.
Memperoleh karyawan qualified Kompensasi perlu diterapkan cukup tinggi untuk menarik para
pelamar. b.
Mempertahankan karyawan yang ada sekarang Bila tingkat kompensasi tidak kompetitif, niscaya banyak
karyawan yang kompeten akan keluar.
c. Menjamin keadilan
Keadilan dan atau konsistensi internal dan eksternal sangat penting diperhatikan dalam penentuan tingkat kompensasi.
d. Menghargai perilaku yang diinginkan
Kompensasi hendaknya dapat mendorong prestasi kerja yang baik, pengalaman, kesetiaan, tanggungjawab baru dan perilaku-perilaku
lain. e.
Mengendalikan biaya-biaya Program kompensasi yang rasional membantu organisasi untuk
mendapatkan dan mempertahankan sumber daya manusianya pada tingkat biaya yang layak.
f. Memenuhi peraturan-peraturan legal
Program kompensasi yang baik haruslah memenuhi peraturan- peraturan pemerintah yang mengatur masalah kompensasi
karyawan.
Faktor-faktor Penentu Kompensasi
Menurut Gary Dessler 1998 : 88 faktor-faktor dasar dalam menentukan kompensasi harus memperhatikan hal-hal seperti berikut:
a. Pertimbangan Hukum Dalam Kompensasi
Sejumlah undang-undang menetapkan apa yang para majikan dapat atau harus bayar dari segi upah minimum, tarif lembur, dan
tunjangan.
b. Pengaruh Serikat Buruh Terhadap Keputusan Kompensasi
Serikat buruh dan undang-undang hubungan tenaga kerja juga mempengaruhi bagaimana perencanaan pembayaran dirancang.
Undang-undang yang memberi perlindungan hukum dan memberi hak karyawan untuk berorganisasi, tawar-menawar secara kolektif
dan bergabung dalam kegiatan-kegiatan gabungan untuk tujuan tawar-menawar kolektif, saling membantu dan saling melindungi.
Secara histories, tarif upah telah menjadi isu utama dalam tawar- menawar kolektif. Akan tetapi, isu lain mencakup waktu cuti yang
dibayar, keamanan pendapatan untuk mereka dalam industri dengan pemberhentian berkala, penyesuaian gaya hidup, dan
berbagai tunjangan. c.
Kebijakan Kompensasi Kebijakan kompensasi seorang majikan juga mempengaruhi upah
dan tunjangan yang dibayarnya, karena kebijakan-kebijakan ini memberikan garis pedoman kompensasi yang penting.
d. Keadilan dan Dampaknya Terhadap Tarif Upah
Kebutuhan akan keadilan adalah faktor penting dalam menentukan tarif pembayaran, khususnya keadilan eksternal dan keadilan
internal. Secara eksternal, pembayaran harus sebanding dengan tarif dalam organisasi lain atau seorang majikan akan mengalami
kesulitan untuk menarik dan mempertahankan karyawan yang memenuhi syarat. Tarif pembayaran juga harus adil secara internal
: masing-masing karyawan hendaknya memandang pembayarannya sama dengan pembayaran lain yang ada dalam organisasi.
Beberapa perusahaan menyelenggarakan survey untuk mempelajari persepsi dan perasaan karyawan tentang sistem kompensasi
mereka. Dalam praktik, proses penetapan tarif upah sambil menjamin keadilan eksternal dan internal menempuh lima langkah
yaitu : 1.
Lakukanlah sebuah survey gaji tentang beberapa pembayaran majikan lain untuk pekerjaan yang sebanding untuk
membantu memastikan keadilan eksternal. 2.
Tentukanlah nilai dari masing-masing pekerjaan dalam organisasi anda melalui evaluasi jabatan untuk memastikan
keadilan internal. 3.
Kelompokkan pekerjaan-pekerjaan serupa kedalam tingkat upah.
4. Tetapkan harga masing-masing tingkat pembayaran dengan
menggunakan kurva upah. 5.
Tentukan dengan tepat tarif upah.
Kepemimpinan
Pada hakekatnya tidak ada satu organisasipun yang bisa berjalan tanpa adanya sosok seorang pemimpin. Maka dari itu kepemimpinan
dalam sebuah organisasi sangatlah diperlukan.
Hersey dan Blanchard dalam Supartha, 2007 menyatakan kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi kegiatan individu dan
kelompok untuk mecapai tujuan. Sementara Hill dan Caroll dalam Wahyuddin dan Djumino, 2002 menyatakan bahwa, kepemimpinan dapat
diartikan sebagai kemampuan mendorong sejumlah orang dua orang atau lebih agar bekerjasama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang
terarah pada tujuan bersama.
Indikator Kepemimpinan
Indikator – indikator kepemimpinan menurut Martoyo 2000:176- 179 diantaranya adalah :
a. Kemampuan Analitis
Kemampuan menganalisa situasi yang dihadapi secara teliti, matang, dan mantap, merupakan prasyarat untuk susesnya
kepemimpiana seseorang. b.
Ketrampilan Berkomunikasi Dalam memberikan perintah, petunjuk, pedoman, nasihat, seorang
pemimpin harus menguasai teknik – teknik berkomunikasi. c.
Keberanian Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi ia perlu
memiliki keberanian yang semakin besar dalam melaksankan tugas pokoknya yang telah dipercayakan padanya.
d. Ketegasan
Ketegasan dalam menghadapi bawahan dan menghadapi ketidaktentuan, sangat penting bagis eorang pemimpin.
Fungsi Kepemimpinan
Kepemimpinan akan berlangsung efektif bilamana mampu memenuhi fungsinya, meskipun dalam kenyataanya tidak semua tipe
kepemimpinan memberikan peluang yang sama untuk mewujudkannya. Fungsi kepemimpinan menurut Hill dan Caroll dalam Wahyuddin
dan Djumino, 2002 memeliki dua dimensi sebagai berikut: a.
Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan direction dalam tibdakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat
pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya. b.
Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan support atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan
tugas-tugas pokok kelompok atau organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijaksanan-
kebijaksaan pemimpin. Berdasarkan kedua dimensi tersebut secara operasional dapat
dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu: a.
Fungsi instruktif b.
Fungsi konsultatif c.
Fungsi partispasi
d. Fungsi delegasi
e. Fungsi pengendalian
Motivasi
Motivasi berasal dari istilah Latin “movere” yang berarti pindah. Dalam konteks sekarang motivasi adalah proses-proses psikologis
meminta, mengarahkan, arahan, dan menetapkan tindakan sukarela yang mengarah pada tujuan Kreitner dan Kinicki, 2003:248. Sedangkan
menurut Mathis dan Jackson 2001:89 motivasi merupakan hasrat di dalam seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan.
Seseorang sering melakukan tindakan untuk suatu hal: mencapai tujuan.
Indikator Motivasi
David McClelland dalam teori tiga kebutuhan Robbins, 2002:61, mengelompokkan tiga motif atau kebutuhan manusia yang dapat
memotivasi gairah bekerja, yaitu: a.
Kebutuhan akan prestasi need for Achievement = n.Ach. Dorongan untuk unggul, untuk mencapai sederetan standar guna
meraih kesuksesan. Kebutuhan untuk berprestasi adalah dorongan yang sangat kuat yang dimiliki oleh seseoarang untuk sukses,
namun mereka berusaha keras untuk meraih prestasi perorangan daripada mendapat penghargaan karena keberhasilan yan
diraihnya. Dari penelitian mengenai kebutuhan untuk berprestasi,
McClelland Robbins, 2002:61, menemukan bahwa orang-orang yang berprestasi membedakan diri mereka dengan yang lainnya
dari hasrat mereka untuk melakukan segala sesuatu dengan lebih baik. Mereka lebih suka bekerja untuk masalah-masalah yang
menantang dan menerima tanggung jawab pribadi demi kesuksesan atau kegagalan daripada memberikan peluang kepada orang lain.
Mereka suka menetapkan tujuan yang realistis namun sulit dicapai dan yang membutuhkan kesungguhan mereka. Ketika terdapat
kemungkinan yang seimbang anatara kesuksesan dan kegagalan, ada kesempatan yang besar untuk mendapatkan kepuasan dan
perasaan berprestasi dari usaha yang mereka lakukan. b.
Kebutuhan akan kekuasan need for Power = n.Pow. Kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dengan cara
yang diinginkan. Kebutuhan akan kekuasan adalah hasrat untuk mendapatkan pengaruh dan mengendalikan orang lain. Individu
yang memiliki n.Pow menikmati kewenagan yang dimilikinya, berjuang untuk mempengaruhi orang lain, lebih menyukai situasi
persaingan dan berorientasi pada status, serta cenderung untuk lebih menaruh perhatian yang besar terhadap prestise dan
pengaruhnya terhadap orang lain daripada kinerja yang efektif. c.
Kebutuhan akan afiliasi need for Afiliation = n.Aff. Hasrat akan hubungan persahabatan dan kedekatan antar personal.
Kebutuhan ketiga adalah kebutuhan akan afiliasi. Kebutuhan ini
dapat disamakan dengan hasrat untuk disukai dan diterima oleh orang lain. Individu dengan n.Aff yang tinggi berusaha keras untuk
persahabatan, lebih menyukai situasi kooperatif daripada kompetitif, dan hubungan yang melibatkan tingkat saling
pengertian yang tinggi.
Kinerja
Kinerja mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan karyawan menurut Simamora 2004:339.
Sedangkan Mangkunegara 2005:67 mendefinisikan kinerja adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Kinerja adalah hasil – hasil fungsi pekerjaankegiatan seseorang
atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu
Tika, 2006:121.
Indikator Kinerja
Indikator – indikator kinerja menurut Dharma 2003: 355 a.
Kuantitas Merupakan jumlah keluaran atau output yang harus dihasilkan oleh
karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.
b. Kualitas
Merupakan mutu output yang harus dihasilkan oleh karyawan dalam melaksankan pekerjaannya.
c. Ketepatan waktu
Merupakan kesesuaian waktu yang dihasilkan oleh karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan dengan yang direncanakan.
Definisi dan Tujuan Penilaian Kinerja
Sebuah organisasi perusahaan tentu ingin mengetahui sampai sejauh mana pencapaian kinerja dari karyawannya baik secara individu
maupun secara keseluruhan. Demikian juga individu karyawan tersebut tentu ingin mengetahui sejauh mana pencapaian kinerjanya, sehingga
dirinya dapat mengetahui segala kekurangan dan kelebihan dari apa yang telah dikerjakannya. Disinilah perlunya penilaian kinerja.
Menurut Handoko 1995:135, penilaian kinerja adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi
kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang
pelaksanaan kerja yang diberikan oleh atasan mereka. Umpan balik bagi karyawan ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana mereka berhasil
menyelesaikan pekerjaannya dan dasar untuk memperbaiki kinerja karyawan.
Tujuan pokok penilaian kierja adalah menghasilkan informasi yang akurat tentang perilaku dan kinerja anggota-anggota organisasi. Semakin
akurat dan sahih informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian kinerja, semakin besar potensi nilainya bagi organisasi Simamora, 2004:423.
Sedangkan tujuan khususnya adalah evaluasi dan pengembangan karyawan.
Hambatan Penilaian Kinerja
Penilaian yang baik sesuai dengan fungsinya akan sangat menguntungkan organisasi, yaitu akan dapat meningkatkan kinerja. Akan
tetapi, dalam proses melakukan penilaian untuk kerja yang baik ini terdapat beberapa masalah atau hambatan-hambatan. Menurut Hariandja
2002:201, hambatan-hambatan tersebut antara lain dikarenakan proses penilaian tersebut tentu saja dilakukan oleh manusia yang tidak pernah
luput dari kesalahan-kesalahan yang dapat diakibatkan oleh keterbatasan manusia dalam melihat sesuatu. Handoko 2001:140-141 mengemukakan
beberapa kecenderungan bias penilaian yang harus diperhatikan, yaitu: a.
Halo Efek, yaitu penyimpangan yang terjadi bila pendapat pribadi penilai tentang karyawan mempengaruhi pengukuran prestasi kerja.
b. Kesalahan kecenderungan terpusat, yaitu penilai tidak suka menilai
para karyawan yang efektif atau tidak efektif, dan sangat baik atau sangat jelek, sehingga penilaian prestasi kerja cenderung dibuat
rata-rata.
c. Bias terlalu lunak dan terlalu keras. Kesalahan terlalu lunak
disebabkan oleh kecenderungan penilai untuk terlalu mudah memberikan nilai baik dalam evaluasi prestasi kerja karyawan.
Kesalahan terlalu keras adalah sebaliknya, yang terjadi karena penilai cenderung untuk terlalu ketat dalam evaluasi mereka.
Kedua kesalahan inipada umumnya terjadi bila standar-standar prestasi tidak jelas.
d. Prasangka pribadi. Faktor-faktor yang membentuk prasangka
pribadi terhadap seseorang atau kelompok bisa mengubah penilaian.
e. Pengaruh kesan terakhir. Bila menggunakan ukuran-ukuran
prestasi kerja subyektif, penilaian sangat dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan karyawan yang palin akhir
Menurut Dessler 1993:325, permasalahan-permasalahan yang sering terjadi dalam penilaian kinerja dapat diatasi dengan tindakan-
tindakan sebagai berikut: memastikan bahwa penilai memahami betul apa permasalahan yang terjadi, pemilihan teknik yang tepat meskipun tidak
ada teknik yang paling sempurna karena setiap teknik memiliki kelemahan dan kelebihan, serta adalah penting bagi karyawan memandang penilaian
sebagai hal yang adil dan dalam kaitannya ini ada empat hal yang dapat dilakukan menilai kinerja karyawan secara teratur; memastikan bahwa
anda tahu kinerja karyawan anda; memastikan adanya kesepakatan antara
anda dan karyawan tentang tugas pekerjaanya; melibatkan karyawan dalam penyusunan rencana penigkatan kinerjanya.
Penilai Kinerja
Dalam penilaian kinerja, ada pihak yang bertugas sebagai penilai. Beberapa pihak yang dapat menjadi penilai menurut Mathis dan Jackson
2002:87-90 adalah : a.
Penilaian bawahan oleh atasan Penilaian karyawan oleh atasan secara tradisional didasarkan
bahwa atasan langsung adalah orang yang berkualitas untuk mengevaluasi kinerja karyawan secara realistis, objektif, dan adil.
b. Penilaian atasan oleh bawahan
Dalam sebuah pendekatan yang sangat baru, dewan direksi beberapa perusahaan sedang dievaluasi. Oleh karena itu
tanggungjawab mendasar dari dewan direksi adalah untuk menetapkan tujuan-tujuan dan mengarahkan upaya pencapaiannya,
bagian dari kinerja harus juga dievaluasi. c.
Penilaian kelompokrekan kerja Untuk menggunakan anggota kelompok sebagai penilai adalah jika
penilaian lainnya dengan adanya potensi untuk membantu atau menyakiti.
Penilaian kinerja khususnya berguna di saat atasan tidak memiliki kesempatan untuk mengobservasi setiap kinerja karyawan, tetapi
rekan kerja anggota kelompok melekukannya. d.
Penilaian diri sendiri Penilaian diri sendiri dilakukan dalam kondisi tertentu. Intinya, hal
ini merupakan alat pengembangan diri yang memaksa karyawan untuk memikirkan kekuatan dan kelemahan mereka dan
menetapkan tujuan pengembangan. Meskipun ada kesulitan dalam penilaian diri sendiri, penilaian karyawan jenis ini dapat
bergunadan menjadi sumber yang kredibel untuk informasi penilaian.
e. Penilai dari luar
Penilaian mungkin saja dilakukan oleh pihak luar. Pihak luar mungkin akan melengkapi para manajer ini dengan dukungan
profesional dalam membuat penilaian, tetapi jelas ada beberapa kekurangannya. Pihak luar bisa jadi tidak mengetahui keseluruhan
kontigensi di dalam organisasi. Sebagai tambahan, penilaian pihak luar akan memakan waktu dan mahal.
Hubungan Antar Variabel Hubungan Kompensasi Dengan Motivasi
Pada umumnya sesorang jika mendapatkan imbalan yang layak atas kinerjanya pasti akan meningkat motivasi kerjanya. Dan sebaliknya
jika seseorang bekerja tanpa imbalan atau dengan imbalan namun kurang dirasa layak maka motivasinya dalam bekerja akan kurang besar, atau
mungkin cenderung tidak ada. Handoko 2001:155 menyatakan suatu cara departemen personalia
meningkatkan prestasi kerja, motivasi, dan kepemimpinan karyawan adalah melalui kompensasi. Sedangkan Simamora 2004:450 menyatakan
organisasi memberdayakan kompensasi untuk memotivasi para karyawannya. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Ngadimin
dan M. Wahyuddin 2005 menghasilkan bahwa kompensasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap motivasi.
Hubungan Kompensasi Dengan Kinerja
Bisa dipahami jika kinerja seseorang akan sangat bergantung kepada apa yang akan ia terima jika melakukan suatu pekerjaan. Kinerja
yang terus merosot akan sangat mungkin disebabkan oleh kompensasi yang dirasanya tidak layak, kurang memenuhi kebutuhan, atau kurang
dirasa adil. Handoko 2001:155 menyatakan suatu cara departemen personalia
meningkatkan prestasi kerja, motivasi, dan kepemimpinan karyawan adalah melalui kompensasi. Sementara menurut Mathis dan Jackson
2001:118 biaya kompensasi haruslah pada tingkat yang memastikan adanya efektivitas perusahaan maupaun pemberian imbalan yang layak
bagi seluruh karyawan untuk kemampuan, ketrampilan, pengetahuan, dan
pencapaian kinerja mereka. Keke T Aritonang 2005 dalam hasil penelitiannya menyatakan kompensasi memiliki hubungan yang sangat
positif dengan kinerja. Risamasu 2007 dalam hasil peneltiaanya menyatakan bahwa kompensasi memiliki pengaruh yang siginifikan
terhadap kinerja.
Hubungan Kepemimpinan Dengan Motivasi
Salah satu tugas seorang pemimpin adalah memberikan motivasi terhadap bawahannya. Sehingga mampu bekerja sesuai dengan harapan
perusahaan. Menurut Kartono 2004:93, fungsi kepemimpinan ialah
memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi, atau membangunkan motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi,
menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik memberikan supervisipengawasan yang efisien, dan membawa para pengikutnya
kepada sasaran yang ingin dituju, sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan. Safaria 2004:174 menyatakan motivasi merupakan salah
satu unsur penting bagi kesuksesan pemimpin di dalam mengendalikan, mengarahkan, dan membimbing bawahan dan organisasi secara
keseluruhan. Sedangkan Istiningsih 2006 dalam penelitiannya
menemukan hubungan yang positif dan signifikan antara kepemimpinan terhadap motivasi.
Hubungan Kepemimpinan Dengan Kinerja
Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang dapat meningkatkan kierja bawahannya. Sehingga kinerja organisasi dapat turut terangkat
melalui peningkatan kinerja individu. Siagian 1999 dalam Wahyuddin dan Djumino 2002 menyatakan
keberhasilan suatu organisasi baik sebagai keseluruhan maupun berbagai kelompok dalam suatu organisasi tertentu, sangat tergantung pada mutu
kepemimpinan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan. Bahkan kiranya dapat dikatakan bahwa mutu kepemimpinan yang terdapat dalam
suatu organisasi memainkan peranan yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi tersebut dalam menyelenggarakan berbagai
kegiatannya terutama terlihat dalam kinerja para pegawainya. Sedangkan dalam hasil penelitiannya Wahyuddin dan Djumino 2002 menyatakan
bahwa kepemimpinan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja.
Hubungan Motivasi Dengan Kinerja
Seseorang yang bermotivasi tinggi akan memiliki kinerja yang bagus pula. Sebaliknya seseorang yang bermotivasi rendah akan memiliki
kinerja yang kurang. Sementara Mathis dan Jackson 2001:89 menyatakan kinerja yang
dicari oleh perusahaan dari seseorang tergantung dari kemampuan, motivasi, dan dukungan individu yang diterima. Sedangkan dalam
penelitiannya Wahyuddin dan Djumino 2002 menyatakan bahwa
motivasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Demikian pula hasil penelitian Risamasu 2007 yang menyatakan bahwa motivasi
memiliki pengaruh yang siginifikan terhadap kinerja.
Kerangka Konseptual
Gambar 1 Kerangka Konseptual
Keterangan X
1.1
: Kesesuaian gaji X
1.2
: Kesesuaian bonus X
1.3
: Kesesuaian tunjangan X
2.1
: Kemampuan Analitis X
2.2
: Ketrampilan Berkomunikasi X
2.3
: Keberanian X
2.4
: Ketegasan Y
1.1
: Kebutuhan akan prestasi Y
1.2
: Kebutuhan akan kekuasaan Y
1.3
: Kebutuhan akan afiliasi
Kinerja Y
2
Kepemimpinan X
2
X
2.1
X
2.2
X
2.3
X
2.4
Kompensasi X
1
X
1.1
X
1.2
X
1.3
Y
2.3
Y
2.2
Y
2.1
Motivasi Y
1
Y
1.1
Y
1.2
Y
1.3
Y
2.1
: Kuantitas Y
2.2
: Kualitas Y
2.3
: Ketepatan waktu
Hipotesis
Berdasar rumusan teori diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Diduga kompensasi berpengaruh positif terhadap motivasi
karyawan PT. Hikmah Sejahtera Surabaya. b.
Diduga kepemimpinan berpengaruh positif terhadap motivasi karyawan PT. Hikmah Sejahtera Surabaya.
c. Diduga kompensasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan
PT. Hikmah Sejahtera Surabaya. d.
Diduga kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan PT. Hikmah Sejahtera Surabaya.
e. Diduga motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan
PT. Hikmah Sejahtera Surabaya.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN