selama 3-4 hari Levine, 1995. Pada kasus kronis gejala yang ditimbulkan berupa diare yang tidak disertai adanya darah, ternak menjadi kurus, mengalami dehidrasi
dengan telinga jatuh dan mata sedikit cekung Todd dan Ernst, 1977. Eimeria bovis adalah coccidia yang cukup patogen pada ternak yang dapat
menyebabkan enteritis hemoragik berat. Sporozoit yang dilepaskan dalam usus inang akan menyerang sel-sel endotel kapiler limfe bagian vili dari ileum, dimana
mereka meniru, membentuk macroschizon multinuklear, yang berisi ratusan ribu merozoit generasi pertama. Generasi kedua schizonts dan gamonts kemudian
berkembang dengan cepat pada sel epitel dari usus besar. Ketika ookista bersporulasi ke saluran pencernaan maka akan melepaskan 4 sporokista dan
karena tercerna oleh enzim pencernaan maka sporozoit aktif dan menyerang sel- sel usus Fitriastuti dkk., 2011.
Diagnosis yang akurat pada kelompok ruminansia tertentu sangat penting. Diagnosis coccidiosis didasarkan pada sejarah hewan yang terkena usia,
manajemen, perkandangan, pengamatan tanda-tanda klinis dehidrasi, lemah dan diare, terutama jika kotoran bercampur darah, dan pada pengujian laboratorium
menemukan ookista dalam kotoran Susilo dkk., 2014. Coccidiosis merupakan masalah yang terjadi pada kelompok ternak sapi,
sehingga harus dilakukan usaha untuk melakukan pencegahan dan pengendalian secara dini. Pencegahan coccidiosis pada sapi antara lain dengan menjaga sanitasi
selalu baik. Alas kandang dan tanah dapat di desinfeksi dengan menggunakan sodium hypochlorid, kresol, fenol atau difumigasi dengan formaldehid Soulsby,
1982. Pengendalian dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obatan seperti dari kelompok sulfonamide. Senyawa lain yang dapat digunakan dalam
pengobatan atau pengendalian diantaranya sulfaquinoxaline, amprolium,
decoquinate, lasalocid dan monensin Susilo dkk., 2014.
2.3 Strongyloides
Strongyloidiasis adalah infeksi parasit yang dapat menyerang ternak sapi, kuda, babi, dan anjing Tanaka, 1966. Strongyloides papillosus merupakan
spesies yang terdapat pada mukosa usus halus ruminansia dan kelinci Schnieder, 2006. Cacing ini lebih banyak menyerang hewan muda daripada dewasa. Cacing
dewasa dapat bersifat parasitik maupun bebas. Bentuk parasitik hanya ditemukan cacing betina yang bersifat partenogenetik dengan panjang 3,5 – 6,0 mm dan
berdiameter 50 – 65 mikron Soulsby, 1982, dan menghasilkan telur berbentuk elips, berdinding tipis dan berembrio berukuran 40-64 X 20-42 mikron. Betina
juga mempunyai esophagus yang sangat panjang dan berbentuk hampir silindris, vulva pada bagian pertengahan tubuh posterior, ekor pendek berbentuk kerucut,
uterus amfidelf dengan cabang ke depan maupun ke belakang Viney dan Lok, 2007.
Bentuk bebas dapat ditemukan adanya cacing jantan dan betina. Mereka sangat kecil dan relatif kuat, dengan esophagus rabditiform. Ekor cacing jantan
pendek dan berbentuk kerucut. Cacing jantan hidup bebas panjangnya 700-825 mikron, dengan spikulum yang kuat, melengkung dengan panjang sekitar 33
mikron dan gubernakulum yang panjangnya 20 mikron dan lebar 2,5 mikron. Cacing betina hidup bebas panjangnya 640-1200 mikron Tanaka, 1966, dengan
telur berkulit tipis, telah berembrio, 42-48 x 23-30 mikron. Masa prepatan 7-9 hari Levine, 1994.
Strongyloidiasis endemik di daerah tropis dan subtropis dan terjadi secara sporadis di daerah beriklim sedang. Strongyloides papillosus dapat menginfeksi
hewan melalui penetrasi kulit perkutan, peroral dan melalui susu pada masa laktasi Stephen dan Hutchinson, 2003. Infeksi diawali dengan larva infektif yang
berkembang dalam tinja atau tanah lembab yang terkontaminasi oleh tinja, kemudian menembus kulit dan masuk ke dalam darah vena yang selanjutnya akan
dibawa menuju paru-paru Soulsby, 1982. Di paru-paru larva menembus dinding kapiler masuk kedalam alveoli, bergerak naik menuju ke trakea kemudian
mencapai epiglottis. Selanjutnya larva turun masuk kedalam saluran pencernaan mencapai bagian atas dari intestinum, disini cacing betina menjadi dewasa.
Apabila larva infektif tertelan, maka larva akan berkembang dalam usus halus tanpa bermigrasi. Siklus hidup ini disebut dengan tipe homogenik. Beberapa larva
stadium ketiga mempunyai esofagus rabditiform yang melalui siklus hidup disebut heterogenik. Larva ini akan menyilih menjadi stadium keempat. Larva ini
makan dan kemudian menyilih menjadi cacing jantan dan betina dewasa yang hidup bebas Levine, 1994.
Infeksi dari strongyloides papillosus sering tidak menunjukkan gejala klinis Lentze dkk., 1999. Namun demikian, infeksi secara perkutan yang diikuti
dengan jumlah larva infektif yang tinggi dapat menyebabkan kematian mendadak Nakamura dkk., 1994
.
Gejala klinis sering terlihat pada hewan muda yang ditandai dengan gejala seperti anorexia, kelelahan, penurunan berat badan,
anemia, kusam, diare dan dyspnea Stephen dan Hutchinson, 2003. Menurut Campos dkk., 2009, ternak yang berumur diatas 12 bulan yang terinfeksi oleh
strongyloides papillosus dapat menyebabkan diare, kehilangan nafsu makan, terhambatnya pertumbuhan dan kematian mendadak. Pada waktu cacing menetap
di intestinum, akan terjadi penebalan yang luas dari dinding usus. Infeksi strongyloides dapat didiagnosis dengan deteksi karakteristik telur
dalam tinja Soulsby, 1982. Sampel feses dapat diambil langsung dari rektum atau segera setelah buang air besar dan harus diperiksa dalam waktu 6 jam setelah
dikumpulkan. Disamping
pemeriksaan dengan metode sedimentasi
dan pengapungan, pemeriksaan dengan metode Baermann harus digunakan, karena L1
larva strongyloides dapat menetas dari telur dalam beberapa waktu setelah keluar dari rektum ternak Kvac dan Vitovec, 2007.
Untuk pengobatan diberikan ivermectine 0,2 mgkg bb, thiabendazole 100- 150 mgkgbb selama 3 hari, dan obat benzimidazole, febanthel dan levamisol
yang sangat efektif. Program pengobatan pada induk sebelum melahirkan merupakan langkah efektif untuk menekan terjadinya penularan dari induk ke
anak Viney dan Lok, 2007.
2.4 Mineral
2.4.1 Mineral Makro
A. Kalsium Ca
Mineral kalsium Ca adalah salah satu mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh ternak. Mineral Ca sangat penting sebagai komponen struktural tulang
dan gigi dan non struktural metabolisme dan jaringan lemak. Defisiensi mineral ini akan mengakibatkan terjadinya gangguan pertumbuhan hewan muda,