Manfaat Penelitian Infeksi Coccidia Dan Strongyloides Pada Sapi Bali Pasca Pemberian Mineral.

perut, keempat kaki bawah white stocking sampai di atas kuku, bagian dalam telinga, dan pada pinggiran bibir atas Hardjosubroto dan Astuti, 1993. Satu ciri yang lain dari sapi bali, yaitu pada sapi jantan yang dikebiri terjadi perubahan warna dari warna hitam kembali pada warna semula yakni merah bata yang diduga karena kurang tersedianya hormon testosteron sebagai hasil produk testes Darmadja, 1980. Karakteristik lain yang harus dipenuhi dari ternak sapi bali murni, yaitu bentuk tanduk. Bentuk tanduk sapi jantan yang paling ideal disebut silak congklok, dimana jalannya pertumbuhan tanduk mula-mula dari dasar sedikit keluar lalu membengkok ke atas, kemudian pada ujungnya membengkok sedikit keluar. Pada sapi betina bentuk tanduk yang ideal disebut manggul gangsa, dimana jalannya pertumbuhan tanduk satu garis dengan dahi yang mengarah ke belakang dan sedikit melengkung ke bawah serta pada ujungnya sedikit mengarah ke bawah dan ke dalam Hardjosubroto, 1994. Sapi bali memberikan respon positif terhadap perbaikan pakan yang ditandai dengan meningkatnya laju pertambahan bobot badan. Rataan laju pertambahan bobot badan PBB sapi bali yang diberi rumput lapangan tanpa diberi pakan tambahan adalah 175,75 gekorhari, namun PBB harian meningkat jika diberi pakan tambahan konsentrat 1,8 hingga mencapai 313,88 gekorhari Amril dkk., 1990. Soemarmi dkk., 1985 melaporkan laju pertambahan bobot badan sapi bali yang diberi pakan rumput dan pucuk tebu serta diberi tambahan konsentrat 1 mencapai 690 dan 820 gekorhari. Sapi bali yang diberikan tambahan 7,5 gr mineral, mampu membuktikan pertambahan bobot badan mencapai 0,8 kgekorhari Suwiti dkk., 2013. Sapi bali termasuk sapi unggul dengan reproduksi yang tinggi, mudah digemukan dan mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, sehingga dikenal sebagai sapi perintis Hardjosubroto, 1994. Dari karakteristik karkas, sapi bali digolongkan sapi pedaging ideal ditinjau dari bentuk badan yang kompak dan serasi, bahkan nilainya lebih unggul dibandingkan sapi pedaging Eropa seperti hereford, shortorn Murtidjo, 1990. Persentase karkas sapi bali cukup tinggi yang berkisar 52-57,7, lebih baik dibandingkan sapi Ongole dan sapi Madura yang dikemukakan Moran 1979 berturut-turut sebesar 51,9 dan 52,5. Hasil penelitian Arka 1984 menunjukkan bahwa kandungan lemak daging sapi Bali cukup rendah dan tanpa marbling, yang merupakan salah satu kelebihan yang dimiliki daging sapi bali. Selain itu pada berbagai lingkungan pemeliharaan di Indonesia, sapi bali memperlihatkan kemampuannya untuk berkembang biak dengan baik. Sapi bali juga memiliki daya adaptasi sangat tinggi terhadap lingkungan yang kurang baik Masudana, 1990, seperti dapat memanfaatkan pakan dengan kualitas rendah Sastradipradja, 1990, mempunyai fertilitas dan conception rate yang sangat baik Oka dan Darmadja, 1996, dan tahan terhadap parasit internal dan eksternal National Research Council, 1983.

2.2 Coccidia

Coccidia merupakan protista dari sub-filum epithelioapicomplexa yang uniseluler, berbentuk oval, membentuk spora parasit pada hewan, yang penyakitnya disebut Coccidiosis. Tiga belas spesies eimeria pada sapi yaitu: E. alabamensis, E. auburnensis, E. bovis, E. brasiliensis, E. bukidnonensis, E. canadensis, E. cylindrica, E. ellipsoidalis, E. illinoisensis, E. pellita, E. supspherica, E. wyomingensis, E. zuernii. Spesies yang dianggap paling patogen pada sapi adalah eimeria zuernii, sedangkan spesies eimeria bovis lebih sering ditemukan pada sapi Fitriastuti dkk., 2011. Coccidiosis terjadi pada hewan yang digembalakan di padang rumput terutama di musim kemarau ketika hewan mencari makan di sekitar daerah yang terkontaminasi air dan tanahnya Behrendt, 2004. Ookista eimeria bersporulasi mulai dari beberapa hari sampai beberapa minggu, tergantung pada kelembaban, temperatur, spesies, dan faktor lingkungan lainnya. Ookista sangat tahan dan bisa bertahan di bawah kondisi yang menguntungkan pada suhu minus 40 o C untuk waktu yang lama yang dapat bertahan sepanjang musim dingin Fitriastuti dkk., 2011. Coccidia mempunyai dua fase dalam siklus hidupnya yaitu fase endogen dan eksogen. Fase endogen terjadi di dalam tubuh induk semang sedangkan fase eksogen terjadi di luar tubuh induk semang Soulsby, 1982. Siklus hidup