STUDI DAYA DUKUNG STABILISASI TANAH LUNAK MENGGUNAKAN ISS 2500 (IONIC SOIL STABILIZER) SEBAGAI LAPIS PONDASI TANAH DASAR (SUBGRADE)

(1)

ABSTRACT

STUDY OF BEARING CAPACITY ON SOFT SOIL USING ISS 2500 (IONIC SOIL STABILIZER) AS A SUBGRADE

By LUKI SANDI

Soil conditions in some coverage area will not have the same characteristics with the others, there has a good bearing capacity and those that bad. Soil with a significant swelling potential (high plasticity) is known as soft soil. Road sections which built on the subgrade with low bearing capacity (CBR < 6 %) is generally faster suffered damage mainly in the rainy season. To overcome this, needed an available alternative treatment, among others, with the addition of chemicals (chemical stabilization) and one of them using the ISS 2500 (Ionic Soil Stabilizer).

Soil samples that tested in this research is the soft soil are derived from Rawa Sragi, Belimbing Sari village, district Jabung, East Lampung. Variation of solution concentration used in the ISS 2500 is 0.5 ml, 0.8 ml, 1.1 ml and 1.4 ml with the same curing time for 7 days and soaking for 4 days. Based on the examination of the physical properties of original soil, AASHTO classify soil samples in group A-7 (clay soil) and subgroup A-7-5, while the USCS soil samples classify as fine-grained soil and belonging to CH group.

As a results of laboratory research showed using the ISS 2500 as stabilizing agent can improve the physical and mechanical properties of soft soil. On physical examination, such as specific gravity and Atterberg limits decreased after stabilization. While the mechanical testing, the use of ISS 2500 is effective enough in increasing the bearing capacity of soft soil. From the test results of CBR soaked or unsoaked, soil that has been stabilized with a mixture of the ISS 2500 can be used as a subgrade for road construction due to CBR value ≥ 6 %.


(2)

ABSTRAK

STUDI DAYA DUKUNG STABILISASI TANAH LUNAK MENGGUNAKAN ISS 2500 (IONIC SOIL STABILIZER) SEBAGAI LAPIS PONDASI TANAH DASAR (SUBGRADE)

Oleh LUKI SANDI

Kondisi tanah pada suatu daerah tidak akan memiliki sifat tanah yang sama dengan daerah lainnya, ada yang mempunyai daya dukung baik dan adapula yang buruk. Tanah dengan pengembangan yang cukup besar (plastisitas tinggi) dikenal sebagai tanah lunak. Ruas-ruas jalan yang dibangun diatas tanah dasar dengan daya dukung rendah (CBR < 6 %) umumnya lebih cepat mengalami kerusakan terutama pada musim penghujan. Untuk mengatasi hal ini diperlukan alternatif penanganan yang tersedia antara lain dengan penambahan bahan kimia (stabilisasi secara kimiawi) dan salah satunya menggunakan ISS 2500 (Ionic Soil Stabilizer). Sampel tanah yang di uji pada penelitian ini yaitu tanah lunak yang berasal dari Rawa Sragi Desa Belimbing Sari, Kecamatan Jabung Lampung Timur. Variasi kadar larutan ISS 2500 yang digunakan yaitu 0.5 ml, 0.8 ml, 1.1 ml dan 1.4 ml dengan dilakukan waktu pemeraman yang sama selama 7 hari dan perendaman selama 4 hari. Berdasarkan pemeriksaan sifat fisik tanah asli, AASHTO mengklasifikasikan sampel tanah pada kelompok A-7 (tanah berlempung) dan subkelompok A-7-5, sedangkan USCS mengklasifikasikan sampel tanah sebagai tanah berbutir halus dan termasuk kedalam kelompok CH.

Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahan stabilisasi menggunakan ISS 2500 dapat memperbaiki sifat fisik dan mekanik tanah lunak. Pada pengujian fisik seperti berat jenis dan batas-batas Atterberg mengalami penurunan setelah distabilisasi. Sementara pada pengujian mekanik, penggunaan ISS 2500 cukup efektif dalam meningkatkan daya dukung tanah lunak. Dari hasil pengujian CBR rendaman atau tanpa rendaman, tanah yang telah distabilisasi dengan campuran ISS 2500 dapat digunakan sebagai tanah dasar pada konstruksi jalan dikarenakan nilai CBRnya ≥ 6 %.


(3)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah tidak akan lepas kaitannya dalam pekerjaan Teknik Sipil, dimana tanah merupakan material yang sangat berpengaruh pada berbagai macam pekerjaan konstruksi ataupun sebagai tempat diletakkannya struktur. Sebagai contohnya adalah menjadi pendukung pondasi suatu bangunan atau jalan. Kondisi tanah pada suatu daerah tidak akan memiliki sifat tanah yang sama dengan daerah lainnya, ada yang mempunyai daya dukung sangat baik dan adapula mempunyai daya dukung sangat buruk. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh jenis tanahnya, sehingga dalam suatu pekerjaan Teknik Sipil perlu adanya penguasaan yang lebih mendalam mengenai masalah Mekanika Tanah, baik itu secara analitis mengenai perilaku tanah, sifat fisik dan mekanis tanah.

Salah satu persoalan yang mungkin dihadapi oleh para perencana dan pelaksana pembangunan jalan adalah cara menangani tanah atau bahan yang jelek agar dapat digunakan sebagai bahan perkerasan. Umumnya sebagian besar wilayah Indonesia ini diliputi oleh tanah dengan pengembangan yang cukup besar (plastisitas tinggi), yaitu akan berubah volumenya (mengembang) bila bertambah (berubah) kadar airnya. Volumenya akan membesar dalam kondisi basah dan akan menyusut bila dalam kondisi kering (sifat kembang


(4)

susut). Tanah dengan sifat tersebut dikenal sebagai tanah lunak dan tanah inilah yang dapat menyebabkan kerusakan pada konstruksi-kontruksi bangunan sipil, khususnya konstruksi jalan pada bagian lapis pondasinya. Ruas-ruas jalan yang dibangun diatas tanah dasar dengan daya dukung rendah (CBR < 6 %) umumnya lebih cepat mengalami kerusakan terutama pada musim penghujan. Begitu juga untuk ruas-ruas jalan tanpa penutup aspal atau jalan tanah, seperti jalan-jalan di kawasan pulau kecil terpencil dan jalan di kawasan Indonesia Timur. Tanah lunak ini diperkirakan meliputi sekitar 20 juta hektar atau sekitar 10 % dari luas total daratan Indonesia dan ditemukan terutama di daerah sekitar pantai. Untuk mengatasi hal ini diperlukan alternatif penanganan yang tersedia antara lain dengan menggunakan teknologi stabilisasi tanah.

Proses stabilisasi tanah secara konvensional saat ini belum mampu merubah sifat kembang susut tanah sehingga walaupun jalan sudah di padatkan akan cepat mengalami kerusakan, karena sifat-sifat buruk tanah pondasi dibawahnya masih ada. Melihat perkembangan yang terjadi dilapangan, teknologi stabilisasi tanah telah mengalami peningkatan dan salah satunya adalah menggunakan ISS 2500 (Ionic Soil Stabilizer). Bahan ini berfungsi melapisi partikel tanah melalui reaksi elektro – kimia sehingga kandungan air di dalamnya terpisah dan ikatan sesama partikel tanah akan menguat. Kuatnya ikatan partikel tanah akan mencegah air kembali menyatu pada permukaan tanah, sehingga nantinya diharapkan akan merubah sifat-sifat buruk tanah dasar seperti kembang susut, menjadi tanah yang mudah dipadatkan dan stabil secara permanen sehingga mendukung lapisan diatasnya.


(5)

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah mengenai bagaimana pengaruh pencampuran ISS 2500 (Ionic Soil Stabilizer) yang dianggap sebagai bahan additive kimia untuk stabilisasi pada jenis tanah lunak dengan variasi kadar campuran yang berbeda-beda, adakah perubahan yang dialami oleh tanah yang melingkupi perubahan nilai batas-batas konsistensi (batas-batas Atterberg) seperti batas cair, batas plastis, batas susut, indeks plastisitas serta nilai kuat dukung tanah asli dengan tanah yang telah dicampur atau distabilisasi dengan menggunakan ISS 2500 sebagai bahan additive, sehingga nantinya dapat disimpulkan bahwa ISS 2500 ini dapat digunakan sebagai bahan alternatif untuk stabilisasi tanah pada lapis pondasi khususnya pada lapisan subgrade.

C. Pembatasan Masalah

Masalah pada penelitian ini dibatasi pada sifat dan karakteristik tanah lunak sebelum dan sesudah dicampur menggunakan ISS 2500 (Ionic Soil Stabilizer) sebagai stabilizing agent dengan melaksanakan pengujian-pengujian yang dilakukan di Laboratorium. Adapun ruang lingkup dan batasan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Sampel tanah yang digunakan merupakan sampel tanah terganggu (disturbed) pada jenis tanah lunak daerah Rawa Sragi, Lampung Timur. 2. Bahan yang digunakan untuk stabilisasi tanah adalah ISS 2500 (Ionic Soil

Stabilizer) yang merupakan produk stabilisasi tanah secara kimiawi. 3. Pengujian-pengujian yang dilakukan di Laboratorium antara lain, sebagai


(6)

a.Pengujian pada tanah asli meliputi : 1.Uji Analisis Saringan

2.Uji Berat Jenis 3.Uji Kadar Air

4.Uji Batas-Batas Atterberg 5.Uji Pemadatan tanah 6.Uji CBR

b.Pengujian pada tanah yang telah distabilisasi meliputi : 1. Uji CBR

2. Batas-Batas Atterberg 3. Uji Berat Jenis

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui peningkatan daya dukung tanah yang telah distabilisasi menggunakan ISS 2500 (Ionic Soil Stabilizer) terhadap tanah asli dengan menggunakan tes CBR.

2. Untuk mengetahui pengaruh batas-batas konsistensi tanah dengan variasi pencampuran ISS 2500 (Ionic Soil Stabilizer) pada tanah lunak.

3. Mengetahui perbandingan karakteristik fisik sampel tanah sebelum dan sesudah dilakukan stabilisasi menggunakan ISS 2500 (Ionic Soil Stabilizer).


(7)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lapis Perkerasan Jalan

Sifat dari lapisan-lapisan perkerasan jalan adalah memikul dan menyebarkan beban-beban lalu-lintas ke tanah dasar yang telah dipadatkan. Akan tetapi, jika kondisi tanah kurang baik mutunya sebagai lapis pondasi dengan fungsinya masing-masing maka perlu dilakukan suatu tindakan perbaikan tanah dan salah satunya dengan cara menstabilisasinya. Adapun lapisan-lapisan tersebut adalah :

1. Lapis Permukaan

Lapisan yang terletak paling atas disebut lapis permukaan. Lapisan permukaan sebagai lapisan aus yang kedap air yang berfungsi untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca, membuat jalan agar lebih rata dan mulus, serta untuk menahan beban roda.

2. Lapis Pondasi Atas

Lapis perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan dinamakan lapis pondasi atas (base course). Fungsi lapis pondasi antara lain :


(8)

a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban kebagian bawahnya.

b. Lapisan peresapan untuk lapis pondasi bawah. c. Bantalan terhadap lapis permukaan.

3. Lapis Pondasi Bawah

Lapis perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi atas dan tanah dasar dinamakan lapis pondasi bawah (subbase course). Fungsi lapisan pondasi bawah antara lain :

a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan meratakan beban roda ke lapisan tanah dasar.

b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah, agar lapisan-lapisan yang berada diatasnya dapat dikurangi tebalnya.

c. Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.

d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan dengan lancar.

4. Tanah Dasar (Subgrade)

Lapisan tanah setebal 150 - 100 cm dimana di atasnya akan diletakkan lapisan pondasi bawah dinamakan lapisan tanah dasar (subgrade) yang dapat berupa tanah asli yang dipadatkan (jika tanah aslinya baik), tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan atau tanah yang distabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya. Sebelum lapisan-lapisan lainnya diletakkan, tanah dasar (subgrade) dipadatkan terlebih dahulu sehingga tercapai kestabilan yang tinggi terhadap perubahan volume,


(9)

sehingga dapat dikatakan bahwa kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat ditentukan oleh sifat-sifat daya dukung tanah dasar. Ditinjau dari muka tanah asli, maka lapisan tanah dasar (subgrade) dapat dibedakan atas 3 macam, antara lain :

a). Lapisan tanah dasar, yang merupakan tanah asli b). Lapisan tanah dasar, yang merupakan tanah timbunan c). Lapisan tanah dasar, yang merupakan tanah galian

Adapun masalah- masalah yang sering dijumpai menyangkut tanah dasar (subgrade) adalah :

a. Perubahan bentuk tetap dari jenis tanah tertentu akibat beban lalu lintas. Perubahan bentuk yang besar akan mengakibatkan jalan tersebut rusak. Tanah-tanah dengan plastisitas tinggi cenderung untuk mengalami hal ini. Lapisan-lapisan tanah lunak yang terdapat di bawah tanah dasar harus diperhatikan. Daya dukung tanah dasar yang ditunjukkan oleh nilai CBR-nya dapat merupakan indikasi dari perubahan bentuk yang dapat terjadi.

b. Daya dukung tanah dasar yang tidak merata pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda. Penelitian yang seksama atas jenis dan sifat tanah dasar sepanjang jalan dapat mengurangi akibat tidak seragamnya daya dukung tanah dasar. Perencanaan tebal perkerasan dapat dibuat berbeda-beda dengan membagi jalan menjadi segmen-segmen berdasarkan sifat tanah yang berlainan.

c. Perbedaan penurunan (differential settlement) akibat terdapatnya lapisan-lapisan tanah lunak di bawah tanah dasar akan mengakibatkan


(10)

terjadinya perubahan bentuk tetap. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan penyelidikan tanah dengan teliti. Pemeriksaan dengan menggunakan alat bor dapat memberikan gambaran yang jelas tentang lapisan tanah di bawah lapis tanah dasar.

d. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air. Hal ini dapat dikurangi dengan memadatkan tanah pada kadar air optimum mencapai kepadatan tertentu sehingga perubahan volume yang mungkin terjadi dapat dikurangi. Kondisi drainase yang baik dapat menjaga kemungkinan berubahnya kadar air pada lapisan tanah dasar.

e. Daya dukung yang tidak merata akibat pelaksanaan yang kurang baik. Hal ini akan lebih buruk pada tanah dasar dari jenis tanah berbutir kasar dengan adanya tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas ataupun akibat berat tanah dasar itu sendiri (pada tanah dasar tanah timbunan). Hal ini dapat diatasi dengan melakukan pengawasan yang baik pada saat pelaksanaan pekerjaan tanah dasar. Kondisi geologis dari lokasi jalan perlu dipelajari dengan teliti, jika ada kemungkinan lokasi jalan berbeda pada daerah patahan, dan lain sebagainya.

Banyak metode yang digunakan untuk menentukan daya dukung tanah dasar, misalnya pemeriksaan CBR (California Bearing Ratio), DCP (Dynamic Cone Penetrometer), dan k (modulus reaksi tanah dasar). Di Indonesia daya dukung tanah dasar untuk kebutuhan perencanaan tebal perkerasan ditentukan dengan pemeriksaan CBR.


(11)

B. Tanah

1. Pengertian Tanah

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995). Selain itu, tanah dalam pandangan Teknik Sipil adalah himpunan mineral, bahan organik dan endapan-endapan yang relative lepas (loose) yang terletak di atas batu dasar (bedrock) (Hardiyatmo, H.C., 1992).

Bagi insinyur sipil, kata "tanah" merujuk ke material yang tidak membatu, tidak termasuk batuan dasar, yang terdiri dari butiran-butiran mineral yang memiliki ikatan yang lemah serta memiliki bentuk dan ukuran, bahan organik, air dan gas yang bervariasi. Jadi tanah meliputi gambut, tanah organik, lempung, lanau, pasir dan kerikil atau campurannya (Panduan Geoteknik 1, 2001). Sedangkan menurut Dunn, 1980 berdasarkan asalnya, tanah diklasifikasikan secara luas menjadi 2 macam yaitu :

a. Tanah organik adalah campuran yang mengandung bagian-bagian yang cukup berarti berasal dari lapukan dan sisa tanaman dan kadang-kadang dari kumpulan kerangka dan kulit organisme.

b. Tanah anorganik adalah tanah yang berasal dari pelapukan batuan secara kimia ataupun fisis.


(12)

2. Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok - kelompok dan subkelompok - subkelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang terinci (Das, 1995). Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya untuk memberikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah. Karena variasi sifat dan perilaku tanah yang begitu beragam, sistem klasifikasi secara umum mengelompokan tanah ke dalam kategori yang umum dimana tanah memiliki kesamaan sifat fisis. Sistem klasifikasi bukan merupakan sistem identifikasi untuk menentukan sifat-sifat mekanis dan geoteknis tanah. Karenanya, klasifikasi tanah bukanlah satu-satunya cara yang digunakan sebagai dasar untuk perencanaan dan perancangan konstruksi.

Terdapat dua sistem klasifikasi tanah yang umum digunakan untuk mengelompokkan tanah. Kedua sistem tersebut memperhitungkan distribusi ukuran butiran dan batas-batas Atterberg, sistem-sistem tersebut adalah :

a. Sistem Klasifikasi AASTHO

Sistem klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Official) ini dikembangkan dalam tahun 1929 sebagai Public Road Administrasion Classification System. Sistem ini


(13)

telah mengalami beberapa perbaikan, yang berlaku saat ini adalah yang diajukan oleh Commite on Classification of Material for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research Board pada tahun 1945 (ASTM Standar No. D-3282, AASHTO model M145).

Sistem klasifikasi AASHTO bermanfaat untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (subbase) dan tanah dasar (subgrade). Karena sistem ini ditujukan untuk pekerjaan jalan tersebut, maka penggunaan sistem ini dalam prakteknya harus dipertimbangkan terhadap maksud aslinya. Sistem ini membagi tanah ke dalam 7 kelompok utama yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah yang diklasifikasikan ke dalam A-1, A-2, dan A-3 adalah tanah berbutir di mana 35 % atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan No. 200. Tanah di mana lebih dari 35 % butirannya tanah lolos ayakan No. 200 diklasifikasikan ke dalam kelompok 4, 5 A-6, dan A-7. Butiran dalam kelompok A-4 sampai dengan A-7 tersebut sebagian besar adalah lanau dan lempung. Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria di bawah ini :

1) Ukuran Butir

Kerikil : bagian tanah yang lolos ayakan diameter 75 mm (3 in) dan yang tertahan pada ayakan No. 10 (2 mm).

Pasir : bagian tanah yang lolos ayakan No. 10 (2 mm) dan yang tertahan pada ayakan No. 200 (0.075 mm).


(14)

2) Plastisitas

Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastis sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung dipakai bilamana bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastis indeks plastisnya 11 atau lebih.

Gambar 1. Nilai - nilai batas Atterberg untuk subkelompok tanah 3) Apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) di temukan di

dalam contoh tanah yang akan ditentukan klasifikasi tanahnya, maka batuan-batuan tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu. Tetapi, persentase dari batuan yang dileluarkan tersebut harus dicatat.

Apabila sistem klasifikasi AASHTO dipakai untuk mengklasifikasikan tanah, maka data dari hasil uji dicocokkan dengan angka-angka yang diberikan dalam Tabel 1 dari kolom sebelah kiri ke kolom sebelah kanan hingga ditemukan angka-angka yang sesuai.


(15)

Tabel 1. Klasifikasi tanah untuk lapisan tanah dasar jalan raya (Sistem AASHTO)

Klasifikasi Umum

Tanah berbutir (35 % atau kurang dari seluruh contoh tanah

lolos ayakan No. 200)

Tanah lanau - lempung (lebih dari 35 % dari seluruh contoh

tanah lolos ayakan No. 200) Klasifikasi Kelompok

A-1

A-3

A-2

A-4 A-5 A-6

A-7

A-1a A-1b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7 A-7-5*

A-7-6** Analisis ayakan

(% lolos)

No. 10 ≤ 50 --- --- --- --- --- --- --- --- --- ---

No. 40 ≤ 30 ≤ 50 ≥ 51 --- --- --- --- --- --- --- ---

No. 200 ≤ 15 ≤ 25 ≤ 10 ≤ 35 ≤ 35 ≤ 35 ≤ 35 ≥ 36 ≥ 36 ≥ 36 ≥ 36

Sifat fraksi yang lolos

ayakan No. 40

Batas Cair (LL) --- --- ≤ 40 ≥ 41 ≤ 40 ≥ 41 ≤ 40 ≤ 41 ≤ 40 ≥ 41

Indek Plastisitas (PI) ≤ 6 NP ≤ 10 ≤ 10 ≥ 11 ≥ 11 ≤ 10 ≤ 10 ≥ 11 ≥ 11

Tipe material yang paling dominan

Batu pecah, kerikil dan pasir

Pasir halus

Kerikil dan pasir yang berlanau

atau berlempung Tanah berlanau Tanah berlempung Penilaian sebagai

bahan tanah dasar Baik sekali sampai baik Biasa sampai jelek

Keterangan : ** Untuk A-7-5, PI ≤ LL – 30 ** Untuk A-7-6, PI > LL – 30 Sumber : Das, 1995.


(16)

b. Sistem Klasifikasi Tanah Unified (USCS)

Klasifikasi tanah sistem ini diajukan pertama kali oleh Casagrande dan selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation (USBR) dan United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian American Society for Testing and Materials (ASTM) telah memakai USCS sebagai metode standar guna mengklasifikasikan tanah. Dalam bentuk yang sekarang, sistem ini banyak digunakan dalam berbagai pekerjaan geoteknik. Dalam USCS, suatu tanah diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama yaitu :

1) Tanah berbutir kasar (coarse-grained soils) yang terdiri atas kerikil dan pasir yang mana kurang dari 50% tanah yang lolos saringan No. 200 (F200 < 50). Simbol kelompok diawali dengan G untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil (gravelly soil) atau S untuk pasir (sand) atau tanah berpasir (sandy soil).

2) Tanah berbutir halus (fine-grained soils) yang mana lebih dari 50% tanah lolos saringan No. 200 (F200 ≥ 50). Simbol kelompok diawali dengan M untuk lanau inorganik (inorganic silt), atau C untuk lempung inorganik (inorganic clay), atau O untuk lanau dan lempung organik. Simbol Pt digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan kandungan organik tinggi.

Simbol lain yang digunakan untuk klasifikasi adalah W - untuk gradasi baik (well graded), P - gradasi buruk (poorly graded), L - plastisitas rendah (low plasticity) dan H - plastisitas tinggi (high plasticity).


(17)

Adapun menurut Bowles, 1991 kelompok-kelompok tanah utama pada sistem klasifikasi Unified diperlihatkan pada Tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Sistem klasifikasi tanah unified

Jenis Tanah Prefiks Sub Kelompok Sufiks

Kerikil G Gradasi baik W

Gradasi buruk P

Pasir S Berlanau M

Berlempung C

Lanau M

Lempung C wL < 50 % L

Organik O wL > 50 % H

Gambut Pt

Sumber : Bowles, 1991.

Klasifikasi sistem tanah unified secara visual di lapangan sebaiknya dilakukan pada setiap pengambilan contoh tanah. Hal ini berguna di samping untuk dapat menentukan pemeriksaan yang mungkin perlu ditambahkan, juga sebagai pelengkap klasifikasi yang di lakukan di laboratorium agar tidak terjadi kesalahan label.


(18)

Tabel 3. Sistem klasifikasi unified Divisi utama Simbol

kelompok Nama umum

Ta na h be rbutir ka sa r≥ 50 % buti ra n ter taha n sa ringa

n No. 20

0

Pa

sir≥

50 % f

ra ks i ka sa r lol os sar ingan N o. 4 Ke rikil b ersih (ha nya ke rikil) GW

Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

GP

Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Ke rikil de nga n B uti ra n ha lus

GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau

GC Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung Ke rikil 5 0 % ≥ fr aks i k as ar ter taha n sa ringa

n No. 4

P asir be rsih (ha nya pa sir

) SW

Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

SP

Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

P asir de nga n buti ra n ha lus

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau SC Pasir berlempung, campuran

pasir-lempung Ta na h be rbutir ha lus 50 % a tau le bih l olos aya ka

n No. 200

La na u da n lempung ba ta s c air ≤ 50 % ML

Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung

CL

Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung “kurus” (lean clays) OL Lanau-organik dan lempung berlanau

organik dengan plastisitas rendah

La na u da n lempung ba ta s c air ≥ 50 % MH

Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis

CH Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung “gemuk” ( fat clays) OH Lempung organik dengan plastisitas

sedang sampai dengan tinggi Tanah-tanah dengan

kandungan organik sangat tinggi

PT Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi


(19)

Tabel 3. (Lanjutan) Kriteria klasifikasi Kla sifikasi be rda sa rka n p erse ntase buti r h alus

≤ 5 % lolos

sa ringa n No. 200 GW , GP , S W , S P

≥ 12 % lolos

sa

ringa

n No

. 200 GM

, G C, S M , S C 5 - 12 % lol os sa ringa n No. 200 klasifika si pe rb atasa n ya ng meme rluka n pe nggun aa n dua sim bol

Cu = D60 / D10 > dari 4 Cc =

60 10 2 30) ( xD D D

antara 1 dan 3

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW Batas-batas Atterberg di bawah

garis A atau PI < 4

Batas-batas Atterberg yang digambar dalam daerah yang diarsir merupakan klasifikasi batas yang membutuhkan simbol ganda

Batas-batas Atterberg di atas garis A atau PI > 7

Cu = D60 / D10 lebih besar dari 6 Cc =

60 10 2 30) ( xD D D

antara 1 dan 3

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW Batas-batas Atterberg di bawah

garis A atau PI < 4

Batas-batas Atterberg yang digambar dalam daerah yang diarsir merupakan klasifikasi batas yang membutuhkan simbol ganda

Batas-batas Atterberg di atas garis A atau PI > 7

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat dalam ASTM designation D-2488

Sumber : Das, 1995.

Bagan plastisitas

Untuk klasifikasi tanah berbutir-halus dan fraksi halus dari tanah berbutir kasar Batas Atterberg yang digambarkan di bawah yang diarsir merupakan klasifikasi batas yang membutuhkan simbol ganda Persamaan garis A

PI = 0,73(LL – 20)

OL ML & OH MH & CL CH

CL - ML

Garis A

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Batas Cair 60 50 40 30 20 10 7 4 Index pl ast is it asa s


(20)

C. Tanah Lempung

Tanah lempung merupakan agregat partikel-partikel berukuran mikroskopik dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur-unsur penyusun batuan, dan bersifat plastis dalam selang kadar air sedang sampai luas. Dalam keadaan kering sangat keras, dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan. Selain itu, permeabilitas lempung sangat rendah (Terzaghi dan Peck, 1987).

Sifat khas yang dimiliki oleh tanah lempung adalah dalam keadaan kering akan bersifat keras, dan jika basah akan bersifat lunak plastis, dan kohesif, mengembang dan menyusut dengan cepat, sehingga mempunyai perubahan volume yang besar dan itu terjadi karena pengaruh air. Sedangkan untuk jenis tanah lempung lunak mempunyai karakteristik yang khusus diantaranya daya dukung yang rendah, kemampatan yang tinggi, indeks plastisitas yang tinggi, kadar air yang relatif tinggi dan mempunyai gaya geser yang kecil. Kondisi tanah seperti itu akan menimbulkan masalah jika dibangun konstruksi diatasnya.

Tanah lempung terdiri sekumpulan partikel-partikel mineral lempung dan pada intinya adalah hidrat aluminium silikat yang mengandung ion-ion Mg, K, Ca, Na dan Fe. Mineral-mineral lempung digolongkan ke dalam empat golongan besar, yaitu kaolinit, smectit (montmorillonit), illit (mika hidrat) dan chlorite. Mineral-mineral lempung ini merupakan produk pelapukan batuan yang terbentuk dari penguraian kimiawi mineral-mineral silikat lainnya dan selanjutnya terangkut ke lokasi pengendapan oleh berbagai kekuatan.


(21)

Adapun sifat-sifat umum dari mineral lempung, yaitu : 1. Hidrasi

Partikel mineral lempung biasanya bermuatan negatif sehingga partikel lempung hampir selalu mengalami hidrasi, yaitu dikelilingi oleh lapisan-lapisan molekul air dalam jumlah yang besar. Lapisan ini sering mempunyai tebal dua molekul dan disebut lapisan difusi, lapisan difusi ganda atau lapisan ganda adalah lapisan yang dapat menarik molekul air atau kation yang disekitarnya. Lapisan ini akan hilang pada temperatur yang lebih tinggi dari 60º sampai 100º C dan akan mengurangi plastisitas alamiah, tetapi sebagian air juga dapat menghilang cukup dengan pengeringan udara saja.

2. Aktivitas

Aktivitas tanah lempung merupakan perbandingan antara indeks plastisitas (PI) dengan prosentase butiran yang lebih kecil dari 2 µm yang dinotasikan dengan huruf C dan disederhanakan dalam persamaan berikut :

Aktivitas digunakan sebagai indeks untuk mengidentifikasi kemampuan mengembang dari suatu tanah lempung. Gambar 2 dibawah berikut mengklasifikasikan mineral lempung berdasarkan nilai aktivitasnya yakni : 1. Montmorrillonite : Tanah lempung dengan nilai aktivitas (A) ≥ 7,2 2. Illite : Tanah lempung dengan nilai aktivitas (A) ≥ 0,9 dan < 7,2 3. Kaolinite : Tanah lempung dengan nilai aktivitas (A) ≥ 0,38 dan < 0,9 4. Polygorskite : Tanah lempung dengan nilai aktivitas (A) < 0,38

C PI A


(22)

Gambar 2. Variasi indeks plastisitas dengan persen fraksi lempung Sumber : Hary Christady, Mekanika Tanah I, 2002.

3. Flokulasi dan Dispersi

Apabila mineral lempung terkontaminasi dengan substansi yang tidak mempunyai bentuk tertentu atau tidak berkristal (”amophus”) maka daya negatif netto, ion-ion H+ di dalam air, gaya Van der Waals, dan partikel berukuran kecil akan bersama-sama tertarik dan bersinggungan atau bertabrakan di dalam larutan tanah dan air. Beberapa partikel yang tertarik akan membentuk flok (”flock”) yang berorientasi secara acak, atau struktur yang berukuran lebih besar akan turun dari larutan itu dengan cepatnya dan membentuk sendimen yang sangat lepas. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Lempung yang baru saja berflokulasi dengan mudah tersebar kembali dalam larutan semula apabila digoncangkan, tetapi apabila telah lama terpisah penyebarannya menjadi lebih sukar

Natrium montmorilonite (A = 7,2)

Illite ( A = 0,9)


(23)

karena adanya gejala thiksotropic (”Thixopic”), dimana kekuatan didapatkan dari lamanya waktu.

4. Pengaruh Air

Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang tidak murni secara kimiawi. Pada pengujian di laboratorium untuk batas Atterberg, ASTM menentukan bahwa air suling ditambahkan sesuai dengan keperluan. Pemakaian air suling yang relatif bebas ion dapat membuat hasil yang cukup berbeda dari apa yang didapatkan dari tanah di lapangan dengan air yang telah terkontaminasi. Air berfungsi sebagai penentu sifat plastisitas dari lempung. Satu molekul air memiliki muatan positif dan muatan negatif pada ujung yang berbeda (dipolar). Fenomena hanya terjadi pada air yang molekulnya dipolar dan tidak terjadi pada cairan yang tidak dipolar seperti karbon tetrakolrida (Ccl 4) yang jika dicampur lempung tidak akan terjadi apapun.

5. Sifat Kembang Susut

Tanah-tanah yang banyak mengandung lempung mengalami perubahan volume ketika kadar air berubah. Perubahan itulah yang membahayakan bangunan. Tingkat pengembangan secara umum bergantung pada beberapa faktor, yaitu :

a. Tipe dan jumlah mineral yang ada di dalam tanah. b. Kadar air.

c. Susunan tanah.


(24)

e. Sementasi.

f. Adanya bahan organik, dll.

Secara umum sifat kembang susut tanah lempung tergantung pada sifat plastisitasnya, semakin plastis mineral lempung semakin potensial untuk mengembang dan menyusut.

D. Tanah Lunak

Menurut Panduan Geoteknik 1, 2001 penggunaan istilah “tanah lunak” berkaitan dengan : tanah-tanah yang jika tidak dikenali dan diselidiki secara berhati-hati dapat menyebabkan masalah ketidakstabilan dan penurunan jangka panjang yang tidak dapat ditolerir; tanah tersebut mempunyai kuat geser yang rendah dan kompresibilitas yang tinggi. Adapun salah satu tipe tanah yang termasuk kedalam jenis tanah lunak yaitu lempung lunak.

Tanah lempung lunak adalah tanah yang mengandung mineral-mineral lempung dan memiliki kadar air yang tinggi, yang menyebabkan kuat geser yang rendah. Dalam rekayasa geoteknik istilah 'lunak' dan 'sangat lunak' khusus didefinisikan untuk lempung dengan kuat geser seperti ditunjukkan pada Tabel 4 berikut :

Tabel 4. Definisi kuat geser lempung lunak

Konsistensi Kuat Geser (kN/m2)

Lunak 12.5 – 25

Sangat Lunak < 12.5


(25)

Sebagai indikasi dari kekuatan lempung-lempung tersebut prosedur identifikasi lapangan pada Tabel 5 memberikan beberapa petunjuk.

Tabel 5. Indikator kuat geser tak terdrainase tanah-tanah lempung lunak

Konsistensi Indikasi Lapangan

Lunak Bisa dibentuk dengan mudah dengan jari tangan Sangat Lunak Keluar di antara jari tangan jika diremas dalam

kepalan tangan Sumber : Panduan Geoteknik 1, 2001.

Lempung lunak atau juga yang dikenal lempung expansive merupakan jenis tanah lempung yang di klasifikasikan kedalam jenis tanah yang memiliki nilai pengembangan dan nilai penyusutan yang besar, sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada struktur yang berada diatasnya. Hal tersebut dikarenakan besarnya nilai aktivitas (A) tanah lempung, besar kecilnya nilai aktivitas tanah lempung dipengaruhi oleh nilai indeks plastisitas (PI) tanah, pada Tabel 6 dapat diketahui potensi pengembangan suatu jenis tanah berdasarkan nilai indeks plastisitasnya (PI), untuk tanah lempung yang dapat dikategorikan kedalam tanah lempung yang expansive yakni tanah yang memiliki potensi pengembangan yang sangat tinggi batasan nilai indeks plastisitasnya atau PI > 35 %, selain itu nilai aktivitas tanah lempung juga dapat dipengaruhi oleh jenis mineral yang terkandung pada tanah tersebut semakin plastis mineral lempung semakin potensial untuk menyusut dan mengembang. Tanah-tanah yang banyak mengandung lempung mengalami perubahan volume atau mengalami pengembangan atau penyusutan ketika kadar air berubah, maka dari itu air berfungsi sebagai penentu sifat plastisitas dari lempung.


(26)

Tabel 6. Potensi Pengembangan

Potensi Pengembangan Persen Indek Batas Batas Pengembangan (akibat tekanan Koloid Plastisitas Susut Cair

6,9 KPa) (<0,001mm) PI SL LL

(%) (%) (%) (%) (%)

Sangat tinggi >30 >28 >35 >11 >65

Tinggi 20-30 20-31 25-41 7-12 50-63

Sedang 10-20 13-23 15-28 10-16 39-50

Rendah <10 <15 <18 <15 39

Sumber : Usman, Taufik. 2008.

E. Stabilisasi Tanah

Stabilisasi tanah adalah suatu proses untuk memperbaiki sifat-sifat tanah dengan menambahkan sesuatu pada tanah tersebut, agar dapat menaikkan kekuatan tanah dan mempertahankan kekuatan geser. Adapun tujuan stabilisasi tanah adalah untuk mengikat dan menyatukan agregat material yang ada sehingga membentuk struktur jalan atau pondasi jalan yang padat. Sifat – sifat tanah yang telah diperbaiki dengan cara stabilisasi dapat meliputi : kestabilan volume, kekuatan atau daya dukung, permeabilitas, dan kekekalan atau keawetan.

Teknologi stabilisasi tanah dapat dibagi menjadi 4 (empat) macam penggolongan utama, yaitu :

1. Physio - Mechanical

Pemadatan langsung dengan alat pemadat maupun aplikasi teknologi seperti cakar ayam, tiang pancang dan geomembran atau geotextile.


(27)

2. Granulometric

Pencampuran tanah asli dengan tanah lain yang mempunyai sifat dan karakteristik yang lebih baik lalu dipadatkan dengan alat pemadat.

3. Physio - Chemical

Pencampuran tanah asli dengan semen, kapur ataupun aspal sebagai bahan pengikat partikel tanah.

4. Electro Chemical

Ionisasi partikel tanah dengan mencampurkan bahan kimia tertentu contohnya ISS 2500, yang bertujuan untuk merubah sifat-sifat buruk tanah, seperti kembang susut menjadi tanah yang mudah dipadatkan dan stabil secara permanen.

Menurut Bowles, 1991 beberapa tindakan yang dilakukan untuk menstabilisasikan tanah adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan kerapatan tanah.

2. Menambah material yang tidak aktif sehingga meningkatkan kohesi dan/atau tahanan gesek yang timbul.

3. Menambah bahan untuk menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi dan/atau fisis pada tanah.

4. Menurunkan muka air tanah (drainase tanah). 5. Mengganti tanah yang buruk.

Pada umumnya cara yang digunakan untuk menstabilisasi tanah terdiri dari salah satu atau kombinasi dari pekerjaan-pekerjaan berikut (Bowles, 1991) :


(28)

1. Mekanis, yaitu pemadatan dengan berbagai jenis peralatan mekanis seperti mesin gilas (roller), benda berat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis, tekstur, pembekuan, pemanasan dan sebagainya.

2. Bahan Pencampur (Additiver), yaitu penambahan kerikil untuk tanah kohesif, lempung untuk tanah berbutir, dan pencampur kimiawi seperti semen, gamping, abu batubara, gamping dan/atau semen, semen aspal, sodium dan kalsium klorida, limbah pabrik kertas dan lain-lainnya.

Metode atau cara memperbaiki sifat – sifat tanah ini juga sangat bergantung pada lama waktu pemeraman, hal ini disebabkan karena didalam proses perbaikan sifat – sifat tanah terjadi proses kimia yang dimana memerlukan waktu untuk zat kimia yang ada didalam additive untuk bereaksi.

F. Stabilisasi Elektro-Kimiawi ISS 2500

ISS 2500 merupakan suatu bahan stabilisasi tanah secara elekto-kimiawi yang sangat cocok digunakan untuk meningkatkan kondisi tanah atau material tanah jelek / dibawah standar yang akan dipakai sebagai lapis pondasi pada konstruksi jalan. Penambahan ISS 2500 ini akan meningkatkan kepadatan dan daya dukung material tanah, sehingga memungkinkan lapis pondasi jalan yang dibangun dapat mempertahankan tingkat kepadatannya dalam keadaan atau kondisi basah.

Stabilisasi tanah secara elektro-kimiawi dengan ISS 2500 adalah stabilisasi yang memadatkan tanah dengan cara ionisasi pertukaran antara ion ISS 2500 dengan ion partikel tanah sehingga partikel air tidak dapat menyatu dengan


(29)

partikel tanah lagi, seperti yang terlihat pada Tabel 7. Selain itu bahan ini merupakan suatu bahan kimia yang larut dalam air dan digunakan dalam konstruksi dari semua jenis jalan yang memanfaatkan material tanah setempat (in-situ materials).

Tabel 7. Kondisi tanah sebelum dan sesudah distabilisasi dengan ISS 2500

Sumber : Internusa, Transway. 2005.

ISS 2500 adalah 100% bahan organik sehingga tidak beracun dan tidak mengancam persediaan air tanah, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Bahan ini diperoleh dari modifikasi sulphonated petroleum resins dengan mengkombinasikan organic sulphur dan buffered acids yang dikombinasikan seperti bi-sulphates. Keuntungan menggunakan ISS 2500 sebagai bahan untuk stabilisasi tanah adalah :

1. Meningkatkan standar jalan – ISS 2500 akan mengurangi rusak yang sering dialami pada jalan seperti gelombang, lubang, lumpur dan debu.

Bentuk Tanah

-Berongga

-Air terjebak diantara pori-pori partikel-partikel tanah

Kondisi Tanah

-Tidak berongga

-ISS 2500 melepaskan ikatan air yang terikat pada tanah, kemudian akan menghilangkan rongga yang ada dengan cara menggantikannnya

1.

2.

Tanah Normal


(30)

2. Hemat biaya – Hanya memerlukan usaha persiapan dan konstruksi yang seminimalkan mungkin dalam pembuatan jalan.

3. Aplikasi mudah – Hanya menyemprotkan dengan peralatan semprot standar tanpa memerlukan peralatan khusus.

4. Pemeliharaan jalan mudah dan sederhana – Pemeliharaan dilakukan seperti biasa pada permukaan jalan tanpa membutuhkan keahlian khusus dan hanya memerlukan peralatan-peralatan standar.

5. Tidak ada masa perawatan – Jalan dapat langsung digunakan untuk lalu-lintas dengan seketika setelah distabilisasi menggunakan ISS 2500.

Bahan ISS 2500 ini memiliki karakteristik, antara lain :

1. Meningkatkan : CBR (kekuatan menahan beban), densitas, kepadatan dan umur jalan.

2. Mengurangi : Indeks plastisitas/PI (tingkat penyerapan air), debu, pemuaian & kelembaban, penyusutan & abrasi dan biaya pemeliharaan.

Stabilisasi tanah dengan ISS 2500 dapat digunakan untuk menggantikan lapis pondasi pada lapis perkerasan jalan seperti pada base, sub-base dan subgrade, karena dengan menggunakan bahan stabilisasi ini kepadatan tanah yang diinginkan akan tercapai, selain itu juga akan meningkatkan karakteristik fisik dan mekanik tanah. Test di lapangan dan laboratorium menunjukkan bahwa peningkatan ditemukan didalam kekuatan lapisan tidak hanya dalam kaitan dengan kepadatan, tetapi juga dalam kaitan dengan peningkatan sifat-sifat indeks seperti PI, nilai modulus dan penyusutan linier.


(31)

Adapun mekanisme kerja ISS 2500 secara kimiawi pada tanah lempung, antara lain :

1. Lempung terdiri dari partikel mikroskopik yang berbentuk plat yang mirip lempengan-lempengan kecil dengan susunan yang beraturan, mengandung ion (+) pada bagian muka / datar dan ion (-) pada bagian tepi platnya. Dalam kondisi kering, ikatan antara tepi plat cukup kuat menahan lempung dalam satu kesatuan, tetapi bagian tersebut sangat mudah menyerap air, seperti yang terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kondisi lempung saat kering

2. Karena komposisi mineraloginya, pada saat turun hujan, plat yang memiliki kelebihan ion negatif (anion) akan menarik ion positif (kation) air yang akan menyebabkan air tersebut menjadi air pekat yang melekat dan juga sekaligus sebagai perekat antara partikel satu dengan partikel lainnya dan tak hilang meski tanah lempung dalam kondisi kering sekalipun, seperti yang terlihat pada gambar 4. Ini merupakan sifat alamiah dari tanah lempung yang mudah mengembang dan menyusut. Hal ini menyebabkan tanah lempung sulit digunakan untuk konstruksi jalan.


(32)

Gambar 4. Kondisi lempung saat basah

3. Dengan komposisi kimianya, ISS 2500 memiliki kemampuan yang sangat besar untuk melakukan pertukaran ion. Pada saat ISS 2500 dengan dosis tertentu dicampur dengan air, maka ISS 2500 akan mengionisasi air dengan mengaktifkan air H+ dan OH- yang kemudian dengan kuat menukar muatan elektrisnya dengan plat sehingga memaksa air pekat yang melekat diantara plat memecah ikatan elektrokimianya dengan plat untuk menjadi air bebas yang dapat dialirkan dari tanah lempung melalui gaya gravitasi atau penguapan.

Gambar 5. Ikatan ionik ISS 2500 dengan lempung

Setelah air pekat terpisah, masing-masing plat saling tarik menarik dan menyusun dirinya sedemikian rupa menjadi rapat dan stabil. Melalui proses pemadatan, ikatan antar plat lempung menjadi lebih kuat dan


(33)

kepadatan/densitasnya serta kekuatan mekanisnya meningkat menjadi sangat kedap air.

G. Komposisi Kimia ISS 2500

Hasil pengujian komposisi kimia ISS 2500 telah dilakukan di Laboratorium yang telah terakreditasi secara internasional dan sesuai dengan International Laboratory Accreditation Cooperation (ILAC). Untuk laporan analisis kimia berdasarkan SGS South Africa (Pty) Ltd Agricultural & Food Services (SANAS Accredited Laboratory T0114) SGS Reference No. 2712 30 November 2000 adalah sebagai berikut :

Tabel 8. Analisis laporan kimia

Analysis Performed Units Method Result Pesticides

Organo Chlorides P/ND PAM (304) ND

Organo Phospates P/ND PAM (304) ND

Carbamates P/ND PAM (401) ND

Pyrethroids P/ND PAM (304) ND

Organo Compounds

PAHs µg/L APHA 6440B ND

VOCs µg/L APHA 6200C ND

P = Present/Positive ND = None Detected

Sedangkan untuk tingkat toksisitas ISS 2500 berdasarkan SANAS Accredited Laboratory T0045 (Analysis Report 2000/1352 (H2) 4 Desember 2000), yaitu sebagai berikut :


(34)

Tabel 9. Laporan tingkat toksisitas

Acute toxicity test Method Number % Survival (US EPA 1991)

24-hour Daphnia Pulex 1.1.2.04.1 100

48-hour Daphnia Pulex 1.1.2.04.1 95

96-hour Poecila reticulata 1.1.2.05.1 95 ISS 2500 5ml : 5L

ISS 2500 Ionic Soil stabilizer memenuhi persyaratan untuk dianggap lingkungan aman dan jika ditangani sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh produsen serta tidak akan menimbulkan bahaya apapun untuk kesehatan atau lingkungan.

H. California Bearing Ratio (CBR Method)

Metode perencanaan perkerasan jalan yang umum dipakai adalah cara-cara empiris dan yang biasa dikenal adalah cara CBR (California Bearing Ratio). Metode ini dikembangkan oleh California State Highway Departement sebagai cara untuk menilai kekuatan tanah dasar jalan (subgrade). Istilah CBR menunjukkan suatu perbandingan (ratio) antara beban yang diperlukan untuk menekan piston logam (luas penampang 3 sqinch) ke dalam tanah untuk mencapai penurunan (penetrasi) tertentu dengan beban yang diperlukan pada penekanan piston terhadap material batu pecah di California pada penetrasi yang sama (Canonica, 1991).

Harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar


(35)

100 % dalam memikul beban. Sedangkan, nilai CBR yang didapat akan digunakan untuk menentukan tebal lapisan perkerasan yang diperlukan di atas lapisan yang mempunyai nilai CBR tertentu. Untuk menentukan tebal lapis perkerasan dari nilai CBR digunakan grafik-grafik yang dikembangkan untuk berbagai muatan roda kendaraan dengan intensitas lalu lintas.

1. Jenis-Jenis CBR

Berdasarkan cara mendapatkan contoh tanahnya, CBR dapat dibagi atas : a. CBR Lapangan

CBR lapangan disebut juga CBR inplace atau field inplace dengan kegunaan sebagai berikut :

1. Mendapatkan nilai CBR asli di lapangan sesuai dengan kondisi tanah pada saat itu. Umumnya digunakan untuk perencanaan tebal lapis perkerasan yang lapisan tanah dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi.

2. Untuk mengontrol apakah kepadatan yang diperoleh sudah sesuai dengan yang diinginkan. Pemeriksaan ini tidak umum digunakan. Metode pemeriksaannya dengan meletakkan piston pada kedalaman dimana nilai CBR akan ditentukan lalu dipenetrasi dengan menggunakan beban yang dilimpahkan melalui gardan truk.

b. CBR Lapangan Rendaman (undisturbed soaked CBR)

CBR lapangan rendaman ini berfungsi untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli di lapangan pada keadaan jenuh air dan tanah mengalami pengembangan (swelling) yang maksimum. Hal ini sering


(36)

digunakan untuk menentukan daya dukung tanah di daerah yang lapisan tanah dasarnya tidak akan dipadatkan lagi, terletak pada daerah yang badan jalannya sering terendam air pada musim penghujan dan kering pada musim kemarau. Sedangkan pemeriksaan dilakukan di musim kemarau. Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil contoh tanah dalam tabung (mold) yang ditekan masuk kedalam tanah mencapai kedalaman yang diinginkan. Tabung berisi contoh tanah dikeluarkan dan direndam dalam air selama beberapa hari sambil diukur pengembangannya. Setelah pengembangan tidak terjadi lagi, barulah dilakukan pemeriksaan besarnya CBR.

c. CBR Laboratorium

Tanah dasar pada konstruksi jalan baru dapat berupa tanah asli, tanah timbunan atau tanah galian yang dipadatkan sampai mencapai 95% kepadatan maksimum. Dengan demikian daya dukung tanah dasar merupakan kemampuan lapisan tanah yang memikul beban setelah tanah itu dipadatkan. CBR ini disebut CBR Laboratorium, karena disiapkan di Laboratorium. CBR Laboratorium dibedakan atas 2 macam, yaitu CBR Laboratorium rendaman dan CBR Laboratorium tanpa rendaman.

2. Pengujian Kekuatan dengan CBR

Alat yang digunakan untuk menentukan besarnya CBR berupa alat yang mempunyai piston dengan luas 3 sqinch dengan kecepatan gerak vertikal ke bawah 0,05 inch/menit, Proving Ring digunakan untuk mengukur


(37)

beban yang dibutuhkan pada penetrasi tertentu yang diukur dengan arloji pengukur (dial). Penentuan nilai CBR yang biasa digunakan untuk menghitung kekuatan pondasi jalan adalah penetrasi 0,1” dan penetrasi 0,2”, yaitu dengan rumus sebagai berikut :

Nilai CBR pada penetrsai 0,1” =

Nilai CBR pada penetrsai 0,2” =

Dimana :

A = pembacaan dial pada saat penetrasi 0,1” B = pembacaan dial pada saat penetrasi 0,2”

Nilai CBR yang didapat adalah nilai yang terkecil diantara hasil perhitungan kedua nilai CBR.

I. Batas-Batas Atterberg

Batas kadar air yang mengakibatkan perubahan kondisi dan bentuk tanah dikenal pula sebagai batas-batas konsistensi atau batas-batas Atterberg (yang mana diambil dari nama peneliti pertamanya yaitu Atterberg pada tahun 1911). Pada kebanyakan tanah di alam, berada dalam kondisi plastis.

Kadar air yang terkandung dalam tanah berbeda-beda pada setiap kondisi tersebut yang mana bergantung pada interaksi antara partikel mineral lempung. Bila kandungan air berkurang maka ketebalan lapisan kation akan berkurang pula yang mengakibatkan bertambahnya gaya-gaya tarik antara partikel-partikel. Sedangkan jika kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah

100% x 3000

A

100% x 4500


(38)

dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh karena itu, atas dasar air yang dikandung tanah, tanah dapat dibedakan ke dalam empat (4) keadaan dasar, yaitu : padat (solid), semi padat (semi solid), plastis (plastic), dan cair (liquid), seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 5 berikut.

Gambar 6. Batas-batas Atterberg

Adapun yang termasuk ke dalam batas-batas Atterberg antara lain : 1. Batas Cair (Liquid Limit)

Batas cair (LL) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis.

2. Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas plastis (PL) adalah kadar air pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air dimana tanah yang di buat menyerupai lidi-lidi sampai dengan diameter silinder 3 mm mulai retak-retak, putus atau terpisah ketika digulung.

Padat SemiPadat Plastis Cair

Limit) (Shrinkage Susut Batas Limit) (Plastic Plastis Batas Limit) (Liquid Cair Batas

Kering Makin Basah

Bertambah Air Kadar PL -LL PI (PI) Index Plasticity Cakupan 


(39)

3. Batas Susut (Shrinkage Limit)

Batas susut (SL) adalah kadar air yang didefinisikan pada derajat kejenuhan 100%, dimana untuk nilai-nilai dibawahnya tidak akan terdapat perubahan volume tanah apabila dikeringkan terus. Harus diketahui bahwa batas susut makin kecil maka tanah akan lebih mudah mengalami perubahan volume.

4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks plastisitas (PI) adalah selisih antara batas cair dan batas plastis. Indeks plastisitas merupakan interval kadar air tanah yang masih bersifat plastis.

J. Pemadatan Tanah

Pemadatan merupakan usaha untuk mempertinggi kerapatan tanah dengan pemakaian energi mekanis untuk menghasilkan pemampatan partikel (Bowles, 1991). Usaha pemadatan tersebut akan menyebabkan volume tanah akan berkurang, volume pori berkurang namun volume butir tidak berubah. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menggilas atau menumbuk.

Manfaat dari pemadatan tanah adalah memperbaiki beberapa sifat teknik tanah, antara lain :

1. Memperbaiki kuat geser tanah yaitu menaikkan nilai θ dan C (memperkuat tanah),

2. Mengurangi kompresibilitas yaitu mengurangi penurunan oleh beban, 3. Mengurangi permeabilitas yaitu mengurangi nilai k,


(40)

Adapun prosedur dinamik laboratorium yang standar digunakan untuk pemadatan tanah biasanya disebut uji ”Proctor”. Berdasarkan tenaga pemadatan yang diberikan, pengujian proctor dibedakan menjadi 2 macam : 1. Proctor Standar

2. Proctor Modifikasi

Rincian mengenai persamaan ataupun perbedaan dari kedua proctor tersebut, diperlihatkan dalam Tabel 10 berikut ini :

Tabel 10. Elemen-elemen uji pemadatan di laboratorium Proctor Standar

(ASTM D-698)

Proctor Modifikasi (ASTM D-1557)

Berat palu 24,5 N (5,5 lb) 44,5 N (10 lb)

Tinggi jatuh palu 305 mm (12 in) 457 mm (18 in)

Jumlah lapisan 3 5

Jumlah tumbukan/lapisan 25 25

Volume cetakan 1/30 ft3

Tanah saringan (-) No. 4

Energi pemadatan 595 kJ/m3 2698 kJ/m3

Sumber : Bowles, 1991.

K. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian laboratorium yang menjadi bahan pertimbangan dan acuan penelitian ini dikarenakan adanya kesamaan metode dan sampel tanah yang digunakan, akan tetapi untuk bahan aditif dan variasi campuran serta waktu pemeraman yang berbeda, antara lain :


(41)

1. Stabilisasi pada tanah lempung lunak

Penelitian yang dilakukan oleh Doddy Darmady pada tahun 2009 adalah mengenai Pengaruh Rendaman Terhadap Kualitas Tanah Semen (Soil Cement) Mengggunakan Tanah Lempung Lunak. Pada penelitian ini sampel tanah yang digunakan merupakan sampel tanah yang diambil dari Rawa Sragi Desa Belimbing Sari, Kecamatan Jabung Lampung Timur.

2. Stabilisasi dengan kapur

Penelitian yang dilakukan oleh Ivone Mariea pada tahun 2009 yaitu Pengaruh Durabilitas Terhadap Daya Dukung Lapisan Soil Lime. Penelitian tersebut menggunakan campuran kapur 5 %, 10 %, 15 %, dan 20 %, dengan pemeraman selama 28 hari setelah itu direndam dan dikeringkan masing-masing selama 4 hari terhitung sebagai 1 siklus dan dilakukan pengulangan sebanyak 2 siklus, 4 siklus dan 6 siklus. Hasil uji CBR menunjukkan penurunan nilai pada setiap peningkatan waktu siklus. Menurunnya nilai CBR tersebut disebabkan oleh pengaruh dari siklus rendaman yang dilakukan. Semakin lama waktu siklus maka akan semakin menurunkan nilai CBR campuran tersebut. Hal ini disebabkan adanya pengaruh air yang masuk melalui rongga-rongga campuran soil lime yang mengakibatkan kadar air campuran tersebut bertambah dan melepaskan butiran-butiran tanah yang telah terikat sehingga menurunkan nilai CBR soil lime tersebut.


(42)

3. Stabilisasi dengan semen

Penelitian yang dilakukan oleh Candra Hakim Van Rafi’i pada tahun 2009 adalah mengenai Pengaruh Durabilitas Terhadap Daya Dukung Lapisan Soil Cement Base Pada Tanah Lempung. Hasil yang didapat adalah bahwa pengaruh dari durabilitas terhadap lapisan soil cement base yaitu menggangu kestabilan lapisan fondasi tersebut, pengaruh dari durabilitas tersebut dapat dilihat dari perilaku rendaman (siklus). Dari masing – masing perilaku siklus didapat nilai CBR, yaitu untuk 2 siklus sebesar 104 %, untuk 4 siklus sebesar 92 %, dan untuk 6 siklus sebesar 86 %. Dari hasil pengujian di laboratorium, didapat bahwa terjadi penurunan nilai CBR disetiap penambahan waktu siklus. Pada saat 4 siklus dan 6 siklus nilai CBR kurang memenuhi persyaratan yang disyaratkan oleh spesifikasi Bina Marga yaitu > 100 %.


(43)

III. METODE PENELITIAN

A. Pekerjaan Lapangan

Pekerjaan lapangan yang dilakukan adalah pengambilan sampel tanah. Sampel tanah yang diambil meliputi tanah terganggu (disturb soil) dan tanah tidak terganggu (undistrub soil). Akan tetapi dalam penelitian ini cukup dengan pengambilan sampel dengan cara disturb soil (tanah terganggu). Sampel tanah diambil di beberapa titik pada lokasi pengambilan sampel, hal ini dilakukan agar sampel tanah yang diambil merupakan sampel tanah yang mewakili tanah di lokasi pengambilan sampel.

Sampel tanah yang diambil tidak perlu adanya usaha yang dilakukan untuk melindungi sifat dari tanah tersebut. Sampel tanah tersebut digunakan untuk pengujian analisis saringan, batas-batas konsistensi, pemadatan (proctor modified) dan CBR Rendaman. Pengambilan sampel tanah terganggu (disturb) cukup dimasukan kedalam karung plastik atau pembungkus lainnya.

B. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat untuk uji analisis saringan, uji berat jenis, uji kadar air, uji batas-batas konsistensi, uji proctor


(44)

Tanah Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung yang telah sesuai dengan standarisasi American Society for Testing Material (ASTM).

C. Benda Uji

1. Sampel tanah yang di uji pada penelitian ini yaitu tanah lunak dengan klasifikasi lempung lunak yang berasal dari Rawa Sragi Desa Belimbing Sari, Kecamatan Jabung Lampung Timur.

2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung.

3. Stabilizing agent yaitu ISS 2500 (Ionic Soil Stabilizer).

D. Metode Pencampuran Sampel Tanah dengan ISS 2500

Metode pencampuran untuk masing-masing kadar larutan ISS 2500 adalah : 1. Larutan ISS 2500 dicampur dengan sampel tanah yang telah ditumbuk

(butir aslinya tidak pecah) dan lolos saringan No. 4 (4,75 mm) dengan variasi kadar campuran larutan ISS 2500 antara lain adalah 0.5 ml, 0.8 ml, 1.1 ml dan 1.4 ml.

2. Sampel tanah yang sudah tercampur larutan ISS 2500 siap untuk dipadatkan, lalu diperam selama 7 hari dan direndam 4 hari. Pada pemeraman 7 hari dilakukan pengujian CBR, pengujian atterberg serta pengujian berat jenis. Akan tetapi, untuk perendaman 4 hari cukup dilakukan pengujian CBR.


(45)

E. Pelaksanaan Pengujian

Pelaksanaan pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung. Pengujian yang dilakukan dibagi menjadi 2 bagian pengujian yaitu pengujian untuk tanah asli dan tanah yang telah distabilisasi, adapun pengujian-pengujian tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pengujian Sampel Tanah Asli a. Pengujian Analisis Saringan b. Pengujian Berat Jenis c. Pengujian Kadar Air d. Pengujian Batas Atterberg e. Pengujian Pemadatan Tanah f. Pengujian CBR

2. Pengujian pada tanah yang telah distabilisasi larutan ISS 2500 a. Pengujian CBR

b. Pengujian Batas Atterberg c. Pengujian Berat Jenis

Pada pengujian tanah stabilisasi setiap sampel tanah dibuat campuran dengan kadar ISS 2500 yaitu 0.5 ml, 0.8 ml, 1.1 ml dan 1.4 ml dengan dilakukan masa pemeraman yang sama yaitu selama 7 hari dan perendaman 4 hari sebelum dilakukan pengujian CBR dan pengujian yang lainnya.


(46)

1. Uji Kadar Air

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui kadar air suatu sampel tanah yaitu perbandingan antara berat air dengan berat tanah kering. Pengujian ini menggunakan standar ASTM D-2216.

Bahan : Sampel tanah asli seberat 30 – 50 gram sebanyak 3 sampel.

Peralatan :

a. Cawan kadar air (tin box)

b. Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram c. Oven dan Desikator

Adapun cara kerja berdasarkan ASTM D-2216, yaitu :

a. Menimbang cawan yang akan digunakan dan memasukkan benda uji kedalam cawan dan menimbangnya.

b. Memasukkan cawan yang berisi sampel ke dalam oven dengan suhu 110oC selama 24 jam.

c. Menimbang cawan berisi tanah yang sudah di oven dan menghitung prosentase kadar air.

Perhitungan :

a. Berat air (Ww) = Wcs – Wds b. Berat tanah kering (Ws) = Wds – Wc

c. Kadar air (ω) = x100%

Ws Ww


(47)

Dimana :

Wc = Berat cawan yang akan digunakan Wcs = Berat benda uji + cawan

Wds = Berat cawan yang berisi tanah yang sudah di oven

2. Uji Analisis Saringan

Analisis saringan adalah mengayak atau menggetarkan contoh tanah melalui satu set ayakan di mana lubang-lubang ayakan tersebut makin kecil secara berurutan. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui prosentase ukuran butir sampel tanah yang dipakai. Pengujian ini menggunakan standar ASTM D-422, AASHTO T88 (Bowles, 1991).

Bahan-bahan :

a. Tanah asli yang telah dikeringkan dengan oven sebanyak 500 gram b. Air bersih atau air suling 1500 cc

Peralatan :

a. Saringan (sieve) 1 set

b. Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram c. Mesin penggetar (sieve shaker)

d. Kuas halus e. Oven f. Pan


(48)

Langkah Kerja :

a. Mengambil sampel tanah sebanyak 500 gram, memeriksa kadar airnya.

b. Meletakkan susunan saringan diatas mesin penggetar dan memasukkan sampel tanah pada susunan yang paling atas kemudian menutup rapat. c. Mengencangkan penjepit mesin dan menghidupkan mesin penggetar

selama kira-kira 15 menit.

d. Menimbang masing-masing saringan beserta sampel tanah yang tertahan di atasnya.

Perhitungan :

a. Berat masing-masing saringan (Wci)

b. Berat masing-masing saringan beserta sampel tanah yang tertahan di atas saringan (Wbi)

c. Berat tanah yang tertahan (Wai) = Wbi – Wci

d. Jumlah seluruh berat tanah yang tertahan di atas saringan ( Wai  Wtot)

e. Persentase berat tanah yang tertahan di atas masing-masing saringan (Pi)

f. Persentase berat tanah yang lolos masing-masing saringan (q) : qi 100%pi%

q

 

11 qip

 

i1

% 100 x W

Wci Wbi Pi

total

   

 


(49)

Dimana : i = l (saringan yang dipakai dari saringan dengan diameter maksimum sampai saringan No. 200)

3. Uji Batas Atterberg

a. Batas Cair (Liquid Limit)

Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair. Pengujian ini menggunakan standar ASTM D-4318.

Bahan-bahan :

- Sampel tanah yang telah dikeringkan di udara atau oven - Air bersih atau air suling sebanyak 300 cc

Peralatan :

1. Alat batas cair (mangkuk Cassagrande)

2. Alat pembuat alur (grooving tool) ASTM untuk tanah yang lebih plastis

3. Spatula

4. Gelas ukur 100 cc 5. Container 4 buah 6. Plat kaca

7. Porcelain dish (mangkuk porselen) 8. Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram 9. Oven


(50)

Adapun cara kerja berdasarkan ASTM D-4318, antara lain :

1. Mengayak sampel tanah yang sudah dihancurkan dengan menggunakan saringan No. 40.

2. Mengatur tinggi jatuh mangkuk Casagrande setinggi 10 mm. 3. Mengambil sampel tanah yang lolos saringan No. 40, kemudian

diberi air sedikit demi sedikit dan aduk hingga merata, kemudian dimasukkan kedalam mangkuk casagrande dan meratakan permukaan adonan sehingga sejajar dengan alas.

4. Membuat alur tepat ditengah-tengah dengan membagi benda uji dalam mangkuk cassagrande tersebut dengan menggunakan grooving tool.

5. Memutar tuas pemutar sampai kedua sisi tanah bertemu sepanjang 13 mm sambil menghitung jumlah ketukan dengan jumlah ketukan harus berada diantara 10 – 40 kali.

6. Mengambil sebagian benda uji di bagian tengah mangkuk untuk pemeriksaan kadar air dan melakukan langkah kerja yang sama untuk benda uji dengan keadaan adonan benda uji yang berbeda sehingga diperoleh 4 macam benda uji dengan jumlah ketukan yang berbeda yaitu 2 buah dibawah 25 ketukan dan 2 buah di atas 25 ketukan.

Perhitungan :

1. Menghitung kadar air masing-masing sampel tanah sesuai jumlah pukulan.


(51)

2. Membuat hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan pada grafik semi logritma, yaitu sumbu x sebagai jumlah pukulan dan sumbu y sebagai kadar air.

3. Menarik garis lurus dari keempat titik yang tergambar. 4. Menentukan nilai batas cair pada jumlah pukulan ke 25.

b. Batas Plastis (Plastic limit)

Tujuannya adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan plastis dan keadaan semi padat. Nilai batas plastis adalah nilai dari kadar air rata-rata sampel. Pengujian ini menggunakan standar ASTM D-4318.

Bahan-bahan :

1. Sampel tanah sebanyak 100 gram yang telah dikeringkan 2. Air bersih atau air suling sebanyak 50 cc

Peralatan : 1. Plat kaca 2. Spatula

3. Gelas ukur 100 cc 4. Container 3 buah

5. Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram 6. Oven

Adapun cara kerja berdasarkan ASTM D-4318 :

1. Mengayak sampel tanah yang telah dihancurkan dengan saringan No. 40.


(52)

2. Mengambil sampel tanah kira-kira sebesar ibu jari kemudian digulung-gulung di atas plat kaca hingga mencapai diameter 3 mm sampai retak-retak atau putus-putus.

3. Memasukkan benda uji ke dalam container kemudian ditimbang 4. Menentukan kadar air benda uji.

Perhitungan :

1. Nilai batas plastis (PL) adalah kadar air rata-rata dari ketiga benda uji.

2. Indeks Plastisitas (PI) adalah harga rata-rata dari ketiga sampel tanah yang diuji, dengan rumus :

PI = LL – PL

4. Uji Berat Jenis

Pengujian ini mencakup penentuan berat jenis (specific gravity) tanah dengan menggunakan botol piknometer. Tanah yang diuji harus lolos saringan No. 4. Bila nilai berat jenis dan uji ini hendak digunakan dalam perhitungan untuk uji hydrometer, maka tanah harus lolos saringan # 200 (diameter = 0.074 mm). Uji berat jenis ini menggunakan standar ASTM D-854.

Bahan-bahan : - Sampel tanah lempung - Air suling

Peralatan : a. Picnometer


(53)

b. Thermometer dengan ketelitian 0.01oC c. Neraca dengan ketelitian 0.01 gram d. Boiler (tungku pemanas)

Adapun cara kerja berdasarkan ASTM D-854, antara lain :

a. Menyiapkan benda uji secukupnya dan mengoven pada suhu 60oC sampai dapat digemburkan atau dengan pengeringan matahari.

b. Mendinginkan tanah dengan Desikator lalu menyaring dengan saringan No. 4 dan apabila tanah menggumpal ditumbuk lebih dahulu. c. Mencuci labu ukur dengan air suling dan mengeringkannya.

d. Menimbang labu tersebut dalam keadaan kosong. e. Mengambil sampel tanah.

f. Memasukkan sampel tanah kedalam labu ukur dan menambahkan air suling sampai menyentuh garis batas labu ukur.

g. Mengeluarkan gelembung-gelembung udara yang terperangkap di dalam butiran tanah dengan menggunakan pompa vakum.

h. Mengeringkan bagian luar labu ukur, menimbang dan mencatat hasilnya dalam temperatur tertentu.

Perhitungan :

Dimana :

Gs = Berat jenis

W1 = Berat picnometer (gram) ) W W ( ) W W ( W W Gs 2 3 1 4 1 2     


(54)

W2 = Berat picnometer dan tanah kering (gram) W3 = Berat picnometer, tanah, dan air (gram) W4 = Berat picnometer dan air bersih (gram)

5. Uji Pemadatan Tanah (ProctorModified)

Tujuannya adalah untuk menentukan kepadatan maksimum tanah dengan cara tumbukan yaitu dengan mengetahui hubungan antara kadar air dengan kepadatan tanah. Pengujian ini menggunakan standar ASTM D-1557.

Bahan-bahan : - Sampel tanah lempung - Air suling

Peralatan :

a. Mold standar 4” yang terdiri dari : 1. Plat dasar

2. Mold

3. Collar (leher penahan tanah) b. Hammer seberat 4.5 kg

c. Pan segi empat / talam d. Sendok pengaduk tanah e. Gelas ukur 250 cc f. Pisau pemotong

g. Saringan No.4 (4.75 mm)

h. Timbangan 1 kg dengan ketelitian 0.01 gram i. Timbangan 20 kg dengan ketelitian 1 gram


(55)

j. Container k. Kantong plastik l. Oven

m. Kain lap

Adapun langkah kerja pengujian pemadatan tanah, antara lain : a. Penambahan air

1. Mengambil tanah sebanyak 12.5 kg dengan menggunakan karung goni lalu dijemur.

2. Setelah kering tanah yang masih menggumpal dihancurkan dengan tangan.

3. Butiran tanah yang telah terpisah diayak dengan saringan No. 4. 4. Butiran tanah yang lolos saringan No. 4 dipindahkan atas 5 bagian,

masing-masing 2.5 kg, masukkan masing-masing bagian kedalam plastik dan ikat rapat-rapat.

5. Mengambil sebagian butiran tanah yang mewakili sampel tanah untuk menentukan kadar air awal.

6. Mengambil tanah seberat 2.5 kg, menambahkan air sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan tanah sampai merata. Bila tanah yang diaduk telah merata, dikepalkan dengan tangan. Bila tangan dibuka, tanah tidak hancur dan tidak lengket ditangan.

Setelah dapat campuran tanah, mencatat berapa cc air yang ditambahkan untuk setiap 2.5 kg tanah.

7. Penambahan air untuk setiap sampel tanah dalam plastik dapat dihitung dengan rumus :


(56)

Wwb = wb . W 1 + wb W = Berat tanah

Wb = Kadar air yang dibutuhkan Penambahan air : Ww = Wwb – Wwa

8. Sesuai perhitungan, lalu melakukan penambahan air setiap 2.5 kg sampel diatas pan dan mengaduknya sampai rata dengan tembok pengaduk.

b. Pemadatan tanah

1. Menimbang mold standar beserta alas.

2. Memasang collar pada mold, lalu meletakkannya di atas papan. 3. Mengambil salah satu sampel yang telah ditambahkan air sesuai

dengan penambahannya.

4. Dengan modified proctor, tanah dibagi kedalam 5 bagian. Bagian pertama dimasukkan kedalam mold, ditumbuk 25 kali sampai merata. Dengan cara yang sama dilakukan pula untuk bagian kedua, ketiga, keempat dan kelima, sehingga bagian kelima mengisi sebagian collar (berada sedikit diatas bagian mold).

5. Melepaskan collar dan meratakan permukaan tanah pada mold dengan menggunakan pisau pemotong.

6. Menimbang mold berikut alas dan tanah didalamnya.

7. Mengeluarkan tanah dari mold dengan extruder, ambil bagian tanah (alas dan bawah) dengan menggunakan 2 container untuk pemeriksaan kadar air (w).


(57)

8. Mengulangi langkah kerja b.2 sampai b.7 untuk sampel tanah lainnya, maka akan didapatkan 6 data pemadatan tanah.

Perhitungan :

Kadar air :

a. Berat cawan + berat tanah basah = W1 (gr) b. Berat cawan + berat tanah kering = W2 (gr) c. Berat air = W1 – W2 (gr)

d. Berat cawan = Wc (gr)

e. Berat tanah kering = W2 – Wc (gr) f. Kadar air (w) = W1 – W2 (%)

W2 – Wc

Berat isi :

a. Berat mold = Wm (gr)

b. Berat mold + sampel = Wms (gr) c. Berat tanah (W) = Wms – Wm (gr) d. Volume mold = V (cm3)

e. Berat volume = W/V (gr/cm3) f. Kadar air (w)

g. Berat volume kering (γd)

γd = (gr/cm3)

h. Berat volume zero air void ( γz ) γz = (gr/cm3)

1 Gs.w w x Gs

 

100 x w 100


(58)

6. Uji CBR (California Bearing Ratio)

Tujuannya adalah untuk menentukan nilai CBR dengan mengetahui kuat hambatan campuran tanah dengan larutan ISS 2500 terhadap penetrasi kadar air optimum.

Bahan-bahan : - Sampel tanah lempung - Air suling

Peralatan yang digunakan : a. Mold CBR 6”

b. Hammer seberat 4.5 kg

c. Mesin pemadat elektrik mekanik d. Pan besar / talam

e. Gelas ukur f. Saringan No. 4 g. Timbangan h. Extruder i. Container

Langkah Kerja :

a. Menyiapkan 3 sampel tanah yang lolos saringan No. 4 masing-masing sebanyak 5 kg ditambah sedikit untuk mengetahui kadar airnya.

b. Mencampur tanah dengan kapur sesuai dengan kadar yang telah ditentukan.


(59)

Penambahan Air : Berat sampel x (OMC X MC) 100 + MC

dimana :

OMC : Kadar air optimum dari hasil uji pemadatan MC : Kadar air sekarang

d. Menambahkan air yang didapat tadi pada campuran dan diaduk hingga merata.

e. Memasukkan sampel kedalam mold lalu menumbuk secara merata. Melakukan penumbukan sampel dalam mold dengan 5 lapisan dan banyaknya tumbukan pada masing-masing sampel adalah :

Sampel 1 : Setiap lapisan ditumbuk 10 kali Sampel 2 : Setiap lapisan ditumbuk 25 kali Sampel 3 : Setiap lapisan ditumbuk 55 kali

f. Melepaskan collar dan meratakan sampel dengan mold lalu menimbang mold berikut sampel tersebut.

g. Mengambil sebagian sampel yang tidak terpakai untuk memeriksa kadar air.

h. Melembabkan sampel dan setelah itu merendam sampel di dalam bak air, setelah itu dilakukan pengujian CBR.

Perhitungan :

1. Berat mold = Wm (gram)

2. Berat mold + sampel = Wms (gram) 3. Berat sampel (Ws) = Wms – Wm (gram) 4. Volume mold = V


(60)

6. Kadar air = ω

7. Berat volume kering (γd) (γd) = (gr/cm3)

8. Harga CBR :

a. Untuk 0,1 “ :

b. Untuk 0,2 “ :

Dari kedua nilai CBR tersebut diambil nilai yang terkecil.

9. Dari ketiga sampel didapat nilai CBR yaitu untuk penumbukan 10 kali, 25 kali dan 55 kali.

F. Urutan Prosedur Penelitian

1. Pengujian percobaan analisis saringan dan batas-batas atterberg untuk tanah asli, data yang didapat digunakan untuk mengklasifikasikan tanah berdasarkan klasifikasi tanah AASHTO dan USCS.

2. Pengujian pemadatan tanah untuk sampel tanah asli, hasilnya berupa grafik hubungan berat volume kering dan kadar air untuk mendapatkan nilai kepadatan kering maksimum dan kadar air optimum yang akan digunakan sebagai pedoman pencampuran sampel benda uji pada pengujian CBR.

3. Melakukan penentuan jumlah kadar efektif ISS 2500 yang diperlukan untuk sampel tanah, adapun langkah-langkahnya yaitu :

100 x 100

% 100 x 1000 x 3

Penetrasi

% 100 x 1500 x 3


(61)

a. Menentukan kepadatan kering maksimum tanah yang belum mengalami perlakuan.

b. Mengalikan kepadatan kering maksimum dalam kilogram dengan 0.15 (mewakili standar lapisan 150 mm).

c. Tentukan tingkat aplikasi ISS yang dibutuhkan. Pada jenis tanah lempung berat dengan persentase partikel tanah yang tinggi digunakan 0.04 L/m2.

d. Tentukan berat dari sampel laboratorium yang akan digunakan untuk penentuan CBR.

e. Perhitungan penentuan kadar efektif ISS 2500 :

MDD = 1440 kg/m3 ; ISS = 0.04 L/m2 ; sampel Laboratorium = 5.3 kg 1440 x 0.15 = 216 kg

(0.04) 216 x 5,300 = 0.5 mL

4. Setelah kadar efektif ISS 2500 telah ditentukan, lalu dilakukan modifikasi kadar ISS 2500 dengan melakukan penambahan 0.3 ml dari kadar standar ISS 2500 sebanyak tiga kali. Sehingga variasi kadar larutan ISS 2500 menjadi 0.5 ml, 0.8 ml, 1.1 ml dan 1.4 ml.

5. Menyiapkan sampel tanah yang akan distabilisasi dan sampel tanah yang digunakan merupakan sampel yang lolos saringan No. 4.

6. Bawa sampel yang akan distabilisasi untuk OMC menggunakan air bersih dan tercampur menyeluruh, lalu tempatkan material dalam kantong plastik dan tutup selama 12-24 jam.


(62)

7. Tambahkan kadar larutan dari ISS yang diperlukan pada 100-200 ml air dan aplikasikan pada sampel, lalu tempatkan tanah perlakuan ISS dalam kantong plastik dalam kondisi lepas dan peram selama 24 jam.

8. Padatkan sampel tanah yang telah mengalami perlakuan dalam cetakan CBR dalam 5 lapisan pemadatan.

9. Peram selama 7 hari dan setelah itu dapat dilakukan pengujian CBR, batas atterberg dan berat jenis. Sedangkan, untuk pengujian CBR rendaman dilakukan perendaman selama 4 hari.

G. Analisis Hasil Penelitian

Semua hasil yang didapat dari pelaksanaan penelitian akan ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik hubungan serta penjelasan-penjelasan yang didapat dari : 1. Hasil dari pengujian sampel tanah asli yang ditampilkan dalam bentuk

tabel dan digolongkan berdasarkan sistem klasifikasi tanah AASHTO dan USCS.

2. Dari hasil pengujian sampel tanah asli terhadap masing-masing pengujian seperti uji analisis saringan, uji berat jenis, uji kadar air, uji batas atterberg, uji pemadatan tanah dan uji CBR ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik yang nantinya akan didapatkan kadar air kondisi optimum.

3. Dari hasil pengujian CBR terhadap masing-masing variasi campuran kadar larutan ISS 2500, yaitu 0.5 ml, 0.8 ml, 1.1 ml dan 1.4 ml setelah waktu pemeraman ataupun perendaman ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.


(63)

4. Analisis mengenai perubahan karakteristik pada pencampuran ISS 2500 dengan sampel tanah setelah pemeraman 7 hari dan perendaman 4 hari dengan mengacu pada perubahan nilai dari parameter-parameter pengujian seperti pengujian CBR, pengujian batas-batas atterberg dan pengujian berat jenis, sebagai berikut :

a. Dari hasil pengujian berat jenis didapatkan hasil pengujian yang ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Dari tabel dan grafik nilai berat jenis tersebut maka akan didapatkan penjelasan perbandingan antara pengaruh masing-masing kadar larutan ISS 2500 terhadap nilai berat jenisnya.

b. Dari hasil pengujian laboratorium untuk parameter batas – batas konsistensi yang terdiri dari 3 parameter yaitu batas plastis (PL), batas cair (LL) dan indeks plastisitas (PI), yang kemudian dipaparkan hasilnya bentuk tabel dan grafik. Dari tabel dan grafik nilai batas cair dan batas plastis tersebut maka akan didapatkan penjelasan perbandingan antara pengaruh masing-masing kadar larutan ISS 2500 dengan nilai batas cair dan batas plastisnya (batas atterberg).

c. Hasil pengujian parameter CBR, nilai kekuatan daya dukung campuran akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik hubungan antara nilai peningkatan / penurunan nilai CBR dalam kondisi pemeraman selama 7 hari dan rendaman selama 4 hari. Dari tabel dan grafik nilai CBR tersebut maka akan didapatkan penjelasan mengenai perbandingan kualitas daya dukung tanah yang terjadi pada masing-masing penetrasi.


(64)

4. Dari seluruh analisis hasil penelitian tersebut, maka akan dapat ditarik kesimpulan berdasarkan tabel dan grafik yang telah ada terhadap hasil penelitian yang didapat.


(65)

Gambar 7. Bagan Alir Penelitian Mulai

Pengambilan Sampel Tanah Asli

Sampel 1 Kadar ISS 2500 :

0.5 ml

Sampel 2 Kadar ISS 2500 :

0.8 ml

Sampel 3 Kadar ISS 2500 :

1.1 ml Pembuatan Sampel Tanah Stabilisasi (Tanah Asli + Kadar Larutan ISS 2500)

Kadar Air Analisa Saringan

Berat Jenis Batas Atterberg Pemadatan tanah

CBR

Pengujian Awal (Tanah Asli)

Uji CBR Uji Berat Jenis Uji Batas Atterberg

Pengujian

Analisis Hasil

Kesimpulan

Selesai Pemeraman

7 hari

Sampel 4 Kadar ISS 2500 :

1.4 ml

Perendaman 4 hari


(66)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap sampel tanah lunak yang distabilisasi menggunakan Ionic Soil Stabilizer 2500, maka diperoleh beberapa kesimpulan :

1. Sampel tanah yang digunakan dalam penilitian ini berasal dari daerah Rawa Sragi, Desa Blimbing Sari, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur, berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO digolongkan pada kelompok tanah A-7 (tanah berlempung) dan subkelompok A-7-5 yaitu tanah yang buruk dan kurang baik digunakan sebagai tanah dasar pondasi. Berdasarkan sistem klasifikasi USCS digolongkan tanah berbutir halus dan termasuk kedalam kelompok CH yaitu tanah lempung anorganik dengan plastisitas tinggi dan termasuk lempung “gemuk” (fat clays).

2. Penggunaan bahan campuran ISS 2500 sebagai bahan stabilisasi pada tanah lempung lunak Rawa Sragi mampu meningkatkan kekuatan daya dukungnya, hal ini dapat dilihat pada :

a. Hasil pengujian untuk CBR unsoaked dengan waktu pemeraman selama 7 hari mengalami peningkatan dari CBR tanah asli. Peningkatan CBR konstan terjadi pada kadar 0.5 ml dan 0.8 ml, yaitu


(1)

DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN ... 82 LAMPIRAN A

LAMPIRAN B LAMPIRAN C


(2)

DAFTAR NOTASI

Simbol Keterangan Satuan

ω Kadar air %

γ Berat volume gr/cm3

γd Berat volume kering gr/cm3

γz Berat volume zero air void gr/cm3

Gs Berat jenis

LL Batas cair %

PI Indeks plastisitas %

PL Batas plastis %

q Persentase berat tanah yang lolos saringan %

V Volume cm3

W1 Berat picnometer gram

W2 Berat picnometer + tanah kering gram

W3 Berat picnometer + tanah + air gram

W4 Berat picnometer + air gram

Wai Berat tanah yang tertahan gram

Wbi Berat masing-masing saringan beserta sampel gram

tanah yang tertahan diatas saringan

Wci Berat masing-masing saringan gram


(3)

Wcs Berat benda uji + cawan gram Wds Berat cawan yang berisi tanah yang sudah dioven gram

Wm Berat mold gram

Wms Berat mold + tanah gram

Ww Berat air gram


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Bowles, Joseph E. 1991. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika tanah), Erlangga, Jakarta.

Canonica, Lucio. 1991. Memahami Mekanika Tanah. Angkasa. Bandung.

Darmady, Dhody. 2009. Pengaruh Rendaman Terhadap Kualitas Tanah Semen (Soil Cement) Menggunakan Tanah Lempung Lunak. Skripsi Universitas Lampung. Lampung.

Das, Braja. M. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid I . Erlangga. Jakarta.

Dunn, I.S, Anderson, L.R, Kiefer, F.W. 1980. Dasar-dasar Analisis Geoteknik. IKIP Semarang Press. Semarang.

Hardiyatmo, Hary Christady. 1992. Mekanika Tanah 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hardiyatmo, Hary Christady. 2002. Mekanika Tanah 2. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Internusa, Transway. 2005. ISS Ionic Soil Stabilizer. PT. Transway Internusa. Jakarta.

Panduan Geoteknik 1. 2001. Proses Pembentukan dan Sifat-Sifat Dasar Tanah Lunak. Pusat Litbang Prasarana Transportasi. Jakarta.

Soekoto, Imam. 1993. Mempersiapkan Lapisan Dasar Konstruksi 2. YBPPU. Jakarta.

Sukirman, Silvia. 1992. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Nova. Bandung.

Universitas Lampung. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. UPT Percetakan Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Usman, Taufik. 2008. Pengaruh Stabilisasi Tanah Berbutir Halus Yang Distabilisasi Menggunakan Abu Merapi Pada Batas Konsistensi Dan CBR Rendaman. Skripsi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.


(5)

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Klasifikasi tanah untuk lapisan tanah dasar jalan raya

(Sistem AASHTO) ... 13

2. Sistem klasifikasi tanah unified ... 15

3. Sistem klasifikasi unified ... 16

4. Defenisi kuat geser lempung lunak ... 22

5. Indikator kuat geser tak terdrainase tanah-tanah lempung lunak ... 23

6. Potensi Pengembangan ... 24

7. Kondisi tanah sebelum dan sesudah distabilisasi dengan ISS 2500 ... 27

8. Analisis laporan kimia ... 31

9. Laporan tingkat toksisitas ... 32

10.Elemen-elemen uji pemadatan di laboratorium ... 38

11.Berat spesifik mineral-mineral penting... 65

12.Hasil pengujian batas Atterberg tanah asli ... 66

13.Hasil pengujian sampel tanah asli ... 67

14.Hasil pengujian CBR tiap kadar ... 70

15.Hasil pengujian berat jenis tiap kadar ... 72

16.Hasil pengujian batas cair tiap kadar ... 74

17.Hasil pengujian batas plastis tiap kadar ... 74