Komunikasi Antarpribadi Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Antarpribadi pada Perkawinan Campuran di Kota Denpasar: Studi Kasus Pasangan Etnis Sumba dan Western T1 362011069 BAB II

฀A฀ II LANDASAN TEORI

2.1. Komunikasi Antarpribadi

฀omunikasi antarpribadi merupakan proses dimana seseorang menciptakan dan mengelola hubungan mereka, melaksanakan tanggung jawab secara timbal balik dalam menciptakan makna. Pertama, komunikasi antarpribadi sebagai proses. Proses merupakan rangkaian sistematis perilaku yang terjadi dari waktu ke waktu atau berulang kali. ฀edua, komunikasi antarpribadi bergantung kepada makna yang diciptakan oleh pihak yang terlibat. ฀etiga, melalui komunikasi kita menciptakan dan mengelola hubungan kita. Tanpa komunikasi hubungan tidak akan terjadi ฀athleen S. Verderber ฀t al. 2007. Hubungan dimulai atau terjadi bila seseorang pertama kali mulai melakukan interaksi dengan orang lain. Berulang kali, melalui interaksi-interaksi seorang dengan orang yang sama akan menentukan secara berkelanjutan sifat dari hubungan yang akan terjadi. Apakah hubungan tersebut akan menjadi lebih pribadi atau sebaliknya, menjadi lebih dekat atau lebih jauh, menjadi romantis atau platonis, sehat atau tidak sehat, tergantung atau saling tergantung semuanya bergantung kepada bagaimana orang-orang tersebut berbicara dan berperilaku satu dengan lainnya ฀athleen S. Verderber ฀t al. 2007. Dalam proses komunikasi terdapat komponen-komponen komunikasi yang secara integratif saling berperan sesuai dengan karakteristik komponen itu sendiri. ฀omponen-komponen ฀omunikasi Antarpribadi adalah sebagai berikut: 1. Sumberkomunikator Sourc฀ Merupakan orang yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi, yakni keinginan untuk membagi keadaan internal sendiri, baik yang bersifat emosional maupun informasional dengan orang lain. ฀ebutuhan ini dapat berupa keinginan untuk memperoleh pengakuan sosial sampai pada keinginan untuk mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain. Dalam konteks komunikasi antarpribadi, komunikator adalah individu yang menciptakan, memformulasikan, dan menyampaikan pesan. 2. Encoding Encoding adalah suatu aktivitas internal pada komunikator dalam menciptakan pesan melalui pemilihan simbol-simbol verbal dan non-verbal, yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata bahasa, serta disesuaikan dengan karakteristik komunikan. Encoding merupakan tindakan memformulasikan isi pikiran ke dalam simbol-simbol, kata-kata, dan sebagainya sehingga komunikator merasa yakin dengan pesan yang disusun dan cara penyampaiannya. 3. Pesan M฀ssag฀ Merupakan hasil ฀ncoding. Pesan adalah seperangkat simbol-simbol baik verbal maupun non verbal, atau gabungan keduanya, yang mewakili keadaan khusus komunikator untuk disampaikan kepada pihak lain. Dalam aktivitas komunikasi, pesan merupakan unsur yang sangat penting. Pesan itulah yang disampaikan oleh komunikator untuk diterima dan diinterpretasi oleh komunikan. ฀omunikan akan efektif apabila komunikan menginterpretasi makna pesan sesuai yang diinginkan oleh komunikator. 4. Saluran Chann฀l Merupakan sarana fisik penyampaian pesan dari sumber ke penerima atau yang menghubungkan orang ke orang lain secara umum. Dalam konteks komunikasi antarpribadi, penggunaan saluran atau media semata-mata karena kondisi tidak memungkinkan dilakukan komunikasi secara tatap muka. Prinsipnya, sepanjang masih dimungkinkan untuk dilaksanakan komunikasi secara tatap muka, maka komunikasi antarpribadi int฀rp฀rsonal communication tatap muka akan lebih efektif. 5. Penerimakomunikan R฀c฀iv฀r Adalah seseorang yang menerima, memahami, dan menginterpretasikan pesan. Dalam proses komunikasi antarpribadi, penerima bersifat aktif, selain menerima pesan melakukan pula proses interpretasi dan memberikan umpan balik. Berdasarkan umpan balik dari komunikan inilah seorang komunikator akan dapat mengetahui keefektifan komunikasi yang telah dilakukan, apakah makna pesan dapat dipahami secara bersama oleh kedua belah pihak yakni komunikator dan komunikan. 6. D฀coding D฀coding merupakan kegiatan internal dalam diri penerima. Melalui indera, penerima mendapat macam-macam data dalam bentuk “mentah”, berupa kata-kata dan simbol-simbol yang harus diubah ke dalam pengalaman- pengalaman yang mengandung makna. Secara bertahap dimulai dari proses sensasi proses dimana indera menangkap stimuli yaitu proses memberi makna atau d฀coding. 7. Respon F฀฀dback Yakni apa yang telah diputuskan oleh penerima untuk dijadikan sebagai sebuah tanggapan terhadap pesan. Respon dapat bersifat positif, netral, maupun negatif. Pada hakikatnya respon merupakan informasi bagi sumber sehingga seseorang dapat menilai efektivitas komunikasi untuk selanjutnya menyesuaikan diri dengan situasi yang ada. 8. Gangguan Nois฀ Gangguan atau nois฀ atau barier merupakan apa saja yang mengganggu atau membuat kacau penyampaian dan penerimaan pesan, termasuk yang bersifat fisik dan psikis. 9. ฀onteks ฀omunikasi ฀omunikasi selalu terjadi dalam suatu konteks tertentu, paling tidak ada tiga dimensi yaitu ruang, waktu dan nilai. ฀onteks ruang menunjuk pada lingkungan konkrit dan nyata tempat terjadinya komunikasi, seperti ruangan, halaman dan jalanan. ฀onteks waktu menunjuk pada waktu kapan komunikasi tersebut dilaksanakan, misalnya: pagi, siang, sore, malam. ฀onteks nilai, meliputi nilai sosial dan budaya yang mempengaruhi suasana komunikasi, seperti adat istiadat, situasi rumah, norma sosial, norma pergaulan, etika, tata karma, dan sebagainya. Agar komunikasi interpersonal dapat berjalan secara efektif, maka masalah konteks komunikasi ini kiranya perlu menjadi perhatian. Artinya, pihak komunikator dan komunikan perlu mempertimbangkan konteks komunikasi ini. ฀omunikasi antarpribadi bisa menjadi sebuah komunikasi yang sangat efektif ketika komunikasi dapat mengerti dan bahkan melaksanakan action pesan yang diberikan oleh komunikatornya dan adanya f฀฀dback. ฀omunikasi tatap muka yang dilakukan berulang-ulang dan bergantian dapat meningkatkan mutu komunikasi antarpribadi, dengan mampu menjalin suatu kontak pertukaran pesan antara dua orang secara langsung. ฀omunikasi tatap muka mempunyai keistimewaan dimana efek dan umpan balik, aksi dan reaksi langsung terlihat karena jarak fisik partisipan yang dekat. Aksi maupun reaksi verbal dan nonverbal, semuanya terlihat jelas secara langsung. Oleh karena itu tatap muka yang dilakukan terus menerus kemudian dapat mengembangkan komunikasi antarpribadi yang memuaskan dua pihak dan menjadi komunikasi yang efektif. Devito 1997:259-264 mengemukakan ada lima sikap positif yang perlu dipertimbangkan ketika seseorang merencanakan komunikasi antarpribadi yang mendukung komunikasi antarpribadi. 1 ฀eterbukaan Bersikap terbuka terhadap perbedaan yang ada, terutama perbedaan nilai, kepercayaan, sikap, dan perilaku. Sikap keterbukaan ditandai dengan adanya kejujuran dalam merespon segala stimuli komunikasi. Tidak berkata bohong, dan tidak menyembunyikan informasi yang sebenarnya. Dalam proses komunikasi antarpribadi, keterbukaan menjadi salah satu sikap yang positif. Hal ini disebabkan, dengan keterbukaan maka komunikasi antarpribadi akan berlangsung secara adil, transparan, dua arah, dan dapat diterima oleh semua pihak yang berkomunikasi. 2 Empati Empati adalah kemampuan seseorang untuk merasakan kalau seandainya menjadi orang lain, dapat memahami sesuatu yang sedang dialami orang lain, dapat merasakan apa yang dirasakan oranglain, dan dapat memahami sesuatu persoalan dari sudut pandang oranglain, melalui kecamata orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. ฀omunikasi empatik dilakukan dengan memahami dan mendengarkan oranglain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain. Dalam komunikasi lintas budaya sikap empati adalah menempatkan posisi diri kita pada posisi lawan bicara yang berasal dari budaya yang berbeda. 3 Sikap Mendukung Supportiv฀n฀ss Artinya masing-masing pihak yang berkomunikasi memiiliki komitmen untuk mendukung terjadinya interaksi secara terbuka. Oleh karena itu respon yang relevan adalah respon yang bersifat spontan dan lugas, bukan respon bertahan dan berkelit. 4 Sikap positif Positiv฀n฀ss Dalam bentuk sikap, maksudnya adalah bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi harus memiliki perasaan dan pikiran positif, bukan prasangka dan curiga khususnya dalam situasi lintas budaya karena begitu banyak hal yang tidak dikenal atau tidak diketahui. Dalam bentuk perilaku, artinya bahwa tindakan yang dipilih adalah yang relevan dengan tujuan komunikasi antarpribadi, yaitu secara nyata melakukan aktivitas untuk terjalinnya kerjasama. Sikap positif dapat ditunjukkan dengan berbagai macam perilaku dan sikap, antara lain: 1 Menghargai oranglain; 2 Berpikiran positif terhadap oranglain; 3 Tidak menaruh curiga secara berlebihan; 4 Meyakini pentingnya oranglain; 5 Memberikan pujian dan penghargaan; 6 Memberikan pujian dan penghargaan; 7 ฀omitmen menjalin kerjasama. 5 ฀esetaraan ฀quality ฀esetaraan ฀quality ialah pengakuan bahwa kedua belah pihak memiliki kepentingan, kedua belah pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan saling memerlukan. Indikator kesetaraan meliputi: pertama, menempatkan diri setara dengan oranglain; kedua, menyadari akan adanya kepentingan yang berbeda; ketiga, mengakui pentingnya kehadiran oranglain; keempat, tidak memaksakan kehendak; kelima, komunikasi dua arah; keenam, saling memerlukan; ketujuh, suasana komunikasi: akrab dan nyaman. Ada lima hukum komunikasi efektif. Lima hukum itu meliputi: R฀sp฀ct, Empathy, Audibl฀, Clarity, dan Humbl฀ disingkat REACH yang berarti merengkuh atau meraih. Hal ini relevan dengan prinsip komunikasi antarpribadi pada dasarnya adalah upaya, upaya bagaimana kita meraih perhatian, pengakuan, cinta kasih, simpati, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain Dale Carnegie dalam Aribowo Prijosaksono Ping Hartono 2003:174. 1 R฀sp฀ct Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi antarpribadi yang efektif adalah r฀sp฀ct, ialah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan. Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum yang pertama dalam kita berkomunikasi dengan orang lain. Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling mengharga dan menghormati, maka kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan kualitas hubungan antarmanusia. 2 Empathy Empathy empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. ฀omunikasi empatik dilakukan dengan memahami dan mendengarkan oranglain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain. 3 Audibl฀ Makna dari audibl฀ antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengarkan terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audibl฀ berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. 4 Clarity Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum ke empat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam komunikasi antarpribadi kita perlu mengembangkan sikap terbuka tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan, sehingga dapat menimbulkan rasa percaya trust dari penerima pesan. 5 Humbl฀ Hukum kelima dalam membangun komunikasi antarpribadi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Sikap rendah hati pada intinya antara lain: sikap melayani, sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar. Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang handal, dapat menyampaikan pesan dengan cara yang sesuai dengan keadaan komunikan. 2.2. Siklus Hubungan Komunikasi Antarpribadi Pada hakikatnya hubungan komunikasi antarpribadi juga merupakan sebuah siklus. Siklus artinya proses lanjutan dari satu tahap ke tahap berikutnya secara berputar sehingga setelah sampai pada tahap akhir dari siklus, dimungkinkan untuk kembali lagi kepada tahap awal. Siklus dalam komunikasi antarpribadi dimulai dari perkenalan, menuju kebersamaan lagi, dan seterusnya pada setiap tahap dalam suatu hubungan antarpribadi, komunikasi memainkan peran yang berbeda. Menurut Mark ฀napp dan Anita Vangelisti 2000, keterbukaan untuk mengungkapkan informasi yang bersifat intim harus didasarkan atas kepercayaan. Menurut mereka jika kita menginginkan resiprositas dalam hal keterbukaan maka kita harus mencoba untuk memperoleh kepercayaan dari orang lain dan sebaliknya kita juga harus percaya dengan oranglain. Tahapan hubungan antarpribadi dapat digambarkan sebagai siklus hubungan antarmanusia menuju kepada kebersamaan. ฀ebersamaan adalah merupakan puncak tahapan hubungan antarpribadi yang ditandai dengan karakter keharmonisan. Mark ฀napp telah menguraikan kerangka tahapan proses komunikasi antarpribadi dimana setiap tahapan itu sangat bermanfaat bagi pengembangan komunikasi dengan oranglain. Secara singkat tahapan itu sebagai berikut: Gambar 1. Tahapan hubungan Antarpribadi Suranto AW, 2011:41 1. Tahap Perkenalan ditandai adanya tindakan memulai intiating, merupakan tahap awal pembentukan hubungan yang melibatkan inisiasi sosial atau pertemuan. Tahap ini merupakan langkah pertama, fase kontak yang permulaan, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. Pada tahap ini, dua atau beberapa orang memerhatikan dan menyesuaikan perilaku satu sama lain dan komunikasi biasanya dilakukan dengan hati-hati agar terbentuk persepsi dan kesan pertama yang baik. Seringkali pesan-pesan awal yang dipakai seorang individu untuk penyesuaian adalah nonverbal—senyum, pandangan sekilas, jabat tangan, gerakan, atau penampilan. Jika hubungan berlanjut proses pesan timbak balik secara progresif. Salah satu menunjukkan tindakan, posisi, penampilan dan gerakan tubuh. Orang kedua bereaksi, dan reaksinya diperhatikan dan ditanggapi oleh orang pertama, yang reaksinya dilanjutkan lagi dengan tindakan oleh orang kedua, dan seterusnya. KE฀ERSAMAAN PEM฀EDAAN PENGIKATAN PEM฀ATASAN PENGGIATAN PENGHINDARAN PENJAJAKAN PEMUTUSAN PERKENALAN 2. Penjajakan ฀xpr฀m฀nting, merupakan tahap kedua pengembangan hubungan, eksplorasi, dilakukan segera setelah waktu sejak pertemuan awal, karena peserta mulai mengeksplorasi potensi oranglain dan kemungkinan untuk mewujudkan hubungan. Pada tahap ini kita mengumpulkan informasi tentang gaya, motif, minat, dan nilai dari oranglain. Pengetahuan ini berfungsi sebagai dasar untuk menilai manfaat melanjutkan hubungan. Tahap ini digunakan usaha mengenal diri orang lain untuk mengetahui kemiripan dan perbedaan. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai pihak yang lain. Bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya. Jadi seandainya hubungan antarpribadi saya dengan anda berada pada tahap ini, yang saya lakukan adalah mengidentifikasi status sosial, ekonomi, pendidikan, agama, dan sebagainya, sifat, kesenangan, dan lain-lain yang ada pada diri anda kemudian saya akan menilai adanya berbagai kemiripan maupun perbedaan antara saya dengan anda. 3. Penggiatan int฀nsifying stag฀, jika hubungan mengalami kemajuan, bergerak ke tahap ketiga ditandai adanya awal keintiman, yang oleh Mark ฀napp dan Anita Vangelisti diberi nama int฀nsifying stag฀ tahap intensifikasi. Dalam tingkat ini, peserta telah tiba pada suatu keputusan—mengatakan atau tidak mengatakan—bahwa mereka ingin melanjutkan hubungan. Jika hubungan berlanjut, mereka mesti mendapat cukup banyak pengetahuan tentang satu sama lain, dan pada saat yang sama, membuat sejumlah aturan bersama, bahasa bersama, dan memahami ciri-ciri hubungan ritual. Berbagai informasi pribadi status kenalan menjadi teman akrab sehingga banyak perubahan cara berkomunikasi. Derajat keterbukaan menjadi lebih besar. Frekuensi berkomunikasi juga semakin tinggi. Pada tahap ini masing- masing pihak juga menunjukkan sikap untuk menepati komitmen. Hubungan dalam tahap ini hubungan bisa gagal, memburuk, atau terus berkembang. 4. Pengikatan bonding, Begitu hubungan berkembang lebih jauh, beberapa formal, pengakuan simbolik yang mengikat para individu yang terlibat merupakan hal yang umum. Tahap yang lebih formal atau ritualistik pada tahap ini terjadi bila dua orang mulai menganggap diri mereka sendiri sebagai pasangan. Dalam kasus hubungan cinta, ikatan formal dapat berupa cincin pertunangan atau pernikahan. Untuk meneguhkan adanya ikatan, maka dalam hubungan pasangan dilakukan dengan saling berjanji. 5. ฀ebersamaan, tahap ini merupakan puncak keharmonisan hubungan antarpribadi. Hakikat kebersamaan adalah bahwa mereka menerima seperangkat aturan yang mengatur hidup mereka bersama secara tulus. Tidak semua proses hubungan antarpribadi dapat mencapai kebersamaan. Sering kali terjadi, hubungan antarpribadi hanya sebatas perkenalan. Ada pula yang berlanjut sampai penjajakan, namun setelah itu tidak ada kecocokan sehingga tidak dilanjutkan kepada tahap penggiatan. Waktu yang diperlukan dari tahap perkenalan sampai kebersamaan, bersifat relatif dalam arti sangat tergantung pada potensi, situasi, dan kondisi. ฀alau potensi, situasi, dan kondisi mendukung maka hanya diperlukan waktu singkat untuk mencapai kebersamaan.

2.3. Teori Penetrasi Sosial Altman Taylor

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Antarpribadi pada Perkawinan Campuran di Kota Denpasar: Studi Kasus Pasangan Etnis Sumba dan Western T1 362011069 BAB I

0 0 3

T1 362011069 BAB III

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Antarpribadi pada Perkawinan Campuran di Kota Denpasar: Studi Kasus Pasangan Etnis Sumba dan Western T1 362011069 BAB IV

0 4 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Antarpribadi pada Perkawinan Campuran di Kota Denpasar: Studi Kasus Pasangan Etnis Sumba dan Western T1 362011069 BAB V

0 1 34

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Antarpribadi pada Perkawinan Campuran di Kota Denpasar: Studi Kasus Pasangan Etnis Sumba dan Western T1 362011069 BAB VI

0 0 2

T1 362011069 Daftar Pustaka

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Antarpribadi pada Perkawinan Campuran di Kota Denpasar: Studi Kasus Pasangan Etnis Sumba dan Western

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Antarpribadi pada Perkawinan Campuran di Kota Denpasar: Studi Kasus Pasangan Etnis Sumba dan Western

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Stereotip Etnis Sabu, Sumba, Timor, dan Alor terhadap Etnis Rote di Kota Kupang

0 0 2

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Adaptasi Keluarga terhadap Beban Peran Publik dan Peran Domestik Ibu yang Menyusui di Kota Waikabubak, Sumba T1 BAB II

0 0 10