Hanbal dan Ibnu Taimiyah meletakkan dasar-dasar pemikiran tentang ketauhidan maka Muhammad Ibnu Abdul Wahab adalah mesin aplikasi dari pemikiran
ketauhidan ke dua tokoh tersebut. Muhammad Ibnu Abdul Wahab tidak sekedar mempublikasikan pemikiran-pemikiran ketauhidannya, tetapi ia mempunyai
gerakan terorganisir dalam menerapkan dan menjalankan pemikiran-pemikiran ketauhidannya, dan inilah yang membedakan Muhammad Ibnu Abdul wahab
dengan tokoh-tokoh lainnya. Sudah barang tentu sepak terjang Muhammad Ibnu Abdul wahab dalam menjalankan aksi dan pemikirannya menuai pro dan kontra
bukan hanya pada saat ia hidup bahkan pro kontra itu masih menjadi diskusi menarik sampai hari ini. Apa dan bagaimana corak pemikiran tauhid serta gerakan
Muhammad Ibnu Abdul Wahab? Maka tulisan sederhana ini akan mencoba menguraikan dan menjawab pertanyaan itu.
BAB II PEMBAHASAN
A. Biografi Muhammad Ibnu Abdul Wahab
Sebelum lebih jauh membahas pemikiran dan gerakan Muhammad Ibnu Abdul Wahab, penulis akan mengajak pembaca untuk menyimak biografi tokoh ini,
untuk mengetahui latar belakang kehidupannya sehingga mempermudah menganalisis pemikiran dan gerakannya.
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin ‘Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Rasyid bin Barid Bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-
Hambali an-Najdi. Muhammad bin ‘Abdul Wahab dilahirkan pada tahun 1115 H 1701 M di kampung ‘Uyainah Najd, Lebih kurang 70 km arah barat laut kota
Riyadh, ibukota Arab Saudi sekarang. Muhammad Ibnu Abdul Wahab meninggal dunia pada 29 Syawal 1206 H 1787 M dalam usia 92 tahun, setelah
mengabdikan diri selama lebih 46 tahun dalam memangku jabatan sebagai menteri penerangan kerajaan Arab Saudi.
Muhammad bin Abdul Wahab berkembang dan dibesarkan dalam kalangan keluarga terpelajar. Ayahnya adalah ketua jabatan agama setempat. Sedangkan
kakeknya adalah seorang qadhi mufti besar, tempat di mana masyarakat Najd menanyakan segala sesuatu masalah yang bersangkutan dengan agama. Oleh
karena itu, tidaklah mengherankan apabila kelak Muhammad Ibnu Abdul Wahab juga menjadi seorang ulama besar seperti kakeknya. Sebagaimana mestinnya
keluarga ulama, maka Muhmmad bin Abdul Wahab sejak masih kanak-kanak telah dididik dan ditempa jiwanya dengan pendididkan agama, yang diajar sendiri
oleh ayahnya, Syeikh Abdul Wahab Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, 2002.
Muhammad Ibnu Abdul Wahab belajar di kota Madinah, pada Sulaiman al-Kurdi dan Muhammad al-Khayyat as-Sindi. Ia banyak mengadakan lawatan dan
sebagian hidupnya digunakan untuk berpindah-pindah dari satu negeri ke negeri
lainnya. Empat tahun di Basrah, lima tahun di Baghdad, satu tahun di Kurdestan, dua tahun di Hamazan, kemudian pergi ke Isfahan. Kemudian pergi lagi ke Qumm
dan Kairo, sebagai penyebar aliran Ahmad bin Hanbal.
Setelah beberapa tahun mengadakan perlawatan, ia kemudian pulang ke negeri kelahirannya, dan selama beberapa bulan ia merenung dan mengadakan orientasi,
untuk kemudian mengajarkan paham-pahamnya, seperti yang dicantumkan dalam bukunya at-tauhid setebal 88 halaman cetakan Makkah. Meskipun sedikit orang
yang menentangnya, antara lain dari kalangan keluarganya sendiri di antaranya yang dari luar Uyainah. Karena ajaran-ajarannya telah banyak menimbulkan
keributan di negerinya, ia diusir oleh penguasa setempat, kemudian ia bersama keluarganya pindah ke Dar’iyah, sebuah dusun tempat tinggal Muhammad bin
Sa’ud nenek raja Faisal A. Hanafi, 2003:189-190.
Muhammad Ibnu Abdul Wahab bukanlah seorang teoris, tetapi juga pemimpin yang dengan aktif berusaha mewujudkan pemikirannya. Mendapat dukungan dari
Muhammad Ibnu Su’ud dan putranya Abdul Aziz di Nejd. Faham-faham Muhammad Ibnu Abdul Wahab mulai tersiar dan golongannya bertambah kuat,
hingga di tahun 1773 mereka dapat menduduki Riad, kemudian pada tahun 1787 Muhammad Ibnu Abdul Wahab meninggal dunia, tetapi ajaran-ajarannya tetap
hidup dengan mengambil bentuk aliran yang dikenal dengan nama wahabiah Harun Nasution, 1996.
B. Latar belakang pemikiran dan gerakan Muhammad Ibnu Abdul Wahab