lainnya. Empat tahun di Basrah, lima tahun di Baghdad, satu tahun di Kurdestan, dua tahun di Hamazan, kemudian pergi ke Isfahan. Kemudian pergi lagi ke Qumm
dan Kairo, sebagai penyebar aliran Ahmad bin Hanbal.
Setelah beberapa tahun mengadakan perlawatan, ia kemudian pulang ke negeri kelahirannya, dan selama beberapa bulan ia merenung dan mengadakan orientasi,
untuk kemudian mengajarkan paham-pahamnya, seperti yang dicantumkan dalam bukunya at-tauhid setebal 88 halaman cetakan Makkah. Meskipun sedikit orang
yang menentangnya, antara lain dari kalangan keluarganya sendiri di antaranya yang dari luar Uyainah. Karena ajaran-ajarannya telah banyak menimbulkan
keributan di negerinya, ia diusir oleh penguasa setempat, kemudian ia bersama keluarganya pindah ke Dar’iyah, sebuah dusun tempat tinggal Muhammad bin
Sa’ud nenek raja Faisal A. Hanafi, 2003:189-190.
Muhammad Ibnu Abdul Wahab bukanlah seorang teoris, tetapi juga pemimpin yang dengan aktif berusaha mewujudkan pemikirannya. Mendapat dukungan dari
Muhammad Ibnu Su’ud dan putranya Abdul Aziz di Nejd. Faham-faham Muhammad Ibnu Abdul Wahab mulai tersiar dan golongannya bertambah kuat,
hingga di tahun 1773 mereka dapat menduduki Riad, kemudian pada tahun 1787 Muhammad Ibnu Abdul Wahab meninggal dunia, tetapi ajaran-ajarannya tetap
hidup dengan mengambil bentuk aliran yang dikenal dengan nama wahabiah Harun Nasution, 1996.
B. Latar belakang pemikiran dan gerakan Muhammad Ibnu Abdul Wahab
Pada abad ke 18 Masehi, ajaran aqidah islamiah di jazirah Arabia sudah sangat dominan bercampur baurnya ajaran islam dengan unsur-unsur ajaran agama lain,
ajaran tarekat, animisme, pemujaan guruseykh dan ajaran lainnya, antara lain :
1. Kuburan atau makam para ulama, seykh atau guru tarekat, merupakan tempat meminta supaya menjadi kaya, mendapat jodoh, anak dan lain-lain
yang dapat merusak aqidah.
2. Taklid sangat berkembang, sehingga tampak pintu ijtihad tertutup. Sebagai reaksi terhadap ajaran-ajaran itu timbullah usaha-usaha pemurnian ajaran
islam dan sekaligus merupakan gerakan pembaharuan, pada kondisi seperti inilah muncul tokoh pembaharu yang bernama Muhammad Ibnu Abdul Wahab 1703-
1787 dan sebelumnya telah dirintis oleh Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnu Qayyim al-Jauziyah Yusran Asmuni, 2001.
Pemikiran yang dicetuskan oleh Muhammad Ibnu Abdul Wahab untuk memperbaiki kedudukan ummat islam timbul bukan sebagai reaksi terhadap
suasana politik seperti yang terdapat di kerajaan Usmani dan kerajaan Mughal, tetapi sebagai reaksi terhadap paham tauhid yang terdapat di kalangan umat islam
di waktu itu. Kemurnian faham tauhid mereka telah dirusak oleh ajaran-ajaran tarekat yang semenjak abad ketiga belas memang tersebar luas di dunia islam.
Disetiap Negara islam yang dikunjunginya Muhammad Ibnu Abdul Wahab melihat kuburan-kuburan seykh tarekat bertebaran. Tiap kota, bahkan kampung-
kanpung, mempunyai kuburan seykh atau wali masing-masing. Ketika umat islam naik haji, mereka pergi ke kuburan-kuburan itu dan meminta pertolongan dari
seykh atau wali yang dikuburkan di dalamnya, untuk menyelesaikan problema hidup mereka sehari-hari. Ada yang meminta supaya diberi anak, ada pula yang
meminta supaya diberi jodoh, ada lagi yang meminta supaya disembuhkan dari penyakitnya, dan ada pula yang meminta supaya diberi kekayaan. Demikianlah
bermacam-macam permohonan yang diajukan kepada seykh atau wali yang diistirahatkan dalam kuburan-kuburan itu. Seykh atau wali yang sudah meninggal
dunia itu dipandang sebagai orang yang berkuasa untuk menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi manusia di alam ini.
Karena pengaruh tarekat ini , permohonan dan do’a tidak lagi langsung dipanjatkan kepada Tuhan, tetapi melalui syafa’at seykh atau wali tarekat, yang
dipandang sebagai orang yang dapat mendekati Tuhan dan memperoleh rahmatNya. Menurut keyakinan orang-orang yang berziarah ke kuburan seykh dan
wali tarekat, seperti tersebut di atas, bahwa Tuhan tidak dapat didekati kecuali perantara, maka perantara dalam hal ini adalah para wali atau seykh yang telah
meninggal tersebut.
Selain itu menurut Muhammad Ibnu Abdul Wahab kemurnian tauhid dirusak bukan hanya oleh pujaan pada seykh dan wali. Faham animism masih
mempengaruhi keyakinan umat islam. Di satu tempat ia melihat orang berziarah ke sebatang pohon kurma, karena pohon itu diyakini mempunyai kekuatan gaib.
Di tempat lain ia melihat batu bsar yang di puja. Kaum muslimin pergi ke tempat serupa itu untuk meminta pertolongan dalam mengatasii persoalan-persoalan
hidup mereka. Tuhan, yang kepada-Nyalah seharusnya dipanjatkan do’a dan permohonan telah dilupakan. Keyakinan serupa ini, menurut faham Muhammad
Ibnu Abdul Wahab merupakan perbuatan syirik atau politeisme. Dan syirik adalah dosa terbesar dalam islam, dosa yang tidak dapat diampuni Tuhan Harun
Nasution, 1996.
Dalam Ensiklopedi Islam disebutkan tiga penyebab timbulnya pemikiran dan gerakan Muhammad Ibnu Abdul Wahab beserta pengikutnya :
Kekacauan stabilitas politik. Secara politik, lemahnya kekuasaan islam di bawah pemerintahan Turki Usmani, penguasa tunggal umat islam pada saat itu,
sehingga terjadinya tindakan sparatisme di daerah kekuasaan islam pada waktu itu, sehingga terjadi kekacauan politik tidak bisa terhindarkan.
Kondisi sosial ekonomi yang tidak menentu. Kekacauan politik selanjutnya berakibat kepada buruknya kondisi sosial dan ekonomi umat islam pada saat itu,
termasuk kawasan jazirah Arab. Kriminalitas meningkat dan kemiskinan telah mencekik perekonomian umat islam pada saat itu, kondisi ini yang memicu umat
islam dengan mudah terpedaya dan lebih percaya kepada hal-hal yang bersifat mistik dan irasional.
Perilaku keagamaan umat islam. Faktor yang terakhir inilah yang paling dominan menimbulkan gerakan wahabiah. Pada saat itu telah terjadi distorsi
pemahaman al-qur’an, semangat keilmuan yang meramaikan zaman klasik telah pudar dan digantikan dengan sikap fatalis dan kecendrungan mistis, ummat islam
banyak yang melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari ajaran tauhid Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, 2002.
Menurut hemat penulis, kalau merujuk pada uraian terakhir diatas, bahwa penyelewengan terhadap ajaran tauhid umat islam pada waktu itu dipicu oleh latar
belakan kondisi social, ekonomi dan politik yang carut marut, sehingga berakibat pada perilaku keagamaan yang menyimpang terutama pada persoalan ketauhidan.
C. Pemikiran dan Gerakan Tauhid Muhammad Ibnu Abdul Wahab