xxxvi
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Perkembangan Alih Fungsi Lahan Di Daerah Irigasi Namu Sira-sira
Penelitian dilakukan terhadap petani padi sawah dan petani yang mengalihfungsikan lahan padi sawah menjadi lahan perkebunan di daerah irigasi
Namu Sira-sira. Daerah Irigasi Namu Sira-sira mencakup Kecamatan Kuala, Selesai, Sei Bingei dan Binjai Selatan.
Di daerah penelitian luas lahan persawahan mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena petani mengalihkan lahan padi sawah menjadi lahan
perkebunan. Untuk melihat penurunan luas lahan padi sawah yang ada di daerah irigasi Namu Sira-sira dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perkembangan luas lahan padi sawah di daerah irigasi Namu Sira-sira 1998-2010
No
Tahun Sei
Bingei Kuala
Selesai Binjai
Selatan Total
Perubahan Lahan Kec.
Sei Bingei Perubahan
Lahan Kec.
Kuala Perubahan
Lahan Kec.
Selesai Perubahan
Lahan Kec.Binjai
Selatan Perubahan
Lahan Daerah
Irigasi Namu
Sira-sira 1
1998 8802
3154 3274
2519 17749
2 1999
5930 2747
2141 2776
13594 32.63
-12.9 -34.61
10.2 -23.4
3 2000
5931 3294
4105 3252
16582 0.017
19.9 91.73
17.15 21.98
4 2001
3957 2379
2502 3228
12066 -33.28
-27.77 -39.04
-0.74 -27.23
5 2002
5584 4384
2930 4724
17622 41.12
84.28 17.12
46.34 46.04
6 2003
5845 2581
4007 3223
15656 4.67
-41.13 36.76
-31.77 -11.16
7 2004
5443 1997
3471 3445
14356 -6.88
-22.62 -13.37
6.89 -8.3
8 2005
4614 4360
4077 3517
16568 -15.23
118.32 17.46
2.08 15.41
9 2006
6144 3392
2860 2718
15114 33.16
-22.2 -29.85
-22.72 -8.77
10 2007
5839 3776
3303 3709
16627 -4.96
11.32 15.48
36.46 10.01
11 2008
6038 3522
6038 3551
19149 3.4
-6.73 82.8
-4.26 15.17
12 2009
5038 3180
5038 3801
17057 -16.56
-9.71 -16.56
7.04 -10.92
Laju Perubahan alih fungsi lahan -42.76
0.82 53.88
50.89 -3.89
Sumber : Analisis data dari Dinas Pertanian Kabupaten Langkat
xxxvii Dari Tabel 6. dapat dilihat dari setiap kecamatan adanya penurunan luas lahan
Padi Sawah. Untuk mengetahui tinggi rendahnya penurunan luas lahan padi sawah di 4 empat kecamatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Perkembangan Luas Lahan Padi Sawah Di Daerah Irigasi Namu Sira-Sira
Perkembangan Luas Lahan Padi Sawah Di Daerah Irigasi Namu Sira-Sira
2000 4000
6000 8000
10000
1995 2000
2005 2010
Tahun
L u
as L ah
an H
a
Sei Bingei Kuala
Selesai Binjai Selatan
Gambar 2 memperlihatkan bahwa daerah yang mengalami penurunan luas lahan tertinggi terdapat di Kecamatan Sei Bingei, dimana dari Tabel 8 di ketahui bahwa
luas lahan padi sawah tahun 1998 adalah 8.802 Ha menurun sepanjang 12 dua belas tahun sebesar 3.764 Ha sehingga tahun 2009 luas lahan padi sawah
menjadi 5038 Ha. Dengan laju penurunan luas lahan padi sawah sebesar -42,76 . Penurunan luas lahan padi sawah tertinggi setelah Kecamatan Sei bingei terdapat
di Kecamatan Kuala. Penurunan luas lahan tertinggi terjadi di tahun 2003 dimana luas lahan padi sawah hanya 2581 Ha, bila dibandingkan dengan tahun 2002 luas
lahan padi sawah adalah 4384 Ha dengan penurunan luas lahan padi sawah sebesar 1803 Ha.
xxxviii Di Kecamatan Selesai penurunan luas lahan tertinggi terjadi pada tahun
2005- 2006, dengan penurunan sebesar 1217 Ha dimana tahun 2005 luas lahan padi sawah 4077 Ha menjadi 2860 Ha. Kemudian mengalami peningkatan
kembali tahun 2007, dan luas lahan padi sawah terus mengalami penurunan sampai tahun 2009 menjadi 5038 Ha.
Di Kecamatan Binjai Selatan penurunan luas lahan tertinggi terjadi pada tahun 2002- 2003, dengan penurunan sebesar 1501 Ha dimana tahun 2002 luas lahan
padi sawah 4724 Ha menjadi 3223 Ha. Kemudian mengalami peningkatan kembali tahun berikutnya, dan tahun 2006 mengalami penurunan kembali, dan
tahun 2008-2009 mengalami peningkatan luas lahan sebesar 250 Ha, sehingga luas lahan padi sawah dari 3551 Ha tahun 2008 menjadi 3801 Ha tahun 2009.
Penurunan luas lahan padi sawah diakibatkan adanya alih fungsi lahan, gambaran ini diperlihatkan oleh meningkatnya luas lahan sawit, kakao di Kecamatan Sei
Bingei 2000-2009, seperti terlihat pada Tabel 7. dan pada gambar 3 dan 4.
Untuk seluruh daerah Irigasi Namu Sira-sira sejak tahun 1998 sampai dengan 2009 terjadi penurunan luas lahan padi sawah seluas 692 Ha dari tahun ke tahun.
Laju penurunan luas lahan sejak 12 dua belas tahun tersebut sebesar -3.89 . Dari data tersebut diatas disimpulkan bahwa laju penurunan luas lahan terjadi
hanya di Kecamatan Sei Bingei sebesar -42.76 dalam 12 dua belas tahun terakhir.
xxxix
Tabel 7. Perkembangan Luas Lahan Padi Sawah, Kakao, dan Sawit di Kecamatan Sei Bingei 2000-2009.
Tahun luas lahan padi
sawah Ha luas lahan kakao
Ha luas lahan sawit Ha
2000 5931
30 1.136
2001 3957
55 1.131
2002 5584
58 1.131
2003 5845
65 1.741
2004 5443
68 1.437
2005 4614
78 1.567
2006 6144
280 2.852
2007 5839
291 2.852
2008 6038
291 2.852
2009 5038
279 2.862
Sumber : Kecamatan Sei Bingei dalam Angka
Gambar 3. Perkembangan Luas Lahan Padi Sawah dan Kakao di
Kecamatan Sei Bingei.
Perkembangan Luas Lahan Padi Sawah dan Kakao di Kecamatan Sei Bingei
1000 2000
3000 4000
5000 6000
7000
1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010
Tahun L
u as L
ah an
H a
luas lahan padi sawah Ha
luas lahan kakao Ha
Sumber : Diolah dari Tabel 9.
xl
Gambar 4. Perkembangan Luas Lahan Padi Sawah dan Sawit di Kecamatan Sei Bingei.
Perkembangan Luas Lahan Padi Sawah dan Sawit
1000 2000
3000 4000
5000 6000
7000
1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010
Tahun L
u as L
ah an
H a
luas lahan padi sawah Ha
luas lahan sawit Ha
Sumber : Diolah dari Tabel 9.
5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani Padi Sawah Melakukan Alih Fungsi Lahan di Daerah Penelitian
Ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi petani melakukan alih fungsi lahan. Faktor-faktor tersebut adalah luas lahan yang dimiliki petani, kecukupan air
irigasi, dan perbedaan penerimaan usaha tani padi sawah dengan kakao dan sawit, kecenderungan perkembangan harga padi sawah, kakao, dan sawit. Untuk
mengetahui persentase petani responden yang menyatakan bahwa faktor-faktor luas lahan yang dimiliki petani, kecukupan air irigasi, perbedaan penerimaan
usaha tani padi sawah dengan kakao dan sawit, dan kecenderungan perkembangan harga padi sawah, kakao, dan sawit mempengaruhi petani padi sawah melakukan
alih fungsi lahan dapat dilihat pada Tabel 8.
xli
Tabel 8. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Petani Padi Sawah Melakukan Alih Fungsi Lahan n = 60 jiwa
Faktor-faktor Persentase
1. Perbedaan penerimaan usaha tani padi sawah dengan kakao dan sawit
83,33 2. Luas lahan
43 3. Kecukupan air irigasi
53.33 4. Kecenderungan perkembangan harga padi sawah, kakao, dan sawit
83,33
Sumber :Data diolah dari lampiran 2
1. Perbedaan Penerimaan yang Diperoleh Petani Padi Sawah, Kakao, dan Sawit
Pada Tabel 8. diperlihatkan bahwa 83,33 petani responden menyatakan bahwa
perbedaan penerimaan usaha tani padi, kakao, dan sawit mempengaruhi petani melakukan alih fungsi lahan. Frekuensi panen untuk komoditi padi, kakao, dan
sawit juga berbeda. Untuk tanaman padi sawah dapat dipanen setiap 3 tiga bulan sekali, tanaman kakao dapat dipanen setiap satu minggu, dan untuk tanaman sawit
dipanen setiap 2 dua minggu. Perbedaan penerimaan usaha tani padi sawah, kakao, dan sawit dapat dilihat pada Tabel 9.
xlii
Tabel 9. Perbedaan Penerimaan yang Diperoleh Petani Padi Sawah, Kakao, dan Sawit per 3 bulan.
Padi Sawah Kakao
Sawit Produksi
KgHa 6.940
100 x12 = 1200 4.635,798 x 6
= 27.814,7 Harga
RpKg 3.125,-
19.498,- 1.156,1
Penerimaan RpHa
21.687.500 23.397.600
32.156.621
Sumber: Data Diolah Dari Lampiran 3,4,dan 5
Dari Tabel 9. terlihat adanya perbedaan penerimaan yang diperoleh antara petani padi sawah, kakao, dan sawit. Penerimaan tertinggi diperoleh dari komoditi Sawit
sebesar Rp. 32.156.621 Ha. Sedangkan penerimaan dari komoditi kakao sebesar Rp. 23.397.600Ha. Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa tingginya
perbedaan penerimaan dari komoditi sawit dan kakao mempengaruhi keputusan petani melakukan alih fungsi lahan.
2. Luas Lahan dan Kecukupan Air Irigasi
Dari Tabel 8. terlihat sebesar 43 petani sampel menyatakan bahwa faktor luas lahan mempengaruhi petani melakukan alih fungsi lahan. Petani sampel yang
memiliki lahan yang luas cenderung membagi lahannya untuk tanaman padi, kakao, dan sawit. Umumnya luas lahan
≥1 Ha cenderung mengalami alih fungsi lahan. Pada lampiran 2 diperlihatkan bahwa sekitar 26 dua puluh enam petani
sampel yang memiliki lahan yang luas cenderung membagi lahannya ke beberapa komoditi seperti padi sawah, sawit dan kakao.
xliii Di daerah penelitian petani sampel juga menanam tanaman hortikultura pada saat
pergiliran tanaman. Petani sampel menanam jenis hortikultura hanya pada saat petani tidak menanam padi sawah, sehingga lahan padi sawah tidak mengalami
alih fungsi ke tanaman hortikultura. Untuk mengetahui perkembangan luas lahan padi sawah, kakao, sawit dan hortikultura di kecamatan Sei Bingei dari tahun
2000-2009 dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Perkembangan luas lahan padi sawah, kakao, sawit dan
hortikultura di kecamatan Sei Bingei dari tahun 2000-2009
1000 2000
3000 4000
5000 6000
7000
1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010
Tahun L
u as L
ah an
H a
luas lahan padi sawah Ha
luas lahan Kakao Ha luas lahan sawit Ha
luas lahan hortikultural Ha
Sumber : Data Diolah dari Lampiran 7
xliv Dengan analisis korelasi dapat diukur keeratan antara luas lahan kakao dengan
padi, luas lahan sawit dengan padi, luas lahan hortikultura dengan padi. Koefisien korelasi antara luas lahan kakao dengan padi adalah -0,139. Koefisien korelasi
-0,139 berarti korelasi kedua variabel tidak kuat. Dengan tingkat signifikansi sebesar 0,702 menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara luas lahan
kakao dengan luas lahan padi.
Koefisien korelasi antara luas lahan sawit dengan padi adalah -0,037. Koefisien korelasi -0,037 berarti korelasi kedua variabel tidak kuat. Dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,919 0,05 menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara luas lahan sawit dengan luas lahan padi, hal ini karena petani di
daerah penelitian tidak mengalihkan seluruh lahan padi sawah ke komoditi lain.
Nilai korelasi yang tidak kuat antara luas lahan kakao dan luas lahan padi sawah, dan luas lahan sawit dengan luas lahan sawah dikarenakan beberapa petani di
daerah penelitian tidak mengalihkan seluruh lahannya ke tanaman perkebunan tetapi hanya sebahagian, hal ini dikarenakan air tidak cukup mengairi seluruh
lahan persawahan sehingga petani yang memiliki lahan yang luas membagi lahannya. Dan apabila air cukup untuk mengairi lahan sawah, maka petani
memilih tetap menanam padi sawah, dengan debit air sebesar 3,5 m
3
detik.
xlv Koefisien korelasi antara luas lahan Hortikultura dengan padi adalah 0,754.
Koefisien korelasi 0,754 berarti korelasi kedua variabel kuat. Koefisien korelasi bertanda positif artinya apabila luas lahan hortikultura meningkat maka luas lahan
padi juga akan meningkat, ini terjadi karena di daerah penelitian petani menanam tanaman hortikultura pada saat petani tidak menanam padi yaitu pada saat masa
pergiliran tanaman dari padi sawah ke tanaman hortikultura, sehingga dalam hal ini petani tidak melakukan alih fungsi lahan ke tanaman hortikultura. Tingkat
signifikansi diperoleh sebesar 0,012 menyatakan bahwa korelasi nyata antara luas lahan tanaman hortikultura dengan luas lahan tanaman padi.
Berikutnya sebesar 53.33 petani responden menyatakan bahwa faktor kecukupan air irigasi mempengaruhi petani mengalihfungsikan lahan padi sawah
menjadi tanaman kakao dan sawit. Hal ini disebabkan di daerah penelitian air irigasi yang tersedia tidak cukup mengairi lahan padi sawah. Ketersediaan air
yang tidak cukup untuk mengairi lahan padi sawah diduga disebabkan karena jarak antara lahan terhadap saluran primer air irigasi. Semakin jauh jarak lahan
terhadap saluran irigasi maka lahan tersebut cenderung tidak mendapat air.
xlvi Secara rinci, pembagian desa berdasarkan debit air dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 10. Pembagian Desa Berdasarkan Debit Air No Desa
Kecamatan Banyak Sedang Sedikit
1 Durian Lingga
Sei Bingei √
2 Psr 8 Namu Terasi
Sei Bingei √
3 Psr IV Namu Terasi
Sei Bingei √
4 Psr II. Purwobinangun
Sei Bingei √
5 Emplasmen Kwl. Mencirim
Sei Bingei √
6 Namu Ukur Utara
Sei Bingei √
7 Psr 6 Kwl Mencirim
Sei Bingei √
Jumlah 4
2 1
Sumber : Dinas Pengembangan Sumber Daya Air Propinsi Sumut Unit Pelaksana Namu Sira-sira, 2009
Tabel 10 memperlihatkan kondisi kecukupan air di Daerah Irigasi Namu Sira-sira, Kecamatan Sei Bingei dimana terdapat 4 dari 7 desa memiliki air dalam debit
yang banyak, 2 dari 7 desa memiliki air dalam debit sedang, dan 1 dari 7 desa memiliki air dalam debit sedikit. Berdasarkan daftar tersebut maka dapat
disimpulkan Desa Namu Ukur Utara dan Psr. II Purwobinangun adalah desa yang memiliki debit air banyak, Desa Psr. VI Kwala Mencirim memiliki debit air
sedang, Desa Emplasmen Kwala Mencirim.memiliki debit air sedikit.
Di daerah penelitian petani tidak seluruhnya mengalihfungsikan lahan yang dimilikinya. Beberapa petani bertahan untuk menanam padi sawah, beberapa
petani mengalihfungsikan seluruh lahan padi sawahnya ke tanaman perkebunan, dan beberapa petani hanya mengalihfungsikan sebahagian lahan miliknya ke
tanaman perkebunan. Tabel 11 memperlihatkan jumlah petani yang bertahan menanam padi sawah, petani yang mengalihfungsikan seluruh lahan padi sawah
ke tanaman perkebunan, dan petani yang mengalihfungsikan sebagian lahan padi sawah ke komoditi perkebunan.
xlvii
Tabel 11. Distribusi petani sampel orang
Desa Petani
Tidak Alih Fungsi Alih Fungsi
Sebagian Alih Fungsi
Seluruhnya Namu Ukur Utara
- 16
9 Psr. II Purwobinangun
5 3
1 Psr.VI Kwala Mencirim
9 3
8 Emplasmen Kwala Mencirim
- 3
3 Total
14 25
21
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1
Tabel 12. Jarak Desa ke Saluran Primer Nama Desa
Jarak ke Saluran Sekunder m Desa Namu Ukur Utara
11.530,63 Desa Psr. II Purwobinangun
30.840,04 Desa Psr. VI Kwala Mencirim
12.147,23 Desa Emplasmen Kwala Mencirim
18.012,99
Sumber : Dinas Pengembangan Sumber Daya Air Propinsi Sumut Unit Pelaksana Namu Sira-sira, 2009
Untuk lahan yang terletak di desa Namu Ukur Utara maka jarak desa terhadap saluran Primer adalah 11.530,63 m. Lahan yang terletak di Desa Psr. II
Purwobinangun maka jarak desa terhadap saluran Primer adalah 30.840,04 m. Lahan yang terletak di Desa Psr VI Kwala Mencirim maka jarak desa terhadap
saluran Primer adalah 12.147,23 m. Lahan yang terletak di Desa Emplasmen Kwala Mencirim maka jarak desa terhadap saluran Primer adalah 18.012,99 m.
Jarak yang jauh antara desa dan saluran primer menyebabkan perbedaan jumlah debit air yang didapat tiap-tiap desa.
Untuk daerah Irigasi Namu Sira- Sira kebutuhan air yang dibutuhkan untuk tanaman padi sawah sebesar 3,5 m
3
dtk, dengan ketersediaan air kurang dari 3,5 m
3
dtk sehingga kondisi sawah dalam keadaan kekurangan air. Kurangnya ketersediaan air mempengaruhi petani untuk mengganti tanaman padi
xlviii sawah menjadi tanaman sawit dan kakao. Untuk tanaman perkebunan seperti
sawit, tingkat konsumsi terhadap air sangat besar, sebatang sawit paling sedikit membutuhkan 2000 liter air setiap harinya Tribunnews, 2010. Keputusan petani
mengganti lahan padi sawah menjadi tanaman sawit berdampak semakin kurang- nya ketersediaan air di daerah Irigasi Namu Sira-Sira. Selain itu kekurangan air
disebabkan karena adanya kerusakan pada saluran air baik kerusakan yang diakibatkan oleh alam, seperti adanya hewan-hewan yang melubangi dasar
saluran, maupun yang diakibatkan oleh manusia seperti pembuatan sadap liar untuk kepentingan pribadi. Namun dari berbagai wawancara yang dilakukan
terhadap petani responden juga dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat kerusakan beberapa saluran yang baru dibuat akibat kurang baiknya mutu
pekerjaan yang dilakukan.
3. Kecenderungan Perkembangan Harga Padi, Kakao, Sawit
Pada Tabel 8. memperlihatkan bahwa 83,33 petani sampel menyatakan bahwa kecenderungan perkembangan harga padi, kakao, dan sawit mempengaruhi petani
melakukan alih fungsi. Faktor harga padi, kakao dan sawit mempengaruhi petani melakukan alih fungsi lahan.
Kenaikan harga kakao dan sawit mempengaruhi petani untuk menanam kakao dan sawit. Untuk melihat perkembangan harga padi, kakao, dan sawit 1998-2009
dapat dilihat pada Gambar 6.
xlix
Gambar 6. Perkembangan harga padi, kakao, dan sawit 1998-2009.
5000 10000
15000 20000
25000
1998 2000
2002 2004
2006 2008
2010
Ta hun
Ha rg
a Rp
Kg
Harga Kakao Harga Padi
Harga Sawit
Sumber : Diolah dari Lampiran 8.
Gambar 6. Memperlihatkan kenaikan harga komoditi padi, kakao, dan sawit tiap tahunnya. Kenaikan harga tertinggi adalah tanaman kakao diikuti tanaman padi
dan sawit. Kenaikan harga kakao dan sawit mempengaruhi keputusan petani melakukan alih fungsi lahan..
Dengan analisis korelasi dapat diukur keeratan antara harga kakao dengan padi, harga sawit dengan padi. Koefisien korelasi antara harga kakao dengan harga padi
adalah 0.766 berarti korelasi kedua variabel sangat kuat. Koefisien korelasi bertanda positif artinya bahwa apabila harga kakao meningkat maka harga padi
tetap meningkat, peningkatan harga padi seiring dengan peningkatan harga kakao diharapkan dapat mengurangi kecenderungan petani padi sawah mengalihkan
lahan padi sawah miliknya. Selanjutnya tingkat signifikansi diperoleh sebesar 0,010 menyatakan bahwa adanya korelasi nyata antara harga kakao dengan harga
padi. Koefisien korelasi antara harga sawit dengan harga padi adalah 0.827 berarti
korelasi kedua variabel sangat kuat. Koefisien korelasi bertanda positif artinya bahwa apabila harga sawit meningkat maka harga padi tetap meningkat,
l peningkatan harga padi diharapkan dapat mengurangi kecenderungan petani padi
sawah mengalihkan lahan padi sawah ke tanaman sawit. Selanjutnya tingkat signifikansi diperoleh sebesar 0.003 menyatakan bahwa adanya korelasi nyata
antara harga kakao dengan harga padi.
li
VI. KESIMPULAN DAN SARAN