Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Dan Strategi Mitigasinya Terhadap Program Swasembada Beras Di Kabupaten Asahan (Studi Kasus : Kecamatan Setia Janji, Kabupaten Asahan)

(1)

DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DAN STRATEGI

MITIGASINYA TERHADAP PROGRAM SWASEMBADA

BERAS DI KABUPATEN ASAHAN

(Studi Kasus : Kecamatan Setia Janji, Kabupaten Asahan)

SKRIPSI

OLEH :

EGI SAPA PRAYUDA 090304058 AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DAN STRATEGI

MITIGASINYA TERHADAP PROGRAM SWASEMBADA

BERAS DI KABUPATEN ASAHAN

(Studi Kasus : Kecamatan Setia Janji, Kabupaten Asahan)

SKRIPSI

OLEH :

EGI SAPA PRAYUDA 090304058 AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir. Luhut Sihombing, MP)

NIP : 196510081992032001 NIP : 196509261993031002 (Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

ABSTRAK

EGI SAPA PRAYUDA : Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah dan Strategi Mitigasinya Terhadap Swasembada Beras di Kabupaten Asahan (Studi Kasus : Kecamatan Setia Janji, Kabupaten Asahan), dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP dan Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si.

Alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri atau perubahan/penyesuaian penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan luas lahan dan produksi padi sawah selama 8 tahun terakhir, perkembangan alih fungsi lahan padi sawah selama 8 tahun terakhir, dampak alih fungsi lahan dan strategi mitigasinya terhadap swasembada beras, dan faktor – faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di daerah. Metode penelitian yang digunakan yaitu secara purposive, metode penarikan sampel dilakukan secara Snowball sampling, metode analisis data menggunakan metode analisis SWOT dan regresi linear berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : perkembangan luas lahan dan produksi padi sawah selama 8 tahun terakhir mengalami penurunan, perkembangan alih fungsi lahan padi sawah selama 8 tahun terakhir mengalami penurunan, dampak alih fungsi lahan yaitu internal ( tingkat keamanan, alih komoditi ke perkebunan, kondisi fisik/tingkat kesuburan tanah, sistem warisan, dan harga tanah) dan eksternal (fluktuasi harga gabah, kapasitas pasokan air, permintaan/kebutuhan beras Asahan, permintaan/kebutuhan beras Sumatera Utara, dan peranan pemerintah dalam pemberian bantuan) dan strategi mitigasinya yaitu secara defensif terhadap swasembada beras di daerah penelitian, dan faktor – faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di daerah penelitian yaitu panjang sarana transportasi, lahan industri, lahan pemukiman, lahan perkebunan, dan kepadatan penduduk.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Egi Sapa Prayuda, lahir pada tanggal 03 Juli 1991 di Medan, merupakan anak dari Ayahanda Ir. M. J. Bangun dan Ibunda Ir. M. Ginting. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

• Pada tahun 1996 masuk di Taman Kanak-Kanak Bah Butong Pematangsiantar,

• Pada tahun 1997 masuk di SD Taman Asuhan Pematangsiantar,

• Pada tahun 1998 masuk di SD Methodist 1 Medan,

• Pada tahun 2003 masuk di SLTP RK Bintang Timur Pematangsiantar,

• Pada tahun 2006 masuk di SLTA RK Budi Mulia Pematangsiantar,

• Pada tahun 2009 masuk di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan, melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB).

Selama menjalani masa perkuliahan, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Deli Muda Hilir, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai pada bulan Juli s/d Agustus 2013. Dan pada bulan Oktober 2013, penulis melaksanakan penelitian skripsi di Kecamatan Setia Janji, Kabupaten Asahan.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Judul skripsi ini adalah “Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah dan Strategi Mitigasinya Terhadap Swasembada Beras di Kabupaten Asahan (Studi kasus : Kecamatan Setia Janji, Kabupaten Asahan). Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing, memotivasi, dan membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini dan selama masa perkuliahan di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Ir. Salmiah MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis, FP-USU dan Bapak Dr. Ir. Satya Negara Lubis, M.Ec selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, FP-USU yang telah memberikan kemudahan dalam perkuliahan.

3. Seluruh Dosen Program Studi Agribisnis, FP-USU yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis dalam masa perkuliahan.


(6)

4. Seluruh Pegawai Program Studi Agribisnis, FP-USU khususnya Kak Lisbet, Kak Yani, dan Kak Runi yang membantu penulis dalam administrasi kampus.

5. Camat Setia Janji, Kepala Desa Silau Tua, Bangun Sari, dan Silau Maraja, PPL dan para petani padi sawah yang telah bersedia menjadi responden dan telah banyak membantu penulis dalam memberikan data serta informasi dalam penulisan skripsi ini.

Segala hormat dan terima kasih secara khusus penulis ucapkan kepada Ayahanda Ir. M. J. Bangun dan Ibunda Ir. M. Ginting yang selalu memberikan nasihat, kasih sayang, dan dukungan baik secara materi maupun doa yang diberikan selama menjalani masa perkuliahan. Terima kasih banyak kepada Abang Irvan Augustyn, SH dan Adik Matthew Bias Ferari serta keluarga besar yang memberikan doa dan dorongan semangat.

Penulis juga berterima kasih kepada teman-teman Agribisnis, FP-USU Stambuk 2009 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, khususnya kepada sahabat-sahabat penulis yaitu Idiantho Nainggolan, SP, Firmansyah Depari, Pro Deo Meliala dan anggota Play Sumber yang memberikan semangat, kritik, saran, dan doa yang tulus, serta teman dekat penulis Irene Endamia Barus yang setia menemani dan mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu diperlukan sumbangan pemikiran, kritik, dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan dan penyempurnaan karya terbaru selanjutnya.


(7)

Semoga skripsi ini dapat berguna untuk kemajuan pendidikan khususnya dunia pertanian dan berguna bagi kita semua.

Medan, November 2013


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Kegunaan Penelitian ... 7

II.TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 8

2.1 Tinjauan Pustaka ... 8

2.1.1 Perkembangan Luas Lahan Padi Sawah di Provinsi Sumatera Utara ... 8

2.1.2 Laju Perubahan Alih Fungsi Lahan dan Sawah di Provinsi Sumatera Utara ... 12

2.1.3 Definisi, Tujuan, dan Fungsi Program Pemerintah Pusat dan Program Pemerintah Daerah Khususnya Kabupaten Asahan ... 17

2.2 Landasan Teori ... 18

2.3 Kerangka Pemikiran ... 29

2.4 Hipotesis Penelitian ... 31

III. METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 32


(9)

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 34

3.4 Metode Analisis Data ... 34

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional ... 40

3.5.1 Definisi ... 40

3.5.2 Batasan Operasional ... 41

IV. DESKRIPSI WILAYAH DAN KARATERISTIK SAMPEL ... 42

4.1 Deskripsi Wilayah ... 42

4.1.1 Luas Daerah dan Letak Geografis Kecamatan Setia Janji .. 42

4.1.2 Luas Daerah dan Letak Geografis Desa Sei Silau Barat .. 43

4.1.3 Luas Daerah dan Letak Geografis Desa Silau Maraja ... 43

4.1.4 Luas Daerah dan Letak Geografis Desa Sei Silau Tua ... 44

4.1.5 Luas Daerah dan Letak Geografis Desa Bangun Sari ... 44

4.1.6 Luas Daerah dan Letak Geografis Desa Urung Pane ... 45

4.1.7 Kondisi Biofisik Lahan ... 46

4.1.8 Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Budaya ... 46

4.2 Karateristik Petani Sampel ... 50

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

5.1 Perkembangan Luas Lahan dan Produksi Padi Sawah di Daerah Penelitian Selama 8 Tahun Terakhir ... 52

5.2 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Padi Sawah di Daerah Penelitian Selama 8 Tahun Terakhir ... 53

5.3 Dampak Alih Fungsi Lahan dan Strategi Mitigasinya Terhadap Swasembada Beras di Daerah Penelitian ... 53

5.3.1 Dampak yang Paling Dominan dari Alih Fungsi Lahan Padi Sawah ... 53

5.3.2 Strategi Mitigasi dari Dampak Alih Fungsi Lahan Padi Sawah ... 57

5.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan di Kecamatan Setia Janji, Kabupaten Asahan ... 66

5.4.1 Interpretasi Model ... 67

5.4.2 Uji Kesesuaian Model ... 69


(10)

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77 6.1 Kesimpulan ... 77 6.2 Saran ... 78 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1 Luas Lahan Padi yang Beralih Fungsi di Provinsi Sumatera Utara (Ha).

32 2 Luas Lahan Padi Sawah di Kabupaten Asahan, Provinsi

Sumatera Utara (Ha).

33 4 Distribusi Jenis Penggunaan Lahan Kecamatan Setia Janji Tahun

2012.

46

5 Distribusi Jumlah Penduduk Kecamatan Setia Janji Tahun 2012. 47

6 Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Perjuangan Tahun 2012.

48

7 Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Perjuangan Tahun 2012.

48

8 Sarana dan Prasarana di Desa Perjuangan Tahun 2012. 49

9 Karasteristik Petani Sampel di Kecamatan Setia Janji Tahun 2012. 50

10 Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman Dampak Alih Fungsi Lahan Padi Sawah di Kecamatan Setia Janji, Kabupaten Asahan.

56

11 Penentuan Dampak – Dampak Internal (Kekuatan dan

Kelemahan) Alih Fungsi Lahan Padi Sawah di Kecamatan Setia Janji, Kabupaten Asahan.

57

12 Penentuan Dampak – Dampak Eksternal (Peluang dan Ancaman) Alih Fungsi Lahan Padi Sawah di Kecamatan Setia Janji,

Kabupaten Asahan.

58

13 Gabungan Matriks Evaluasi Dampak Strategis Internal dan Eksternal Dampak Alih Fungsi Lahan Padi Sawah di Kecamatan Setia Janji.

61

14 Penentuan Alternatif Strategi Mitigasi Dampak Alih Fungsi Lahan Padi Sawah di Kecamatan Setia Janji.

64

15 Tabel 15. Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Alih Fungsi Lahan Padi Sawah.

67


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1 Kurva Lahan Biaya Rendah 24

2 Kurva Lahan Biaya Menengah 24

3 Kurva Lahan Marginal 25

4 Kurva Pasar 25

5 Kurva permintaan dan penawaran 27

6 Skema Kerangka Pemikiran 31

7 Matriks Posisi Strategi Mitigasi Dampak Alih Fungsi Lahan Padi Sawah di Kecamatan Setia Janji

62

8 Scatter Plot Uji Normalitas 73


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul

1 Karasteristik Petani Padi Di Kecamatan Setia Janji Tahun 2012 2 Perkembangan Lahan dan Produksi Padi Sawah di Kecamatan Setia

Janji 2005 – 2012.

3 Indikator dan Parameter Penilaian SWOT Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Terhadap Program Swasembada Beras di Kabupaten Asahan

4 Pembobotan Dampak Internal (IFAS) 5 Pembobotan Dampak Eksternal (EFAS)

6 Parameter Penilaian Dampak Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Terhadap Program Swasembada Beras di Kabupaten Asahan.

7 Hasil Penilaian Dampak Internal (IFAS) 8 Hasil Penilaian Dampak Eksternal (EFAS)

9 Hasil Perhitungan Nilai Rata – Rata Geometris Dampak Internal (IFAS)

10 Hasil Perhitungan Nilai Rata – Rata Geometris Dampak Eksternal (EFAS)

11 Normalisasi Dampak Internal (IFAS) 12 Normalisasi Dampak Eksternal (EFAS)

13 Penentuan Dampak - Dampak Internal ( Kekuatan dan Kelemahan) Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Terhadap Program Swasembada Beras di Kabupaten Asahan

14 Penentuan Dampak - Dampak Eksternal ( Peluang dan Ancaman) Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Terhadap Program Swasembada Beras di Kabupaten Asahan

15 Pembobotan Dampak - Dampak Internal (IFAS) 16 Pembobotan Dampak - Dampak Eksternal (EFAS)

17 Matriks Evaluasi Dampak - Dampak Strategis Internal (IFAS) 18 Matriks Evaluasi Dampak - Dampak Strategis Eksternal (EFAS) 19 Luas Lahan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi

Lahan di Kecamatan Setia janji

20 Hasil Analisis Regresi Faktor-faktor yang mempengaruhi Alih Fungsi Lahan di Kecamatan Setia Janji, Kabupaten Asahan.

21 Tabel F dengan α = 0,05


(14)

ABSTRAK

EGI SAPA PRAYUDA : Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah dan Strategi Mitigasinya Terhadap Swasembada Beras di Kabupaten Asahan (Studi Kasus : Kecamatan Setia Janji, Kabupaten Asahan), dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP dan Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si.

Alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri atau perubahan/penyesuaian penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan luas lahan dan produksi padi sawah selama 8 tahun terakhir, perkembangan alih fungsi lahan padi sawah selama 8 tahun terakhir, dampak alih fungsi lahan dan strategi mitigasinya terhadap swasembada beras, dan faktor – faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di daerah. Metode penelitian yang digunakan yaitu secara purposive, metode penarikan sampel dilakukan secara Snowball sampling, metode analisis data menggunakan metode analisis SWOT dan regresi linear berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : perkembangan luas lahan dan produksi padi sawah selama 8 tahun terakhir mengalami penurunan, perkembangan alih fungsi lahan padi sawah selama 8 tahun terakhir mengalami penurunan, dampak alih fungsi lahan yaitu internal ( tingkat keamanan, alih komoditi ke perkebunan, kondisi fisik/tingkat kesuburan tanah, sistem warisan, dan harga tanah) dan eksternal (fluktuasi harga gabah, kapasitas pasokan air, permintaan/kebutuhan beras Asahan, permintaan/kebutuhan beras Sumatera Utara, dan peranan pemerintah dalam pemberian bantuan) dan strategi mitigasinya yaitu secara defensif terhadap swasembada beras di daerah penelitian, dan faktor – faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di daerah penelitian yaitu panjang sarana transportasi, lahan industri, lahan pemukiman, lahan perkebunan, dan kepadatan penduduk.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam masalah yang dihadapi pada saat ini. Masalah pertama yaitu kemampuan lahan pertanian kita sudah mengalami degradasi yang luar biasa dari sisi kesuburannya akibat dari pemakaian pupuk anorganik dan penurunan kuantitas yaitu konversi lahan yang memiliki kultur pembagian lahan orangtua kepada anaknya sehingga terjadinya penciutan lahan pertanian. Masalah kedua adalah terbatasnya aspek ketersediaan infrastruktur penunjang pertanian yaitu pembangunan dan pengembangan waduk. Masalah ketiga adalah adanya kelemahan dalam sistem alih teknologi. Ciri utama pertanian modern adalah produktifitas, efisiensi, mutu, dan kontiunitas pasokan yang meningkat dan terpelihara. Masalah keempat adalah muncul dari terbatasnya akses layanan usaha terutama di permodalan. Masalah kelima adalah masih panjangnya mata rantai tata niaga pertanian, sehingga menyebabkan petani tidak dapat menikmati harga yang lebih baik karena pedagang telah mengambil untung terlalu besar dari hasil penjualan.

Sawah digunakan para petani untuk menanam padi. Beras merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Sawah di Indonesia terus mengalami penurunan luas lahan yang berdampak pada penurunan produksi padi. Pengalih fungsian lahan sawah akan menimbulkan penurunan produksi sehingga berkurangnya ketersediaan bahan pangan terutama beras (Anonimus, 2009).


(16)

Kabupaten Asahan adalah salah satu kabupaten yang dalam kurun waktu lima tahun terakhir terus mengalami konversi lahan sawah. Pada tahun 2008 Kabupaten Asahan memiliki luas lahan sawah sebesar 13.210 hektar dan memproduksi beras sebesar 49.960,86 ton. Produksi beras yang mengalami fluktuasi tidak mampu menjamin ketersediaan beras secara optimal hingga lima tahun kedepan dikarenakan penurunan kemampuan lahan sawah yang dapat mengakibatkan penurunan angka produksi sewaktu-waktu. Seiring meningkatnya laju konversi lahan maka daerah tersebut mengalami penurunan luas lahan sawah yang cukup signifikan pada tahun 2011 dengan luas lahan sawah sebesar 12.010 hektar. Menurut data sensus penduduk, populasi penduduk Kabupaten Asahan tahun 2011 berjumlah 674.802 orang dimana kebutuhan akan beras daerah tesebut sebesar 93.548 ton sedangkan produksi beras daerah tersebut pada tahun 2011 sebesar 54.063 ton yang mengakibatkan Kabupaten Asahan mengimport beras sebesar 39.485 ton dari Kabupaten Batu Bara, Labuhan Batu Utara, dan Labuhan Batu. Selama tahun 2008-2012 penurunan luas lahan sawah yang terjadi di daerah tersebut sebesar 2.183 hektar (BPS Kabupaten Asahan, 2012).

Sejak tahun 2007-2008, laju konversi lahan pertanian di Sumatera Utara sekitar 4,2%. Lahan pertanian tersebut dialihkan ke tanaman keras dan kawasan pemukiman. Luas lahan sawah berpengairan yang beralih fungsi pada tahun 2006 mencapai 280.847 hektar dan tahun 2008 mencapai 278.560 hektar. Sementara, lahan tadah hujan tak berpengairan yang sudah beralih fungsi tahun 2006 seluas 211.975 hektar dan sebanyak 193.454 hektar tahun 2007 (Sitorus, 2010).


(17)

Konversi ini mengakibatkan luas lahan pertanian di Kabupaten Asahan cenderung mengalami penurunan. Lahan yang paling banyak terkonversi adalah jenis lahan sawah, yang beralih fungsi menjadi tegal, ladang, perkebunan, hutan, tambak, kolam/tebat, rawa, dan bangunan. Menurut data yang diperoleh pada tahun 2008 Kabupaten Asahan memiliki luas lahan bukan sawah sebesar 268.024 hektar dan lahan bukan pertanian sebesar 90.711 hektar. Sedangkan pada tahun 2012 lahan bukan sawah mengalami peningkatan menjadi 270.635 hektar dan lahan bukan pertanian sebesar 90.283 hektar (BPS Kabupaten Asahan, 2012).

Dengan demikian semakin berkurangnya luas lahan pertanian khususnya lahan sawah di kabupaten Asahan secara terus menerus, sudah tentu akan ikut mempengaruhi produksi padi di daerah tersebut. Hal ini merupakan ancaman bagi produksi pangan baik secara regional maupun nasional yang berpengaruh terhadap gizi buruk, kesehatan, sekaligus menurunkan kualitas sumber daya manusia. Ketahanan pangan harus stabil dan tetap terjaga secara berkelanjutan dengan cara menjaga ketersediaan lahan pertanian dalam jumlah dan mutu yang memadai.

Pertumbuhan populasi penduduk yang terus meningkat menuntut peningkatan ketersediaan pangan. Penurunan kapasitas produksi beras telah menyebabkan kemampuan Negara didalam penyediaan pangan menurun. Hal ini diakibatkan dari pengalihan fungsi lahan sawah yang berdampak buruk bagi tingkat konsumsi di Indonesia yang semakin tinggi. Diramalkan Indonesia dapat mengalami krisis pangan yang berkepanjangan apabila pemerintah tidak mencegah dengan membuat lahan sawah baru untuk mengganti lahan sawah yang telah beralih fungsi (Maulana, 2008).


(18)

Faktor kunci keberhasilan pencapaian swasembada beras adalah meningkatnya produktivitas usahatani, perbaikan teknologi usahatani dan tersedianya anggaran pemerintah yang cukup untuk membiayai berbagai proyek dan program pengembangan teknologi usahatani serta proses sosialisasinya di tingkat petani serta pengembangan infrastruktur pertanian seperti irigasi dan lembaga penyuluhan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat, maka upaya peningkatan kapasitas produksi beras melalui pencetakan sawah baru dan peningkatan jaringan irigasi telah dilakukan. Namun upaya tersebut belum memberikan dampak yang signifikan bagi peningkatan produksi pangan, karena terbentur pada berbagai kendala teknis dan anggaran. Aksesibilitas yang terbatas akan mengakibatkan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang bermutu dan bergizi sehingga akan menghambat kesinambungan ketahanan pangan.

Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, serta intensitas pembangunan yang berkembang dalam berbagai bidang tentu saja akan menyebabkan ikut meningkatnya permintaan akan lahan sedangkan lahan pertanian yang tersedia jumlahnya sangat terbatas. Konversi lahan merupakan konsekuensi dari akibat meningkatnya aktivitas dan jumlah penduduk serta pembangunan yang lainnya. Konversi lahan pada hakekatnya merupakan hal yang wajar terjadi pada era modern seperti sekarang ini, namun konversi lahan pada kenyataannya membawa banyak masalah karena terjadi di atas lahan pertanian yang masih produktif. Semakin meningkatnya jumlah penduduk akan diikuti dengan kebutuhan akan tempat tinggal, sarana, dan prasaran yang mendukung. Demikian halnya dengan budaya yang dianut oleh daerah tersebut yang mengedepankan sistem pembagian warisan akan suatu lahan mengakibatkan berkurangnya luas lahan dan juga


(19)

efektifitas akan lahan tersebut dengan cara pertukaran komoditi ke tanaman perkebunan. Hal ini diikuti minimnya kepastian pertukaran air dikarenakan sistem irigasi yang tidak baik walaupun Kabupaten Asahan dikelilingi oleh sungai asahan. Upaya untuk mencapai swasembada pangan beras adalah pembangunan sistem irigasi, menekan alih fungsi lahan, membuka lahan pertanian baru, penciptaan varietas unggul baru, meningkatkan penanaman padi, serta penetapan harga pupuk dan obat-obatan walaupun lahan sawah yang sangat terbatas.

Adanya percepatan pembangunan, orientasi perkotaan, dan budaya dari daerah penelitaian mengakibatkan lahan pertanian yang dahulunya merupakan lahan pertanian produktif sekarang disulap menjadi perumahan, mall, pabrik, dll. Penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian merupakan salah satu akibat adanya pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat, sedangkan jumlah lahan yang tersedia untuk permukiman sudah semakin menyempit sehingga menghadapi tantangan dalam rangka menuju kemandirian pangan memerlukan kearifan lokal, sentuhan teknologi, dan dukungan dari berbagai pihak khususnya penyuluh dan pemangku kepentingan sehingga setiap kebijakan yang menyangkut tentang kemandirian pangan bisa diimplementasikan dengan baik.

Oleh karena itu penting dilakukan penelitian didaerah ini untuk menjawab permasalahan-permasalahan diatas. Dengan demikian, penulis tertarik untuk meneliti seberapa besar dampak alih fungsi lahan sawah terhadap program swasembada beras di Kabupaten Asahan.


(20)

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka masalah penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1) Bagaimana perkembangan luas lahan dan produksi padi sawah di daerah penelitian selama 8 tahun terakhir ?

2) Bagaimana perkembangan alih fungsi lahan sawah di daerah penelitian selama 8 tahun terakhir ?

3) Bagaimana dampak alih fungsi lahan dan strategi mitigasinya terhadap swasembada beras di daerah penelitian ?

4) Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di daerah penelitian?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini berdasarkan identifikasi masalah di atas, yaitu :

1) Untuk menganalisis perkembangan luas lahan dan produksi padi sawah di daerah penelitian selama 8 tahun terakhir.

2) Untuk menganalisis perkembangan alih fungsi lahan sawah di daerah penelitian selama 8 tahun terakhir.

3) Untuk menganalisis dampak alih fungsi lahan dan strategi mitigasinya terhadap swasembada beras di daerah penelitian.

4) Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di daerah penelitian.


(21)

1.4. Kegunaan Penelitian

1) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk menyusun peraturan alih fungsi lahan dan menyusun program swasembada beras.

2) Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang terkait dalam peningkatan produksi beras.

3) Sebagai bahan referensi bagi pihak yang membutuhkan khususnya kalangan akademis yang akan mengadakan penelitian selanjutnya.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA

PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Perkembangan Luas Lahan Padi Sawah di Provinsi Sumatera Utara

Padi dibudidayakan dengan tujuan mendapatkan hasil yang setinggi-tinginya dengan kualitas sebaik mungkin, untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan maka tanaman yang akan ditanam harus sehat dan subur. Tanaman yang sehat adalah tanaman yang tidak terserang oleh hama dan penyakit, tidak mengalami defisiensi hara, baik unsur hara yang diperlukan dalam jumlah besar maupun dalam jumlah kecil. Sedangkan tanaman subur adalah tanaman yang pertumbuhan dan perkembangannya tidak terhambat, oleh kondisi biji atau kondisi lingkungan (Soekartawi, 2002).

Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Meskipun padi dapat digantikan oleh makanan lainnya, namun padi memiliki nilai tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak dapat dengan mudah digantikan oleh bahan makanan yang lain (Soekartawi, 2002).

Dibandingkan dengan Negara - negara penghasil beras utama dunia, luas panen padi Indonesia berada pada posisi ketiga terluas setelah India dan Cina. Hingga akhir tahun 2006, luas panen padi di India mencapai 28.9% (44 juta Ha), Cina 19,1% dan Indonesia sendiri sebesar 7,8% dari total luas panen padi di dunia (152,5 juta Ha). Hingga tahun 2006 volume beras yang dihasilkan oleh Cina


(23)

mencapai 128 juta MT atau 31% dari total produksi beras dunia yang sebesar 415,23 juta MT . India dan Indonesia masing-masing memberikan kontribusi 22% (91 juta MT) dan 8% (35 juta MT) (Badan Pusat Statistik, 2008).

Di Indonesia sendiri, provinsi dengan jumlah produksi padi tertinggi adalah Jawa Barat, kemudian diikuti oleh Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pada volume konsumsi beras, Indonesia juga berada pada peringkat tiga konsumen beras terbesar di dunia setelah Cina dan India, yaitu berkisar antara 110-139 kg per tahun (Badan Pusat Statistik, 2008).

Berdasarkan data Dinas Ketahanan Pangan Sumatera Utara untuk bulan September 2012, realisasi luas lahan persawahan yang tepat masa tanamnya (padi sawah) masih minim yakni rata-rata mencapai 54,5% (Januari-Desember). Untuk realisasi pencapaian tanam padi di Sumatera Utara tahun ini hanya mencapai 52% (396,598 hektar). Menurut Kepala Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, salah satu faktor yang membuat minimnya realisasi tepat masa tanam padi sawah di Sumatera Utara dikarenakan terlambatnya masa tanam di beberapa kabupaten/kota di Sumatera Utara. Menurut Kepala Bagian Program Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, terlambatnya masa tanam padi sawah diakibatkan pengaruh cuaca ekstrim saat ini. Provinsi Sumatera merencanakan sebanyak 830,034 hektar lahan persawahan padi tepat masa tanamnya agar masa panen dapat berlangsung tepat waktu sehingga dapat menunjang produktivitas padi di Sumatera Utara (Badan Pusat Statistik, 2008).

Lahan memiliki arti lebih luas dari pada makna tanah mengingat tanah hanya merupakan salah satu aspek dari lahan. Proses perubahan pemanfaatan sifatnya


(24)

cukup kompleks dimana mekanisme perubahannya melibatkan beberapa kekuatan seperti kekuatan pasar, sistem administratif yang dikembangkan oleh pemerintah dan juga kepentingan politik. Salah satu fenomena yang nyata pada pemanfaataan lahan adalah adanya alih fungsi lahan. Fenomena ini muncul seiring makin tinggi dan bertambahnya tekanan kebutuhan dan permintaan terhadap lahan baik dari sektor pertanian ataupun nonpertanian akibat dari pertambahan penduduk yang terjadi setiap tahunnya dan semakin tingginya tingkat perekonomian sehingga memicu kegiatan pembangunan kearah industri (Winoto, 2005).

Secara umum penurunan lahan pertanian yang paling rentan terhadap alih fungsi adalah sawah. Hal tersebut disebabkan oleh kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dominan sawah yang umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih inggi. Di daerah pesawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah perkotaan sehingga memicu pengalih fungsian yang sangat cepat. Selain itu akibat pola pembangunan di masa sebelumnya, infrastruktur wilayah pesawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering. Pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, dan kawasan industri cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar, dimana pada wilayah dengan topografi datar ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan (Winoto, 2005).

Lahan gambut di Indonesia diperkirakan seluas 25,6 juta hektar yang tersebar di Pulau Sumatera 34.8%, Pulau Kalimantan 22.7% dan Pulau Irian 42.6%. Luas lahan gambut di Sumatera Utara menempati urutan ke empat di pulau Sumatera dengan luas 0,325 juta hektar. Provinsi di Sumatera yang memiliki lahan gambut


(25)

terluas adalah Riau 4,044 juta hektar diikuti kemudian di Sumatera Selatan 1,484 juta hektar dan Jambi 0,717 juta hektar. Penyebaran lahan gambut di Provinsi Sumatera Utara terdapat di pantai timur, yakni di wilayah kabupaten Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan, Asahan dan Batubara. Di pantai barat terdapat cukup luas di wilayah kabupaten Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, dan Tapanuli Tengah. Lahan gambut di Sumatera Utara, sebagian besar merupakan gambut sedang (kedalaman 1-2 metar) seluas 228.384 hektar. Produktivitas padi sawah di lahan gambut tergolong rendah (Sitorus, 2010).

Pada tahun 2010 luas lahan sawah non irigasi masih berkisar 12% sementara sawah irigasi sebanyak 18%. Jumlah itu cukup timpang dengan lahan pertanian bukan sawah yang memegang 70% dari luas lahan Sumatera Utara. Kabupaten yang berpotensi dimanfaatkan untuk pengembangan lahan sawah di Sumatera Utara daerah tersebut, yakni Kabupaten Pakpak Bharat (3.000 ha), Simalungun (700 ha), Tapanuli Selatan (2.000 ha), Dairi (500 ha), Asahan (5.000 ha), Mandailing Natal (6.600 ha), Nias Selatan (500 ha), Padang Lawas Utara (450 ha), Labuhanbatu Selatan (2.000 ha), Labuhanbatu Utara (2.000 ha), Humbang Hasundutan seluas 2.500 ha, dan Asahan (5.000 ha) (Badan Pusat Statistik, 2008).

Dari potensi lahan tersebut, sebagian sudah dimanfaatkan untuk menanam padi melalui program pelaksanaan kegiatan pencetakan sawah. Kegiatan tersebut sudah dimulai tahun 2006 di Kabupaten Madina seluas 915 ha, Asahan 565 ha, dan Dairi 565 ha. Begitu juga di tahun 2010 pencetakan sawah dilakukan hanya 350 ha. Barulah pada tahun 2011 luas pencetakan sawah di Sumut meningkat menjadi 700 hektare yang dilakukan di Kabupaten Madina seluas 600 ha dan Labuhanbatu


(26)

Utara seluas 100 ha. Dari lahan yang sudah dikembangkan itu, rata-rata produksi yang diperoleh mencapai tiga ton per hektare untuk gabah kering panen (GKP) (Badan Pusat Statistik, 2008).

2.1.2. Laju Perubahan Alih Fungsi Lahan dan Sawah di Provinsi Sumatera iUtara

Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan/penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Semula fungsi utama lahan ialah untuk bercocok tanam padi, palawija, atau hortikultura. Kini dengan gencarnya industrialisasi, lahan-lahan produktif pertanian berubah menjadi pabrik-pabrik, jalan tol, permukiman, perkantoran, dan lain sebagainya. Jika dalam setahun alih fungsi lahan terdata sekitar 4.000 hektar, dalam 5 tahun ke depan lahan produktif yang beralih fungsi mencapai 20.000 hektar (Winoto, 2005).

Secara empiris menurut Winoto (2005), lahan pertanian yang paling rentan terhadap alih fungsi adalah sawah. Hal tersebut disebabkan oleh :


(27)

1. Kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dominan sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih tinggi.

2. Daerah persawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah perkotaan.

3. Akibat pola pembangunan di masa sebelumnya, infrastruktur wilayah persawahan pada umumnya lebih baik dari padda wilayah lahan kering.

4. Pembangunan sarana dan prasarana pemukiman, kawasan industri, dan sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar.

Tanah sawah merupakan tanah yang sangat penting di Indonesia karena merupakan sumber daya alam yang utama dalam produksi beras. Saat ini keberadaan tanah-tanah sawah subur beririgasi terancam oleh gencarnya pembangunan kawasan industri dan perluasan kota (perumahan) sehingga luas tanah sawah semakin berkurang karena di konversikan untuk penggunaan nonpertanian. Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk menanam padi sawah baik secara terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Dalam definisi ini tanah sawah mencakup semua tanah yang terdapat dalam zona iklim dengan rejim temperatur yang sesuai untuk menanam padi paling tidak satu kali setahun (Winoto, 2005).

Pertumbuhan sektor industri, jasa, dan properti, pada umumnya telah memberikan tekanan pada sektor pertanian, terutama tanah sawah. Konflik penggunaan dan pemanfaatan lahan bersifat dilematis mengingat peluang perluasan areal pertanian


(28)

sudah sangat terbatas, sementara tuntutan terhadap kebutuhan lahan untuk perkembangan sektor industri, jasa, dan properti cenderung semakin meningkat. Sehingga perubahan penggunaan lahan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi regional tidak mungkin dapat di hindarkan lagi (Ilham,dkk, 2003).

Perubahan penggunaan lahan dapat disebabkan karena adanya perubahan rencana tata ruang wilayah yang menetapkan wilayah pemukiman dan industri sehingga lahan untuk sektor pertanian telah beralih fungsi mengikutu tata ruang wilayah tersebut. Sejalan dengan kebijaksanaan pembangunan yang menekankan kepada aspek pertumbuhan melalui kemudahan fasilitas investasi, baik kepada investor lokal maupun luar negeri dalam penyediaan tanahnya, maka perubahan penggunaan tanah dari pertanian ke nonpertanian terjadi secara meluas (Ilham,dkk, 2003).

Konversi lahan sawah sulit dicegah selama kebijakan pembangunan ditujukan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Namun demikian konversi lahan akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi ketahanan pangan, lingkungan, kesempatan kerja, dan masalah sosial lainnya. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah dalam mengatasi masalah konversi lahan seyogianya lebih diarahkan untuk meminimalkan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan. Sampai batas tertentu konversi lahan dapat dilakukan selama dampak negatif yang ditimbulkan dapat ditekan dan dinetralisir (Ilham,dkk, 2003).

Dengan melihat tingginya laju konversi lahan maka untuk mempertahankan luas sawah. Indonesia harus mencetak mencetak lahan baru untuk menutupi lahan sawah yang telah beralih fungsi. Apabila tidak di lahukan maka Indonesia akan


(29)

mengalami kerisis pangan hal ini akan berdampak pada tingkat kesejahteraan masayarakat (Anonimous, 2009).

Krisis ekonomi berakibat tingginya angka pengangguran menyebabkan menurunnya pendapatan masyarakat. Kedaan itu memicu terjadinya konversi lahan sawah. Karena sebagian masyarakat yang hanya memiliki berupa lahan sawah akan menjual lahannya untuk kebutuhan hidup kepada petani kaya,investor bahkan para spekulan. Apabila pemanfaatan lahan pertanian tersebut tidak mengarah pada sektor pertanian juga maka bedampak buruk pada produksi pertanian itu sendiri (Jamal, 2000).

Tipe penggunaan lahan menurut sistem dan modelnya dibedakan atas dua macam yaitu multiple dan compound. Multiple terdiri lebih dari satu jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan secara serentak pada suatu areal yang sama dari sebidang lahan. Setiap penggunaan memerlukan masukan dan kebutuhan, serta memberikan hasil tersendiri. Sebagai contoh kelapa ditanam secara bersamaan dengan kakao atau kopi di areal yang sama pada sebidang lahan. Demikian juga yang umum dilakukan secara diversifikasi antara tanaman cengkih dengan vanili atau pisang. Compound terdiri lebih dari satu jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan pada areal-areal dari sebidang lahan yang untuk tujuan evaluasi diberlakukan sebagai unit tunggal. Perbedaan jenis penggunaan bisa terjadi pada suatu sekuen atau urutan waktu, dalam hal ini ditanam secara rotasi atau secara serentak, tetapi pada areal yang berbeda pada sebidang lahan yang dikelola dalam unit organisasi yang sama. Sebagai contoh suatu perkebunan besar sebagian areal secara terpisah (satu blok/petak) digunakan untuk tanaman karet, dan blok/petak


(30)

lainnya untuk kelapa sawit. Kedua komoditas ini dikelola oleh suatu perusahaan yang sama (Jamal, 2000).

Alih fungsi lahan yang paling memprihatinkan terjadi di Pulau Jawa, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Bali. Beberapa daerah yang disebutkan ini memiliki lahan yang cukup produktif, tetapi seringkali terjadi alih fungsi. di Sumatera dan Kalimantan. Umumnya terjadi alih fungsi dari lahan sawah ke lahan kelapa sawit. Selain itu, di banyak tempat di Indonesia lahan sawah produktif sudah beralih fungsi menjadi perumahan, industri, pariwisata maupun untuk tujuan lain. Sementara pencetakan sawah baru untuk mengganti lahan sawah yang hilang memerlukan biaya yang tinggi dan waktu yang lama karena berbagai kendala diantaraanya terbatasnya infrastruktur penunjang seperti jalan penghubung, prasarana irigasi dan transportasi (Sitorus, 2010).

Di Sumatera Utara, alih fungsi lahan sawah ke penggunaan lain berdasarkan data Sensus Pertanian Tahun 2003 menunjukkan terjadinya laju konversi lahan sawah yang sangat cepat. Pada rentang waktu tahun 2000 hingga 2002, alih fungsi lahan sawah di Sumatera Utara mencapai 563.000 hektar atau rata-rata sekitar 188.000 hektar per tahun. Lahan sawah di Sumatera Utara pada tahun 2002 seluas 7,75 juta terjadi pengurangan mencapai 7,27% selama 3 tahun atau rata-rata 2,42% per tahun. Sejak 2007-2008, laju konversi lahan pertanian di Sumatera Utara sekitar 4,2%. Lahan pertanian tersebut dialihkan ke tanaman keras dan kawasan pemukiman. Luas lahan sawah berpengairan yang beralih fungsi pada tahun 2006 mencapai 280.847 hektar dan tahun 2008 mencapai 278.560 hektar. Sementara,


(31)

lahan tadah hujan tak berpengairan yang sudah beralih fungsi tahun 2006 seluas 211.975 hektar dan pada tahun 2007 sebanyak 193.454 hektar (Sitorus, 2010).

Hal ini merupakan ancaman bagi produksi pangan baik secara nasional maupun regional, khususnya di daerah-daerah yang sangat pesat perkembangan perkotaannya di Indonesia. Kekurangan pangan sangat berpengaruh terhadap gizi buruk, kesehatan, sekaligus menurunkan kualitas sumber daya manusia. Dampak serius lain yang ditimbulkan akibat kekurangan bahan pangan adalah terganggunya stabilitas sosial politik, ekonomi dan keamanan. Ketahanan pangan harus stabil dan tetap terjaga secara berkelanjutan. Untuk menunjang ketahanan pangan yang berhubungan dengan aspek ketersediaan pangan, membutuhkan ketersediaan lahan secara berkelanjutan dalam jumlah dan mutu yang memadai (Sitorus, 2010).

2.1.3. Definisi, Tujuan dan Fungsi Program Pemerintah Pusat dan Program iPemerintah Daerah Khususnya Kabupaten Asahan

Daerah Kabupaten Asahan memiliki lahan pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan, dari daerah ini hasil produksi pertanian seperti Beras Kuku Balam dari Kecamatan Aek Ledong dan Kecamatan Rawang Panca Arga sangat terkenal sampai keluar Sumatera, komuditas andalan lainnya dari daerah ini adalah sayur-sayuran, pisang berangan, jagung, cabai dan buah salak pondoh ledong. Tanaman pangan yang dominan di Kabupaten Asahan adalah padi, jagung, ubi kayu, dan kedelai. Jika dilihat dari luas panen dan produksi padi sawah perkecamatan, maka sentra produksi padi di Kabupaten Asahan adalah Kecamatan Air Putih, Meranti dan Tanjung Tiram (Badan Pusat Statistik, 2008).


(32)

Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara mendukung kabupaten/kota yang berencana akan membuka lahan persawahan yang baru untuk menyukseskan program daerah tersebut menjadi lumbung beras nasional. Menurut Kepala Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, pencetakan sawah baru dimungkinkan untuk dilaksanakan, mengingat masih luasnya lahan pertanian di berbagai daerah. Pembukaan areal pertanian dan persawahan di daerah kabupaten/kota dinilai sangat tepat untuk mewujudkan Sumatera Utara sebagai lumbung beras nasional. Dengan dibukanya areal persawahan yang baru dapat juga menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan dan juga akan mengurangi kegiatan urbanisasi. Kabupaten Asahan berupaya menjadi penghasil beras terbesar di Provinsi Sumatera Utara dengan luas areal persawahan 10 ribu hektare lebih yang tersebar di sebelas kecamatan. Asahan dengan luas areal persawahan 10 ribu hektare lebih pada tahun 2011 memproduksi beras sebanyak 54.062 ton lebih (Badan Pusat Statistik, 2008).

2.2. Landasan Teori

Menurut Lestari (2009), alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Perubahan jenis lahan merupakan penambahan penggunaan jenis lahan di satu sektor dengan diikuti pengurangan jenis lahan di sektor lainnya. Atau dengan kata lain perubahan penggunaan lahan merupakan berubahnya fungsi lahan pada periode waktu tertentu, misalnya saja dari lahan pertanian digunakan untuk lahan non pertanian. Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut


(33)

terjadi karena dua hal, yakni adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Menurut Irawan (2005), ada dua hal yang mempengaruhi alih fungsi lahan. Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan.

Menurut Pakpahan (2005), konversi lahan di tingkat wilayah secara tidak langsung dipengaruhi oleh :

1. Pertumbuhan komoditi perkebunan 2. Pertumbuhan kepadatan penduduk

Secara langsung konversi lahan sawah dipengaruhi oleh: 1. Pertumbuhan pembangunan sarana transportasi 2. Pertumbuhan lahan untuk industri

3. Pertumbuhan sarana pemukiman

Konversi lahan pertanian terutama ditetukan oleh faktor berikut:

1. Rendahnya nilai persewaan (land rent) lahan sawah yang berada disekitar pusat pembangunan dibandingkan dengan nilai persewaan untuk pemukiman dan industri,


(34)

3. Makin menonjolnya tujuan jangka pendek yaitu memperbesar pendapatan asli daerah (PAD) tanpa mempertimbangkan kelestarian sumberdaya alam di era otonomi ini.

(Soekartawi, 2005).

Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi sawah di tingkat petani Jawa menunjukkan bahwa alasan utama untuk melakukan konversi adalah kebutuhan, lahannya berada dalam kawasan industri, dan harga yang menarik. Selain harga dan pajak lahan yang tinggi cenderung mendorong petani untuk melakukan konversi (Soekartawi, 2005).

Menurut Gunanto (2007) ada tiga alternatif kebijakan yang dibahas dalam pengendalian konversi lahan, yaitu kebijakan pengandalian melalui otoritas sentral, pemberian insentif terhadap perluasan sawah baru dan pemilik sawah beririgasi yang perlu dilindungi, dan pembangunan kemampuan kolektif masyarakat tani setempat dalam mengendalikan konversi lahan sawah. Model kebijakan yang terakhir, apabila difasilitasi dengan baik, diharapkan dapat memperkuat kapital sosial yang ada pada masyarakat karena munculnya rasa kebersamaan indentitas dan kepemilikan.

Produksi padi secara nasional terus meningkat setiap tahun, tetapi dengan laju pertumbuhan yang cenderung semakin menurun. Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian karena pesatnya pembangunan dianggap sebagai

salah satu penyebab utama melandainya pertumbuhan produksi padi (Anonimus, 2006).


(35)

Proses alih fungsi lahan pada dasarnya dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi, perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Perkembangan yang dimaksud tercermin dari adanya:

1. Pertumbuhan aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam akibat meningkatnya permintaan kebutuhan terhadap penggunaan lahan sebagai dampak peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan per kapita.

2. Adanya pergeseran kontribusi sektor pembangunan dari sektor-sektor primer khususnya dari sektor-sektor-sektor-sektor pertanian dan pengolahan sumberdaya alam ke aktifitas sektor-sektor sekunder dan tersier.

(Soekartawi, 2005).

Menurut Gunanto (2007), dorongan-dorongan bagi terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian tidak sepenuhnya bersifat alamiah, tetapi ada juga yang secara langsung atau tidak langsung dihasilkan oleh proses kebijaksanaan pemerintah. Dalam proses alih fungsi lahan, telah terjadi asimetris informasi harga tanah, sehingga sistem harga tidak mengandung semua informasi yang diperlukan untuk mendasari suatu keputusan transaksi. Kegagalan mekanisme pasar dalam mengalokasikan lahan secara optimal disebabkan faktor-faktor lainnya dari keberadaan lahan sawah terabaikan, seperti fungsi sosial, fungsi kenyamanan, fungsi konservasi tanah dan air, dan fungsi penyediaan pangan bagi generasi selanjutnya. Proses alih fungsi lahan secara langsung dan tidak langsung ditentukan oleh dua faktor, yaitu: (1) sistem kelembagaan yang dikembangkan


(36)

oleh masyarakat dan pemerintah, dan (2) sistem non-kelembagaan yang berkembang secara alamiah dalam masyarakat.

Menurut Gunanto (2007) konversi lahan sawah menjadi kelapa sawit ditetukan oleh beberapa aspek berikut:

1. Aspek ekonomis terdiri atas :

a. Panen sawit dilakukan secara berkelanjutan setiap 2 minggu, b. Keuntungan berkebun sawit lebih tinggi,

c. Harga sawit lebih terjamin, dan

d. Biaya pemeliharaan tanaman sawit lebih rendah. 2. Aspek lingkungan terdiri atas :

a. Kecocokan lahan untuk kebun sawit,

b. Ancaman hama dan penyakit pada tanaman pangan, c. Kondisi irigasi tidak mendukung, dan

d. Tenaga kerja kebun sawit lebih sedikit. 3. Aspek teknis terdiri atas :

a. Tanaman sawit berumur panjang,

b. Proses pascapanen tanaman pangan lebih sulit, dan c. Teknik budidaya sawit lebih mudah.

Menurut Irawan (2009), berdasarkan jenis irigasinya ada tiga kemungkinan bentuk alih fungsi lahan sawah yaitu : Pertama, dari semua klarifikasi irigasi ke penggunaan non pertanian. Namun berdasarkan peraturan yang ada, tidak mungkin terjadi alih fungsi lahan beririgasi. Dari sisi praktis, bagi individu petani juga kecil kemungkinan mengkonversi lahan irigasi, khususnya untuk


(37)

pemukiman. Karena lahan sawah irigasi relatif lebih produktif dan dibutuhkan biaya relatif besar untuk menimbun jika digunakan untuk pemukiman. Tidak demikian halnya bagi investor, walaupun biaya timbun relatif tinggi, penggunaan lahan untuk kegiatan usaha akan memberikan land rent yang lebih baik. Kedua,

konversi lahan sawah dari satu jenis irigasi ke irigasi lainnya yang lebih baik. Hal ini dapat terjadi jika ada program perbaikan irigasi baik yang dilakukan secara swadaya ataupun yang didanai pemerintah. Ketiga, yaitu konversi dari lahan irigasi yang baik ke irigasi yang kurang baik. Hal ini dapat terjadi karena proses alam yang menyebabkan tidak berfungsinya sistem irigasi, atau dilakukan secara sengaja untuk menghindari peraturan yang ada. Seperti dilaporkan oleh Irawan bahwa alih fungsi lahan pertanian ke kawasan pemukiman awalnya sebagian besar berasal dari lahan sawah beririgasi.

Menurut Prayudho (2009) alih fungsi lahan sawah tidak terlepas dari situasi ekonomi secara keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyebabkan beberapa sektor ekonomi tumbuh dengan cepat sehingga sektor tersebut membutuhkan lahan yang lebih luas. Lahan sawah yang terletak dekat dengan sumber ekonomi akan mengalami pergeseran penggunaan kebentuk lain seperti pemukiman, industri manufaktur dan fasilitas infrastruktur. Hal ini terjadi karena

Land Rent persatuan luas yang diperoleh dari aktivitas baru lebih tinggi daripada yang dihasilkan sawah. Suatu lahan sekurang-kurangnya memiliki empat jenis rent, yaitu:

1. Ricardian Rent, menyangkut fungsi kualitas dan kelangkaan lahan. 2. Locational Rent, menyangkut fungsi eksesibilitas lahan.


(38)

4. Sosiological Rent, menyangkut fungsi sosial dari lahan.

Umumnya Land Rent yang mencerminkan mekanisme pasar hanya mencakup Ricardian Rent dan Locational Rent. Ecological Rent dan Sosiological Rent tidak sepenuhnya terjangkau mekanisme pasar. Hal tersebut sesuai dengan teori lokasi neo klasik yang menyatakan bahwa substitusi diantara berbagai penggunaan faktor produksi dimungkinkan agar dicapai keuntungan maksimum. Artinya alih fungsi lahan sawah terjadi akibat penggantian faktor produksi sedemikian rupa semata-mata untuk memperoleh keuntungan maksimum (Prayudho, 2009).

Dalam model Ricardiant Rent dijelaskan bahwa adanya alokasi penggunaan lahan ke penggunaan lain dikarenakan perbedaan Land Rent yang memberikan penggunaan yang lebih menguntungkan. Oleh karena itu adanya alih fungsi komoditi disebabkan oleh perbedaan land rent komoditi pengganti yang secara ekonomis dianggap lebih menguntungkan. Kondisi ini diilustrasikan seperti pada gambar berikut :

Gambar 2.1 Kurva Lahan Biaya Rendah

Gambar 2.2 Kurva Lahan Biaya Menengah Land Rent

Biaya Produksi

Jumlah Output MC

AC P*

Rp

Q*

Q* Rp

P*

MC AC


(39)

Gambar 2.3 Kurva Lahan Marginal

Dalam model ini dijelaskan adanya alokasi penggunaan lahan dikarenakan adanya perbedaan land rent yang menghasilkan keuntungan lebih. Dan hal ini adalah pemicu alih fungsi lahan komditi yang dianggap lebih menguntungkan secara ekonomis. Pada awalnya lahan yang digunakan untuk usaha tani adalah lahan yang subur, selanjutnya akibat penambahan output maka lahan keringpun ikut digunakan untuk areal pertanaman meskipun dengan biaya yang lebih tinggi. Namun dengan harga jual yang lebih tinggi maka usaha ini dalam jangka panjang menguntungkan. Pada kondisi ekuilibrium maka pada harga equilibrium p*, baik lahan yang berbiaya produksi rendah maupun tinggi menerima keuntungan dalam jangka panjang. Lahan marjinal menerima keuntungan ekonomi sama dengan nol. Lahan-lahan dengan biaya produksi yang lebih tinggi berada di luar pasar karena mereka akan rugi jika berproduksi pada harga p* dan juga sebaliknya. Keuntungan inilah yang disebut sewa Ricardian. Keuntungan ini merupakan penerimaan lahan dengan biaya rendah atau lahan subur (Nicholson, 2000).

Gambar 2.4 Kurva Pasar P*

S

Q per periode E

D Q*

P*

MC AC

Jumlah Output Q*


(40)

Ketersediaan pangan yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu negara baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ini harus mampu mencukupi pangan yang didefinisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat (Soekartiwi, 2008).

Akses pangan yaitu kemampuan semua semua rumah tangga dan individu dengan sumberdaya yang dimilikinya untuk memperoleh pangan yang cukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi pangannya sendiri, pembelian ataupun melalui bantuan pangan. Akses rumah tangga dan individu terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial. Akses ekonomi tergantung pada pendapatan, kesempatan kerja dan harga. Akses fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sararan dan prasarana distribusi), sedangkan akses sosial menyangkut tetang preferensi pangan. Stabilitas pangan merupakan dimensi waktu dari ketahanan pangan yang terbagi dalam kerawanan pangan kronis dan kerawanan pangan sementara. Kerawanan pangan kronis adalah ketidak mampuan untuk memperoleh kebutuhan pangan setiap saat, sedangkan kerawanan pangan sementara adalah kerawanan pangan yang terjadi secara sementara yang diakibatkan karena masalah kekeringan, banjir, bencanam maupun konflik sosial (Soekartawi, 2008).

Mekanisme perubahan penggunaan lahan melibatkan kekuatan-kekuatan pasar, sistem administratif yang dikembangkan pemerintah, dan kepentingan politik. Pemerintah di sebagian besar negara di dunia pada kenyataannya memegang peran kunci dalam alokasi lahan seperti pajak, zonasi, maupun kebijakan langsung


(41)

seperti kepemilikan lahan misalnnya hutan, daerah lahan tambang, dan sebagainya (Soekartawi, 2008).

Perubahan keseimbangan pasar terjadi bila ada perubahaan di sisi permintaan dan atau penawaran. Jika faktor yang menyebabkan perubahan adalah harga, keseimbangan akan kembali ke titik awal. Tetapi jika yang berubah adalah faktor-faktor ceteris paribus

seperti teknologi untuk sisi penawaran, atau pendapatan untuk sisi permintaan, keseimbangan tidak kembali ke titik awal. Harga keseimbangan adalah harga yang terbentuk pada titik pertemuan kurva permintaan dan kurva penawaran. Terbentuknya harga dan kuantitas keseimbangan di pasar merupakan hasil kesepakatan antara pembeli (konsumen) dan penjual (produsen) di mana kuantitas yang diminta dan yang ditawarkan sama besarnya. Jika keseimbangan ini telah tercapai, biasanya titik keseimbangan ini akan bertahan lama dan menjadi patokan pihak pembeli dan pihak penjual dalam menentukan harga (Gilarso, 1993).

Gambar 2.5 Kurva permintaan dan penawaran

Harg P1 P0 S0 S1 Kuantitas E0 E1

Q0 Q1 0

b)

Q0 Q1 c) Harga P1 P0 S D1 D0 Kuantitas E0 E1 0 a) Harga P1 P0 S D Kuantitas Kelebihan penawaran E0 Q0 0


(42)

a. Jika harga berubah, terjadi kelebihan penawaran yang menyebabkan harga turun kembali ke P0. Titik keseimbangan tetap E0.

b. Kurva penawaran bergeser ke kanan karena perubahan teknologi. Titik keseimbangan bergeser dari E0 ke E1.

c. Kurva permintaan bergeser ke kanan karena perubahan pendapatan. Titik keseimbangan bergeser dari E0 ke E1.

(Gilarso, 1993).

Menurut Rangkuti (2008), analisis SWOT adalah sebuah bentuk analisa situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif. Analisa ini menempatkan situasi dan kondisi sebagai faktor masukan, yang kemudian dikelompokkan menurut kontribusinya masing-masing. Analisa ini terbagi atas empat komponen dasar yaitu :

1. Strengh (S), adalah situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari

organisasi atau program pada saat ini.

2. Weakness (W), adalah situasi atau kondisi yang merupakan kelemahan dari organisasi atau program pada saat ini.

3. Opportunity (O), adalah situasi atau kondisi yang merupakan peluang

diluar organisasi dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi dimasa depan.

4. Threat (T), adalah situasi yang merupakan ancaman bagi organisasi yang datang dari luar organisasi dan dapat mengancam eksistensi organisasi dimasa depan.


(43)

2.3. Kerangka Pemikiran

Luas lahan padi sawah yang pada awalnya cukup luas akhir-akhir ini makin menyusut. Lahan padi sawah yang luas sangat penting untuk memperoleh hasil produksi yang maksimal. Namun seiring dengan alih fungsi lahan yang terjadi maka luas lahan padi sawah semakin menurun. Laju alih fungsi lahan merupakan salah satu akibat yang dapat menimbulkan berkurangnya luas lahan padi sawah yang semula lahan padi sawah tersebut cukup luas namun karena terjadinya laju alih fungsi lahan maka lahan tersebut semakin lama semakin berkurang. Selain itu terdapat beberapa kerugian yang harus diperhitungkan sebagai dampak negatif Laju alih fungsi dapat dilihat berdasarkan data BPS untuk kemudian disesuaikan dengan data aktual yang terjadi dilapangan.

Alih fungsi lahan sawah mengakibatkan hilangnya potensi produksi beras. Muara dari semua itu adalah kesejahteraan masyarakat yang sulit meningkat. Alih fungsi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Dalam proses laju alih fungsi lahan ini juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yaitu faktor langsung serta faktor tidak langsung yang mempengaruhi petani dalam mengalihfungsikan lahan mereka. Faktor penarik merupakan faktor yang membuat petani mengalihfungsikan lahan mereka menjadi komoditi lain yang lebih menguntungkan. Sedangkan faktor pendorong merupakan faktor yang dipengaruhi oleh komoditi yang diusahakan tersebut yaitu padi sawah. Dengan


(44)

mempertimbangkan faktor-faktor tersebut petani terdorong untuk mengalihfungsikan lahan mereka ke komoditi lain maupun ke fungsi lainnya.

Luas lahan padi sawah yang semakin menurun juga berdampak terhadap produksi padi sawah tersebut. Produksi padi sawah dengan luas lahan yang luas tentu berbeda dengan produksi padi sawah dengan luas lahan yang semakin sempit. Turunnya produksi padi sawah tersebut dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat untuk kedepannya. Dengan data yang ada kita juga dapat memproyeksikan bagaimana perkembangan luas lahan maupun produksi beberapa tahun kedepan. Proyeksi pada dasarnya merupakan suatu perkiraan mengenai terjadinya suatu kejadian (nilai dari suatu variabel) untuk waktu yang akan datang. Alih fungsi lahan padi sawah membuat terjadinya laju pergeseran luas lahan padi sawah yang semakin cepat terutama di Kabupaten Asahan. Karena adanya pergeseran luas lahan pada padi sawah membuat terjadinya perubahan hasil produksi padi di tiap tahunnya yang akan menurun. Ini berbanding lurus terhadap ketersediaan pangan/beras akan berkurang didalam pemenuhan konsumsi masyarakat sehingga pada umumnya swasembada beras semakin sukar untuk dicapai. Secara skematis kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut :


(45)

Keterangan :

: Pengaruh : Hubungan

: Kesesuaian Data

Gambar 2.6 Skema Kerangka Pemikiran

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang dibuat, maka hipotesis dari penelitian ini adalah : 1. Luas lahan sawah menurun secara signifikan didaerah penelitian.

2. Laju alih fungsi lahan dari sawah menjadi kebun sawit rakyat signifikan di daerah penelitian.

3. Alih fungsi lahan padi sawah memiliki dampak terhadap pencapaian swasembada beras ditingkat kabupaten.

Ketersediaan Pangan/Beras

Swasembada Beras Positif Negatif

Faktor - faktor yang mempengaruhi a. Faktor Langsung

•Pertumbuhan pembangunan sarana transportasi

•Pertumbuhan lahan untuk industri

•Pertumbuhan sarana pemukiman b. Faktor Tidak Langsung

•Perubahan lahan kelapa sawit

•Pertumbuhan kepadatan penduduk Luas Lahan Padi Sawah

Laju Alih Fungsi Lahan

Produksi Padi Sawah Proyeksi

Aktual BPS

Faktor Internal Faktor Eksternal

Kekuatan (Strenght)

Kelemahan (Weakness)

Peluang (Opportunity)

Ancaman (Threat)

Strategi mitigasi alih fungsi lahan sawah Matriks SWOT


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu metode penentuan sampel berdasarkan kriteria atau tujuan tertentu (Hartono, 2004). Penelitian dilakukan di Kecamatan Setia Janji, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Asahan merupakan daerah dengan jumlah lahan padi sawah beralih fungsi yang mengalami peningkatan cukup signifikan dalam 5 tahun (2008-2012).

Tabel 3.1 Luas Lahan Padi yang Beralih Fungsi di Provinsi Sumatera Utara (Ha)

No. Kabupaten Tahun

2008 2009 2010 2011 2012 *)

1 NIAS 96 9,517 - 442 -

2 MADINA - - - - 602

3 TAPANULI SELATAN 25,095 - - - -

4 TAPANULI TENGAH 1,588 - 121 - -

5 TAPANULI UTARA - 8 - - 2

6 TOBA SAMOSIR 4 - - - 541

7 LABUHAN BATU - 33,865 49 - 33

8 ASAHAN - - 1,200 - 983

9 SIMALUNGUN - 28 - - -

10 DAIRI - - - - -

11 KARO 340 - - - 84

12 DELI SERDANG - - 12 - 574

13 LANGKAT - 2,492 20 1,245 1,656

14 NIAS SELATAN - 20,721 - - -

15 HUMBANG HASUNDUTAN - - - 19 105

16 PAKPAK BHARAT 189 - - - 154

17 SAMOSIR 14,359 - - - -

18 SERDANG BEDAGAI - - 1,383 870 -

19 BATU BARA - 1,335 50 50 -

20 PADANG LAWAS UTARA - - 125 - -

21 PADANG LAWAS - - - - -

22 LABUHANBATU SELATAN - - 1,158 - -

23 LABUHANBATU UTARA - - - 2,160 653

24 NIAS UTARA - - - - -

25 NIAS BARAT - - - - 234

26 SIBOLGA - - - - -

27 TANJUNG BALAI 165 6 38 25 -

28 PEMATANG SIANTAR - - 65 45 -

29 TEBING TINGGI 9,980 - - 95 -

30 MEDAN - 139 198 - 168

31 BINJAI 0 - - 79 -

32 PADANG SIDEMPUAN - - - - -

33 GUNUNGSITOLI - - - 110 52

Jumlah 51,816 68,111 4,419 5,140 5,841

Keterangan : *) Angka Sementara / Preliminary Figures


(47)

Tabel 3.2 Luas Lahan Padi Sawah di Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara (Ha)

No Kabupaten Tahun

2007 2008 2009 2010 2011 2012*)

1 BP MANDOGE - - - -

2 BANDAR PULAU 120 - - - - -

3 AEK SONGSONGAN - 120 120 102 102 95

4 RAHUNING - - - -

5 PULAU RAKYAT 355 355 355 550 550 480

6 AEK KUASAN - - - -

7 AEK LEDONG - - - -

8 SEI KEPAYANG 2,781 2,781 2,781 2,858 2,858 2,858

9 SEI KEPAYANG BARAT - - - -

10 SEI KEPAYANG TIMUR - - - -

11 TANJUNG BALAI 90 90 90 90 90 -

12 SIMPANG EMPAT 855 386 386 275 275 175

13 TELUK DALAM - 469 469 380 380 250

14 AIR BATU 410 180 180 140 140 15

15 SEI DADAP - 230 230 154 154 50

16 BUNTU PANE 1,420 205 205 130 130 50

17 TINGGI RAJA - 330 330 53 - -

18 SETIA JANJI 627 480 480 480 450 450

19 MERANTI 2,144 2,556 2,556 2,448 2,586 2,586

20 PULO BANDRING - 305 305 280 280 255

21 RAWANG PANCA ARGA 3,141 3,168 3,168 3,257 3,257 3,257

22 AIR JOMAN 1,140 435 435 321 321 321

23 SILO LAUT - 705 705 432 432 185

24 KISARAN BARAT - - - -

25 KISARAN TIMUR 60 60 60 60 5 -

J U M L A H 13,143 13,210 13,210 12,010 12,010 11,027

Keterangan : *) Angka Sementara / Preliminary Figures

(Sumber : Statistik Lahan Sawah 2011. Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan)

3.2. Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani padi sawah yang melakukan pengalihan fungsi lahan yang ada di Kecamtan Setia Janji, Kabupaten Asahan. Untuk pengambilan sampel petani ditentukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder melalui metode Snowball Sampling, yaitu dengan key-infoman

inilah akan berkembang sesuai petunjuknya (Subagyo, 1997). Dikarenakan keterbatasan-keterbatasan yang ada pada peneliti yaitu tenaga dan waktu dalam pengadaan penelitian dikarenakan luas areal penelitian yang berskala kabupaten terdiri dari 25 kecamatan. Bahwa lahan padi sawah yang beralih fungsi cukup dominan terdapat di Kecamatan Setia Janji dengan total lahan yang sudah beralih fungsi seluas 177 Ha selama 5 tahun terakhir.


(48)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series tahunan selama 8 tahun, yaitu periode 2005-2012 dimana data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer mengenai pendapatan petani, faktor-faktor penyebab beralih fungsi, dan komoditi tujuan dari alih fungsi diperoleh dari wawancara langsung dengan petani menggunakan kuisioner di daerah penelitian. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian, Dinas Ketahanan Pangan, buku, media internet dan instansi-instansi lain yang berkaitan dengan data yang digunakan dalam penelitian ini.

3.4. Metode Analisis Data

a) Untuk menyelesaikan tujuan penelitian (1) yaitu menganalisis bagaimana perkembangan luas lahan dan produksi sawah dianalisis secara deskriptif. b) Untuk menyelesaikan tujuan penelitian (2) yaitu menganalisis bagaimana

perkembangan alih fungsi lahan sawah dianalisis secara deskriptif.

c) Untuk menyelesaikan tujuan penelitian (3) yaitu untuk mengetahui dampak alih fungsi lahan dan strategi mitigasinya terhadap swasembada beras digunakan metode analisis SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis, seperti digambarkan pada diagram di bawah ini :


(49)

STRENGTHS (S) WEAKNESS (W)

ntukan 5-10 faktor kekuatan ekternal

ntukan 5-10 faktor kelemahan ekternal

OPPORTUNITIES

(O) STRATEGI SO STRATEGI WO

ntukan 5-10 faktor peluang ekternal

ptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

ptakan strategi yang meminimalkan kelmahan untuk memanfaatkan peluang

TREATHS (T) STRATEGI ST STRATEGI WT

ntukan 5-10 faktor ancaman internal

ptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

ptakan strategi yang meminimalkan kesalahan untuk menghindari ancaman

Sebelum melakukan analisis data seperti diatas maka terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data. Pengumpulan dilakukan dengan menggunakan model matrik faktor strategi internal dan matrik faktor strategi eksternal seperti dibawah ini:

Tabel 3.3 Model Matrik Faktor Internal dan Faktor Eksternal

Rating Kategori Faktor Internal Faktor Eksternal

4 Sangat Baik Kekuatan Peluang

3 Baik Kekuatan Peluang

2 Buruk Kelemahan Ancaman

1 Sangat Buruk Kelemahan Ancaman

Total Skor (Rangkuti, 2009)

Setiap faktor internal kekuatan dan faktor eksternal peluang diberi katergori sangat baik sampai baik dan diberi rating mulai dari 3 - 4 untuk kategori. Sedangkan setiap faktor internal kelemahan dan faktor ekternal ancaman diberi kategori buruk sampai sangat buruk dan diberi rating mulai dari 1 - 2 untuk kategori


(50)

Dampak Internal/Eksternal Rating Bobot Skorsing (Rating x Bobot) Kekuatan/Kelemahan:

1.Tingkat keamanan

2.Alih komoditi ke perkebunan 3. Kondisi fisik/tingkat kesuburan 4.Sistem warisan

5.Harga tanah

Total Bobot kekuatan/peluang 1

Peluang/Ancaman : 1.Fluktuasi harga gabah 2.Kapasitas pasokan air 3.Permintaan beras Asahan

4.Permintaan beras Sumatera Utara 5.Peranan pemerintah

Total Bobot Kelemahan/Ancaman 1

Selisih kekuatan-kelemahan / peluang-ancaman

(Rangkuti, 2009).

Berdasarkan tabel di atas, tahapan yang dilakukan dalam menentukan faktor strateginya adalah menentukan faktor-faktor yang menjadi kelemahan-kekuatan serta peluang ancaman dalam kolom 1, lalu bwri bobot masing-masing faktor terdebut yang jumlahnya tidak boleh melebihi total 100 pada kolom 2, kemudian peringkatkan setiap faktor dari 4 (sangat baik) sampai 1 (tidak baik) dalam kolom 3 berdasarkan respon petani terhadap faktor itu. Kemudian yang terakhir, kalikan setiap bobot faktor dengan rating untuk mendapatkan scoring dalam kolom 4. Setelah itu hasil analisis pada tebel matriks faktor strategi internal dan faktor strategi eksternal dipetakan pada matriks posisi.

d) Untuk menyelesaikan tujuan penelitian (4) yaitu menganalisis apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan digunakan metode model penduga regresi berganda dengan metode Ordinary Least Square


(51)

(OLS) dengan alat bantu SPSS 16, secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut :

Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5 + ε

Dimana :

Y = Alih Fungsi (m2) A = Nilai konstanta b1 s/d b5 = Koefisien Regresi

X1 = Pertumbuhan Pembangunan Sarana Trasnportasi (m2) X2 = Pertumbuhan Lahan untuk Industri (m2)

X3 = Pertumbuhan Sarana Pemukiman (m2) X4 = Pertumbuhan Lahan Perkebunan (m2)

X5 = Pertumbuhan Kepadatan Penduduk (orang/m2) ɛ = Kesalahan Pengganggu (error)

(Sastrosupadi, 2003).

Uji Asumsi Klasik 1) Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas dimaksudkan untuk menghindari adanya hubungan yang linier antar variabel bebas. Menurut Gujarati (1994), multikolinieritas dapat dideteksi dengan beberapa metode, diantaranya adalah dengan melihat: - Jika nilai toleransi atau VIF kurang dari 0,1 atau nilai VIF melebihi 10 - Terdapat koefisien korelasi sederhana yang mencapai atau melebihi 0,8.

Jika nilai F-hitung melebihi nilai F-tabel dari regresi antar variabel bebas. - Melihat nilai R2 (R square) yang tinggi sedangkan tidak ada satupun


(52)

2) Uji Heteroskesdasitas

Untuk mengetahui apakah penelitian ini terjadi heteroskesdasitas adalah dengan melihat gambar scatterplot dimana apabila tidak terjadi heteroskesdasitas maka titik akan menyebar tanpa membentuk pola tertentu (menyebar diatas dan dibawah titik 0 sumbu y).

Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu /residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Cara mendeteksi apakah residual berdistribusi normal apa tidak dalam model regresi adalah sebagai berikut: - Uji Kolmogorov-Smirnov

Konsep dasar uji adalah dengan membandingkan distribusi data yang akan diuji normalitasnya dengan distribusi normal baku. Output SPSS akan menunjukkan besar nilai Kolmogorov-Smirnov dengan kriteria sebagai berikut:

a) Jika signifikansi > α = 0,05: data residual model berdistribusi normal

b) Jika signifikansi ≤ α = 0,05: data residual model tidak berdistribusi normal.


(53)

Uji Hipotesis

Semua data yang telah diperoleh terlebih dahulu ditabulasi yang kemudian dianalisis dengan menggunakan alat uji yang sesuai dengan hipotesis yang diajukan.

1. Untuk menguji pengaruh variabel bebas secara serempak terhadap pendapatan digunakan uji F.

Dengan kriteria uji sebagai berikut: Jika Fhitung < Ftabel : H0 tolak ; H1 terima Jika Fhitung ≥ Ftabel : H1 tolak ; H0 terima

H0 terima artinya variabel bebas secara serempak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

H1 terima artinya variabel bebas secara serempak tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

2. Untuk menguji pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap pendapatan digunakan uji t

Dengan kriteria uji sebagai berikut: Jika thitung < ttabel : H0 tolak ; H1 terima Jika thitung≥ ttabel : H1 tolak ; H0 terima

H0 terima artinya variabel bebas secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

H1 terima artinya variabel bebas secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.


(54)

3.5. Definisi dan Batasan Operasional

Definisi dan batasan operasional dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman istilah - istilah yang terdapat dalam penelitian ini.

3.5.1. Definisi

1) Luas lahan sawah luas lahan yang dipakai untuk komoditi padi dimana termasuk lahan sawah teknis dan non teknis yang dihitung dalam satuan Ha. 2) Produksi padi sawah adalah total produksi padi di Kecamatan Setia Janji,

Kabupaten Asahan yang dihitung dalam ton.

3) Alih fungsi lahan padi sawah adalah peralihan fungsi lahan padi sawah menjadi kelapa sawit, lahan untuk industri, lahan untuk pemukiman, dan bangunan.

4) Ketersediaan pangan/beras adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.

5) Swasembada beras adalah kemampuan untuk mengadakan sendiri kebutuhan pangan masyarakat dengan melakukan realisasi dan konsistensi kebijakan.

6) Nilai historis adalah kebudayaan atau kebiasaan yang digunakan oleh suatu daerah dalam pembagian asset yang dimiliki dengan membagi-bagi kepada keturunannya.

7)

Percepatan pembangunan adalah proses perubahan petanian yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup dari seluruh masyarakat tanpa merusak lingkungan alam dan budaya.


(55)

8) Tingkat pendapatan adalah suatu indikator untuk melihat pencapaian pendapatan penduduk dalam pemenuhan kebutuhannya.

3.5.2. Batasan Operasional

Adapun batasan operasional dari penelitian ini adalah :

1) Daerah penelitian adalah Kecamatan Setia Janji, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.

2) Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2013.

3) Pemanfaatan lahan, luas lahan pertanian dan produksi padi menggunakan data sekunder 8 tahun mulai dari tahun 2005 - 2012 Kabupaten Asahan.

4) Luas lahan pertanian dibatasi hanya pada lahan padi sawah yang beralih fungsi menjadi kelapa sawit, jalan, rumah, dan bangunan industri saja.


(56)

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Deskripsi Wilayah

4.1.1 Luas Daerah dan Letak Geografis Kecamatan Setia Janji

Kecamatan Setia Janji merupakan salah satu dari 25 (dua puluh lima) kecamatan yang ada di Kabupaten Asahan berada di wilayah Asahan atas ± 25 Km dari Ibu Kota Kabupaten Asahan dengan luas wilayah ± 14.716 Ha terdiri dari 5 Desa, 45 Dusun, dengan letak geografis 2053’49”LU - 2058’22"LU dan 99026’00”BT - 99032’36"BT, dengan temperature 200C – 280C, ketinggian dari permukaan laut 16 – 72 meter dpl. Terdiri dari musim kemarau dan musim hujan, dengan keadaan tanah liat merah, tanah liat putih, dan pasir halus. Keadaan alam terdiri dari dataran rendah sedikit berbukit.

Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Setia Janji terdiri dari :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pulo Bandring - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Buntu Pane

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tinggi Raja/Pulo Bandring - Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Simalungun

Kecamatan Setia Janji terdiri dari 5 (lima) Desa, dengan perincian sebagai berikut: 1. Desa Sei Silau Barat

2. Desa Silau Maraja 3. Desa Sei Silau Tua


(57)

4. Desa Bangun Sari 5. Desa Urung Pane

4.1.2 Luas Daerah dan Letak Geografis Desa Sei Silau Barat

Desa Sei Silau Barat merupakan salah satu dari 5 (lima) Desa yang ada di Kecamatan Setia Janji. Desa Sei Silau Barat merupakan Ibu Kota Kecamatan Setia Janji dengan luas wilayah ± 3.725 Ha yang terdiri dari 9 (sembilan) Dusun, dengan temperature 200C – 280C, ketinggian dari permukaan laut 16 – 72 meter dpl. Terdiri dari musim kemarau dan musim hujan, dengan keadaan tanah liat merah, tanah liat putih, dan pasir halus. Keadaan alam terdiri dari dataran rendah sedikit berbukit.

Adapun batas-batas wilayah Desa Sei Silau Barat terdiri dari : - Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Urung Pane - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sei Silau Tua

- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Urung Pane/Kecamatan Buntu Pane - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Silau Maraja

4.1.3 Luas Daerah dan Letak Geografis Desa Silau Maraja

Desa Silau Maraja merupakan salah satu dari 5 (lima) Desa yang ada di Kecamatan Setia Janji. Desa Silau Maraja berada ± 4 Km dari Ibu Kota Kecamatan Setia Janji dengan luas wilayah ± 2.432 Ha terdiri dari 13 (tiga belas) Dusun, dengan temperature 200C – 280C, ketinggian dari permukaan laut 16 – 72 meter dpl. Terdiri dari musim kemarau dan musim hujan, dengan keadaan tanah


(58)

liat merah, tanah liat putih, dan pasir halus. Keadaan alam terdiri dari dataran rendah sedikit berbukit.

Adapun batas-batas wilayah Desa Silau Maraja terdiri dari : - Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pulo Bandring - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bangun Sari - Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sei Silau Barat - Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Simalungun

4.1.4 Luas Daerah dan Letak Geografis Desa Sei Silau Tua

Desa Sei Silau Tua merupakan salah satu dari 5 (lima) Desa yang ada di Kecamatan Setia Janji. Desa Sei Silau Tua berada ± 10 Km dari Ibu Kota Kecamatan Setia Janji dengan luas wilayah ± 3.549 Ha terdiri dari 7 (tujuh) Dusun, dengan temperature 200C – 280C, ketinggian dari permukaan laut 16 – 72 meter dpl. Terdiri dari musim kemarau dan musim hujan, dengan keadaan tanah liat merah, tanah liat putih, dan pasir halus. Keadaan alam terdiri dari dataran rendah sedikit berbukit.

Adapun batas-batas wilayah Desa Silau Maraja terdiri dari : - Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sei Silau Barat - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Buntu Pane - Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Buntu Pane - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bangun Sari


(59)

4.1.5 Luas Daerah dan Letak Geografis Desa Bangun Sari

Desa Bangun Sari merupakan salah satu dari 5 (lima) Desa yang ada di Kecamatan Setia Janji. Desa Bangun Sari berada ± 7 Km dari Ibu Kota Kecamatan Setia Janji dengan luas wilayah ± 2.350 Ha terdiri dari 9 (sembilan) Dusun, dengan temperature 200C – 280C, ketinggian dari permukaan laut 16 – 72 meter dpl. Terdiri dari musim kemarau dan musim hujan, dengan keadaan tanah liat merah, tanah liat putih, dan pasir halus. Keadaan alam terdiri dari dataran rendah sedikit berbukit.

Adapun batas-batas wilayah Desa Silau Maraja terdiri dari : - Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Simalungun - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Buntu Pane - Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sei Silau Barat - Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Buntu Pane

4.1.6 Luas Daerah dan Letak Geografis Desa Urung Pane

Desa Urung Pane merupakan salah satu dari 5 (lima) Desa yang ada di Kecamatan Setia Janji. Desa Urung Pane berada ± 5 Km dari Ibu Kota Kecamatan Setia Janji dengan luas wilayah ± 2.660 Ha terdiri dari 7 (tujuh) Dusun, dengan temperature 200C – 280C, ketinggian dari permukaan laut 16 – 72 meter dpl. Terdiri dari musim kemarau dan musim hujan, dengan keadaan tanah liat merah, tanah liat putih, dan pasir halus. Keadaan alam terdiri dari dataran rendah sedikit berbukit.


(1)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 4.092E12 5 8.184E11 2.083 .355a Residual 7.859E11 2 3.929E11

Total 4.878E12 7

a. Predictors: (Constant), KepadatanPenduduk, PanjangSaranaTransportasi, LahanIndustri, LahanPemukiman, LahanPerkebunan

b. Dependent Variable: LahanPadiSawah

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 7.840E7 3.857E7 2.032 .179

PanjangSaranaTransportasi -1457.307 1962.110 -.373 -.743 .535 .319 3.135

LahanIndustri 82146.328 413842.873 .135 .198 .861 .174 5.761

LahanPemukiman 12.828 13.053 .767 .983 .429 .132 7.568

LahanPerkebunan -.297 .313 -.770 -.948 .443 .122 8.190

KepadatanPenduduk -6.138E9 6.598E9 -.648 -.930 .450 .166 6.016


(2)

Coefficient Correlationsa

Model

KepadatanPendud uk

PanjangSaranaTr

ansportasi LahanIndustri LahanPemukiman LahanPerkebunan

1 Correlations KepadatanPenduduk 1.000 -.346 -.365 -.255 -.076

PanjangSaranaTransportasi -.346 1.000 .074 -.089 -.208

LahanIndustri -.365 .074 1.000 -.172 -.355

LahanPemukiman -.255 -.089 -.172 1.000 -.521

LahanPerkebunan -.076 -.208 -.355 -.521 1.000

Covariances KepadatanPenduduk 4.353E19 -4.473E12 -9.953E14 -2.196E10 -1.578E8 PanjangSaranaTransportasi -4.473E12 3849875.616 5.986E7 -2271.703 -127.742 LahanIndustri -9.953E14 5.986E7 1.713E11 -929635.002 -46043.252 LahanPemukiman -2.196E10 -2271.703 -929635.002 170.377 -2.131 LahanPerkebunan -1.578E8 -127.742 -46043.252 -2.131 .098 a. Dependent Variable: LahanPadiSawah


(3)

Collinearity Diagnosticsa

Model

Dimensi

on Eigenvalue Condition Index

Variance Proportions

(Constant)

PanjangSaranaTra

nsportasi LahanIndustri LahanPemukiman LahanPerkebunan

KepadatanPendud uk

1 1 5.987 1.000 .00 .00 .00 .00 .00 .00

2 .013 21.877 .00 .00 .20 .00 .00 .00

3 .000 191.903 .04 .01 .51 .46 .03 .01

4 5.571E-5 327.823 .01 .00 .04 .41 .94 .03

5 2.647E-5 475.625 .27 .05 .24 .12 .01 .94

6 1.613E-5 609.267 .69 .94 .01 .02 .02 .03

a. Dependent Variable: LahanPadiSawah

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Predicted Value 4.3152E6 6.3366E6 5.2781E6 7.64588E5 8 Residual -5.82923E5 5.82923E5 .00000 3.35065E5 8 Std. Predicted Value -1.259 1.384 .000 1.000 8

Std. Residual -.930 .930 .000 .535 8


(4)

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum LuasLahanPadiSawah 8 5.2781E6 8.34784E5 4.50E6 6.28E6 PanjangSaranaTransportasi 8 2.3300E4 213.80899 23100.00 23500.00

LahanIndustri 8 9.5625 1.37419 7.50 12.00

LahanPemukiman 8 1.5419E6 49933.14387 1.51E6 1.60E6 LahanPerkebunan 8 8.4060E7 2.16301E6 8.22E7 8.73E7

KepadatanPenduduk 8 .0057 .00009 .01 .01

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

LuasLahanPadiSawah PanjangSaranaTransportasi LahanIndustri LahanPemukiman LahanPerkebunan KepadatanPenduduk

N 8 8 8 8 8 8

Normal Parametersa Mean 5.2781E6 23300.0000 9.5625 1.5419E6 8.4060E7 .0057

Std. Deviation 8.34784E5 213.80899 1.37419 49933.14387 2.16301E6 .00009

Most Extreme Differences Absolute .342 .325 .284 .391 .271 .228

Positive .342 .325 .284 .391 .271 .186

Negative -.259 -.325 -.216 -.261 -.196 -.228

Kolmogorov-Smirnov Z .966 .920 .803 1.105 .766 .645

Asymp. Sig. (2-tailed) .308 .366 .540 .174 .600 .799


(5)

(6)

Lampiran 22. Tabel T dengan α = 0,05

d.f. TINGKAT SIGNIFIKANSI

dua sisi 20% 10% 5% 2% 1% 0,2% 0,1%

satu sisi 10% 5% 2,5% 1% 0,5% 0,1% 0,05%

1 3,078 6,314 12,706 31,821 63,657 318,309 636,619

2 1,886 2,920 4,303 6,965 9,925 22,327 31,599

3 1,638 2,353 3,182 4,541 5,841 10,215 12,924

4 1,533 2,132 2,776 3,747 4,604 7,173 8,610

5 1,476 2,015 2,571 3,365 4,032 5,893 6,869

6 1,440 1,943 2,447 3,143 3,707 5,208 5,959

7 1,415 1,895 2,365 2,998 3,499 4,785 5,408

8 1,397 1,860 2,306 2,896 3,355 4,501 5,041

9 1,383 1,833 2,262 2,821 3,250 4,297 4,781

10 1,372 1,812 2,228 2,764 3,169 4,144 4,587

11 1,363 1,796 2,201 2,718 3,106 4,025 4,437

12 1,356 1,782 2,179 2,681 3,055 3,930 4,318

13 1,350 1,771 2,160 2,650 3,012 3,852 4,221

14 1,345 1,761 2,145 2,624 2,977 3,787 4,140

15 1,341 1,753 2,131 2,602 2,947 3,733 4,073

16 1,337 1,746 2,120 2,583 2,921 3,686 4,015

17 1,333 1,740 2,110 2,567 2,898 3,646 3,965

18 1,330 1,734 2,101 2,552 2,878 3,610 3,922

19 1,328 1,729 2,093 2,539 2,861 3,579 3,883

20 1,325 1,725 2,086 2,528 2,845 3,552 3,850

21 1,323 1,721 2,080 2,518 2,831 3,527 3,819

22 1,321 1,717 2,074 2,508 2,819 3,505 3,792

23 1,319 1,714 2,069 2,500 2,807 3,485 3,768

24 1,318 1,711 2,064 2,492 2,797 3,467 3,745

25 1,316 1,708 2,060 2,485 2,787 3,450 3,725

26 1,315 1,706 2,056 2,479 2,779 3,435 3,707

27 1,314 1,703 2,052 2,473 2,771 3,421 3,690

28 1,313 1,701 2,048 2,467 2,763 3,408 3,674

29 1,311 1,699 2,045 2,462 2,756 3,396 3,659

30 1,310 1,697 2,042 2,457 2,750 3,385 3,646

31 1,309 1,696 2,040 2,453 2,744 3,375 3,633

32 1,309 1,694 2,037 2,449 2,738 3,365 3,622

33 1,308 1,692 2,035 2,445 2,733 3,356 3,611

34 1,307 1,691 2,032 2,441 2,728 3,348 3,601

35 1,306 1,690 2,030 2,438 2,724 3,340 3,591

36 1,306 1,688 2,028 2,434 2,719 3,333 3,582

37 1,305 1,687 2,026 2,431 2,715 3,326 3,574