PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VI SD NEGERI 2 KEDAUNG KECAMATAN PARDASUKA KABUPATEN PRINGSEWU

(1)

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN

PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VI SD NEGERI 2 KEDAUNG

KECAMATAN PARDASUKA KABUPATEN PRINGSEWU

(Skripsi)

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Oleh

HERU YUDHA KESUMA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN

PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VI SD NEGERI 2 KEDAUNG

KECAMATAN PARDASUKA KABUPATEN PRINGSEWU

Oleh

Heru Yudha Kesuma

Berdasarkan hasil observasi awal di SD Negeri 2 Kedaung menunjukkan bahwa keterampilan proses sains siswa kelas VI masih rendah dan hasil belajar belajar siswa masih banyak yang di bawah KKM. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Negeri 2 Kedaung dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle. Pendekatan penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, yang terdiri dari dua siklus dan setiap siklus terdiri atas tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan observasi dan tes. Pengumpulan data menggunakan instrument berupa lembar observasi aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, dan untuk mengetahui hasil belajar digunakan tes.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran lerning cycle dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar pada mata pelajaran IPA. Keterampilan proses sains siswa pada siklus I dengan kategori cukup baik, meningkat menjadi baik pada akhir siklus II. Kinerja guru pada siklus I memperoleh kategori cukup baik, meningkat pada akhir siklus II dengan kategori baik. Sedangkan ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I mencapai 39,13%, meningkat menjadi 91,30% pada akhir siklus II.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI ... 8

A. Model Pembelajaran Learning Cycle ... 8

B. Keterampilan Proses Sains ... 13

C. Pengertian Hasil Belajar ... 22

D. Kerangka Pikir Penelitian ... 24

E. Hipotesis ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

A. Setting Penelitian ... 26

B. Subjek Penelitian ... 26

C. Sumber Data ... 26

D. Prosedur Penelitian ... 27

E. Teknik dan Alat Pengumpul Data ... 29

F. Analisis Data ... 30

G. Indikator ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 33

A. Prosedur Penelitian ... 33

B. Hasil Penelitian ... 34

C. Pembahasan ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60


(7)

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Daftar Nilai IPA Mid Semester Ganjil TP 2012/2013 Siswa

Kelas VI SDN 2 Kedaung ... 4

2. Persentase Kategori Keterampilan Proses Sains dan Kinerja Guru... 31

3. Hasil Observasi Keterampilan Proses Siswa Pada Awal Siklus I .... 40

4. Observasi Kinerja Guru Pada Awal Siklus I ... 41

5. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I ... 43

6. Hasil Observasi Keterampilan Proses Siswa Pada Awal Siklus II ... 51

7. Observasi Kinerja Guru Pada Akhir Siklus II ... 52

8. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II ... 54

9. Rekapitulasi Skor Rata-Rata Dan Persentase Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas VI Pada Siklus I dan Siklus II ... 56

10.Rekapitulasi Persentase Kinerja Guru Pada Siklus I dan Siklus II ... 57


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Penelitian ... 24

2. Alur PTK Model Lewin menurut Elliot ... 27

3. Diagram Persentase Keterampilan Proses Sains ... 56

4. Diagram Persentase Kinerja Guru Pada Tiap Siklus ... 57


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sains merupakan ilmu berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan sains diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Sains diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan sains perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD diharapkan ada penekanan pembelajaran sains yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep sains dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.


(11)

Pembelajaran sains sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran sains di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Sains merupakan hasil kegiatan manusia yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah. Produk sains berupa pengetahuan tentang sains yang terdiri dari fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Proses ilmiah merupakan serangkaian prosedur empirik dan analitik. Prosedur empirik mencakup antara lain pengamatan, klasifikasi, dan pengukuran. Prosedur analitik mencakup penyusunan hipotesa, perancangan eksperimen, penarikan kesimpulan, dan peramalan.pemahaman terhadap sains seyogyanya tidak hanya memandang sains sebagai produk tetapi juga sebagai proses.

Pengembangan kemampuan siswa dalam bidang sains merupakan salah satu kunci keberhasilan penigkatan kemampuan dalam memasuki teknologi informasi. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum berbasis materi (content- based) atau siswa belajar sejumlah fakta ke pengembangan kurilulum berbasis kompetensi (competency-based), dimana ada keseimbangan peningkatan kemampuan konseptual dan prosedural. Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung. Siswa perlu dibantu untuk mengembangkan sejumlah keterampilan proses untuk menjelajahi alam sekitar dan memahaminya.


(12)

Pada prinsipnya, pelajaran sains di sekolah membekali siswa kemampuan berbagai cara mengetahui dan cara mengerjakan sesuatu yang dapat membantu siswa memahami alam sekitar secara mendalam. Kebanyakan anak usia sekolah dasar (7-11 tahun), tingkat perkembangan intelektualnya berada pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini, anak berpikir logis dengan menggunakan benda-benda konkret untuk diotak-atik sesuai dengan kemauannya. Memberi kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi obyek yang dipelajari akan membantu proses berpikirnya, sehingga pembelajaran akan tertanam dalam pikirannya dan menjadi bermakna. Pengoperasian (pengutak-atikan) benda-benda konkret merupakan salah satu keterampilan berpikir. Hidup penuh dengan masalah dan tantangan, maka tugas guru adalah mengajarkan bagaimana berpikir untuk menghadapi masalah.

Sejak dini sebaiknya siswa sudah dilibatkan dalam proses sains sesuai taraf perkembangan intelektualnya, sehingga pada gilirannya anak akan memiliki keterampilan proses sains. Salah satu usaha yang dilakukan pada pembelajaran IPA adalah dengan menggunakan keterampilan proses sains. Keterampilan ini digunakan oleh para sceintice (ilmuwan) dalam memecahkan masalah. Melalui keterampilan proses sains, diharapkan siswa dapat mengalami proses sebagaimana yang dialami oleh para ilmuwan dalam usaha memecahkan misteri-misteri yang ada di alam.

Kondisi di atas berbeda dengan yang terjadi di kelas VI SD Negeri 2 Kedaung Kec. Pardasuka Kab. Pringsewu. Dimana siswa lebih cenderung diam dan hanya mendengarkan penjelasan dari guru tanpa melakukan kegiatan seperti yang dijelaskan di atas pada saat pembelajaran, sehingga


(13)

siswa kurang merespon instruksi dari guru. Siswa lebih cenderung diam dan pasif yang mengakibatkan siswa menjadi kurang berani untuk maju ke depan kelas menyampaikan hasil pekerjaannya. Guru masih menganggap para siswa kelas VI cukup ditanamkan konsep-konsep IPA saja sebagai bekal menghadapi UN. Hal ini membuat pembelajaran sains menjadi kurang bermakna dan hasil belajar siswa rendah, bahkan masih banyak yang berada di bawah KKM yang telah ditetapkan yaitu sebesar ≥ 65. Guru hanya menggunakan metode pembelajaran ceramah dan tanya jawab. Selain itu, guru juga belum menggunakan model pembelajaraan yang kooperatif.

Tabel 1. Daftar Nilai IPA Mid Semester Ganjil TP 2012/2013 Siswa Kelas VI SDN 2 Kedaung.

No. Rentang Nilai Jumlah Siswa Keterangan

1 ≤ 50 9 Belum tuntas

2 51-64 8 Belum tuntas

3 65-75 6 Tuntas

Kurangnya interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan siswa dengan sumber maupun media belajar dalam kegiatan pembelajaran menyebabkan kurangnya kemampuan psikomotor dan afektif siswa. Siswa jarang berdiskusi dan bekerja sama dengan siswa lain yang mengakibatkan siswa menjadi pasif, keterampilan proses sains tidak berkembang, dan sikap ilmiah siswa kurang. Kebanyakan siswa hanya berorientasi pada kemampuan kognitif saja serta menganggap bahwa IPA merupakan mata pelajaran yang banyak menghafal dan membosankan sehingga timbul rasa malas untuk


(14)

belajar IPA. Keterampilan proses sains siswa menjadi kurang terakomodasi dengan baik yang seharusnya ada dalam pembelajaran IPA. Berdasarkan pernyataan–pernyataan tersebut maka diperlukan suatu inovasi dalam pembelajaran berupa metode/model pembelajaran yang interaktif dan dapat membantu siswa dalam penguasaan keterampilan proses sains. Salah satu inovasi pembelajaran tersebut dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle.

Learning cycle adalah sebuah model pembelajaran yang dapat berguna bagi guru dalam mendesain materi kurikulum dan strategi pembelajaran dalam pelajaran IPA. Model pembelajaran learning cycle dikembangkan dari ide konstruktivisme pada kejadian dan fakta dalam pengetahuan IPA. Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Jean Pigaet.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nugraheni (2012: 63), keunggulan dari model pembelajaran learning cycle antara lain: merangsang siswa untuk mengingat kembali materi pelajaran yang telah didapatkan sebelumnya, memberikan motivasi kepada siswa untuk menjadi lebih aktif dan menambah rasa keingintahuan, melatih siswa belajar menemukan konsep melalui kegiatan eksperimen, melatih siswa untuk menyampaikan secara lisan konsep yang telah dipelajari, memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir, mencari, menemukan dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari.

Dari berbagai permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka peneliti akan melakukan sebuah penelitian tindakan kelas dengan judul “Penggunaan Model Pembelajaran Learning Cycle Sebagai Upaya Meningkatkan


(15)

Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Siswa Kelas VI SD Negeri 2 Kedaung Kecamatan Pardasuka Kabupaten Pringsewu”.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang tersebut dapat diidentifikasi beberapa masalah antara lain:

1. Siswa kurang dilibatkan dalam proses pembelajaran, guru masih menjadi pusat kegiatan.

2. Siswa dan guru tidak menggunakan model-model pembelajaran kooperatif pada saat kegiatan pembelajaran.

3. Kurangnya respon siswa dalam menanggapi instruksi guru.

4. Siswa kurang memiliki keberanian untuk mempresentasikan hasil tugas mereka.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, diajukan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah penggunaan model pembelajaran learning cycle dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas VI SDN 2 Kedaung?

2. Bagaimanakah penggunaan model pembelajaran learning cycle dapat meningkatkan hasil belajar kelas VI SDN 2 Kedaung?


(16)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas VI SDN 2 Kedaung dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle.

2. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SDN 2 Kedaung dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle.

E. Manfaat Penelitian

Setelah dilakukan penelitian tindakan kelas diharapkan memberikan sejumlah manfaat, antara lain:

1. Bagi siswa.

Setelah penelitian ini diharapkan siswa lebih semangat lagi dalam belajar IPA karena mereka terlibat langsung dalam proses pembelajaran, jadi lebih menyenangkan.

2. Bagi guru.

Dengan penelitan ini diharapkan guru menjadi lebih variatif lagi dalam proses pembelajaran khususnya IPA.

3. Bagi sekolah.

Seselesainya penelitian diharapkan prestasi sekolah dapat meningkat. 4. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitan yang sejenis.


(17)

BAB II KAJIAN TEORI

Penelitian ini peneliti menggunakan teori-teori yang berhubungan dengan model pembelajaran learning cycle dan keterampilan proses sains.

A. Model Pembelajaran Learning Cycle

Learning cycle merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada teori Piaget dan teori pembelajaran kognitif serta aplikasi model pembelajaran konstruktivis. Model ini dikembangkan oleh Robert Karplus dan koleganya dalam rangka memperbaiki kurikulum sains di Science Curriculum Improvement Study (SCIS) yaitu suatu program pengembangan pendidikan sains di Amerika Serikat pada tahun 1970. Model pembelajaran learning cycle mempunyai tiga fase yaitu eksplorasi, pengenalan konsep dan penerapan konsep (Rustaman, 2011: 1.26).

Menurut Renner dan Marek dalam Martin (1994:202-203), bahwa riset yang mereka lakukan untuk mengetahui tentang penggunaan model siklus belajar (learning cycle) pada saat pembelajaran, ternyata hasilnya dapat meningkatkan prestasi anak-anak dan meningkatkan pengembangan keterampilan prosesnya. Mereka juga mengakui bahwa siklus belajar (learning cycle) dapat meningkatkan intelektual anak. Bagaimanapun juga mereka menyimpulkan bahwa model siklus belajar (learning cycle) adalah suatu cara untuk membantu anak-anak menerapkan matematika, keterampilan ilmu kemasyarakatan, menginterpretasikan grafik, tabel, dan poster serta


(18)

asimilasi data untuk memecahkan masalah, dan menentukan maksud atau arti kalimat. Para peneliti mengungkapkan bahwa siklus belajar (learning cycle) adalah suatu cara alami untuk belajar dan memenuhi tujuan pendidikan serta membantu anak-anak belajar bagaimana cara berpikir.

Menurut Kariplus dan Thier dalam Indrawati (2009: 39-41) model pembelajaran learning cycle dibagi dalam tiga fase yaitu eksplorasi, pengenalan konsep dan penerapan konsep.

1. Fase Eksplorasi

Pada fase eksplorasi siswa diberi kesempatan untuk mengeksplorasi materi secara bebas. Siswa melakukan berbagai kegiatan ilmiah seperti mengamati, membandingkan, mengelompokkan, menginterpretasikan dan yang lainnya, sehingga menemukan konsep-konsep penting sesuai dengan topik yang sedang dibahas. Ada kalanya konsep yang ditemukan sudah sesuai dengan konsepsi awal mereka sehingga langsung diasimilasikan ke dalam struktur kognitifnya tetapi ada juga konsep yang tidak sesuai sehingga menimbulkan konflik kognitif. Melalui diskusi dan bertanya pada teman maupun guru, siswa mengakomodasi konsep tersebut untuk dapat diasimilasikan. Dengan cara demikian siswa mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya. Pada fase ini aktivitas kebanyakan dilakukan oleh siswa sedang guru hanya memberikan orientasi tentang apa yang harus dilakukan siswa, mengajukan pertanyaan untuk mengarahkan kegiatan siswa, memberikan motivasi, serta mengidentifikasi dan membimbing siswa yang mengalami konflik kognitif. Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan guru membimbing


(19)

siswa mengumpulkan data untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari. Disinilah guru mempunyai banyak peluang untuk melatih keterampilan proses dan sikap ilmiah para siswa sesuai dengan apa yang ditargetkan dalam rencana pembelajaran.

2. Fase Pengenalan Konsep

Pada fase ini peran guru lebih dominan. Dengan menggunakan metode yang sesuai, guru membantu siswa mengidentifikasi konsep, prinsip, dan hukum-hukum yang berhubungan dengan pengalaman pada fase eksplorasi. Dalam tahap ini guru berperan lebih tradisional. Guru mengumpulkan informasi dari murid-murid yang berkaitan dengan pengalaman mereka dalam eksplorasi. Bagian ini merupakan waktu untuk menyusun pembendaharaan kata. Materi-materi seperti buku, alat pandang dengar dan materi tertulis lainnya diperlukan untuk penyusunan konsep.

3. Fase Penerapan Konsep

Pada fase ini siswa diminta untuk menerapkan konsep yang baru mereka pahami untuk memecahkan masalah-masalah dalam situasi yang berbeda. Dalam hal ini guru bertugas untuk menyiapkan berbagai kegiatan atau permasalahan yang relevan dengan konsep yang sedang dibahas. Pada fase ini, peserta didik diajak menerapkan pemahaman konsepnya melalui kegiatan-kegiatan seperti problem solving atau melakukan percobaan lebih lanjut. Penerapan konsep dapat


(20)

meningkakan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena peserta didik mengetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari.

Penggunakan pendekatan siklus belajar, dapat menciptakan kesempatan untuk memberikan pengalaman fisik, interaksi sosial, dan regulasi sendiri. Dengan kata lain, penggunakan pendekatan ini dapat diciptakan pengalaman-pengalaman belajar yang menginkorporasikan tiga variabel yang berperanan dalam pembentukan konsep. Tahap eksplorasi memberikan murid-murid pengalaman fisik dan interaksi sosial. Pengalaman ini mendorong asimilasi atau mungkin menyebabkan murid untuk bertanya tentang pemikiran mereka mengenai konsep tertentu, menciptakan disekuilibrasi. Pengalaman fisik juga membantu murid dalam menumbuhkan image mental dari gagasan baru atau istilah-istilah baru yang disampaikan dalam tahap pengenalan konsep. Karena gagasan-gagasan atau istilah-istilah baru disampaikan dalam pengenalan konsep, murid-murid mempunyai kesempatan untuk berinteraksi dengan gagasan baru dan dengan guru serta dengan teman. Interaksi ini cukup untuk membantu murid mengasimilasi atau mengakomodasi gagasan tertentu.

Tahap penerapan konsep mendorong interaksi fisik dan sosial tambahan dengan memberikan kesempatan mereka untuk menggunakan gagasan-gagasan dan istilah-istilah baru ini dalam situasi yang berbeda. Pengalaman-pengalaman ini membantu menemukan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul selama tahap eksplorasi dan pengenalan konsep, memberikan kesempatan tambahan untuk terjadinya regulasi sendiri.

Selain yang telah disebutkan di atas, tahap penerapan konsep ini penting bagi beberapa murid untuk memperluas penerapan konsep baru tersebut.


(21)

Tanpa adanya berbagai macam variasi penerapan konsep, makna konsep itu akan tinggal terbatas pada contoh yang dibicarakan saja. Sebagai tambahan, kegiatan penerapan konsep membantu murid-murid yang pembentukan konsepnya berjalan lambat dari pada murid-murid lainnya. Dan akhirnya, penerapan konsep memberikan kesempatan kepada murid-murid untuk menemukan penerapan konsep sendiri dalam konteks yang baru. Dengan perhatian tetap diarahkan pada murid-murid, variabel pembentukan konsep (kematangan fisik) dapat juga diakomodasi dengan siklus belajar. Menurut para pakar teori kognitif, murid-murid hanya dapat menginternalisasi konsep bilamana mereka telah siap mental. Oleh karena itu, dengan pemilihan konsep-konsep/topik yang tepat dari masing-masing pelajaran, murid-murid dapat diberi pengalaman-pengalaman belajar yang cocok dengan kemampuan penalarannya. Penerapan konsep dapat meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena pebelajar mengetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari.

Berdasarkan kajian di atas, maka yang dimaksud dengan pembelajaran learning cycle pada penelitian ini adalah sebuah model pembelajaran yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengungkapkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya, memberikan kesempatan untuk menyanggah, mendebat gagasan atau ide teman yang bertentangan/berseberangan yang kemudian dilanjutkan melalui pembenaran pemahaman sehingga tingkat penalaran siswa lebih baik/komprehenssif dalam pembejaran sains. Adapun tahapan-tahapan pembelajaran learning cycle dalam penelitian ini adalah


(22)

sebagai berikut: (a) Tahap eksplorasi, (b) tahap pengenalan konsep, (c) tahap penerapan konsep.

B. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses sains merupakan seperangkat keterampilan yang digunakan para ilmuan dalam melakukan penyelidikan ilmiah. Keterampilan proses sains ini dibedakan menjadi sejumlah keterampilan proses yang perlu dikuasai bila seorang hendak mengembangkan pengetahuan sains dan metodenya (Rustaman, 2011: 1.9).

Menurut Semiawan, dkk dalam Nasution (2007: 1.9-1.10) menyatakan bahwa keterampilan proses adalah keterampilan fisik dan mental terkait dengan kemampuan-kemampuan yang mendasar yang dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga para ilmuwan berhasil menemukan sesuatu yang baru.

1. Jenis-Jenis Keterampilan Proses Sains

Terdapat beberapa jenis keterampilan dasar yang harus dilakukan dan dilatih supaya siswa mahir dan mampu mempelajari sains dengan baik, yaitu mengobservasi, mengukur, memprediksi, menyimpulkan, identifikasi dan pengendalian variabel, mengajukan pertanyaaan dan merancang dan melaksanakan eksperime (Rustaman, dkk. 2011:1.10-1.20).

Tujuh karakteristik dari keterampilan dasar tersebut sangat penting baik secara individu maupun ketika berkelompok.

Berikut ini adalah penjelasan dari ketujuh karakteristik keterampilan proses sains tersebut.


(23)

a. Keterampilan mengobservasi

Keterampilan mengobservasi menurut Esler dan Esler adalah keterampilan yang dikembangkan dengan menggunakan semua indera yang kita miliki untuk mengidentifikasi dan memberikan nama sifat- sifat dari objek- objek atau kejadian- kejadian. Definisi serupa disampaikan oleh Abruscato yang menyatakan bahwa mengobservasi artinya mengunakan segenap panca indera untuk memperoleh imformasi atau data mengenai benda atau kejadian (Nasution, 2007: 1.8- 1.9).

Kegiatan yang dapat dilakukan yang berkaitan dengan kegiatan mengobservasi misalnya menjelaskan sifat- sifat yang dimiliki oleh benda- benda, sistem- sistem, dan organisme hidup. Sifat yang dimiliki ini dapat berupa tekstur, warna, bau, bentuk ukuran, dan lain- lain. Contoh yang lebih konkret, seorang guru sering membuka pelajaran dengan menggunakan kalimat tanya seperti apa yang engkau lihat ? Atau bagaimana rasa, bau, bentuk, atau tekstur? Atau mungkin guru menyuruh siswa untuk menjelaskan suatu kejadian secara menyeluruh sebagai pendahuluan dari suatu diskusi.

b. Keterampilan mengukur

Keterampilan mengukur menurut Esler dan Esler dapat dikembangkan melalui kegiatan- kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan satuan- satuan yang cocok dari ukuran panjang, luas, isi, waktu, berat, dan sebagainya. Menurut Abruscato (Nasution, 2007: 1.20) menyatakan bahwa mengukur adalah suatu cara yang kita


(24)

lakukan untuk mengukur observasi. Sedangkan menurut Carin (Nasution, 2007: 1.20) mengukur adalah membuat observasi kuantitatif dengan membandingkannya terhadap standar yang kovensional atau standar non konvensional.

Keterampilan dalam mengukur memerlukan kemampuan untuk menggunakan alat ukur secara benar dan kemampuan untuk menerapkan cara perhitungan dengan menggunakan alat- alat ukur. Langkah pertama proses mengukur lebih menekankan pada pertimbangan dan pemilihan instrumen (alat) ukur yang tepat untuk digunakan dan menentukan perkiraan sautu objek tertentu sebelum melakukan pengukuran dengan suatu alat ukur untuk mendapatkan ukuran yang tepat.

Untuk melakukan latihan pengukuran, bisa menggunakan alat ukur yang dibuat sendiri atau dikembangkan dari benda- benda yang ada disekitar. Sedangkan pada tahap selanjutnya, menggunakan alat ukur yang telah baku digunakan sebagai alat ukur. Sebagai contoh, dalam penguran jarak, bisa menggunakan potongan kayu, benang, ukuran tangan, atau kaki sebagai satuan ukurnya. Sedangkan dalam pengukuran isi, bisa menggunakan biji- bijian atau kancing yang akan dimasukkan untuk mengisi benda yang akan diukur.

Contoh kegiatan mengukur dengan alat ukur standar/ baku adalah siswa memperkirakan dimensi linear dari benda- benda (misalnya yang ada di dalam kelas) dengan menggunakan satuan centimeter (cm), dekameter (dm), atau meter (m). Kemudian siswa dapat menggunakan


(25)

meteran (alat ukur, mistar atau penggaris) untuk pengukuran benda sebenarnya.

c. Keterampilan memprediksi

Memprediksi adalah meramal secara khusus tentang apa yang akan terjadi pada observasi yang akan datang atau membuat perkiraan kejadian atau keadaan yang akan datang yang diharapkan akan terjadi. Keterampilan memprediksi menurut Esler dan Esler adalah keterampilan memperkirakan kejadian yang akan datang berdasarkan dari kejadian- kejadian yang terjadi sekarang, keterampialn menggunakna grafik untuk menyisipkan dan meramalkan terkaan- terkaan atau dugaan- dugaan (Nasution, 2007 : 1.55).

Jadi dapat dikatakan bahwa memprediksi sebagai menyatakan dugaan beberapa kejadian mendatang atas dasar suatu kejadian yang telah diketahui. Contoh kegiatan untuk melatih kegiatan ini adalah memprediksi berapa lama (dalam menit, atau detik) lilin yang menyala akan tetap menyala jika kemudian ditutup dengan toples (dalam berbagai ukuran) yang ditelungkupkan.

d. Keterampilan menyimpulkan

Tidak seperti pengamatan yang buktinya langsung terkumpul di sekitar obyek, kesimpulan adalah penjelasan atau tafsiran (interpretasi) yang dibuat berdasarkan pengamatan. Ketika kita mampu membuat kesimpulan, menafsirkan dan menjelaskan peristiwa-peristiwa di sekitar kita, kita memiliki apresiasi yang lebih


(26)

baik terhadap lingkungan di sekitar kita. Para ilmuwan mengemukakan hipotesis tentang mengapa suatu peristiwa dapat terjadi, didasarkan pada kesimpulannya tentang hasil penyelidikan (investigasi). Siswa perlu diajarkan bagaimana membedakan antara pengamatan dan kesimpulan.

Mereka harus mampu membedakan dengan bukti yang mereka kumpulkan mengenai alam antara pengamatan dengan tafsiran mereka berdasarkan pengamatan atau kesimpulan.

Kita dapat membantu siswa membuat perbedaan ini dengan terlebih dahulu mendorong mereka untuk mendeskripsikan pengamatan mereka menjadi rinci. Kemudian, dengan member pertanyaan-pertanyaan siswa tentang pengamatan mereka kita dapat mendorong siswa untuk berpikir tentang makna dari pengamatan. Berpikir untuk membuat kesimpulan dengan cara ini mengingatkan kita untuk mengkaitkan kesimpulan apa yang telah diamati dengan apa yang sudah diketahui dari pengalaman sebelumnya. Kita menggunakan pengalaman masa lalu untuk membantu menafsirkan hasil pengamatan. Seringkali kesimpulan yang berbeda dapat dibuat berdasarkan pengamatan yang sama. Kesimpulan kita juga bisa berubah seiring dengan hasil pengamatan tambahan. Pada umumnya kita lebih percaya diri tentang kesimpulan kita ketika pengamatan yang diperoleh cocok dengan pengalaman masa lalu. Kita juga lebih percaya diri tentang kesimpulan saat mengumpulkan lebih banyak bukti pendukung. Ketika siswa mencoba untuk membuat kesimpulan, mereka sering harus


(27)

kembali dan membuat pengamatan tambahan agar menjadi lebih percaya diri dalam mengambil kesimpulan kesimpulan. Kadang-kadang membuat pengamatan tambahan akan memperkuat kesimpulan, tapi kadang-kadang informasi tambahan akan menyebabkan kita untuk memodifikasi atau bahkan menolak kesimpulan sebelumnya. Dalam ilmu pengetahuan, kesimpulan tentang bagaimana segala sesuatu bekerja secara terus menerus dibangun, diubah, dan bahkan ditolak berdasarkan pengamatan baru

.

e. Identifikasi dan pengendalian variabel

Ada tiga jenis variabel di dalam eksperimen/ penelitian: 1) Variabel bebas yaitu variabel yang sengaja diubah-ubah.

2) Variabel tergantung (terikat) yaitu varibel yang nilainya bergantung pada variabel bebas. Variabel tergantung akan berubah-berubah jika variabel bebasnya diubah-ubah.

3) Variabel terkontrol yaitu variabel yang sengaja dibuat konstan. Mengidentifikasikan varibel berarti menandai karakteristik variabel eksperimen/penelitian. Misal eksperiman tentang pengaruh air terhadap pertumbuhan biji. Perlu dibuat kejelasan tentang karakteristik air dan biji. Mengendalikan variabel berarti memanipulasi dan mengakomodasikan variabel sesuai dengan karakteristik yang telah diidentifikasi. Misal dalam eksperimen tentang pengaruh air terhadap pertumbuhan biji, ternyata ada variabel lain yang mempengaruhi pertumbuhan biji selain air, yaitu cahaya dan suhu. Oleh karena itu,


(28)

paa saat bereksperimen tentang pengaruh air terhadap pertumbuhan biji, maka suhu dan cahaya dikondisikan konstan.

f. Mengajukan pertanyaaan

Percobaan sains atau penyelidikan ilmiah memerlukan pemecahan masalah atau jawaban terhadap masalah. Bagian yang paling penting dalam setiap penyelidikan adalah variabel. Jika seorang penyelidik mengidentifikasikan variabel dari suatu peristiwa, maka suatu pertanyaan yang penting dan menarik akan menjadi makin jelas. Pertanyaan peneliti mendefinisikan suatu masalah yang diselidiki. Sekali pertanyaan-peertanyaan penelitiannya telah dirumuskan, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan mempengaruhi keputusan yang akan ditentukan berkenaan dengan fokus penelitian.

Menurut Rustaman (2011: 1.18) terdapat dua tipe pertanyaan penelitian, yaitu:

1) Pertanyaan yang hanya terfokus pada satu variabel.

2) Pertanyaan yang menyatakan hubungan antara dua variabel atau bagaimana variabel yang satu mempengaruhi variabel yang lain.

g. Merancang dan melaksanakan eksperimen

Sebelum eksperimen dilakukan, perlu dibuat dahulu rencana yang matang tentang rancangan eksperimen agar eksperimen dapat terlaksana dengan baik. Dalam rancangan eksperimen sudah mencakup bagaimana cara mengendalikan variabel-variabel penelitian, kendala-kendala apa yang mungkin akan dihadapi dan


(29)

bagaimana cara penanggulangannya, dan sebagaimana. Setelah semua persiapan penelitian dilakukan dengan baik, baru selanjutnya melaksanakan penelitian/eksperimen.

Keberhasilan dalam mengintegrasikan keterampilan proses sains dalam pelajaran di kelas dan penyelidikan (investigasi) lapangan akan membuat pembelajaran memberikan pengalaman yang lebih kaya dan lebih bermakna bagi siswa. Siswa akan belajar keterampilan sains serta isi sains, dan secara aktif terlibat dengan sains yang mereka pelajari, dan dengan demikian dapat mencapai pemahaman yang lebih dalam. Akhirnya, keterlibatan aktif dengan sains kemungkinan akan menyebabkan siswa menjadi lebih tertarik dan memiliki sikap lebih positif terhadap sain.

2. Penilaian Keterampilan Proses Sains

Pengukuran keterampilan proses sains sebagai komponen terkecil dan mendasar dalam metode ilmiah ataupun bekerja ilmiah dapat dilakukan dengan beberapa cara atau teknik. Berdasarkan pengalaman dan hasil kajian tentang asemen, keterampilan proses sains sangat tepat jika diukur dengan tes prosedur atau teknik kinerja (performance assessment). Selain teknik kinerja keterampilan proses sains juga bisa diukur dengan tes tertulis dan komunikasi personal (diskusi, presentasi) (Rustaman, 2011: 1.51).


(30)

a. Tes Tertulis

Dalam bentuk tes tertulis, butir soal keterampilan proses sains perlu dipersiapkan secara khusus karena sangat berbeda dengan butir saol penguasaan konsep. Dalam butir soal keterampilan proses sains, siswa diminta untuk mengolah informasi yang ada dan ditampilkan dalam bentuk verbal, visual, data dalam tabel, daigram dan grafik.

b. Pengukuran Keterampilan Proses Sains melalui Pengamatan.

Selain dalam bentuk tes tertulis, keterampilan proses sains dapat pula diukur melalui lembar observasi pada saat siswa melakukan kegiatan yang melibatkan atau mengembangkan keterampilan proses sains. Pada saat pelaksanaan dapat menggunakan daftar cek (checklist), atau skala penialaian (rating scale).

Berdasarkan kajian di atas, maka yang dimaksud dengan keterampilan proses sains dalam penelitian ini adalah keterampilan intelektual atau keterampilan berpikir siswa yang membuat mereka aktif, dapat membantu siswa lainnya dan mampu memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Jenis keterampilan proses sains yang akan dilaksanakan pada penelitian ini meliputi (Devi, 2010: 8-23):

1) Mengobservasi, dengan indikator: a) Penggunaan panca indra yang tepat.

b) Siswa teliti, aktif saat melakukan pengamatan. c) Siswa mampu mengklasifikasi data yang diperolaeh. d) Siswa mampu mengolah hasil pengamatannya.


(31)

e) Menarik kesimpulan dari hasil pengamatan. 2) Menyimpulkan, dengan indikator:

a) Kesimpulan yang dibuat sesuai dengan hasil pengamatan atau percobaan.

b) Hasil kesimpulan jelas, lugas dan nalar.

c) Hasil kesimpulan disertai bukti yang mendudukung. d) Kesimpulan merupakan hasil konstruksi pemikiran siswa.

e) Siswa mampu menyampaikan hasil kesimpulannya dengan bahasa dan intonasi yang jelas.

3) Melakukan percobaan, dengan indikator: a) Percobaan dilakukan secara sistematis.

b) Siswa teliti dan konsen saat melakukan percobaan. c) Siswa aktif dan partisipatif dalam percobaan. d) Percobaan yang dilakukan berhasil.

e) Menarik kesimpulan dari percobaan.

C. Pengertian Hasil Belajar

Setiap proses belajar yang dilaksanakan oleh peserta didik akan menghasilkan hasil belajar. Di dalam proses pembelajaran, guru sebagai pengajar sekaligus pendidik memegang peranan dan tanggung jawab yang besar dalam rangka membantu meningkatkan keberhasilan peserta didik dipengaruhi oleh kualitas pengajaran dan faktor intern dari siswa itu sendiri.

Dalam setiap mengikuti proses pembelajaran di sekolah sudah pasti setiap peserta didik mengharapkan mendapatkan hasil belajar yang baik, sebab hasil belajar yang baik dapat membantu peserta didik dalam mencapai tujuannya.


(32)

Hasil belajar yang baik hanya dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang baik.

Menurut Hamalik (2001:159) bahwa hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa.

Menurut Nasution (2006:36) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.

Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:36) hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.

Berdasarkan pendapat para pakar di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan sikap siswa terhadap materi pembelajaran yang ditunjukan dengan nilai tes melalui kognitif ( pengetahuan, pemahaman dan penerapan) setelah siswa mengikuti proses pembelajaran untuk satu kampetensi dasar.


(33)

D. Kerangka Pikir Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti mengajukan kerangka pikir sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Penelitian.

Penelitian ini terdiri dari beberapa siklus dan akan berakhir jika indikator keberhasilan penelitian telah tercapai.

KONDISI AWAL

Guru/Peneliti Guru belum pernah memperagakan model pembelajaran learning

cycle

Siswa yang diteliti Keterampilan proses sains dan hasil belajar

masih rendah.

TINDAKAN

Guru/Peneliti Memanfaatkan Model Pembelajaran learning

cycle

Siswa Yang Diteliti Mengikuti proses pembelajaran dengan model learning cycle

KONDISI AKHIR

Diduga dengan menggunakan/memperagakan Model Pembelajaran learning cycle dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa.


(34)

E. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pikir yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah Jika pada pembelajaran menggunakan model learning cycle dengan tahapan-tahapan yang benar maka dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa kelas VI SD Negeri 2 Kedaung Kecamatan Pardasuka Kabupaten Pringsewu.”


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penentuan tempat penelitian dilakukan dengan menggunakan metode porposive sampling area yaitu menentukan dengan sengaja tempat penelitian dengan beberapa pertimbangan tertentu diantaranya adalah keterbatasan waktu dana dan tenaga (Arikunto, 2006:104). Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 2 Kedaung yang terletak di Desa Kedaung Kec. Pardasuka Kab. Pringsewu, dengan pertimbangan bahwa sekolah tersebut adalah tempat peneliti mengajar sehari-hari.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan yaitu dari tanggal 1 Desember 2012 sampai dengan 31 Maret 2013.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VI SD Negeri 2 Kedaung tahun pelajaran 2012/2013. Sebjek penelitian ini terdiri atas 11 orang siawa perempuan dan 12 orang siswa laki-laki.

C. Sumber Data


(36)

1. Siswa kelas VI SD Negeri 2 Kedaung.

2. Daftar nilai siswa kelas VI SD Negeri 2 Kedaung 3. Hasil studi pustaka

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini menggunakan sistem siklus (cycle) yang mengacu pada model Lewin menurut Elliot (Wiraatmadja,2007:67). Siklus ini tidak hanya berlangsung satu kali, tetapi beberapa kali, hingga tercapai tujuan yang diharapkan dalam pelajaran IPA di kelas. Setiap siklus memiliki empat tahap yaitu : perencanaan (planning), tindakan (action), observasi (observation) dan refleksi (reflection).

Adapun siklus dari penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah sebagai berikut : Siklus 1 Siklus II Siklus III

Gambar 2. Alur PTK Model Lewin menurut Elliot (Wiraatmadja,2007:67) Perencanaan

Tindakan

Observasi

Refleksi

Tindakan

Observasi

Refleksi Refleksi

Observasi Tindakan


(37)

Alur Penelitian Tindakan Kelas di atas adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan

Hal yang dilakukan dalam tahap perencanaan yaitu:

a. Menentukan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar bersama dengan observer/kolaboran.

b. Menyusun perangkat pembelajaran sesuai dengan Sk dan KD yang telah ditentukan.

c. Menentukan waktu yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.

d. Pembagian tugas antara guru dan kolaborator.

2. Tindakan

Hal yang dilakukan dalam tahap tindakan ini adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran learning cycle mulai dari tahap eksplorasi, tahap pengenalan konsep dan tahap penerapan konsep serta untuk meningkatkan keterampilan proses sains.

3. Observasi

Hal yang dilakukan dalam tahap observasi ini yaitu:

a. Mengamati dan mencatat hal-hal yang menjadi kekurangan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle.

b. Mengamati dan mencatat aktivitas siswa yang berhubungan dengan keterampilan proses sain.


(38)

4. Refleksi

Hal yang dilakukan dalam tahap refleksi ini yaitu:

a. Menganalisis dan merenungkan kembali pencapaian indikator dari SD dan KD yang telah ditentukan dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle,serta keterampilan proses sains dan hasil belajar yang telah dicapai siswa.

b. Merekomendasikan untuk siklus tindakan berikutnya atas temuan siklus sebelumnya khususnya tentang penggunaan model pembelajaran learning cycle, keterampilan proses sains dan hasil belajar.

E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data

a. Metode Observasi

Observasi dilakukan oleh peneliti selama proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle. Observasi dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran tersebut.

b. Tes

Tes adalah sederetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan, bakat yang dimiliki individu atau kelompok (Arikunto, 2006:105). Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes yang dibuat oleh peneliti dengan prosedur tertentu tapi belum mengalami uji coba.


(39)

2. Alat Pengumpulan Data a. Lembar Observasi

Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang digunakan untuk mengetahui aktivitas dan keterampilan proses siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

b. Soal

Soal merupakan salah satu alat tes yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang dilaksanakan.

F. Analisis Data

Dalam menyusun dan mengolah data yang telah terkumpul, maka dilakukan analisis data yang bertujuan untuk mendapatkan kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan. Analisis data atau pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif dan kauntitatif. Menurut Arikunto (2000:353), bahwa analisis data kualitatif adalah memberikan predikat kepada variabel yang telah diteliti sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Selain kualitatif, penelitian ini juga menggunakan pendekatan kuantitatif yang berwujud angka-angka hasil perhitungan dan digunakan pada ketuntasan belajar siswa dan hasil observasi (Arikunto, 2006:244).

Suharsimi Arikunto (2010: 269) menjelaskan analisis data deskriptif kualitatif yaitu sebagai berikut :

Analisis data yang menggunakan teknik deskriptif kualitatif

memanfaatkan persentase merupakan langkah awal saja dari keseluruhan proses analisis. Persentase yang dinyatakan dalam bilangan sudah jelas merupakan ukuran yang bersifat kuantitatif, bukan kualitatif. Jadi pernyataan persentase bukan hasil analisis kualitatif. Analisis kualitatif


(40)

tentu harus dinyatakan dalam sebuah predikat yang menunjuk pada pernyataan keadaan, ukuran kualitas.

Berdasarkan pendapat di atas agar diperoleh hasil analisis kualitatif maka dari perhitungan persentase kemudian dimasukkan ke dalam lima kategori predikat. Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 269) lima kategori predikat tersebut yaitu seperti pada tabel berikut:

Tabel 2. Persentase Kategori Keterampilan Proses Sains dan Kinerja Guru

No Interval Kategori

1. 81-100% Sangat baik

2. 61-80% Baik

3. 41-60% Cukup

4. 21-40% Kurang baik

5. 0-20% Tidak baik

Adapun analisis data secara deskriptif kualitatif dalam penelitian ini adalah memaknai data dengan cara membandingkan hasil dari sebelum dilakukan tindakan dan sesuadah tindakan. Analisis data ini dilakukan pada saat tahapan refleksi. Hasil analisis digunakan sebagai bahan refleksi untuk melakukan perencanaan lanjut dalam siklus selanjutnya.

1. Nilai Siswa

Nilai yang diperoleh siswa setelah dilakukan evaluasi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Skor yang diperoleh

Nilai siswa = X 100 Skor maksimal


(41)

Siswa yang memperoleh nilai ≥ KKM berarti siswa tersebut telah tuntas dalam proses pembelajaran. Sebaliknya jika belum mencapai KKM berarti siswa tersebut dinyatakan belum tuntas.

G. Indikator

Penelitian ini akan berakhir apabila inkator dalam penelitian ini telah tercapai. Indikator penelitian ini antara lain:

1. Rata-rata keterampilan proses sains siswa telah mencapai ≥ 75%.

2. Terjadi peningkatan hasil belajar pada setiap siklus, pada akhir siklus II minimal 75% siswa telah tuntas belajar dengan KKM 65.


(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasi dari pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa dengan kategori baik.

2. Pembelajaran dengan menggunakan model learning cycle juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan nilai dari tiap siklus, pada penelitian ini ketuntasan hasil belajar siswa mencapai 91,30 %.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti dapat mengmukakan sran sebagai berikut :

1. Untuk melaksankan model pembelajaran learning cycle memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan model pembelajaran learning cycle) dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang maksimal.

2. Dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai model pembelajaran walaupun dengan taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memeperoleh konsep dan keterampilan sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.


(43)

3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut karena hasil penelitian ini hanya dilakukan pada anak kelas VI SD Negeri 2 Kedaung Kecamatan Pardasuka Kabupaten Pringsewu tahun pelajaran 2012/2013.

4. Penelitian ini dapat menjadi rekomendasi bagi penelitian yang lain yang ingin menggunakan model pembelajaran lerning cycle.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2000. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

Dimiati dan Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Rineka Cipta. Devi, Poppy Kamalia. 2010. Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA.

Jakarta. PPPPTK IPA.

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.

Indrawati, dkk. 2009. Pembelajaran Aktif, Kreatif dan Menyenangkan untuk Guru SD. Jakarta: PPPPTK IPA.

Martin, Ralph.E. 1994. Teaching Science For All Children. Boston :Allyn and Bacon.(Terjemahan)

Nasution, N. 2007. Pendidikan IPA di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Nasution, S. 2006. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Nugraheni, Latif Sofiana. 2012. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran LearningCycle (5e) Terhadap Keterampilan Proses Sains Biologi Siswa Kelas X SMA Al Islam 1 Surakarta. Surakarta: Skripsi USM.

Rustaman, Nuryani, dkk. 2011. Materi dan Pembelajaran IPA SD. Jakarta: UT Wardani, IGAK, dkk. 2009. Penelitin Tindakan Kelas. Jakarta : UT.

Wiraatmaja, Rochiati. (2007). Metode Penelitian Tindakan Kelas: Untuk Meningkatkan Kinerja Guru Dan Dosen, Bandung: Remaja Rosdakarya. ... 2011. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung: Universitas Lampung.


(1)

2. Alat Pengumpulan Data a. Lembar Observasi

Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang digunakan untuk mengetahui aktivitas dan keterampilan proses siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

b. Soal

Soal merupakan salah satu alat tes yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang dilaksanakan.

F. Analisis Data

Dalam menyusun dan mengolah data yang telah terkumpul, maka dilakukan analisis data yang bertujuan untuk mendapatkan kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan. Analisis data atau pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif dan kauntitatif. Menurut Arikunto (2000:353), bahwa analisis data kualitatif adalah memberikan predikat kepada variabel yang telah diteliti sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Selain kualitatif, penelitian ini juga menggunakan pendekatan kuantitatif yang berwujud angka-angka hasil perhitungan dan digunakan pada ketuntasan belajar siswa dan hasil observasi (Arikunto, 2006:244).

Suharsimi Arikunto (2010: 269) menjelaskan analisis data deskriptif kualitatif yaitu sebagai berikut :

Analisis data yang menggunakan teknik deskriptif kualitatif memanfaatkan persentase merupakan langkah awal saja dari keseluruhan proses analisis. Persentase yang dinyatakan dalam bilangan sudah jelas merupakan ukuran yang bersifat kuantitatif, bukan kualitatif. Jadi pernyataan persentase bukan hasil analisis kualitatif. Analisis kualitatif


(2)

tentu harus dinyatakan dalam sebuah predikat yang menunjuk pada pernyataan keadaan, ukuran kualitas.

Berdasarkan pendapat di atas agar diperoleh hasil analisis kualitatif maka dari perhitungan persentase kemudian dimasukkan ke dalam lima kategori predikat. Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 269) lima kategori predikat tersebut yaitu seperti pada tabel berikut:

Tabel 2. Persentase Kategori Keterampilan Proses Sains dan Kinerja Guru

No Interval Kategori

1. 81-100% Sangat baik

2. 61-80% Baik

3. 41-60% Cukup

4. 21-40% Kurang baik

5. 0-20% Tidak baik

Adapun analisis data secara deskriptif kualitatif dalam penelitian ini adalah memaknai data dengan cara membandingkan hasil dari sebelum dilakukan tindakan dan sesuadah tindakan. Analisis data ini dilakukan pada saat tahapan refleksi. Hasil analisis digunakan sebagai bahan refleksi untuk melakukan perencanaan lanjut dalam siklus selanjutnya.

1. Nilai Siswa

Nilai yang diperoleh siswa setelah dilakukan evaluasi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Skor yang diperoleh

Nilai siswa = X 100 Skor maksimal


(3)

Siswa yang memperoleh nilai ≥ KKM berarti siswa tersebut telah tuntas dalam proses pembelajaran. Sebaliknya jika belum mencapai KKM berarti siswa tersebut dinyatakan belum tuntas.

G. Indikator

Penelitian ini akan berakhir apabila inkator dalam penelitian ini telah tercapai. Indikator penelitian ini antara lain:

1. Rata-rata keterampilan proses sains siswa telah mencapai ≥ 75%.

2. Terjadi peningkatan hasil belajar pada setiap siklus, pada akhir siklus II minimal 75% siswa telah tuntas belajar dengan KKM 65.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasi dari pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa dengan kategori baik.

2. Pembelajaran dengan menggunakan model learning cycle juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan nilai dari tiap siklus, pada penelitian ini ketuntasan hasil belajar siswa mencapai 91,30 %.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti dapat mengmukakan sran sebagai berikut :

1. Untuk melaksankan model pembelajaran learning cycle memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan model pembelajaran learning cycle) dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang maksimal.

2. Dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai model pembelajaran walaupun dengan taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memeperoleh konsep dan keterampilan sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.


(5)

3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut karena hasil penelitian ini hanya dilakukan pada anak kelas VI SD Negeri 2 Kedaung Kecamatan Pardasuka Kabupaten Pringsewu tahun pelajaran 2012/2013.

4. Penelitian ini dapat menjadi rekomendasi bagi penelitian yang lain yang ingin menggunakan model pembelajaran lerning cycle.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2000. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

Dimiati dan Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Rineka Cipta. Devi, Poppy Kamalia. 2010. Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA.

Jakarta. PPPPTK IPA.

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.

Indrawati, dkk. 2009. Pembelajaran Aktif, Kreatif dan Menyenangkan untuk Guru SD. Jakarta: PPPPTK IPA.

Martin, Ralph.E. 1994. Teaching Science For All Children. Boston :Allyn and Bacon.(Terjemahan)

Nasution, N. 2007. Pendidikan IPA di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Nasution, S. 2006. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Nugraheni, Latif Sofiana. 2012. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran LearningCycle (5e) Terhadap Keterampilan Proses Sains Biologi Siswa

Kelas X SMA Al Islam 1 Surakarta. Surakarta: Skripsi USM.

Rustaman, Nuryani, dkk. 2011. Materi dan Pembelajaran IPA SD. Jakarta: UT Wardani, IGAK, dkk. 2009. Penelitin Tindakan Kelas. Jakarta : UT.

Wiraatmaja, Rochiati. (2007). Metode Penelitian Tindakan Kelas: Untuk

Meningkatkan Kinerja Guru Dan Dosen, Bandung: Remaja Rosdakarya.

... 2011. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung: Universitas Lampung.


Dokumen yang terkait

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SCRAMBLE DENGAN PENDEKATAN TEMATIK KELAS I SEMESTER GENAP SD NEGERI 3 REJOSARI KECAMATAN PRINGSEWU KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2012

0 5 116

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN TEMATIK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA KELAS III SD NEGERI 2 PRINGSEWU TIMUR KECAMATAN PRINGSEWU KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 26 61

PENINGKATAN KETERAMPILAN BELAJAR DAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 SINAR MULYA KECAMATAN BANYUMAS KABUPATEN PRINGSEWU

2 12 60

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA KELAS IV SD NEGERI 2 PAJARAGUNG KECAMATAN PRINGSEWU KABUPATEN PRINGSEWU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 5 46

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR SISWA.

0 0 34

PENGGUNAAN MODEL LEARNING CYCLE UNTUK MENINGKATKAN METAKOGNITIF DAN HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 BOYOLALI.

0 1 17

PERBEDAAN HASIL BELAJAR ASPEK KOGNITIF DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DASAR ANTARA PEMBELAJARAN DENGAN MODEL LEARNING CYCLE 5E DAN GUIDED INQUIRY PADA PESERTA DIDIK SMP KELAS VI.

0 1 2

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 SRANDAKAN.

0 2 214

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN GETARAN HARMONIS Nismalasari

0 1 21

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DALAM PEMBELAJARAN IPA MATERI TANAH SISWA SEKOLAH DASAR MELALUI PENERAPAN MODEL LEARNING CYCLE 5E DI KELAS VA SD NEGERI KALIKIDANG - repository perpustakaan

0 0 16