Sanksi Hukum Adat Pengaruh Otonomi Khusus di Papua Terhadap Pengakuan Hukum Adat

2. Willem Masosendifu Kepala Seksi Yadibur 3. Utrek Wompere Kepala Sekolah Opyaref 4. Paulus Morin Kepala Kampung Mamoribo 5. Yakob Ap Kepala Kampung Swaipak 6. Alexander Mansoben Kepala Kampung Mansoben di Asbik 7. Charles Morin Kepala Kampung Wundi 8. Yakob Mandibondibo Kepala Kampung Sorido IV 9. Hendrik Yarangga Kepada Kampung Samber 10. Hendrik Rumaropen Kepala Kampung Ambroben 11. Yakob Kafiar Kepala Seksi Mokmer 12. Hendrik Siambiak Kepala Kampung Mokmer. 12

b. Sanksi Hukum Adat

Sebagai ketentuan hukum dalam memvonis segala pelanggaran hukum yang ada, dewan adat juga merujuk pada keputusan KKB ada orang-orang tua dulu pada tahun 1950an sudah membuat keputusan KKB tersebut. Menurut narasumber, “Dalam KKB telah dijabarkan secara rinci sanksi hukum adat bagi pelanggar-pelanggar hukum adat di Kabupaten 12 Lihat Dokumen KKB Tahun 1950. Biak Numfor yang dapat dipegang sebagai dasar untuk mengambil keputusan dalam menyelesaikan sengketa adat seperti pembunuhan, perzinahan, sengketa tanah, pelanggaran norma adat, lakalantas, dll” 13 Daftar sanksi tersebut dari Kankain Karkara Byak sebagai berikut: Pasal 1 Bilamana ada seorang menjuruh seorang lain untuk memanjat kelapa dan lain-lain akhirya jatuh dan itu mati, maka menurut hukum adat orang biak maka yang menyuruh orang itu naik kelapa hingga jatuh mati, wajib membayar denda babiak 200 barang. Pasal 2 Bila mana orang itu jatuh hingga luka parah atau tulang kakinya patah pendek kata salah sebuah anggota tubuhnya luka parah dan akhirnya sembuh, akan tetapi ia sendiri tak mampu mencari penghidupannya untuk rumah tangganya, maka ia dikenakan babiak setinggi-tingginya 100 barang campur papus barbaren. Pasal 3 Bilamana orang itu jatuh hingga luka parah atau tulangnya patah, akan tetapi kemudian sembuh dan ia dapat melakukan pekerjaannya lagi maka ia harus membayar dan setinggi-tingginya 50 barang campur papus barbaren. Pasal 6 Bagian: 1. “Sasmerbin atau Samarmerbin”. Bila mana seorang perempuan kawin dengan keridla hatinya dilarikan oleh aki-laki lain maka segala mas kawinnya dikembalikan. Bim befarbuk kwar boi snon bese duni ma byuki: Irya ararem ro snon byuk beponya, kyabri kayem 2. Bila mana perempuan tersebut karena perbuatan lakinya tidak baik, dilarikan laki-laki lain maka maskawinnya tidak dikembalikan. Bim befarbuk kwar ine, bur ra fyarbuk 13 Wawancara : Bpk.Gerald Kafiar.A.Md.Pi - Ketua III Bidang Yudicatief Dewan Adat Biak. besebyuk snon babo, snar snon byuk beponya kenenm byedi bye Irya araren snon byuk beponya kyaber ba 3. Bila mana anak perempuan bujang dilarikan oleh seorang laki- laki maka dendanya dijatuhkan kepada laki-laki setinggi- tingginya 50lima puluh robena atau papus. Imboi inai ingbor ro snon I duni, Irya babyak parkara ya dado fa snon beyuni ya isoine babyak babaya 50 robena ma papus 4. Bila mana anak seorang anak perempuan balu dilarikan oleh seorang laki-laki, maka dendanja dijatuhkan kepada laki-laki tersebut per setinggi 30 robena atau papus. Bim kabong snon ya duni’fa byuki;Irya babyak ya baba byedya bye 30 robena ma papus Pasal 7 Bagian: 1. Bilamana seorang perempuan kawin, lari dari lakinya maka segala maskawin dikembalikan. Bin befarbuk ibur swari:Irya ararem snoni byuk darmu. Bin ine kyab’ri kayem be snon iburya 2. Bila mana seorang perempuan tersebut lari dari lakinya karena perbuatan lakinya tidak baik, maka maskawin tidak dikembalikan. Bin ibur snon byuk ya snar kenem snon byuk ya. Ibyeba:Irya ararem snoni byuk darmi ya kyaberba 3. Bila mana seorang perempuan bujang atau perempuan balu lari dari kaum keluarganya akan membuktikan keridlaan hatinya maka dalam hal ini “Babiak Mamia” tidak berlaku. Inai igbor syae ma ibur simam byesya fa dun snon kabor imarisem ya ma subuk su : Irya babyak mamiyai oba Selain sanksi adat yang diatur dalam KKB, ada juga beberapa keputusan- keputusan yang dibuat oleh masing-masing wilayah, yang kemudian keputusan- keputusan tersebut menjadi sari hukum adat, sari hukum adat tersebut ditetapkan sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah, tetapi acuannya tetap sama hanya saja bentuk sanksinya dibedakan besar kecilnya sanksi hukum dipertimbangkan oleh wilayah masing-masing, hal ini juga di sebut dengan fenomena nilai atau variasi nilai sangsi adat berdasarkan masing-masing wilayah adat. Lembaga ini tetap hidup bahkan sampai saat ini. 14

c. Penyelesaian Sengketa Adat