Peristilahan dan Pengertian Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kerja atau Kontrak

7 dengan mudah dipahami, maka Penulis akan menguraikan atau membahas dan menganalisa secara detail bagian per bagian. Diantaranya adalah sebagai berikut:

2.1.1. Peristilahan dan Pengertian

Istilah kontrak dan perjanjian dalam penggunaannya tidak memiliki pengertian yang berbeda, baik dalam teori maupun dalam praktik, sekalipun ada pendapat lain yang secara teoritis menyimpulkan bahwa perjanjian itu dinamakan juga persetujuan bukan kontrak. Dengan dasar pemikiran bahwa karena dalam perjanjian itu terdapat dua pihak yang setuju, sehingga perjanjian dan persetujuan memiliki pengertian yang sama, sedangkan kontrak lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis. 7 Walaupun demikian, ada pendapat ahli yang tidak membedakan kontrak dan perjanjian, dengan dasar pemikiran bahwa pembagian antara hukum kontrak dan hukum perjanjian tidak diatur dalam Burgerlijk Wetboek BW, karena dalam BW hanya mengatur perikatan yang lahir dari perjanjian dan yang lahir dari undang- undang. 8 Pengertian kontrak berdasarkan Pasal 1313 BW bahwa, ”Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Pengertian ini sangat luas dan tidak lengkap, karena kata “perbuatan” mencakup juga perjanjian dalam hukum keluarga dan perbuatan melawan hukum. Selanjutnya tidak lengkap karena kata “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”, 7 Subekti, Hukum Kontrak: Teori Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlmn., 14. 8 Ibid. 8 maka hanya ditujukan pada kontrak yang sepihak saja, padahal seharusnya juga meliputi kontrak dua pihak. 9 Berdasarkan hal tersebut maka pengertian kontrak menurut Penulis adalah suatu peristiwa hukum dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. 2.1.2. Asas-Asas Hukum Kontrak Suatu aturan atau norma pada hakikatnya mempunyai dasar filosofis serta pijakan asas atau prinsip sebagai rohnya. Merupakan kejanggalan bahkan konyol apabila suatu norma tidak mempunyai dasar filosofis serta pijakan asas atau prinsip dalam konteks operasionalnya. Suatu norma tanpa landasan filosofis serta pijakan asas, ibarat manusia yang “buta dan lumpuh”. Terkait dengan pengertian “asas” atau “prinsip” yang dalam bahasa Belanda disebut “beginsel” atau “principle” bahasa Inggris atau dalam bahasa Latin disebut “principium” yang berasal dari dua kata yaitu, “primus” artinya pertama, dan “capere” artinya mengambil atau menangkap, secara leksikal berarti bahwa, hal tersebut merupakan sesuatu yang menjadi dasar tumpuan berpikir atau bertindak atau kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya. 10 Kedudukan asas hukum dalam semua sistem hukum yang di dalamnya mengatur sistem norma hukum mempunyai peranan yang penting. Asas hukum merupakan landasan atau pondasi yang menopang kukuhnya suatu norma hukum, yang artinya bahwa posisi asas hukum adalah sebagai meta-norma hukum, yang berfungsi sebagai pondasi yang memberikan arah, tujuan, serta penilaian 9 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni, 2005, hlmn., 18. 10 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Jakarta: Kencana, 2010, hlmn., 21. 9 fundamental, mengandung nilai-nilai, dan tuntutan-tuntutan etis bagi keberadaan norma hukum. 11 Dapat diketahui bahwa, asas merupakan latar belakang dari peraturan konkret, karena asas sebagai dasar pemikiran umum dan abstrak yang mendasari lahirnya setiap peraturan hukum. Dalam hukum kontrak terdapat beberapa asas- asas, yaitu sebagai berikut: 12 a. Asas Konsensualisme Asas ini berasal dari kata consensus yang berarti sepakat. Menurut asas ini setiap perjanjian harus didasarkan pada kesepakatan kedua pihak. Suatu perjanjian harus lahir pada detik tercapainya kesepakatan atau persetujuan antara kedua pihak mengenai hal-hal pokok yang menjadi objek perjanjian. Kesepakatan tidak boleh dengan adanya paksaan, tipuan, kekhilafan, atau ketidaksadaran. Sejak pada detik kesepakatan itulah para pihak telah terikat dengan suatu aturan atau hukum. 13 Asas ini terdapat pada Pasal 1320 KUHPerdata ayat 1, yang menjelaskan bahwa, “Salah satu syarat perjanjian adalah sepakat antara kedua belah pihak”. Pihak-pihak yang sudah sepakat berarti terikat pula pada aturan hukum atau undang-undang. Hal ini diatur pada Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang menyebutkan, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. ” Pasal tersebut mengandung pengertian bahwa para pihak yang telah membuat perjanjian yang sah secara hukum berarti telah membuat undang-undang 11 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlmn., 45. 12 Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009, hlmn., 79. 13 Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perjanjian dalam Kebutuhan Masyarakat, Bandung, PT. Remaja Roskarya, 1995, hlmn., 114-115. 10 bagi dirinya sendiri. Konsekuensi dari suatu undang-undang adalah para pihak terikat dan wajib memenuhi isi dari suatu undang-undang, dan pemenuhannya dapat dipaksakan serta memiliki sanksi bagi yang melanggar. Hal ini juga berlaku dalam perjanjian, karena perjanjian kedudukannya dianggap sama dengan undang- undang. 14 b. Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata dapat diartikan bahwa, asas ini memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk mengadakan perjanjian, meliputi sebagai berikut: 15 1 bebas menentukan apakah ia akan melakukan kontrak atau tidak; 2 bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan kontrak; 3 bebas untuk menentukan isi atau klausul kontrak; 4 bebas untuk menentukan bentuk kontrak; dan 5 kebebasan-kebebasan lainnnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. c. Asas Mengikatnya Kontrak Pacta Sunt Servanda Maksud asas ini adalah setiap orang yang membuat kontrak terikat untuk memenuhi kontrak, karena kontrak itu mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Lebih lanjut, walaupun terhadap sesuatu yang tidak diatur dengan tegas dinyatakan dalam isi perjanjian, tetapi memiliki kekuatan mengikat seperti kebiasaan, kepatuhan, dan kepatutan. Hal ini diatur dalam Pasal 1339 KUHPerda ta yang menyebutkan: “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk 14 Ibid. 15 Ibid. 11 hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang ”. Selain itu, diatur pula pada Pasal 1347 KUHPerdata, menyebutkan: “Hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan. ” 16 d. Asas Iktikad Baik Asas ini dijelaskan dalam Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata, yaitu: “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik ”. Jadi asas ini mengatur niat para pihak dalam membuat perjanjian, bahwa segala perjanjian harus dilandasi dengan iktikad baik, iktikad baik dalam pelaksanaan isi perjanjian maupun iktikad baik dalam arti kejujuran pihak yang membuatnya. 17 e. Asas Keseimbangan Menurut Herlien Budiono, asas keseimbangan di dalam disertasinya diberi makna dalam dua hal, yaitu pertama, Asas keseimbangan sebagai asas etikal yang bermakna suatu “keadaan pembagian beban di kedua sisi berada dalam keadaan seimbang ”. Makna keseimbangan di sini berarti pada satu sisi dibatasi kehendak berdasar pertimbangan atau keadaan yang menguntungkan. Dalam batasan kedua sisi tersebut, keseimbangan dapat diwujudkan. 18 Kedua, asas keseimbangan sebagai asas yuridikal artinya asas keseimbangan dapat dipahami asas yang layak 16 Ibid. 17 Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perjanjian dalam Kebutuhan Masyarakat, Bandung, PT. Remaja Roskarya, 1995, hlm., 108-113. 18 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlmn., 304-305. 12 atau adil, dan selanjutnya diterima sebagai landasan keterikatan yuridikal dalam hukum kontrak Indonesia. 19 Berdasarkan pernyataan di atas, disimpulkan bahwa, asas keseimbangan dapat dipahami sebagai keseimbangan kedudukan posisi tawar para pihak dalam menentukan hak dan kewajibannya dalam perjanjian, sehingga ketidakseimbangan posisi akan menimbulkan ketidakadilan.

2.1.3. Syarat Sahnya Kontrak

Dokumen yang terkait

“Efektivitas Pelaksanaan Pembangunan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM –MP) Di Desa Hutapadang Kota Padangsidimpuan Hutaimbaru

1 83 111

PENGARUH TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PELAKSANAAN PEMBANGUNAN MELALUI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP) DI KECAMATAN LAGUBOTI TOBA SAMOSIR

0 65 7

Pengaruh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MP) Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Di Desa Kampung Bilah Kecamatan Bilah Hilir Kabupaten Labuhan Batu

0 57 124

Respon Masyarakat Terhadap Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Onan Runggu Kabupaten Samosir

2 40 130

Sosialisasi Pemanfaatan Fasilitas Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan (Study Deskriptif di Desa Purbadolok, Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbanghasundutan)

4 63 111

Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan ( Studi Kasus Irigasi Pertanian Di Desa Aritonang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara)

3 57 116

Analisis Pengaruh Pembiayaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Di Kecamatan Stabat

3 40 135

Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Desa Pulo Dogom Kecamatan Kualuh Hulu Kabupaten Labuhan Batu Utara

1 39 106

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum bagi Pekerja Fasilitator dalam Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan T1 312007033 BAB I

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum bagi Pekerja Fasilitator dalam Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan

0 0 12