16
2.1.5. Hapusnya Kontrak
Pada dasarnya perikatan dan kontrak berbeda, tetapi ketentuan mengenai hapusnya perikatan dalam BW merupakan ketentuan hapusnya kontrak. Hal ini
yang diatur dalam Pasal 1381 BW, bahwa:
“Perikatan-perikatan hapus karena pembayaran, penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan,
pembaharuan utang, perjumpaan utang atau kompensasi, pencampuran utang, pembebasan utang, musnahnya barang yang
terutang, kebatalan atau pembatalan, berlakunya suatu syarat batal, dan lewatnya waktu.
”
2.2. Tinjauan tentang Kontrak Kerjasama
Seperti telah Penulis janjikan pada narasi subbab di atas, maka pada subbab ini akan dibahas mengenai siapakah yang dimaksud dengan para pihak dalam
kontrak tersebut, bagaimana pelaksanaannya, apakah prestasi dan wanprestasinya, serta ganti kerugian.
2.2.1. Para Pihak dalam Kontrak
Pada prinsipnya, para pihak baik perorangan atau badan usaha yang bukan badan hukum atau badan hukum dalam kontrak adalah orang atau badan usaha
yang tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan kontrak. Para pihak dalam bentuk perorangan yang dimaksud adalah orang atau manusia person, dan
badan usaha yang bukan badan hukum adalah perusahaan yang bersifat perseorangan, didirikan dengan akta notaris atau tidak dengan akta notaris, dan
menurut prosedur hukum tidak perlu untuk dilakukan pengesahan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Sedangkan badan usaha
17
yang badan hukum adalah perusahaan yang didirikan dengan akta notaris dan menurut hukum mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia.
28
Menurut Mollengraaff, pengertian perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang secara terus menerus, bertindak keluar untuk mendapatkan penghasilan
dengan cara memperniagakan barang-barang, menyerahkan barang-barang, atau mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan.
29
Dengan demikian, orang, badan usaha yang bukan badan hukum, dan badan usaha yang badan hukum merupakan subjek hukum. Adapun pengertian subjek
hukum adalah segala sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban.
30
Setiap orang yang tidak dilarang oleh undang-undang dalam melakukan kontrak dapat bertindak untuk kepentingan dan atas namanya sendiri, tetapi dapat
juga bertindak atas namanya sendiri untuk kepentingan orang lain, bahkan dapat bertindak untuk kepentingan dan atas nama orang lain.
31
Dalam hal bertindak untuk mewakili badan usaha yang bukan badan hukum, maka harus berdasarkan pada bentuk badan usaha tersebut, apabila berbentuk
firma maka semua sekutu berhak mewakili perusahaan, dan apabila badan usaha berbentuk perseroan komanditer, maka dalam bertindak perseroan diwakili oleh
persero pengurusnya atau yang disebut persero aktif persero complementer, sedangkan badan usaha yang badan hukum, perusahaan dalam bertindak diwakili
oleh direksi.
32
28
Ibid.
29
Ibid.
30
Ibid.
31
Ibid.
32
Ibid.
18
Sedangkan pihak-pihak dalam perjanjian yang menjadi objek penelitian Penulis adalah antara Fasilitator dengan Pemerintah.
PNPM-MP
33
adalah program nasional yang dicanangkan pemerintah yang bertujuan untuk penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di
wilayah perdesaan di bawah binaan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa PMD, Kementerian Dalam Negeri. Sebagaimana telah
diuraikan di atas mengenai pengertian subjek hukum, selain manusia, badan hukum juga merupakan subjek hukum sehingga merupakan pendukung hak dan
kewajiban. Kedudukan sebagai pendukung hak dan kewajiban atau sebagai subjek hukum mengandung pengertian, yaitu mempunyai kemampuan untuk
mengadakan hubungan hukum, dimana hubungan itu akan mempunyai akibat hukum yang disebut hak dan kewajiban. Subjek hukum yang berupa badan hukum
ini mempunyai wewenang untuk memiliki hak-hak subjektif dan dapat melakukan perbuatan hukum yang dilakukan oleh anggota yang ditunjuk. Badan hukum
mempunyai wewenang melakukan perbuatan-perbuatan hukum atau tindakan- tindakan seperti orang biasa
34
, yaitu mengajukan gugatan ke pengadilan, membuat perjanjian-perjanjian, dapat dituntut di muka pengadilan, dan lain sebagainya.
35
Ada dua jenis badan hukum, yaitu sebagai berikut: 1. Badan hukum publik, terdiri dari negara, provinsi, kabupaten, kota
madya, desa atau kelurahan.
33
Berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Selaku Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan No: 25KEPMENKOKESRAVII2007 tentang
Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri PNPM Mandiri.
34
Badan hukum sebagai subjek hukum dapat melakukan perbuatan hukum. Dalam hal ini, badan hukum dianggap sama dengan manusia. Anggapan badan hukum sebagai subjek hukum
ini didasarkan pada teori yang dikenalkan oleh Von Savigny yang disebut teori fiksi. Oleh karena itu, badan hukum dapat melakukan perbuatan hukum layaknya manusia.
35
Sri Harini Dwiyatmi, Pengantar Hukum Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2006, hlm., 29-30.
19
2. Badan hukum privat, terdiri dari yayasan, perseroan terbatas PT, koperasi, lembaga-lembaga keagamaan gereja dan wakaf, dan lembaga-
lembaga sosial. Berdasarkan hal tersebut negara atau pemerintah merupakan subjek hukum,
sehingga mampu melakukan perbuatan-perbuatan hukum. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan
PNPM-MP, pemerintah mengadakan kontrak kerja sama dengan beberapa tenaga ahli untuk tujuan terlaksananya program tersebut yang selanjutnya tenaga
ahli tersebut disebut pekerja fasilitator. Sesuai dengan objek penelitian Penulis, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Tengah merupakan
penganggungjawab daerah untuk melaksanakan program tersebut, dan sebagai kuasa pengguna anggaran. Dalam hal ini perbuatan hukum yang dilakukan
pemerintah adalah membuat kontrakperjanjian kerja dengan para fasilitator. 2.2.2. Pelaksanaan Kontrak
Pada tahap pelaksanaan perjanjian, para pihak harus melaksanakan apa yang telah diperjanjikan atau apa yang telah menjadi kewajibannya dalam perjanjian
tersebut. Kewajiban memenuhi apa yang dijanjikan itulah yang disebut sebagai prestasi, sedangkan apabila salah satu pihak atau bahkan kedua pihak tidak
melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah dibuatnya, itulah yang disebut dengan wanprestasi. Pihak yang wanprestasi dalam perjanjian dapat
dituntut oleh pihak lain yang merasa dirugikan, namun pihak yang dituduh melakukan wanprestasi tersebut masih dapat melakukan pembelaan-pembelaan
20
tertentu agar dia dapat terbebas dari pembayaran ganti rugi.
36
Agar lebih memahami tentang konsep prestasi dan wanprestasi, maka akan diuraikan sebagai
berikut: a. Prestasi
Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi para pihak dalam suatu kontrak. Prestasi pokok tersebut dapat berwujud:
37
a benda;
b tenaga atau keahlian; dan
c tidak berbuat sesuatu.
Prestasi berupa benda harus diserahkan kepada pihak lainnya. Penyerahan tersebut dapat berupa penyerahan hak milik atau penyerahan kenikmatannya saja,
sedangkan prestasi yang berupa tenaga atau keahlian harus dilakukan oleh pihak- pihak yang “menjual” tenaga atau keahliannya.
Prestasi yang berupa benda yang harus diserahkan kepada pihak lain, apabila benda tersebut belum diserahkan, pihak yang berkewajiban menyerahkan
benda tersebut berkewajiban merawat benda tersebut sebagaimana dia merawat barangnya sendiri. Sebagai konsekuensi dari kewajiban tersebut adalah apabila ia
melalaikannya, ia dapat dituntut ganti rugi, apalagi kalau ia lalai menyerahkannya.
38
Antara prestasi yang berupa tenaga dan prestasi yang berupa keahlian ini terdapat perbedaan, karena prestasi yang berupa tenaga pemenuhannya dapat
diganti oleh orang lain, karena siapapun yang mengerjakannya hasilnya akan sama. Sedangkan prestasi yang berupa keahlian, pemenuhannya tdak dapat diganti
36
Ahmadi Miru, Op. Cit., hlmn., 367.
37
Ibid.
38
Ibid.
21
oleh orang lain tanpa persetujuan pihak yang harus menerima hasil dari keahlian tersebut. Oleh karena itu, apabila diganti oleh orang lain, hasilnya mungkin akan
berbeda.
39
Adapun prestasi tidak berbuat sesuatu, menuntut sikap pasif salah satu pihak atau para pihak karena dia tidak dibolehkan melakukan sesuatu sebagaimana yang
diperjanjikan. Walaupun pada umumnya prestasi para pihak secara tegas ditentukan dalam
kontrak, prestasi tersebut juga dapat lahir karena diharuskan oleh kebiasaan, kepatutan, atau undang-undang. Oleh karena itu, prestasi yang harus dilakukan
oleh para pihak telah ditentukan dalam perjanjian atau diharuskan oleh kebiasaan, kepatutan, atau undang-undang, tidak dilakukannya pretasi tersebut berarti telah
ingkar janji atau disebut wanprestasi.
40
b. Wanprestasi