Teori Human Capital Teori Keynes Teori Akselerator

tersebut sesuai dengan pendapat bahwa negara-negara dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pula.

a. Teori Human Capital

Asumsi dasar teori human capital adalah bahwa seseorang dapat meningkatkan penghasilannya melalui peningkatan pendidikan. Setiap tambahan satu tahun sekolah berarti di satu pihak meningkatkan kemampuan kerja dan tingkat penghasilan seseorang, akan tetapi di pihak lain menunda penerimaan penghasilan selama satu tahun dalam mengikuti sekolah tersebut. Disamping penundaan menerima penghasilan tersebut, orang yang melanjutkan sekolah harus membayar secara langsung seperti uang sekolah, pembelian buku dan alat-alat sekolah, tambahan uang transport dan lain-lain. Hubungan pendidikan dengan produktivitas tenaga kerja dapat tercermin dalam tingkat penghasilan. Pendidikan yang lebih tinggi mengakibatkan produktivitas kerja yang lebih tinggi dan oleh sebab itu memungkinkan penghasilan yang lebih tinggi juga.

b. Perbaikan Gizi dan Kesehatan

Perbaikan gizi dan kesehatan sangat penting untuk meningkatkan produktivitas kerja. Oleh sebab itu investasi dilaksanakan untuk perbaikan gizi dan kesehatan dapat dipandang sebagai salah satu aspek human capital. Perbaikan dan peningkatan di bidang kesehatan masyarakat biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Akan tetapi penyediaan fasilitas kesehatan seperti itu selalu terbatas karena terbatasnya dana pemerintah. Oleh sebab itu usaha perbaikan kesehatan memerlukan pengerahan dana masyarakat terutama partisipasi pengusaha. Demukian pula untuk negara seperti Indonesia sekarang ini, usaha perbaikan gizi tidak mungkin dibebankan seluruhnya kepada pemerintah. Cara yang lebih praktis untuk perbaikan gizi para karyawan di perusahaan adalah dengan memperbaiki sistem pengupahan mereka agar cukup memenuhi kebutuhan hidup minimumnya termasuk kebutuhan gizi minimum. Rendahnya tingkat gizi kesehatan disebabkan oleh rendahnya tingkat penghasilan. Universitas Sumatera Utara Rendahnya tingkat penghasilan tercermin dalam tingkat pengeluaran keluarga yang rendah dan tingkat upah yang rendah. Implikasi dari penerapan teori human capital di bidang perbaikan gizi dan kesehatan adalah perlunya usaha-usaha memerangi kemiskinan.

2.3.3. Fungsi dan Tujuan Pendidikan

Fungsi dan tujuan pendidikan nasional sesuai dengan Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS adalah bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdasaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Wuradji, seperti dikutip oleh Wahyuningtyas 1995 : 19 menyatakan bahwa fungsi pendidikan itu meliputi: a Memindahkan nilai-nilai budaya, b Nilai-nilai pengajaran, c Peningkatan mobilitas sosial, d Fungsi sertifikat, e Job training, f Memantapkan dan mengembangkan hubungan-hubungan sosial. Adapun tujuan pendidikan terbagi atas empat yaitu : a. Tujuan umum pendidikan nasional yaitu untuk membentuk manusia pancasila b. Tujuan institusional yaitu tujuan yang menjadi tugas dari lembaga pendidikan tertentu untuk mencapainya c. Tujuan kurikuler yaitu tujuan bidang studi atau mata pelajaran d. Tujuan instruksional yaitu tujuan materi kurikulum yang berupa bidang studi terdiri dari pokok bahasan dan sub pokok bahasan, terdiri atas tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus Umar Tirtarahardja dan La Sulo, 1944 : 41. Universitas Sumatera Utara

2.3.4. Ruang Lingkup Pendidikan

Pada hakekatnya pendidikan merupakan proses yang berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan didalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Oleh karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pendidikan menurut pelaksaannya dibagi menjadi pendidikan formalsekolah dan pendidikan non formalluar sekolah. Menurut Sistem Pendidikan Nasional UU Nomor 2 tahun 1989 pasal 10 dikemukakan bahwa pendidikan terbagi atas: 1. Pendidikan persekolahan yang mencakup berbagai jenjang pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar SD sampai perguruan tinggi 2. Pendidikan Luar Sekolah terbagi atas : a. Pendidikan non formal. Mencakup lembaga pendidikan diluar sekolah, misalnya kursus, seminar, kejar paket A. b. Pendidikan informal. Mencakup pendidikan keluarga, masyarakat dan program- program sekolah, misalnya ceramah di radio atau televisi dan informasi yang mendidik dalam surat kabar atau majalah. Dari jenis pendidikan diatas, pendidikan informal adalah yang lebih dahulu dikenal dan paling penting peranannya. Hal ini disebabkan dalam masyarakat sederhana satu-satunya bentuk pendidikan yang dikenal adalah pendidikan informal. Meskipun pendidikan informal mempunyai peranan yang penting, namun didalam penelitian ini tidak dicantumkan sebagai salah satu faktor penunjang produktivitas tenaga kerja. Hal ini dikarenakan kesulitan dalam mengidentifikasi datanya. Pendidikan formal sering juga disebut pendidikan persekolahan, berupa rangkaian jenjang pendidikan yang telah baku mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi Umar Tirtarahardja dan La Sulo, 1994 : 78. Universitas Sumatera Utara Tingkat pendidikan berupa pendidikan formal dan non formal mempunyai tujuan untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang terarah, terpadu dan menyeluruh berbagai upaya proaktif dan reaktif dalam membentuk manusia seutuhnya agar menjadi sadar akan dirinya dan dapat dimanfaatkan lingkungannya untuk meningkatkan taraf hidupnya. Untuk dapat berfungsi demikian, manusia memerlukan pengetahuan, keterampilan, penguasaan teknologi, dan dapat mandiri melalui pendidikan. Produktivitas tenaga kerja memerlukan pengetahuan dan keterampilan dan penguasaan teknologi, sehingga dengan adanya tingkat pendidikan maka produktivitas tenaga kerja akan mudah tercapai.

2.4. Kesehatan dan Pembangunan

Pada tingkat mikro yaitu pada tingkat individual dan keluarga, kesehatan adalah dasar bagi produktivitas kerja dan kapasitas untuk belajar di sekolah. Tenaga kerja yang sehat secara fisik dan mental akan lebih enerjik dan kuat, lebih produktif, dan mendapatkan penghasilan yang tinggi. Keadaan ini terutama terjadi di negara-negara sedang berkembang, dimana proporsi terbesar dari angkatan kerja masih bekerja secara manual. Di Indonesia sebagai contoh, tenaga kerja laki-laki yang menderita anemia menyebabkan 20 kurang produktif jika dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki yang tidak menderita anemia. Selanjutnya, anak yang sehat mempunyai kemampuan belajar lebih baik dan akan tumbuh menjadi dewasa yang lebih terdidik. Dalam keluarga yang sehat, pendidikan anak cenderung untuk tidak terputus jika dibandingkan dengan keluarga yang tidak sehat. Pada tingkat makro, penduduk dengan tingkat kesehatan yang baik merupakan masukan input penting untuk menurunkan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan ekonomi jangka panjang. Beberapa pengalaman sejarah besar membuktikan berhasilnya tinggal landas ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi yang cepat didukung oleh terobosan penting di bidang kesehatan masyarakat, pemberantasan penyakit dan peningkatan gizi. Hal ini antara lain terjadi di Inggris selama revolusi industri, Jepang dan Amerika Universitas Sumatera Utara Selatan pada awal abad ke-20, dan pembangunan di Eropa Selatan dan Asia Timur pada permulaan tahun 1950-an dan tahun 1960-an. Informasi yang paling mengagumkan adalah penelusuran sejarah yang dilakukan oleh Prof. Robert Fogel, yang menyatakan bahwa peningkatan ketersediaan jumlah kalori untuk bekerja, selama 200 tahun yang lalu mempunyai kontribusi terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita seperti terjadi di Perancis dan Inggris. Melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja dan pemberian kalori yang cukup, Fogel memperkirakan bahwa perbaikan gizi memberikan kontribusi sebanyak 30 terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita di Inggris. Bukti-bukti makroekonomi menjelaskan bahwa negara-negara dengan kondisi kesehatan dan pendidikan yang rendah, mengahadapi tantangan yang lebih berat untuk mencapai pertumbuhan berkelanjutan jika dibandingkan dengan negara yang lebih baik keadaan kesehatan dan pendidikannya. Pada tabel 1 dibawah ini ditunjukkan tingkat pertumbuhan dari beberapa negara sedang berkembang pada periode 1965-1994. Pengelompokan negara-negara tersebut didasarkan atas tingkat pendapatan dan angka kematian bayi sebagai proksi dari seluruh keadaan penyakit pada tahun 1965. Tabel tersebut menjelaskan di negara-negara dengan tingkat angka kematian bayi yang rendah menikmati tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada periode tertentu. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Tingkat Pertumbuhan Pendapatan Per Kapita, 1965-1994 Didasarkan atas Pendapatan dan Angka Kematian Bayi, 1965 Angka Kematian Bayi AKB, 1965 AKB 50 AKB 50-100 AKB 100-150 AKB 150 Tahun Dasar Pendapatan, 1965 GDP US 750 GDP US 750-1500 GDP US 1500-3000 GDP US 3000-6000 GDP US 6000 - - 5.9 2.8 1.9 3.7 3.4 1.8 1.7 -0.5 1.0 1.1 1.1 0.3 - 0.1 -0.7 2.5 - - Sumber: WHO-SEAR, 2002 Terdapat korelasi yang kuat antara tingkat kesehatan yang baik dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Secara statistik diperkirakan bahwa setiap peningkatan 10 dari angka harapan hidup AHH waktu lahir akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi minimal 0.3 – 0.4 pertahun, jika faktor-faktor pertumbuhan lainnya tetap. Dengan demikian, perbedaan tingkat pertumbuhan tahunan antara negara-negara maju yang mempunyai AHH tinggi 77 tahun dengan negara-negara sedang berkembang dengan AHH rendah 49 tahun adalah sekitar 1.6, dan pengaruh ini akan terakumulasi terus menerus. Peningkatan kesejahteraan ekonomi sebagai akibat dari bertambah panjangnya usia sangatlah penting. Dalam membandingkan tingkat kesejahteraan antar kelompok masyarakat, sangatlah penting untuk melihat angka harapan hidup, seperti halnya dengan tingkat pendapatan tahunan. Di negara-negara yang tingkat kesehatannya lebih baik, setiap individu memiliki rata-rata hidup lebih lama, dengan demikian secara ekonomis mempunyai peluang untuk untuk memperoleh pendapatan lebih tinggi. Keluarga yang usia harapan hidupnya lebih panjang, cenderung untuk menginvestasikan pendapatannya di bidang pendidikan dan menabung. Dengan demikian, tabungan nasional dan investasi akan meningkat, dan pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Universitas Sumatera Utara Peranan kesehatan diantara berbagai faktor pertumbuhan ekonomi dapat digambarkan dalam Diagram 1 dibawah ini. Dalam diagram tersebut dapat dilihat, pembangunan ekonomi di satu pihak, merupakan fungsi dari kebijakan dan institusi kebijakan ekonomi, pemerintahan yang baik, dan penyediaan pelayanan publik, dan faktor masukan sumber daya manusia, teknologi, dan modal perusahaan di lain pihak. Kesehatan mempunyai peranan ekonomi yang sangat kuat terhadap sumber daya manusia dan modal perusahaan melalui berbagai mekanisme seperti digambarkan. Diagram 2.1 Kesehatan Sebagai Masukan Untuk Pembangunan Ekonomi Kebijakan ekonomi Pemerintahan yang baik Penyediaan pelayanan publik Sumberdaya manusia, termasuk: Pendidikan, pelatihan, perkembangan Fisik dan kognitif Kesehatan Teknologi, termasuk: Pengetahuan ilmiah yang relevan untuk menghasilkan inovasi dalam difusi ekonomi dalam negeri dengan menggunakan teknologi dari luar Modal perusahaan, termasuk: Investasi yang pasti dalam peralatan, organisasi dan kerjasama karyawan, peluang investasi untuk menarik modal Sumber : Atmawikarta, Arum.2003 Kesehatan yang buruk akan memberikan pengaruh buruk terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini antara lain terjadi di sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan. Beban berat yang diakibatkan oleh penyakit dan pengaruh gandanya terhadap produktivitas, kependudukan, dan Pertumbuhan ekonomi: Pertumbuhan GNP perkapita, Penurunan kemiskinan Universitas Sumatera Utara pendidikan mempunyai peranan dalam kinerja ekonomi yang buruk dan kronis di negara- negara Afrika. Studi terbaru yang dilakukan oleh Bloom dan Sachs, menemukan bahwa lebih dari setengahnya dari keterbelakangan pertumbuhan di negara-negara Afrika jika dibandingkan dengan dengan negara-negara di Asia Timur, secara statistik dapat diterangkan oleh beban berat akibat penyakit, kependudukan, dan geografis jika dibandingkan dengan variabel-variabel tradisional dari ekonomi makro dan politik pemerintahan. Sebagai contoh, tingginya angka prevalensi penyakit malaria menunjukkan hubungan yang erat dengan penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen atau lebih setiap tahunnya.

2.4.1. Kesehatan dan Kemiskinan

Berbagai indikator kesehatan di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah jika dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan tinggi, memperlihatkan bahwa angka kesakitan dan kematian secara kuat berkorelasi terbalik dengan pendapatan, seperti terlihat dalam tabel 2 dibawah ini. Studi lain dilakukan oleh Bank Dunia yang membagi keadaan kesehatan antara kelompok penduduk berpenghasilan tinggi dan rendah pada negara-negara tertentu. Sebagai contoh, tingkat kematian anak pada quantil termiskin di Bolivia dan Turki diperkirakan empat kali lebih besar dibandingkan dengan tingkat kematian pada quantil terkaya. Dengan demikian kebijakan yang diarahkan untuk menanggulangi penyakit malaria dan kekurangan gizi secara langsung merupakan implementasi dari kebijakan mengurangi kemiskinan. Komitmen global untuk meningkatkan status kesehatan secara jelas dicantumkan dalam Tujuan Pembangunan Milenium Millenium Development Goals-MDGs. Tujuan pembangunan milenium tersebut antara lain: 1 menurunkan angka kematian anak sebesar dua pertiganya pada tahun 2015 dari keadaan tahun 1990; 2 menurunkan angka kematian ibu melahirkan sebesar tiga perempatnya pada tahun 2015 dari keadaan 1990; dan 3 menahan peningkatan prevalensi penyakit HIVAIDS dan penyakit utama lainnya pada tahun Universitas Sumatera Utara 2015. Tujuan pembangunan milenium difokuskan terhadap pengurangan kemiskinan pada umumnya dan beberapa tujuan kesehatan pada khususnya, sehingga terdapat keterkaitan antara upaya keseluruhan penurunan kemiskinan dengan investasi di bidang kesehatan.

2.4.2. Pendekatan Aspek Demografi

Hal yang paling merugikan, namun kurang diperhatikan, biaya yang tinggi dari kematian bayi dan anak dapat ditinjau dari aspek demografi. Keluarga miskin akan berusaha mengganti anaknya yang meninggal dengan cara memiliki jumlah anak yang lebih banyak. Jika keluarga miskin mempunyai banyak anak maka keluarga tersebut tidak akan mampu melakukan investasi yang cukup untuk pendidikan dan kesehatan untuk setiap anaknya. Dengan demikian, tingginya beban penyakit pada keluarga yang memiliki banyak anak akan menyebabkan rendahnya investasi untuk kesehatan dan pendidikan untuk setiap anaknya. Bukti empiris tentang adanya hubungan antara tingkat fertilitas dengan tingkat kematian anak adalah sangat kuat. Negara-negara yang memiliki angka kematian bayi kurang dari 20, mempunyai angka rata-rata tingkat fertilitas Total Fertility Rate sebesar 1.7 anak. Negara-negara dengan tingkat kematian bayi diatas 100 mempunyai angka rata-rata tingkat fertilitas 6,2 anak. Pola ini menuntun pengertian kita bahwa negara-negara yang mempunyai tingkat kematian bayi yang tinggi mempunyai tingkat pertumbuhan penduduk tercepat di dunia dengan segala konsekwensinya. Ketika angka kematian anak menurun, disertai dengan turunnya tingkat kesuburan, secara keseluruhan tingkat pertumbuhan penduduk juga menurun dan rata-rata umur penduduk akan meningkat. Ratio ketergantungan penduduk juga akan menurun. Perubahan demografi ini akan mendorong keseluruhan peningkatan GNP per kapita dan pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya proporsi penduduk usia kerja secara langsung meningkatkan GNP per kapita. Universitas Sumatera Utara

2.4.3. Menilai Status Kesehatan Penduduk

Status kesehatan penduduk biasanya dinilai dengan menggunakan berbagai indikator yang secara garis besar dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama, berisikan indikator yang menghitung jumlah kematian yang terjadi selama periode tertentu. Contohnya adalah angka kematian kasar Crude Death Rate-CDR dan angka kematian bayi Infant Mortality Rate-IMR. Kelompok penduduk yang mempunyai angka CDR dan IMR yang rendah dikatakan mempunyai status kesehatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan kelompok penduduk yang angka CDR dan IMR nya tinggi. Kelompok kedua, berisikan berbagai indikator yang memperlihatkan jumlah orang yang menderita kecacatan akibat penyakit tertentu. Contohnya adalah jumlah penderita AIDS, Tuberkulosis TB, Polio, dan sakit mental. Sama dengan kelompok pertama, kelompok penduduk yang mempunyai jumlah penderita AIDS atau TB lebih sedikit dikatakan lebih sehat jika dibandingkan dengan kelompok penduduk yang jumlah penderita penyakit tersebut lebih banyak. Kedua kelompok indikator tersebut sayangnya tidak menjelaskan kepada kita kapan kematian atau kecacatan terjadi, bagaimana tingkat parahnya penyakit, dan berapa lama mereka menderita. Masyarakat pempunyai nilai atau persepsi yang berbeda tentang hal-hal tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, pada tahun 1993 kedua kelompok indikator tersebut digabungkan kedalam satu indikator yang disebut DALY Disability Adjusted Life Years untuk mengukur dengan lebih baik status kesehatan penduduk. DALY menggambarkan jumlah tahun untuk hidup sehat yang hilang sebagai akibat dari kematian dan kecacatan. Satu DALY didefinisikan sebagai satu tahun yang hilang untuk hidup sehat akibat dari kematian dan kecacatan. Penggunaan DALY dapat digunakan untuk membandingkan kesehatan penduduk dari waktu ke waktu atau membandingkan antara satu kelompok penduduk dengan kelompok penduduk lain dengan lebih mudah dan sederhana. Kesimpulannya, DALY Universitas Sumatera Utara mengukur beban yang ditimbulkan oleh penyakit yang diakibatkan oleh kematian dan atau kecacatan yang harus ditanggung oleh masyarakat. Penggunaan indikator DALY dapat dianalogikan dengan penggunaan indikator HDI Human Development Index yang dikembangkan oleh UNDP yang merupakan indikator komposit dari kesehatan, pendidikan dan tingkat pendapatan. Komisi Makroekonomi dan Kesehatan dalam penyusunan laporannya menggunakan DALY dan analisis manfaat biaya. Dalam laporan tersebut satu DALY dinilai sebesar rata- rata pendapatan perkapita dalam setahun.

2.5. Investasi

2.5.1. Pengertian Investasi

Secara umum, investasi adalah meliputi pertambahan barang-barang dan jasa dalam masyarakat, seperti pertambahan mesin-mesin baru, pembuatan jalan baru, pembukaan tanah baru, dan sebagainya. Investasi juga diartikan sebagai pengeluaran yang dilakukan oleh para pengusaha untuk membeli barang-barang modal dan membina industri-industri. Dj. A. Simarmata mendefinisikan investasi yang lebih luas yang kaitannya dengan perkembangan pasar modal sekarang yakni berupa setiap kegiatan yang hendak menanamkan uang dengan aman Simarmata, 1984:81. Menurut Sukirno 2003, investasi didefinisikan sebagai pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan. Dengan kata lain, dalam teori ekonomi investasi berarti kegiatan pembelanjaan untuk meningkatkan kapasitas memproduksi sesuatu dalam perekonomian. Universitas Sumatera Utara Investasi juga disebut pengeluaran perusahaan secara keseluruhan untuk membeli barang-barang modal riil, baik untuk mendirikan perusahaan-perusahaan baru maupun untuk memperluas usaha yang telah ada dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Dalam melakukan investasi, pemodal akan memperkirakan berapa tingkat penghasilan yang diharapkan expected return atas investasinya untuk suatu periode tertentu di masa datang. Namun setelah periode investasi berlalu, belum tentu tingkat penghasilan yang terealisasi realized return adalah sama dengan tingkat penghasilan yang diharapkan. Tingkat penghasilan yang direalisasikan dapat lebih tinggi atau lebih rendah. Barang tentu investasi akan diarahkan kepada investasi yang menjanjikan tingkat keuntungan return tertinggi, karena investasi yang akan dilakukan mengandung unsur ketidakpastian, maka investor harus mempertimbangkan faktor resiko risk. Investasi bersumber dari dana masyarakat yang ditabung melalui lembaga-lembaga keuangan, untuk kemudian disalurkan kepada perusahaan. Kalau konsumsi dikeluarkan rumah tangga untuk membeli barang dan jasa untuk mendapatkan kepuasan utility, maka investasi ditanamkan perusahaan-perusahaan dalam usaha memperoleh laba profit yang sebesar-besarnya. Para pelaku investasi adalah pemerintah, pihak swasta, dan kerjasama antara pemerintah dengan pihak swasta. Investasi pemerintah umumnya dilakukan tidak dengan maksud untuk mendapat keuntungan, tetapi tujuannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat seperti jalan raya, jembatan, rumah sakit dan sebagainya. Namun bagi swasta tentunya lebih tertarik pada jenis investasi yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan. Ciri-ciri barang investasi antara lain : 1. Memiliki manfaat yang umumnya lebih dari satu tahun 2. Nilainya relatif besar dibandingkan dengan nilai output yang dihasilkan Universitas Sumatera Utara 3. Manfaat dari penggunaan barang tersebut dapat dirasakan untuk jangka waktu yang panjang. Investasi terbagi menjadi dua macam, yaitu investasi riil dan investasi finansial. Investasi riil adalah investasi terhadap barang-barang tahan lama barang-barang modal yang akan digunakan dalam proses produksi. Sedangkan investasi finansial adalah investasi dalam bentuk surat-surat berharga misalnya pembelian saham, obligasi dan surat bukti hutang lainnya. 2.5.2. Teori Investasi Menurut Tandelilin 2001, model dalam investasi, yaitu :

a. Teori Keynes

Di dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money 1936, Keynes mengemukakan konsep efisiensi marjinal kapital marginal efficiency of capital atau MEC yaitu tingkat perolehan bersih yang diharapkan expected net rate of return dari suatu investasi dengan nilai investasi mula-mula atas pengeluaran kapital tambahan. Tepatnya, adalah tingkat diskonto yang menyamakan aliran perolehan yang diharapkan di masa yang akan datang dengan biaya sekarang dari kapital tambahan.

b. Teori Akselerator

Teori ini dikemukakan oleh Aftalion 1911, Clark 1917, dan Firsch 1933 dari bentuk yang sederhana menjadi teori yang lebih modern. Teori ini memusatkan perhatiannya pada hubungan antara permintaan akan barang modal capital goods dan permintan akan produk akhir final product, dimana permintaan akan barang modal dilihat sebagai permintaan turunan derived demand dari permintaan akan barang atau produk akhir. Teori ini sesungguhnya menunjukkan adanya kemungkinan menganggur idle capacity dalam ekonomi dimana investasi tidak terjadi sehingga tidak timbul akselerasi. Disebabkan kelemahan ini, maka teori akselerator yang sederhana dimodifikasi dengan mengasumsikan Universitas Sumatera Utara bahwa perusahaan pada umumnya mendasarkan investasi mereka atas volume output periode sebelumnya, bukan atas volume output sekarang.

c. Teori Neo-Klasik