Definisi Kegawatdaruratan Penatalaksanaan Kegawatdaruratan

melaksanakan, dan menyediakan terapi pada pasien-pasien dengan trauma yang tidak dapat di duga sebelumnya serta penyakit lainnya Stone, Humphries, 2008. Penatalaksanaan awal dalam kegawatdaruratan merupakan aplikasi terlatih dari prinsip-prinsip penanganan pada saat terjadinya kecelakaan atau dalam kasus- kasus penyakit mendadak dengan menggunakan fasilitas-fasilitas atau benda- benda yang tersedia pada saat itu. Hal ini merupakan metode penanganan yang telah diuji sampai korban dipindahkan ke Rumah Sakit atau lokasi dimana keterampilan dan peralatan yang layak tersedia Skeet, 1995. Penatalaksanaan awal diberikan untuk : 1. Mempertahankan hidup 2. Mencegah kondisi menjadi lebih buruk 3. Meningkatkan pemulihan Seseorang yang memberikan penatalaksanaan awal harus : 1. Mengkaji sesuatu 2. Memnentukan diagnosis untuk setiap korban 3. Memberikan penanganan yang cepat dan adekuat, mengingat bahwa korban mungkin memiliki lebih dari satu cedera dan beberapa korban akan membutuhkan perhatian dari pada yang lain 4. Tidak menunda pengiriman korban ke Rumah Sakit sehubungan dengan kondisi serius Pada penderita trauma, waktu sangat penting, oleh karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan. Proses ini dikenal sebagai initial aassesment penilaian awal dan meliputi ATLS, 2004 : 1. Persiapan 2. Triase 3. Primary survey ABCDE 4. Resusitasi 5. Tambahan terhadap primary survey dan resutisasi 6. Secondary survey, pemeriksaan head to toe dan anamnesis 7. Tambahan terhadap secondary survey 8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan 9. Penanganan definitif

2.2.2. Primary Survey

Penatalaksanaan awal pada primary survey dilakukan pendekatan melalui ABCDE yaitu : A:Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal cervical spinecontrol B: Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi C: Circulation dengan kontrol perdarahan hemorrage control D: Disability, status neurologis E: Exposureenvironmental control, membuka baju penderita, tetapi cegah hipotermia

2.2.2.1. Airway

Airway manajemen merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi dan membutuhkan keterampilan yang khusus dalam penatalaksanaan keadaan gawat darurat, oleh karena itu hal pertama yang harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas, yang meliputi pemeriksaan jalan nafas yang dapat disebabkan oleh benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur manibula atau maksila, fraktur laring atau trakea. Gangguan airway dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan – lahan dan sebagian, dan progresif danatau berulang. Menurut ATLS 2004, Kematian-kematian dini karena masalah airway seringkali masih dapat dicegah, dan dapat disebabkan oleh : 1. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan airway 2. Ketidakmampuan untuk membuka airway 3. Kegagalan mengetahui adanya airway yang dipasang secara keliru 4. Perubahan letak airway yang sebelumnya telah dipasang 5. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan ventilasi 6. Aspirasi isi lambung Bebasnya jalan nafas sangat penting bagi kecukupan ventilasi dan oksigenasi. Jika pasien tidak mampu dalam mempertahankan jalan nafasnya, patensi jalan nafas harus dipertahankan dengan cara buatan seperti : reposisi, chin lift, jaw thrust, atau melakukan penyisipan airway orofaringeal serta nasofaringeal Walls, 2010. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebra servikal. Dalam hal ini dapat dimulai dengan melakukan chin lift atau jaw thrust. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan nafas bersih, walaupun demikian penilaian terhadap airway harus tetap dilakukan. Penderita dengan gangguan kesadaran atau Glasgow Coma Scale sama atau kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan airway definitif. Adanya gerakan motorik yang tak bertujuan, mengindikasikan perlunya airway definitif. Penilaian bebasnya airway dan baik-tidaknya pernafasan harus dikerjakan dengan cepat dan tepat. Bila penderita mengalami penurunan tingkat kesadaran, maka lidah mungkin jatuh ke belakang, dan menyumbat hipofaring. Bentuk sumbatan seperti ini dapat dengan segera diperbaiki dengan cara mengangkat dagu chin lift maneuver, atau dengan mendorong rahang bawah ke arah depan jaw thrust maneuver. Airway selanjutnya dapat dipertahankan dengan airway orofaringeal oropharyngeal airway atau nasofaringeal nasopharingeal airway. Tindakan-tindakan yang digunakan untuk membuka airway dapat menyebabkan atau memperburuk cedera spinal. Oleh karena itu, selama melakukan prosedur- prosedur ini harus dilakukan imobilisasi segaris in-line immobilization ATLS, 2004 Teknik-teknik mempertahankan airway : 1. Head tilt Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dalam posisi terlentang dan horizontal, kecuali pada pembersihan jalan napas dimana bahu dan kepala pasien harus direndahkan dengan posisi semilateral untuk memudahkan drainase lendir, cairan muntah atau benda asing. Kepala diekstensikan dengan cara meletakkan satu tangan di bawah leher pasien dengan sedikit mengangkat leher ke atas. Tangan lain diletakkan pada dahi depan pasien sambil mendorong menekan ke belakang. Posisi ini dipertahankan sambil berusaha dengan memberikan inflasi bertekanan positif secara intermittena Alkatri, 2007.