Identifikasi Dua Spesies Cabai Rawit dan Pewarisan Karakter Penting pada Cabai Rawit Spesies Capsicum annuum L

(1)

IDENTIFIKASI DUA SPESIES CABAI RAWIT

DAN PEWARISAN KARAKTER PENTING PADA

CABAI RAWIT SPESIES

Capsicum annuum

L.

UNDANG

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Identifikasi Dua Spesies Cabai Rawit dan Pewarisan Karakter Penting pada Cabai Rawit Spesies Capsicum annuum L.” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014 Undang NIM A253120011


(4)

RINGKASAN

UNDANG. Identifikasi Dua Spesies Cabai Rawit dan Pewarisan Karakter Penting pada Cabai Rawit Spesies Capsicum annuum L. Dibimbing oleh MUHAMAD SYUKUR dan SOBIR.

Cabai terdiri atas beberapa spesies, lima diantaranya telah dibudidayakan, yaitu C. annuum, C. chinense, C. frutescens, C. baccatum, dan C. pubescens. Klasifikasi spesies-spesies ini didasarkan pada: 1) karakter morfologi, terutama morfologi bunga, 2) persilangan dapat dilaksanakan antar spesies, dan 3) biji hibrida antar spesies fertil. Spesies C. baccatum dan C. pubescens mudah diidentifikasi dan dibedakan satu dengan yang lainnya, karena terdapat perbedaan yang jelas pada kedua spesies tersebut. Spesies C. annuum, C. chinense, dan C. frutescens mempunyai banyak sifat yang sama, sehingga sulit dibedakan secara morfologi.

Penelitian mencakup tiga kegiatan yaitu (1) identifikasi spesies cabai rawit (C. annuum dan C. frutescens) berdasarkan daya silang dan karakter morfologi, (2) pendugaan parameter genetik menggunakan analisis dialel metode Hayman dan heterosis, (3) daya gabung menggunakan analisis dialel metode I Griffing dan keragaan F1 cabai rawit.

Kegiatan satu bertujuan mendapatkan karakter pembeda dalam pengelompokkan cabai rawit. Plasma nutfah yang dikarakterisasi adalah 21 genotipe cabai rawit yang belum diketahui apakah spesies C. annuum atau C. frutescens, kecuali IPBC10 dan IPBC145 yang sudah teridentifikasi sebagai cabai rawit C. annuum dan IPBC295 sebagai C. frutescens. Hasil analisis terdapat dua spesies cabai rawit (12 genotipe mengelompok sebagai C. annuum dan sembilan genotipe sebagai C. frutescens). Kegiatan dua bertujuan mempelajari pewarisan karakter dan heterosis cabai rawit spesies C. annuum. Kegiatan tiga bertujuan mendapatkan informasi daya gabung dan keragaan hibrida yang lebih baik dari varietas hibrida komersil.

Hasil percobaan dua dan tiga menunjukkan bahwa penampilan beberapa karakter dipengaruhi ragam aditif dan non aditif. Distribusi gen tidak menyebar merata pada tetua, kecuali pada karakter bobot per buah, panjang buah, diameter buah, tinggi tanaman, panjang daun dan lebar daun. Tingkat dominansi parsial mempengaruhi penampilan beberapa karakter. Kelompok gen pengendali pada setiap karakter yang diamati berada antara satu sampai empat kelompok gen. Nilai heritabilitas arti luas dan heritabilitas arti sempit pada setiap karakter yang diamati termasuk dalam kategori tinggi sampai rendah. Pengaruh DGU dan DGK nyata pada karakter yang diamati, kecuali karakter panjang buah dan diameter buah. Genotipe IPBC174 merupakan tetua dengan DGU terbaik pada beberapa karakter yang diamati dan direkomendasikan sebagai tetua untuk perakitan varietas galur murni. Hibrida yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut adalah IPBC10 x IPBC174, IPBC174 x IPBC291, IPBC293 x IPBC174, IPBC174 x IPBC293, IPBC291 x IPBC293, IPBC160 x IPBC29, dan IPBC145 x IPBC174.

Kata kunci: analisis gerombol, daya silang, karakter morfologi, keragaman


(5)

SUMMARY

UNDANG. Identification of Two Chili Pepper Species and Inheretance of Important Characters in Capsicum annuum L. Species. Supervised by MUHAMAD SYUKUR and SOBIR.

The chili is consists of several species, five of which have been cultivated, namely C. annuum, C. chinense, C. frutescens, C. baccatum, and C. pubescens. The classifications of these species are based on: 1) morphological characters, especially floral morphology, 2) crossability between species, and 3) fertile hybrids between species. Species C. baccatum and C. pubescens can be easily identified and distinguished from one another, because there are obvious differences in the two species. However the species C. annuum, C. chinense, and C. frutescens has many common characteristics, so it is difficult to distinguish morphologically.

The study includes three activities: (1) identification of species of chili pepper (C. annuum and C. frutescens) by crossability and morphological characters, (2) estimate genetic parameters using the analysis method dialel Hayman and heterosis, (3) using affinity analysis methods dialel I Griffing and variability F1 chili pepper. Activities aimed at getting the distinguishing characteristics in grouping chili pepper. Germplasm is characterized chili pepper 21 genotypes were not known if the group C. annuum or C. frutescens. The results of the analysis, there are two groups of chili pepper (12 genotypes clustered as C. annuum and nine genotypes as C. frutescens). Activities aimed at studying the inheritance of two characters and heterosis chili pepper species C. annuum. Three activities to get information and variability hybrid affinity better than commercial hybrid varieties. The second and third experiment results showed that the appearance of some characters are influenced by additive and non-additive variance. The distribution of genes is not spread evenly in the parents, except in weight per fruit, fruit length, fruit diameter, plant height, leaf length and leaf width characters. The rate of partial dominance affects the appearance of several characters. Each group of genes controlling the characters that were observed has between one to four genes groups. Broad sense heritability and narrow sense heritability that were observed on each character included in the category of high to low. There were real infuence of GCA and SCA on the observed character except for fruit length and fruit diameter character. Genotype IPBC174 is a genotype with the best observed GCA on some of the characters and is recommended to be developed as a pure line varieties. Hybrids that have the potential to be further developed are IPBC10 x IPBC174, IPBC174 x IPBC291, IPBC293 x IPBC174, IPBC174 x IPBC293, IPBC291 x IPBC293, IPBC160 x IPBC29, and IPBC145 x IPBC174.

Key words: analysis clusters, crossability, morphological characters, genetic diversity, Griffing methods, Hayman methods


(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

IDENTIFIKASI DUA SPESIES CABAI RAWIT

DAN PEWARISAN KARAKTER PENTING PADA

CABAI RAWIT SPESIES

Capsicum annuum

L.

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

UNDANG


(8)

(9)

Judul Tesis : Identifikasi Dua Spesies Cabai Rawit dan Pewarisan Karakter Penting pada Cabai Rawit Spesies Capsicum annuum L.

Nama : Undang NIM : A253120011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi Ketua

Prof Dr Ir Sobir, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Pemuliaan dan

Bioteknologi Tanaman

Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tesis yang berjudul Identifikasi Dua Spesies Cabai Rawit dan Pewarisan Karakter Penting pada Cabai Rawit Spesies Capsicum annuum L. ini merupakan tugas akhir penulis untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1. Program Diploma Institut Pertanian Bogor atas izin studi dan dukungan dana selama kuliah.

2. Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi dan Prof Dr Ir Sobir, MSi selaku dosen pembimbing atas segala arahan, saran, masukan, kesabaran, dan motivasi yang telah diberikan selama ini.

3. Dr Willy Bayuardi Suwarno, SP MSi selaku dosen penguji luar komisi pada ujian akhir tesis atas saran dan arahan dalam perbaikan tesis.

4. Dr Dewi Sukma, SP MSi selaku dosen penguji perwakilan dari Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman pada ujian akhir tesis atas saran dan arahan untuk perbaikan tesis.

5. Kementerian Ristek melalui hibah SINas tahun 2013 atas nama Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) Institut Pertanian Bogor atas dana penelitiannya. 6. Seluruh staf pengajar Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman atas

ilmu dan pengetahuan yang diberikan selama kuliah.

7. Keluarga tercinta, Bapak Misro, Ibu Ratmini, Bapak Sardan, Ibu Nanap S Fatonah, Istri Siti Marwiyah, anak M. Rizqi Mubarok dan M. Baswara Azzamy dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil kepada penulis dalam menempuh studi dan penelitian.

8. Bapak-Ibu dan rekan-rekan tenaga pendidik dan kependidikan Program Diploma Institut Pertanian Bogor atas dukungannya selama penulis menempuh studi.

9. Kang Darwa, Pudin, rekan-rekan PBT angkatan 2012 dan rekan-rekan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman: Risty, Tiara, Abdul, Alfa, Yunandra, Sri Wahyuni, Marlina, Helfi atas bantuannya selama penelitian.

10.Semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya penelitian ini

Mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan dalam penulisan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang pemuliaan tanaman dan pertanian pada umumnya.

Bogor, Juli 2014

Undang .


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Klasifikasi, Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 4

Keserasian Persilangan antar Spesies Capsicum 6

Metode Analisis Silang Dialel 9

Daya Gabung 9

Heterosis 10

3 IDENTIFIKASI SPESIES CABAI RAWIT (Capsicum spp.)

BERDASARKAN DAYA SILANG DAN KARAKTER MORFOLOGI 11

Pendahuluan 12

Bahan dan Metode 13

Hasil dan Pembahasan 19

Simpulan 25

4 PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN HETEROSIS CABAI

RAWIT SPESIES Capsicum annuum L. 26

Pendahuluan 27

Bahan dan Metode 27

Hasil dan Pembahasan 34

Simpulan 45

5 DAYA GABUNG DAN KERAGAAN 30 HIBRIDA CABAI RAWIT

SPESIES Capsicum annuum L. 46

Pendahuluan 47

Bahan dan Metode 47

Hasil dan Pembahasan 51

Simpulan 60

6 PEMBAHASAN UMUM 61

7 SIMPULAN UMUM DAN SARAN 65

DAFTAR PUSTAKA 66


(12)

DAFTAR TABEL

1 Klasifikasi cabai yang telah dibudidayakan dan tipe liarnya serta daerah

penyebaran 6

2 Keserasian persilangan antar spesies Capsicum dan fertilitas hibrid 7 3 Daftar genotipe cabai yang digunakan dalam penelitian 13 4 Nilai akar ciri komponen utama berdasarkan analisis komponen utama 23

5 Nilai vektor ciri empat komponen utama 24

6 Perbedaan secara morfologi cabai rawit spesies C. annuum dan

C. frutescens 25

7 Persilangan full diallel dan selfing menggunakan enam tetua 29

8 Komponen analisis ragam pada analisis dialel 31

9 Persilangan setengah dialel menggunakan enam tetua 31

10 Kuadrat tengah karakter buah cabai rawit 34

11 Kuadrat tengah karakter vegetatif tanaman cabai rawit 34 12 Pendugaan parameter genetik karakter buah cabai rawit menggunakan

analisis silang dialel Metode Hayman 36

13 Pendugaan parameter genetik karakter vegetatif tanaman cabai rawit menggunakan analisis silang dialel Metode Hayman 36 14 Sebaran Wr + Vr pada karakter buah cabai rawit 37 15 Sebaran Wr + Vr pada karakter vegetatif tanaman cabai rawit 37 16 Heterosis (MP) dan heterobeltiosis (HP) karakter buah cabai rawit

C. annuum 44

17 Heterosis (MP) dan heterobeltiosis (HP) karakter vegetatif tanaman cabai

rawit C. annuum 45

18 Komponen analisis ragam untuk daya gabung menggunakan metode I

Griffing 49

19 Sumber keragaman dan nilai harapan 51

20 Kuadrat tengah DGU, DGK, resiprokal, dan nilai koefisien keragaman

karakter buah cabai rawit 52

21 Kuadrat tengah DGU, DGK, resiprokal, dan nilai koefisien keragaman

karakter vegetatif tanaman cabai rawit 52

22 Daya gabung umum karakter buah cabai rawit C. annuum 53 23 Daya gabung umum karakter vegetatif tanaman cabai rawit C. annuum 53 24 Nilai daya gabung khusus karakter buah cabai rawit C. annuum 54 25 Nilai daya gabung khusus karakter vegetatif tanaman cabai rawit

C. annuum 55

26 Kuadrat tengah karakter buah cabai rawit 56

27 Kuadrat tengah karakter vegetatif tanaman cabai rawit 56 28 Nilai tengah karakter hasil buah per tanaman, jumlah buah

per tanaman, bobot per buah, panjang buah dan diameter buah hibrida

cabai 57

29 Nilai tengah karakter tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun hibrida


(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian cabai rawit 3

2 Polygon daya silang (crossability) persilangan antar spesies Capsicum 8

3 Bulu pada batang 15

4 Tipe pertumbuhan tanaman 15

5 Bentuk daun 15

6 Bulu pada daun 16

7 Posisi bunga 16

8 Posisi stigma 16

9 Bentuk tipe kelopak 17

10 Penyempitan tangkai buah 17

11 Warna buah muda 17

12 Warna buah matang 18

13 Bentuk buah 18

14 Bentuk pangkal buah 18

15 Lekukan dipangkal buah 18

16 Bentuk ujung buah 19

17 Bentuk potongan melintang buah 19

18 Persentase keberhasilan persilangan cabai rawit 20 19 Kondisi benih hasil persilangan antar spesies cabai rawit 20

20 Hasil persilangan antar spesies cabai rawit 21

21 Dendrogram hasil analisis gerombol 21 genotipe cabai rawit 22 22 Pengelompokkan 21 genotipe cabai rawit berdasarkan KU I dan KU II 23

23 Teknik persilangan buatan pada cabai 29

24 Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter hasil buah per tanaman

pada cabai rawit 38

25 Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter jumlah buah per

tanaman pada cabai rawit 39

26 Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter bobot per buah pada

cabai rawit 39

27 Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter panjang buah pada

cabai rawit 39

28 Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter diameter buah pada

cabai rawit 40

29 Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter tinggi tanaman pada

cabai rawit 41

30 Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter lebar tajuk pada cabai

rawit 41

31 Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter panjang daun pada

cabai rawit 41

32 Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter lebar daun pada cabai

rawit 42


(14)

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai (Capsicum sp.) merupakan salah satu spesies tanaman yang memiliki nilai ekonomi penting di dunia (Bosland 1996). Tanaman ini juga merupakan salah satu tanaman sayuran penting di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari luas pertanaman cabai di Indonesia yang mencapai 242 ribu ha pada tahun 2011 (Kementan 2013) yang merupakan luasan terbesar pada komoditi sayuran. Namun, produksi cabai sering kali tidak mampu mencukupi kebutuhan permintaan pasar, sehingga menyebabkan tingginya harga cabai di pasaran. Harga cabai merah dan keriting terkadang mencapai Rp 50 000 per kg, bahkan harga cabai rawit merah dapat mencapai Rp 100 000 per kg pada bulan Agustus 2013 (Kementan 2013). Salah satu penyebab rendahnya produksi cabai adalah penggunaan benih unggul cabai yang masih rendah sehingga menyebabkan produktivitasnya tidak optimal.

Tanaman cabai tergolong divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Solanales, famili Solanaceae, genus Capsicum. C. annuum merupakan salah satu spesies dari sekitar 20-30 spesies dalam genus Capsicum yang telah dibudidayakan. Selain C. annuum, spesies lain yang telah dibudidayakan adalah C. frutescens, C. baccatum, C. pubescens, dan C. chinense (Berke 2000). C. baccatum dan C. pubescens mudah diidentifikasi dan dibedakan satu dengan yang lainnya, karena terdapat perbedaan yang jelas pada kedua spesies tersebut. C. annuum, C. chinense dan C. frutescens mempunyai banyak sifat yang sama, untuk membedakannya dapat dengan mengamati bunga dan buah dari masing-masing spesies (Kusandriani 1996). Karakter lain yang membedakan antar spesies pada tanaman cabai yaitu jumlah bunga setiap nodus, warna buah muda, umur tanaman dan warna bunga. Pada C. annuum terdapat satu bunga setiap nodus, C. frutescens memiliki dua sampai tiga bunga setiap nodus, sedangkan pada C. chinense terdapat tiga sampai lima bunga setiap nodus (Lippert et al. 1996). Syukur et al. (2012a) menyatakan buah cabai rawit berukuran kecil, permukaan kulit licin dan rasa buah sangat pedas. Orientasi bunga dan buah mengarah ke atas. Tipe cabai rawit yang masuk C. annuum adalah cabai rawit yang buah muda berwarna hijau atau putih kekuningan serta bentuk buah langsing dan umur tanaman genjah, C. frutescens warna buah muda berwarna putih kekuningan dan umur tanaman tahunan.

Penyerbukan silang buatan pada tanaman cabai umumnya masih mudah dilakukan jika masih dalam satu spesies. Namun, jika penyerbukan silang buatan dilakukan antar spesies, maka umumnya persilangan akan mengalami hambatan. Setiamihardja (1993) melaporkan bahwa perakitan varietas cabai yang berproduksi tinggi dan tahan penyakit (antraknosa) dengan cara persilangan dalam satu spesies akan lebih mudah, akan tetapi sebaliknya bila karakter yang diharapkan ada pada spesies yang berbeda, diperlukan persilangan antar spesies. Namun persilangan ini ternyata memiliki kendala, sehingga cabai rawit C. frutescens hanya dapat digunakan sebagai tetua betina. Menurut Greenleaf (1986) persilangan antar spesies memang memerlukan waktu yang relatif lama karena keberhasilannya relatif rendah, yaitu lebih kecil dari 12% karena sifat inkompatibiltas persilangan antar spesies. Selain kegagalan persilangan yang cukup tinggi, hasil persilangan antar spesies juga sering menunjukkan sterilitas yang tinggi.


(16)

2

secara komersil ditentukan oleh dua hal yaitu hibrida harus menunjukkan heterosis pada karakter hasil dan terdapat metode yang efisien dan ekonomis untuk persilangan antar galur (Darlina et al. 1992). Tahap awal dalam menilai hasil persilangan antar galur adalah mengevaluasi daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK). Informasi ini diperlukan untuk mendapatkan kombinasi tetua yang akan menghasilkan keturunan yang berpotensi hasil tinggi. Hasil yang tinggi akan dapat dicapai jika turunan dari kombinasi persilangan tersebut memiliki heterosis positif dan daya gabung yang tinggi. Daya gabung merupakan konsep umum untuk mengklasifikasikan galur murni menurut penampilan hibridanya (Hallauer dan Miranda 1988). Menurut Poehlman (1983) tidak semua kombinasi galur murni akan menghasilkan hibrida yang superior. Oleh karena itu, galur-galur perlu diuji daya gabungnya untuk menentukan kombinasi yang terbaik dalam produksi benih hibrida. Welsh (1981) menyatakan populasi yang diidentifikasi memiliki DGU tinggi, berpeluang memiliki DGK yang tinggi pula.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1 Memperoleh informasi cara mengidentifikasi spesies cabai rawit (C. annuum dan C. frutescens) berdasarkan daya silang dan karakter morfologi.

2 Memperoleh informasi parameter genetik karakter hasil cabai rawit spesies C. annuum.

3 Memperoleh informasi daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) beberapa genotipe cabai rawit spesies C. annuum.

4 Memperoleh informasi keragaan hibrida cabai rawit spesies C. annuum hasil silang dialel.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dari penelitian ini adalah:

1 Terdapat beberapa karakter cabai yang memiliki morfologi dan biologi yang dapat membedakan spesies cabai rawit (C. annuum dan C. frutescens).

2 Karakter hasil cabai rawit spesies C. annuum dipengaruhi peran gen aditif dan dominan.

3 Terdapat satu genotipe cabai rawit yang memiliki daya gabung umum baik serta sepasang genotipe yang memiliki daya gabung khusus baik untuk daya hasil cabai rawit spesies C. annuum.

4 Terdapat minimal satu kombinasi persilangan yang mempunyai karakter lebih baik dari varietas unggul nasional cabai rawit spesies C. annuum.

Ruang Lingkup Penelitian

Percobaan 1 akan menghasilkan informasi pengelompokkan cabai rawit secara biologi (daya silang) dan morfologi (C. annuum dan C. frutescens) yang akan digunakan untuk memilih genotipe cabai rawit spesies C. annuum pada percobaan 2. Percobaan 2 akan diperoleh informasi parameter genetik, daya gabung umum dan daya gabung khusus cabai rawit C. annuum. Percobaan 3 yaitu penanaman kombinasi F1 bersamaan dengan beberapa varietas hibrida komersil untuk


(17)

3 mengevaluasi keragaan daya hasil calon varietas unggul hibrida cabai rawit C. annuum. Keseluruhan kegiatan penelitian disajikan dalam bentuk diagram alir (Gambar 1).

Gambar 1 Diagram alir penelitian cabai rawit Percobaan 2

Pendugaan parameter genetik karakter cabai rawit C. annuum menggunakan

analisis dialel

Percobaan 3

Keragaan hibrida cabai rawit C. annuum

Informasi parameter genetik karakter yang diamati dan kandidat/tetua untuk pengembangan

varietas unggul cabai rawit C. annuum Analisis: Pendekatan Hayman

dan Griffing Metode I

Analisis: sidik ragam, uji nilai tengah

Plasma nutfah cabai rawit koleksi Lab. Dik Pemuliaan

Tanaman AGH -IPB

Percobaan 1

Identifikasi spesies cabai rawit secara biologi dan morfologi

Pengelompokkan cabai rawit C. annuum dan C. frutescens Grup cabai rawit

C. annuum dan C. frutescens


(18)

4

2

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi, Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

Tanaman cabai tergolong divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Solanales, famili Solanaceae, genus Capsicum. Capsicum annuum L. merupakan salah satu spesies dari sekitar 20-30 spesies dalam genus Capsicum yang telah dibudidayakan. Selain C. annuum spesies lain yang telah dibudidayakan adalah C. frutescens, C. baccatum, C. pubescens, dan C. chinense (Berke 2000). C. baccatum dan C. pubescens mudah diidentifikasi dan dibedakan satu dengan yang lainnya, karena terdapat perbedaan yang jelas pada kedua spesies tersebut. C. annuum, C. chinensis dan C. frutescens mempunyai banyak sifat yang sama, untuk membedakannya dapat dengan mengamati bunga dan buah dari masing-masing spesies (Kusandriani 1996).

Capsicum annuum L. adalah spesies yang paling luas dibudidayakan dan penting secara ekonomis. Spesies ini mempunyai berbagai bentuk, ukuran, dan rasa meliputi manis dan pedas pada buahnya. C. annuum L. dikelompokkan dalam var. longum, var. abbreviata, var. grossum, dan var. minimum. Spesies ini diperkirakan mempunyai pusat asal (penyebaran primer) di Meksiko, kemudian menyebar ke daerah Amerika Selatan dan Tengah, ke Eropa dan sekarang telah tersebar luas di daerah tropik dan subtropik (Tindall 1983). Pusat penyebaran sekunder C. annuum adalah Guatemala (Greenleaf 1986).

Capsicum frutescens L. atau dikenal dengan nama cabai rawit adalah spesies semidomestikasi yang ditemukan di dataran rendah tropika Amerika. Selain itu, Asia Tenggara dikenal sebagai daerah pusat keragaman sekunder. Beberapa varietas ditanam luas di wilayah panas iklim sedang maupun wilayah tropika (Greenleaf 1986).

Domestikasi Capsicum chinense Jacq. tersebar luas di wilayah tropika Amerika, dan spesies ini sering ditanam di sekitar wilayah Amazon. Evolusi Capsicum baccatum sebagian besar terbatas di wilayah tengah Amerika Selatan (Bolivia). Bentuk yang didomestikasi diidentifikasi sebagai C. baccatum var pendulum; bentuk liarnya sebagai C. baccatum var. baccatum dan var. microcarpum (Greenleaf 1986).

Capsicum pubescens R&P ditanam di Amerika Tengah dan dataran tinggi pegunungan Andes. Bunga memiliki lembar mahkota ungu, dengan kepala sari ungu; biji keriput dan berwarna hitam. Daun berbulu dan keriting (rugulose); jaringan dinding buah tebal. Tanaman ini beradaptasi pada suhu rendah pada ketinggian 2 000-3 000 m di daerah tropika. Tipe liarnya tidak diketahui, tetapi spesies ini berkerabat dengan spesies liar lain dari Amerika Selatan, seperti C. eximium dan C. cardenasii (Greenleaf 1986).

Tanaman cabai memiliki sistem perakaran yang dangkal, diawali dengan akar tunggang (akar primer) kemudian tumbuh akar rambut ke samping (akar lateral/akar sekunder). Panjang akar primer berkisar 35-50 cm dan akar lateral sekitar 35-45 cm (Rubatzky dan Yamaguchi 1999). Akar lateral cepat berkembang di dalam tanah dan menyebar pada kedalaman 10-15 cm (Messiaen 1992).

Batang utama tegak, berkayu dan bercabang banyak dengan tinggi sekitar 45-150 cm. Pembentukan kayu pada batang utama mulai terjadi pada umur 30 hari setelah tanam (HST). Pada setiap ketiak daun akan tumbuh tunas baru yang dimulai


(19)

5 pada umur 10 HST. Tipe percabangan tegak atau menyebar tergantung spesiesnya (Rubatzky dan Yamaguchi 1997). Daun-daun tumbuh pada tunas samping secara berurutan, sedangkan pada batang utama tersebut tersusun secara spiral. Cabai mempunyai tangkai daun panjang dan daun tunggal dengan helai daun berbentuk ovate atau lanceolate, agak kaku, berwarna hijau muda sampai hijau gelap dengan tepi rata (Kusandriani 1996).

Bunga cabai umumnya tumbuh secara tunggal tetapi beberapa spesies memiliki bunga lebih dari satu atau majemuk. Bunga cabai termasuk jenis bunga hermafrodit (Rubatzky dan Yamaguchi 1999). Tipikal bunga Capsicum adalah pentamerous, hermafrodit dan hypogenous. Petal bunga Capsicum terdiri atas 5-7 helai dengan warna petal umumnya mengarah ke putih (C. annuum), berwarna ungu (C. eximum, C. pubescens, C. cardenasii dan sebagian C. annuum) atau kehijauan (C. frutescens). Jumlah stamen terdiri atas 5-7 buah dengan warna putih sampai keunguan, tergantung spesies. Kedudukan putik dapat lebih pendek, sejajar atau lebih tinggi dari anther.

Faktor eksternal penting yang mempengaruhi pembungaan adalah suhu, terutama suhu malam. Pembentukan bunga dapat terjadi ketika suhu malam mencapai lebih dari 24 0C. Pembentukan bunga maksimum memerlukan suhu siang dan malam antara 16 0C dan 21 0C (Bosland dan Votava 2000). Bunga akan mekar (anthesis) pada saat 3 jam pertama setelah matahari terbit selama 2-3 hari. Anther akan pecah pada 1-10 jam setelah bunga anthesis. Setiap anther tunggal mengandung sekitar 11 000 – 18 000 butir polen. Bunga cabai menghasilkan nektar sehingga sering dikunjungi oleh lebah. Spesies Capsicum umumnya memiliki bunga yang bersifat self compatible (Bosland dan Votava 2000). Cross pollination pada cabai bersifat predominant dan berkisar antara 2-90% (Pickersgill 1997). Kedudukan putik terhadap stamen mempengaruhi tingkat kejadian penyerbukan silang pada cabai. Faktor lain adalah sifat protogynous yaitu masa reseptif stigma lebih awal dibandingkan waktu matang polen saat bunga masih menutup. Pencapaian polen dari stigma ke sel telur memerlukan waktu 6-42 jam. Suhu udara memiliki peranan besar terhadap pertumbuhan dan viabilitas polen. Perkecambahan polen memerlukan suhu 20-25 0C. Polen memiliki daya simpan 5-6 hari dalam suhu 0 0C (Bosland dan Votava 2000).

Bunga pertama terbentuk pada umur 23-31 hari setelah tanam (HST) dan buah pertama mulai terbentuk pada umur 29-40 HST. Buah matang dalam waktu sekitar 45 hari setelah pembuahan. Struktur buah terdiri atas kulit, daging buah dan sebuah plasenta tempat melekatnya biji. Daging buah umumnya renyah atau kadang-kadang lunak pada kultivar tertentu. Biji cabai berwarna kuning jerami (Greenleaf 1986).

Tanaman cabai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan mempunyai drainase dan aerasi yang baik. Tanah yang paling ideal untuk tanaman cabai adalah yang mengandung bahan organik sekurang-kurangnnya 1.5% dan mempunyai pH antara 6.0 – 6.5. Keadaan pH tanah sangat penting karena erat kaitannya dengan ketersediaan unsur hara. Apabila ditanam pada tanah yang mempunyai pH lebih dari tujuh, tanaman cabai akan menunjukkan gejala klorosis, yakni tanaman kerdil dan daun menguning yang disebabkan kekurangan unsur hara besi (Fe). Sebaliknya, pada tanah yang mempunyai pH kurang dari lima, tanaman cabai juga akan kerdil, karena kekurangan unsur hara kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) atau keracunan aluminium (Al) dan mangan (Mn) (Sumarni 1996).


(20)

6

Suhu udara optimal untuk pertumbuhan cabai pada siang hari adalah 18–27oC. Suhu udara yang paling cocok untuk pertumbuhan cabai rata-rata adalah 16 oC pada malam hari dan 23 oC pada siang hari. Bila suhu udara malam hari di bawah 16 oC dan siang hari di atas 32 oC, proses pembungaan dan pembuahan tanaman cabai akan gagal. Cabai tidak menghendaki curah hujan yang tinggi atau iklim yang basah, karena pada keadaan tersebut tanaman akan mudah terserang penyakit, terutama yang disebabkan cendawan. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 600–1200 mm tahun-1 (Sumarni 1996).

Spesies liar lain yang biasa digunakan meliputi C. galapogense, C. chacoense, C. tovarii, C. praetermissum, C. eximium, dan C. cardenasii. Di Bolivia C. cardenasii adalah spesies yang sangat sering dipanen dari tanaman liar (Greenleaf 1986). Satu spesies liar yaitu C. lanceolatum mempunyai pusat penyebaran di Guetamala (Tong dan Bosland 1997). Klasifikasi cabai dan pusat penyebarannya disajikan pada Tabel 1.

Keserasian Persilangan antar Spesies Capsicum

Perakitan tanaman cabai yang berproduksi tinggi dan tahan antraknosa dengan cara persilangan dalam satu spesies akan lebih mudah, akan tetapi sebaliknya bila karakter yang diharapkan ada pada spesies yang berbeda, diperlukan persilangan antar spesies seperti yang dilaksanakan Setiamihardja (1993) yang menyilangkan tanaman cabai rawit (C. frutescens) tahan antraknosa dengan cabai Tabel 1 Klasifikasi cabai yang telah dibudidayakan dan tipe liarnya serta daerah

penyebaran (Greenleaf 1986)

Spesies Status Daerah Sebaran

A. Kelompok berbunga putih

1.C. annuum L. Dibudidayakan Amerika Selatan hingga Colombia

tropik, subtropik dan daerah beriklim sedang

2.C. chinense Jacq. Dibudidayakan Dataran rendah Amerika Selatan

bagian timur

3.C. frutescens L. Dibudidayakan Amerika tropik

4.C. baccatum L. Dibudidayakan Peru, Bolivia, Paraguay, Brazil,

Argentina

5.C. praetermisum Heiser

& Smith

Liar Brazil Selatan

6.C. chacoense A.T. Hunz Liar Argentina Utara, Bolivia, Paraguay

7.C. galapagoense A.T.

Hunz

Liar Pulau Galapagos

B. Kelompok berbunga ungu

1.C. pubescens R&P Dibudidayakan Daerah Andes, dataran tinggi Amerika

Tengah bagian utara hingga Meksiko 2.C. cardenasii Heiser &

Smith

Liar Bolivia

3.C. eximium A.T. Hunz Liar Bolivia, Argentina Utara

4.C. tovarii Eshbaugh,

Smith, Nickrent


(21)

7 merah (C. annuum) berdaya hasil tinggi. Namun persilangan ini ternyata memiliki kendala, sehingga cabai rawit C. frutescens hanya dapat digunakan sebagai tetua betina. Persilangan antar spesies memang memerlukan waktu yang relatif lama karena keberhasilannya relatif kecil, yaitu lebih kecil dari 12% karena adanya sifat inkompatibiltas persilangan antar spesies (Greenleaf 1986). Selain kegagalan persilangan yang cukup tinggi, hasil persilangan antar spesies juga sering menunjukkan sterilitas yang tinggi (Greenleaf 1986). Hasil persilangan antar spesies antara cabai rawit dengan cabai merah relatif kecil, dari 12 bunga hasil persilangan C. annuum x C. frutescens semuanya gugur, sedangkan dari 12 bunga hasil persilangan C. frutescens x C. annuum lima berkembang menjadi buah akan tetapi hanya dua buah yang tumbuh normal dan masak menjadi merah (Setiamihardja 1993). Syukur et al. (2012b) menyatakan cabai rawit hijau sangat mudah bersilang dengan cabai besar, keriting, dan paprika (juga resiprokalnya) sehingga digolongkan ke dalam spesies C. annuum L.

Sebagian besar spesies Capsicum bersifat menyerbuk sendiri (self pollination) tetapi penyerbukan silang (cross pollination) secara alami dapat terjadi dengan persentase persilangan berkisar 7.6-36.8% (Greenleaf 1986), bahkan dapat mencapai 50% (Compodino 1983; Corella et al. 1986; Csillery 1986). Persilangan antar spesies dapat terjadi dengan relatif mudah pada beberapa kombinasi misalnya antara C. annuum x C. chinense, C. frutescens x C. Pendulum. Akan tetapi beberapa kombinasi sangat sulit terbentuk, seperti antara C. annuum x C. frutescens, C. annuum x C. Pubescens, dan C. pendulum x C. pubescens (Greenleaf 1986). Keserasian persilangan antar spesies Capsicum dan fertilitas hibrida disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 2.

Keterangan: E = biji berkecambah hanya dalam kultur embrio - = tidak ada biji yang viabel

+ = biji viabel hanya sedikit ++ = biji viabel banyak

Tanaman cabai mempunyai jumlah kromosom somatik diploid dengan kromosom dasar x = 12. Jumlah kromosom normal cabai adalah 2n = 2x = 24 (Berke 2000). Penyimpangan jumlah kromosom x = 13 ditemukan pada spesies C. ciliatum asal Amerika Selatan bagian barat dan spesies liar dari Brazil, serta C. lanceolatum Tabel 2 Keserasian persilangan antar spesies Capsicum dan fertilitas hibrida

(Greenleaf 1986)

Persilangan Keserasian Daya hidup

Biji F1 Biji F2 Biji backcross

C. annuum x C. frutescens - - - -

C. annuum x C. chinense ++ ++ ++ ++

C. annuum x C. pendulum E E + -

C. annuum x C. pubescens - - - -

C. frutescens x C. annuum + + + +

C. frutescens x C. chinense + + + +

C. frutescens x C. pendulum ++ ++ + +

C. chinense x C. frutescens + + + +

C. chinense x C. annuum + + + +

C. chinense x C. pendulum + + - -

C. chinense x C. pubescens E E - -


(22)

8

asal Guatemala (Tong dan Bosland 1997). Ketidakserasian persilangan antar spesies antara C. annuum x C. frutescens dikarenakan susunan kariotipe yang berbeda, sehingga membuat perpasangan yang tidak sempurna pada proses metapase I Meiosis yang menyebabkan benih yang dihasilkan steril (Greenleaf 1986).

Gambar 2 Polygon daya silang (crossability) persilangan antar spesies Capsicum (Gambar diadaptasi dari IBPGR 1983)

____ = persilangan terjadi, benih yang dihasilkan fertil --- = persilangan terjadi, benih yang dihasilkan steril

Pemilihan tanaman tetua yang diinginkan dalam suatu program pemuliaan, merupakan langkah penting diawal yang pemilihannya didasari oleh tujuan program dan ketersediaan bahan tetua. Pilihan pertama umumnya jatuh pada tetua-tetua yang secara biologis berdekatan ”the same biological species”. Akan tetapi dalam keadaan tertentu pilihan untuk tetua suatu persilangan sangat terbatas, sehingga untuk dapat menyelesaikan suatu masalah, pemulia tidak mempunyai pilihan lain kecuali melakukan persilangan yang secara biologis melebar, tetua berasal dari spesies atau genera berbeda. Persilangan antar spesies atau antar genera kebanyakan sulit dilaksanakan dan umumnya apabila berhasil akan menyebabkan sterilitas pada tanaman hibridanya, bahkan biji F1 yang dihasilkan tidak dapat berkecambah. Persilangan antar spesies biasanya dilaksanakan antara lain bila hanya satu atau sedikit gen yang akan dikombinasikan, dan untuk memperoleh karakter tertentu yang tidak terdapat dalam satu spesies (Setiamihardja 1993).

Jumlah bunga setiap nodus merupakan salah satu karakter yang membedakan antar spesies pada tanaman cabai. Pada C. annuum terdapat satu bunga setiap nodus, C. frutescens memiliki dua sampai tiga bunga setiap nodus, sedangkan pada C. chinense terdapat tiga sampai lima bunga setiap nodus (Lippert et al. 1996). Buah cabai rawit berukuran kecil, permukaan kulit licin dan rasa buah sangat pedas. Orientasi bunga dan buah mengarah ke atas. Tipe cabai rawit yang termasuk speseis C. annuum adalah cabai rawit yang buah muda berwarna hijau atau putih kekuningan serta bentuk buah langsing dan umur tanaman genjah, sedangkan cabai rawit yang termasuk spesies C. frutescens warna buah muda berwarna putih kekuningan dan umur tanaman tahunan (Syukur et al. 2012a).

C. frutescens

C. baccatum

C. pubescens C. chinense


(23)

9

Metode Analisis Silang Dialel

Keberhasilan memproduksi benih hibrida secara komersial pada tanaman menyerbuk sendiri, ditentukan oleh dua hal yaitu hibrida harus menunjukkan heterosis pada karakter hasil dan harus ditemukan metode yang efisien dan ekonomis untuk menghasilkan benih hibrida (Darlina et al. 1992). Tahap awal dalam menilai hasil persilangan antar galur adalah mengevaluasi daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK). Informasi ini diperlukan untuk mendapatkan kombinasi tetua yang akan menghasilkan keturunan yang berpotensi hasil tinggi. Hasil yang tinggi akan dapat dicapai jika turunan dari kombinasi persilangan tersebut memiliki heterosis positif dan daya gabung yang tinggi. Daya gabung merupakan konsep umum untuk mengklasifikasikan galur murni secara relatif menurut penampilan hibridanya (Hallauer dan Miranda 1988). Menurut Poehlman (1983) tidak semua kombinasi galur murni akan menghasilkan hibrida yang superior. Oleh karena itu, galur-galur murni perlu diuji daya gabungnya guna menentukan kombinasi yang terbaik untuk produksi benih hibrida. Welsh (1981) menyatakan populasi yang diidentifikasi memiliki DGU tinggi, berpeluang memiliki DGK yang tinggi pula.

Persilangan dialel merupakan persilangan yang dilaksanakan diantara semua pasangan tetua sehingga dapat diketahui potensi hasil suatu kombinasi hibrida, nilai heterosis, daya gabung, dan dugaan besarnya ragam genetik suatu karakter (Singh dan Chaudhary 1979). Menurut Griffing (1956), terdapat empat metode persilangan dialel, yaitu metode I (Full Diallel) terdiri atas tetua, F1, dan resiprokal dengan jumlah tetua (n), jumlah silangan F1 dan resiprokal masing-masing [n(n-1)/2], metode II (Half Diallel) merupakan persilangan yang terdiri atas tetua dan 1 set F1 dengan jumlah persilangan [n(n+1)/2], metode III merupakan persilangan yang terdiri atas 1 set F1 dan resiprokal dengan jumlah silangan [n(n-1)], dan metode IV merupakan persilangan yang terdiri atas satu set F1 saja dengan jumlah persilangan [n(n-1)/2].

Pendugaan parameter genetik sudah dapat dilaksanakan pada F1 di dalam analisis silang dialel tanpa harus membentuk populasi F2, BC1 ataupun BC2 seperti pada pendugaan parameter genetik lainnya. Beberapa asumsi yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan analisis ini adalah: 1) segregasi diploid, 2) tidak ada perbedaan antara persilangan resiprok, 3) tidak ada interaksi antara gen-gen yang tidak satu alel, 4) tidak ada multialisme, 5) tetua homozigot, dan 6) gen-gen menyebar secara bebas antara tetua (Hayman 1954).

Daya Gabung

Analisis dialel akan memberikan informasi mengenai a) parameter genetik dan besarannya, serta b) kemampuan daya gabung dari tetua persilangan. Daya gabung merupakan ukuran kemampuan suatu tetua bila disilangkan dengan galur lain yang akan menghasilkan hibrida dengan penampilan superior (Allard 1960). Daya gabung dapat dibedakan menjadi dua, yaitu daya gabung umum/DGU (general combining ability/GCA) dan daya gabung khusus/DGK (spesific combining ability/SCA). DGU merupakan simpangan dari nilai rata-rata seluruh persilangan, sehingga nilai DGU dapat positif atau negatif. Nilai DGU merupakan angka yang relatif terhadap nilai DGU yang lain. DGU besar menunjukkan


(24)

10

tetua/galur yang bersangkutan mempunyai kemampuan bergabung dengan baik, sedangkan nilai DGU yang rendah menunjukkan bahwa tetua tersebut mempunyai kemampuan bergabung yang kurang baik daripada yang lain. DGK merupakan gambaran suatu kombinasi persilangan yang memiliki penampilan terbaik dibanding rata-rata persilangan (Sprague dan Tatum 1942).

Berdasarkan nilai DGU dan DGK dapat diketahui gen yang berperan. Sprague dan Tatum (1942) menyebutkan bahwa DGU menggambarkan besarnya peran gen aditif dari suatu variasi genetik yang dapat diduga melalui pengukuran hibiridanya, sedangkan DGK menggambarkan besarnya peran gen non aditif yang ditunjukkan oleh adanya kombinasi persilangan yang menunjukkan keragaan yang jauh lebih baik atau lebih buruk dari nilai rata-rata hibrida yang dievaluasi.

Informasi genetik yang diperoleh dari pengujian DGU, DGK dan resiprokal akan berguna untuk menentukan tetua dan metode pemuliaan tanaman yang sesuai dalam rangka perbaikan sifat-sifat tanaman (Sujiprihati 1996). Efek DGU dan DGK adalah indikator penting dari nilai potensial suatu galur murni dalam kombinasi hibrida. DGU merupakan hasil dari efek gen aditif, sedangkan DGK merupakan hasil dari gen dominan dan epistasis (non aditif) (Welsh 1981; Falconer dan Mackay 1998).

Heterosis

Keberhasilan memproduksi benih hibrida pada tanaman menyerbuk sendiri secara komersial ditentukan oleh dua hal yaitu hibrida harus menunjukkan heterosis pada karakter hasil, dan harus ditemukan metode yang efisien dan ekonomis untuk menghasilkan benih hibrida (Darlina et al. 1992). Heterosis merupakan bentuk penampilan superior hibrida yang dihasilkan bila dibandingkan dengan kedua tetuanya (Hallauer dan Miranda 1988). Heterosis atau vigor hibrida ditandai dengan keragaan yang lebih baik tanaman F1 yang berasal dari persilangan dua tetua galur murni (Allard 1960). Untuk itu, perlu dibentuknya tetua dari populasi galur murni yang berbeda secara genetik. Gejala heterosis suatu hibrida terdapat pada hasil, ukuran, jumlah dari bagian tanaman, komponen kimiawi, ketahanan terhadap hama/penyakit tertentu dan sebagainya.

Fenomena heterosis telah banyak digunakan dalam meningkatkan hasil tanaman dan daya adaptasi tanaman. Penelitian yang dilaksanakan oleh Liu et al. (2002) dan Barbosa et al. (2003) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara jarak genetik tetua dan nilai heterosisnya. Kusandriani (1996) melaporkan bahwa pada tanaman cabai ditemukan fenomena heterosis sehingga dimungkinkan dibentuknya hibrida cabai. Joshi dan Singh (1987) juga mengemukakan bahwa eksploitasi heterosis diindikasikan sebagai cara praktis untuk meningkatkan hasil dan sifat ekonomi lainnya dari cabai paprika.

Heterosis merupakan akumulasi alel dominan pada turunan pertama atau F1. Teori yang menjelaskan tentang heterosis adalah adanya interaksi antar alel dari lokus yang berbeda (interaksi non-alelik) dan ini berkaitan juga dengan terjadinya epistasis. Di samping itu terdapat dua istilah yang menjelaskan fenomena heterosis yaitu heterosis itu sendiri dan heterobeltiosis. Heterosis merupakan peningkatan atau penurunan penampilan hibrida dibanding nilai rata-rata kedua tetuanya, sedangkan heterobeltiosis adalah peningkatan penampilan hibrida dibanding tetua terbaik yang digunakan dalam persilangan (Fehr 1987).


(25)

11

3

IDENTIFIKASI SPESIES CABAI RAWIT (

Capsicum

spp.)

BERDASARKAN DAYA SILANG DAN

KARAKTER MORFOLOGI

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi spesies cabai rawit berdasarkan daya silang dan karakter morfologi. Penelitian daya silang dilaksanakan di Cibanteng Bogor dan penelitian karakter morfologi di kebun percobaan Leuwikopo IPB Bogor. Rancangan untuk karakter morfologi menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan tiga ulangan. Pengamatan daya silang dilaksanakan terhadap kerberhasilan persilangan, viabilitas benih hasil persilangan dan karakter morfologi berdasarkan descriptor cabai. Hasil penelitian menunjukkan persilangan IPBC10 dan IPBC145 sebagai tetua betina (C. annuum) dengan 20 genotipe lainnya berkisar antara 0-90% dan dengan IPBC295 (C. frutescens) menghasilkan 40%. Persentase persilangan yang mendekati 40% diduga sebagai cabai rawit spesies C. frutescens (IPBC61, IPBC139, IPBC63, IPBC163, IPBC289, IPBC288, IPBC294, dan IPBC285). Analisis gerombol dan analisis komponen utama menunjukkan bahwa terdapat dua kelompok yang menggerombol ke IPBC10 dan IPBC145 sebagai C. annuum serta IPBC295 sebagai C. frutescens. Hasil dari dua identifikasi tersebut diperoleh karakter morfologi yang dapat dijadikan pembeda antara C. annuum dan C. frutescens, yaitu warna mahkota (corolla), warna anther, warna buah muda, tangkai buah (calyx) dan bentuk daun.

Kata kunci: analisis gerombol, analisis komponen utama, genotipe, persilangan

IDENTIFICATION OF CAPSICUM SPECIES BASED ON

CROSSABILITY AND MORPHOLOGICAL CHARACTERS

Abstract

The purpose of this study was to determine the identification of Capsicum species based on its crossability and morphological characters. The crossability experiment was done in Ciampea Bogor and the observation of morphological characteristics was done in Leuwikopo IPB farm research station, Bogor. The morphological characters experiment used a randomized complete block design (RCBD) with three replications. Data were collected for successful crosses, seed viability from crosses and morphological characters. The results showed the crosses of IPBC10 and IPBC145 as female parents (C. annuum) with 20 genotypes ranged between 0-90% and with IPBC295 (C. frutescens) resulted in 40%. Crossing with percentage around 40% are suspected to be C. frutescens species (IPBC61, IPBC139, IPBC63, IPBC163, IPBC289, IPBC288, IPBC294, and IPBC285). Analysis of clusters and principal component analysis suggested that there are two groups that clusters to IPBC10 and IPBC145 (as C. annuum), and IPBC295 (as C. frutescens). Morphological characters that distinguish C. annuum with C. frutescens are corolla color, anther color, immature fruit color, calyx shape and leaf shape.


(26)

12

Pendahuluan

Cabai (Capsicum spp.) diperkenalkan di Asia dan Afrika pada abad ke-16 oleh pedagang Portugis dan Spanyol melalui jalur perdagangan dari Amerika Selatan. Lebih dari 100 spesies Capsicum telah diidentifikasi, lima diantaranya telah dibudidayakan, yaitu C. annuum, C. chinense, C. frutescens, C. baccatum, dan C. pubescens. Klasifikasi spesies-spesies ini didasarkan pada 1) karakter morfologi, terutama morfologi bunga, 2) persilangan dapat dilaksanakan antar spesies, dan 3) biji hibrida antar spesies fertil. Spesies C. baccatum dan C. pubescens mudah diidentifikasi dan dibedakan satu dengan yang lainnya, karena terdapat perbedaan yang jelas pada kedua spesies tersebut. Spesies C. annuum, C. chinense dan C. frutescens mempunyai banyak sifat yang sama, untuk membedakannya dapat dengan mengamati bunga dan buah dari masing-masing spesies (Pickersgill 1989). Rodrigues dan Tam (2010) membedakan spesies C. annuum dan C. frutescens dengan marker molekuler.

Capsicum annuum L. adalah tumbuhan berupa terna, biasanya berumur hanya semusim, berbunga tunggal dan mahkota berwarna putih, bunga dan buah muncul di setiap percabangan, warna buah setelah masak bervariasi dari merah, jingga, kuning atau keunguan, posisi buah menggantung. C. frutescens adalah tumbuhan berupa terna, hidup mencapai 2 atau 3 tahunan. Bunga muncul berpasangan atau bahkan lebih di bagian ujung ranting, posisinya tegak; mahkota bunga berwarna kuning kehijauan, berbentuk seperti bintang. Buah muncul berpasangan atau bahkan lebih pada setiap ruas, rasa cenderung sangat pedas; bentuk dan warna buah bervariasi; bulat memanjang atau berbentuk setengah kerucut; warna buah setelah masak biasanya merah; posisi buah tegak. Spesies ini kadang-kadang disebut cabai burung (Greenleaf 1986; Pickersgill 1989; Djarwaningsih 2005).

Capsicum pubescens R.&P. adalah tumbuhan berupa perdu, berbulu lebat, bunga dan buah tunggal atau bergerombol berjumlah 2-3 pada tiap ruas, posisi tegak; mahkota bunga berwarna ungu, berbulu. Buah rasanya pedas; berbentuk bulat telur; warna setelah masak bervariasi ada yang merah, jingga atau cokelat; posisi buah menggantung. Biji berwarna hitam. C. baccatum L. adalah tumbuhan berupa terna. Bunga tunggal dan muncul di bagian ujung ranting, posisinya tegak atau menggantung; mahkota bunga berwarna putih dengan bercak-bercak kuning pada tabung mahkotanya, berbentuk seperti bintang. Kelopak seperti lonceng. Buah tunggal pada setiap ruas; bentuk buah bulat memanjang; warna buah intermediet dan buah masak bervariasi terdiri atas merah, jingga, kuning, hijau atau cokelat. Posisi buah tegak atau menggantung. C. chinense Jacq. ialah tumbuhan berupa terna, bunga menggerombol berjumlah 3-5 pada tiap ruas, posisinya tegak atau merunduk; mahkota bunga berwarna kuning kehijauan, berbentuk seperti bintang. Buah muncul bergerombol berjumlah 3-5 pada setiap ruas, panjangnya dapat mencapai 12 cm, rasanya sangat pedas; mempunyai bentuk buah yang bervariasi dari bulat dengan ujung berpapila, kulit buah keriput atau licin; warna buah masak bervariasi ada yang merah, merah jambu, jingga, kuning atau coklat (Greenleaf 1986; Pickersgill 1989; Djarwaningsih 2005).

Sebagian besar spesies Capsicum bersifat menyerbuk sendiri (self pollination) tetapi penyerbukan silang (cross pollination) secara alami dapat terjadi dengan bantuan lebah dengan persentase persilangan berkisar 7.6-36.8% (Greenleaf 1986). Kim et al. (2009) melaporkan bahwa penyerbukan silang alami pada tanaman cabai


(27)

13 dapat mencapai jarak 18 m. Menurut Greenleaf (1986) persilangan antar spesies dapat terjadi dengan relatif mudah pada beberapa kombinasi misalkan antara C. annuum x C. chinense, C. frutescens x C. pendulum; akan tetapi sangat sulit untuk kombinasi yang lain, misalkan antara C. annuum x C. frutescens, C. annuum x C. pubescens dan C. pendulum x C. pubescens.

Percobaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi spesies cabai rawit berdasarkan daya silang dan karakter morfologi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi dalam pengelompokkan spesies cabai rawit (C. annuum atau C. frutescens).

Bahan dan Metode

Waktu dan tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Desember 2013. Persemaian dan penanaman untuk persilangan dilaksanakan di Perumahan TDP 2 Cibanteng Bogor dan penanaman untuk karakterisasi di kebun percobaan Leuwikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lahan berada pada ketinggian 250 m di atas permukaan laut (m dpl) dan memiliki tipe tanah latosol.

Materi genetik

Materi genetik yang digunakan adalah 21 genotipe cabai rawit koleksi Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Beberapa genotipe cabai rawit tersebut telah teridentifikasi sebagai C. annuum (IPBC10 dan IPBC145) dan C. frutescens (IPBC295) yang digunakan untuk persilangan dan karakterisasi (Tabel 3).

Tabel 3 Daftar genotipe cabai yang digunakan dalam penelitian

No Kode genotipe Nama genotipe Asal

1 IPBC8 ICPN 7#3 AVRDC

2 IPBC10 PBC 495 AVRDC

3 IPBC61 Malaysia 2 Malaysia

4 IPBC63 RTN Darmaga IPB

5 IPBC126 VC 240 AVRDC

6 IPBC133 C000265 AVRDC

7 IPBC139 Thai Hot Amerika

8 IPBC145 Bara PT. East West Seed Indonesia

9 IPBC160 Genie PT. Benih Citra Asia (BCA), Jember

10 IPBC163 Sret PT. Benih Citra Asia (BCA), Jember

11 IPBC174 Thai Hot Peppers 5503 Taiwan

12 IPBC284 Cakra Hijau PT. BISI

13 IPBC285 Cakra Putih PT. BISI

14 IPBC287 Kerinci Garuda Seed

15 IPBC288 Comexio PT. Sang Hyang Sri

16 IPBC289 Sona CV Enno dan Co Seed

17 IPBC291 SKB 22 Sukabumi

18 IPBC292 SKB 25 Sukabumi

19 IPBC293 SKB 27 Sukabumi

20 IPBC294 Patra 3 Royal Vegetable Seed, Garut


(28)

14

Pelaksanaan Percobaan

Kegiatan penelitian diawali dengan penyemaian benih. Benih disemai sebanyak 1 butir per lubang tray yang berisi media semai steril. Pemeliharaan meliputi penyiraman, pemupukan setiap minggu ( NPK; 16:16:16; 5 g L-1) dengan metode siram pangkal bibit dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Pengisian polibag dan pengolahan tanah serta pembuatan bedengan dilaksanakan bersamaan saat kegiatan penyemaian.

Penanaman untuk persilangan dilaksanakan pada polibag berukuran 40 cm x 35 cm dengan komposisi media tanah: pupuk kandang (1:1). Penanaman untuk karakterisasi dilaksanakan di lapangan dengan jarak tanam 50 cm x 50 cm, dengan sistem tanam double row dan ukuran bedengan 5 m x 1 m yang ditutup mulsa plastik hitam perak. Percobaan di lapangan disusun dalam rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktor tunggal dengan 3 ulangan, masing-masing percobaan terdiri atas 20 tanaman. Bibit ditanam jika telah berumur ± 5 minggu, dengan kriteria pertumbuhan bibit tegar, berdaun 3-5 helai, warna daun hijau dan tidak terkena hama penyakit (Pangaribuan et al. 2011). Pemeliharaan yang dilaksanakan adalah penyiraman, pemupukan dengan larutan NPK (16:16:16) 10 g l-1 dilaksanakan setiap seminggu sekali, masing-masing tanaman diberi 250 ml larutan pupuk, penyemprotan dengan fungisida berbahan aktif mankozeb 80% atau propineb dan insektisida berbahan aktif prefenofos. Pewiwilan tunas air dilaksanakan agar tanaman dapat tumbuh optimal. Pengendalian gulma dilaksanakan secara manual.

Daya silang

Persilangan terdiri atas dua kegiatan yaitu pembentukan F1 dan persilangan untuk konfirmasi. Pembentukan F1 dilaksanakan antara tetua betina (IPBC10 dan IPBC145) yang masing-masing disilangkan dengan 20 genotipe cabai rawit. Adapun persilangan konfirmasi hanya dilaksanakan antara tetua betina (IPBC295) dengan 20 genotipe lainnya sebagai jantan. Pengamatan daya silang terdiri atas keberhasilan persilangan, kenormalan biji F1 (seed set) dan daya berkecambah benih F1.

Analisis gerombol dan analisis komponen utama

Sebanyak 21 genotipe ditanam masing-masing sebanyak 20 tanaman dan diamati 10 tanaman. Karakter yang diamati terdiri atas 21 karakter kualitatif yang dirangkum dari Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan Cabai (PPVT 2007), Descriptor for Capsicum (IPGRI 1995) dan Descriptor for Capsicum Naktuinbouw Calibration Book for Capsicum (Naktuinbouw 2010).

Pengamatan

Karakter kualitatif yang diamati meliputi:

1 Warna batang: (1) hijau, (2) hijau dengan garis ungu, (3) ungu, (4) lainnya. 2 Warna buku: (1) hijau, (3) ungu muda, (5) ungu, (7) ungu tua.

3 Bentuk batang: (1) cylindrical, (2) angled, (3) flattened. 4 Bulu batang: (3) jarang, (5) sedang, (7) rapat.


(29)

15

Gambar 3 Bulu pada batang Gambar diadaptasi dari IPGRI (1995)

5 Tipe pertumbuhan tanaman: (3) prostate, (5) intermediate, (7) erect, (9) lainnya.

Gambar 4 Tipe pertumbuhan tanaman Gambar diadaptasi dari IPGRI (1995) 6 Tipe percabangan: (3) jarang, (5) sedang, (7) rapat. 7 Tunas air: (3) jarang, (5) sedang, (7) rapat.

8 Kerapatan daun: (3) jarang, (5) sedang, (7) rapat.

9 Warna daun: (1) kuning, (2) hijau muda, (3) hijau, (4) hijau tua, (5) ungu muda, (6) ungu, (7) variegate, (8) lainnya.

10 Bentuk daun: (1) deltoid, (2) ovate, (3) lanceolate.

Gambar 5 Bentuk daun


(30)

16

11 Bulu daun: (3) jarang, (5) sedang, (7) rapat.

Gambar 6 Bulu pada daun Gambar diadaptasi dari IPGRI (1995) 12 Posisi bunga: (3) pendant, (5) intermediate (7) erect.

Gambar 7 Posisi bunga

Gambar diadaptasi dari IPGRI (1995)

13 Warna mahkota: (1) putih, (2) kuning muda, (3) kuning, (4) kuning kehijauan, (5) ungu dengan dasar putih, ( 6) putih dengan dasar ungu, ( 7) putih dengan tepi ungu, (8) ungu, (9) lainnya.

14 Warna semburat mahkota: (1) putih, (2) kuning, (3) hijau kekuningan, (4) hijau, (5) ungu, (6) lainnya.

15 Warna anther: (1) putih, (2) kuning, (3) agak biru, (4) biru, (5) ungu, (6) lainnya. 16 Warna tangkai sari: ( 1) putih, (2) kuning, ( 3) hijau, ( 4) biru, ( 5) ungu muda,

(6) ungu, (7) lainnya.

17 Posisi stigma: (3) lebih pendek, (5) sama tinggi, (7) lebih tinggi.

Gambar 8 Posisi stigma Gambar diadaptasi dari TG (2012) 18 Pigmen kelopak: (1) tidak ada, (9) ada.


(31)

17 19 Bentuk tipe kelopak: (1) entire, (2) intermediate, (3) dentate, (4) lainnya

Gambar 9 Bentuk tipe kelopak Gambar diadaptasi dari IPGRI (1995) 20 Penyempitan tangkai buah: (1) tidak ada, (9) ada

Gambar 10 Penyempitan tangkai buah Gambar diadaptasi dari TG (2012) 21 Bercak/garis antosianin: (1) tidak ada, (9) ada

Gambar 10 Penyempitan tangkai buah Gambar diadaptasi dari TG (2012)

22 Warna buah muda: (1) putih, (2) kuning, ( 3) hijau, (4) ungu, (5) lainnya.

Gambar 11 Warna buah muda Gambar diadaptasi dari TG (2012)

23 Warna buah fase intermediet: (1) putih, (2) kuning, ( 3) hijau, ( 4) jingga, (5) ungu, (6) ungu tua, (7) lainnya.

1

absent

9

present

1 3

green 2

yellow purple

white

4


(32)

18

1 9

present Gambar 15 Lekukan dipangkal buah

Gambar diaptasi dari IPGRI (1995) 24 Fruit set: (3) rendah, (5) sedang, (7) tinggi.

25 Warna buah matang: (1) putih, (2) kuning, (3) orange (4) merah, (5) coklat, (6) hijau, (7) lainnya.

Gambar 12 Warna buah matang Gambar diadaptasi dari TG (2012)

26 Bentuk buah: (1) elongate, (2) almost round, (3) triangular, (4) campanulate, (5) blocky, (6) lainnya.

Gambar 13 Bentuk buah

Gambar diadaptasi dari IPGRI (1995)

27 Bentuk pangkal buah: (1) acute, (2) obtuse, (3) truncate, (4) cordate, (5) lobate

Gambar 14 Bentuk pangkal buah Gambar diadaptasi dari IPGRI (1995) 28 Lekukan di pangkal buah: (1) tidak ada, (9) ada

29 Bentuk ujung buah: (1) pointed, (2) blunt, (3) sunken, (4) sunken and pointed, (5) lainnya.

1 absent


(33)

19

Gambar 16 Bentuk ujung buah Gambar diadaptasi dari IPGRI (1995)

30 Bentuk potongan melintang buah: ( 3) slightly corrugated, (5) intermediate, (7) corrugated

Gambar 17 Bentuk potongan melintang buah Gambar diadaptasi dari IPGRI (1995) 31 Permukaan kulit: (1) smooth, (2) semiwrinkled, (3) wrinkled

Analisis Data

Keberhasilan persilangan (daya silang) dianalisis dengan persentase keberhasilan persilangan dan dibuat grafik. Keragaman genetik dan pola hubungan kekerabatan dianalisis dengan analisis gerombol (cluster analysis) dan analisis komponen utama (AKU) menggunakan software SPSS versi 20. Informasi hubungan kekerabatan digunakan untuk menentukan pengelompokkan spesies cabai rawit dan sebagai dasar dalam pembentukan populasi studi pewarisan cabai rawit.

Hasil dan Pembahasan

Daya Silang Cabai Rawit

Hasil persilangan buatan (hibridisasi) antar genotipe cabai rawit (Capsicum spp.) menghasilkan tingkat keberhasilan hibridisasi yang berbeda-beda. Berdasarkan Gambar 18, diketahui bahwa keberhasilan persilangan IPBC10 sebagai tetua betina berkisar antara 0-90%, IPBC145 sebagai tetua betina berkisar antara 10-90% dan IPBC295 sebagai tetua betina berkisar antara 50-90%. Genotipe IPBC10 dan IPBC145 (sebagai tetua betina) jika disilangkan dengan 20 genotipe lainnya dan menghasilkan persentase persilangan kurang dari atau sama dengan 40% (nilai persentase genotipe IPBC295 sebagai tetua jantan), diduga sebagai cabai rawit spesies C. frutescens. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Greenleaf (1986) dan Setiamihardja (1993) yang menyatakan bahwa keberhasilan persilangan antara C. annuum x C. frutescens relatif kecil, karena adanya sifat inkompatibilitas, dan jika terbentuk biji, maka biji F1 nya steril.


(34)

20

Gambar 18 Persentase keberhasilan persilangan cabai rawit

Genotipe IPBC61, IPBC63, IPBC139, IPBC163, IPBC285, IPBC288, IPBC289, dan IPBC294 sebagai tetua jantan, menghasilkan persentase persilangan kurang dari 40% dan hampir semuanya menghasilkan buah dan benih. Tetapi semua benih hasil persilangannya berwarna hitam, hampa dan jika dikecambahkan tidak dapat berkecambah, sehingga genotipe-genotipe tersebut dikelompokkan sebagai cabai rawit C. frutescens. Berbeda halnya dengan genotipe IPBC8, IPBC126, IPBC 133, IPBC160, IPBC174, IPBC284, IPBC287, IPBC291, IPBC292 dan IPBC293 sebagai tetua jantan, menghasilkan persentase persilangan lebih dari 40% dengan sifat benih yang dihasilkan berwarna kuning, bernas dan dapat berkecambah, sehingga genotipe-genotipe ini diduga kelompok cabai rawit C. annuum (Gambar 19).

Ca: Capsicum annuum Cf : Capsicum frutescens 0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

K

eb

erh

a

sila

n

p

ers

ila

n

g

a

n

(

%)

Tetua jantan

Tetua betina IPB C10 Tetua betina IPB C145 Tetua betina IPB C295

Ca x Cf Cf x Ca

A

Ca x Cf Cf x Ca

Ca x Cf Cf x Ca

B

Gambar 19 Kondisi benih hasil persilangan antar spesies cabai rawit (A) buah dan benih (B) daya berkecambah cabai pada media semai (tray) dan kertas tisue

Garis seleksi


(35)

21 Kecambah F1 hasil persilangan C. frutescens x C. annuum yang tumbuh kemudian ditanam dan menghasilkan tanaman yang memiliki karakter tanaman yang mengarah ke C. frutescens, tetapi bentuk buah yang dihasilkan berada di antara kedua tetuanya, yaitu karakter C. frutescens dan C. annuum (Gambar 20). Setiamihardja (1993) melaporkan bahwa tanaman F1 hasil persilangan C. frutescens x C. annuum, tanaman dan buahnya berada diantara kedua tetuanya.

Pengelompokkan 21 Genotipe Cabai Rawit

Analisis Gerombol

Analisis gerombol bertujuan untuk mengelompokkan data (pengamatan) ke dalam beberapa kelas, sehingga anggota di dalam satu kelas lebih homogen (serupa) dibandingkan dengan anggota di dalam kelas lain. Kriteria pengelompokkan berdasarkan pada ukuran kemiripan (Djuraidah 1991). Kemiripan antar objek yang dapat diukur menggunakan sebuah indeks dengan makna tertentu seperti jarak euclidean (akar ciri) atau jarak lain, sejenis indeks peluang atau yang lainnya. Semakin kecil jarak akar ciri antar dua genotipe maka semakin mirip genotipe tersebut satu sama lain (Yunianti et al. 2007).

Analisis gerombol yang dilaksanakan pada 21 genotipe cabai dengan 23 karakter kualitatif menghasilkan dendrogram seperti pada Gambar 22. Seluruh genotipe cabai rawit yang diuji terlihat mengelompok menjadi dua gerombol pada nilai ketidakmiripan (jarak euclid) 25. Genotipe-genotipe yang mengelompok pada kelompok I adalah IPBC288, IPBC295, IPBC163, IPBC289, IPBC294, IPBC61, IPBC139, IPBC63 dan IPBC285. Kelompok II adalah IPBC287, IPBC293, IPBC145, IPBC160, IPBC292, IPBC133, IPBC284, IPBC8, IPBC291, IPBC10, IPBC126 dan IPBC174. Pengelompokkan genotipe dengan menggunakan analisis gerombol ini mendukung dan memperkuat hasil dalam pengelompokkan cabai Gambar 20 Hasil persilangan antar spesies cabai rawit antara IPBC295 x IPBC145 (C. frutescens x C. annuum), (A) Tanaman F1, (B) buah F1, dan (C) benih F2


(36)

22

rawit yang termasuk spesies C. annuum dan C. frutescens yang sebelumnya telah dilaksanakan pengelompokkan secara biologi (daya silang).

Nilai ketidakmiripan (jarak euclid)

Analisis Komponen Utama

Hasil pengamatan kualitatif terdapat delapan karakter yang mempunyai skor sama pada semua genotipe yaitu posisi bunga (skor 7), warna semburat mahkota (skor 1), pigmen kelopak (skor 1), bentuk tipe kelopak (skor 2), penyempitan tangkai buah (skor 1), bantuk pangkal buah (skor 2), bentuk ujung buah (skor 1), dan bentuk batang (skor 1). Kesembilan karakter tersebut tidak dapat dianalisis pada Analisis Komponen Utama (AKU) sehingga karakter kualitatif yang digunakan sebanyak 23 karakter. Berdasarkan AKU terdapat empat komponen yang memiliki nilai akar ciri lebih dari satu (Tabel 4). Menurut Santoso (2004), nilai akar ciri menunjukkan kepentingan relatif masing-masing faktor dalam menghitung keragaman seluruh variabel yang dianalisis. Komponen dengan akar ciri kurang dari satu tidak valid digunakan dalam menghitung jumlah faktor yang terbentuk (Simamora 2005).

Keempat komponen tersebut merupakan hasil reduksi dari 23 karakter yang dapat menerangkan keragaman sebesar 90.21% (Tabel 4). Analisis data untuk mengelompokkan 21 genotipe cabai menggunakan empat Komponen Utama (KU) yang dapat menjelaskan keragaman sebesar 90.21% dari variabilitas 23 karakter yang diamati.

II

I

I

II


(37)

23

Berdasarkan nilai vektor ciri (Tabel 5) komponen I terdiri atas 15 karakter yaitu bercak/garis antosianin, warna buah matang, fruit set, warna daun, warna buku, warna batang, tunas air, bulu pada batang, tipe percabangan, kerapatan daun, tipe pertumbuhan, bentuk daun, bulu pada daun, warna buah muda, dan warna buah intermediet. Komponen II terdiri atas satu karakter yaitu posisi stigma. Komponen III terdiri atas satu karakter yaitu bulu pada daun. Komponen IV terdiri atas satu karakter yaitu warna buah intermediet.

Komponen

Akar ciri Ekstraksi akar kuadrat Total %

Keragaman

Kumulatif

% Total

% Keragaman

Kumulatif % 1 16.22 70.50 70.50 16.22 70.50 70.50

2 2.30 10.01 80.51 2.30 10.01 80.51

3 1.16 5.02 85.53 1.16 5.02 85.53

4 1.08 4.67 90.21 1.08 4.67 90.21

5 0.64 2.77 92.98

6 0.62 2.68 95.66

7 0.37 1.59 97.25

8 0.26 1.12 98.37

9 0.17 0.75 99.12

10 0.10 0.41 99.53

11 0.06 0.28 99.81

12 0.03 0.14 99.95

13 0.01 0.04 99.99

14 0.00 0.01 100.00

Tabel 4 Nilai akar ciri komponen utama berdasarkan analisis komponen utama

Gambar 22 Pengelompokkan 21 genotipe cabai rawit berdasarkan KU I dan KU II

II


(38)

24

Berdasarkan pengelompokkan KU I dan KU II (Gambar 21) dengan proporsi keragaman total sebesar 80.51%, genotipe cabai yang diuji dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Kelompok I terdiri atas sembilan genotipe yaitu IPBC61, IPBC63, IPBC139, IPB 163, IPB 285, IPBC288, IPBC289, IPBC294 dan IPBC295. Kelompok II terdiri atas 12 genotipe yaitu IPBC8, IPBC10, IPBC126, IPBC133, IPBC145, IPBC160, IPBC174, IPBC284, IPBC287, IPBC291, IPBC292 dan IPBC293.

Tabel 5 Nilai vektor ciri empat komponen utama

Karakter Komponen

1 2 3 4

Warna mahkota -0.99 0.11 0.07 0.07

Warna anther 0.34 -0.51 0.43 -0.48

Warna tangkai sari -0.98 0.09 0.08 0.06

Posisi stigma 0.38 0.71 0.00 -0.10

Bercak/garis antosianin 0.99 -0.11 -0.07 -0.07

Warna buah muda 0.60 -0.61 0.18 0.35

Warna buah intermediet 0.59 -0.51 -0.02 0.52

Warna buah matang 0.99 -0.11 -0.07 -0.07

Fruit set 0.99 -0.11 -0.07 -0.07

Bentuk buah -0.99 0.11 0.07 0.07

Lekukan pangkal buah -0.99 0.11 0.07 0.07

Potongan melintang buah -0.99 0.11 0.07 0.07

Permukaan kulit buah -0.99 0.11 0.07 0.07

Warna batang 0.85 0.14 0.16 -0.19

Warna buku 0.93 -0.03 0.11 -0.11

Bulu pada batang 0.79 0.40 0.20 -0.22

Tipe pertumbuhan 0.72 0.42 -0.08 0.07

Tipe percabangan 0.79 0.41 -0.05 0.28

Tunas air 0.84 0.28 0.30 0.09

Kerapatan daun 0.79 0.41 -0.05 0.28

Warna daun 0.99 -0.11 -0.07 -0.07

Bentuk daun 0.69 -0.09 -0.59 0.03

Bulu pada daun 0.63 0.14 0.59 0.36

Berdasarkan hasil persentase daya silang (crossability) dan pengamatan karakter morfologi dapat mengelompokkan dua spesies cabai rawit (C. annuum dan C. frutescens), maka diperoleh beberapa karakter morfologi pembeda antara C. annuum dan C. frutescens. Morfologi kedua spesies cabai rawit ini memiliki perbedaan pada warna mahkota (corolla), warna anther, warna buah muda, tangkai buah (calyx) dan bentuk daun (Tabel 6). Cabai rawit spesies C. annuum memiliki warna mahkota/corolla putih dan ungu; warna anther hijau dan ungu, warna buah muda hijau, ungu, putih kehijauan, dan kuning kehijauan; tangkai buah (calyx) mengikuti bentuk pangkal buah dan tidak ada penyempitan; bentuk daun berbentuk lanceolate dan ovate. Adapun cabai rawit spesies C. frutescens hanya memiliki warna mahkota (corolla) hijau keputihan; warna anther biru; warna buah muda


(1)

66

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed N, Bhat MY, Tankim MI, Zargar GH. 1997. Inheretance of yield attributing characters in pepper. Capsicum and Eggplant Newsletter 13: 58-60.

Allard RW. 1960. Principles of Plant Breeding. New York (US): John Willey and Sons.

Amrullah. 2000. Tingkat Kandungan Klorofil Daun dan Kontribusinya serta Pengaruh Pemupukan NPKMg dan Pemberian Metanol terhadap Kandungan Klorofil, Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.). [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Barbosa AMM, Geraldi IO, Benchimol LL, Garcia AAF, Souza CL, Souza AP. 2003. Relationship of intra- and interpopulation tropical maize single cross hybrid performance and genetic distances computed from AFLP and SSR markers. Euphytica. 130:87–99.

Berke TG. 2000. Hybrid seed production in Capsicum. P. 49-67. In Basra, editor. Hybrid seed production in vegetables: rationale and methods in selected crops. Haworth Press Inc.

[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2014. Data curah hujan, temperatur, kelembaban udara dan intensitas cahaya matahari. Darmaga Bogor.

Bosland PW. 1996. Capsicums: Innovative uses of an ancient crop. Janick J, editor. Arlington (US): ASHS Pr. hlm. 479 – 487.

Bosland PW, Votava EJ. 2000. Peppers: Vegetable and Spice Capsicums. Oxon, UK and New York (US): CABI Publishing.

Brown RH. 1984. Growth of the Green Plant. In Tesar MB. (Ed.) Physiological Basic of Crop Growth and Development. USA (US): American Society of Agronomy, Inc.

Campodonico OP. 1983. Estimates of natural cross – pollination in serano pepper (Capsicum annuum L.). Capsicum Newsletter. 2:106 – 107.

Corella P, Celada V, Csillery C. 1986. Natural cross – pollination experiment in Spain 1986. Capsicum Newsletter. 5:36 – 37.

Csillery C, Quagliotti L, Rota A. 1986. Natural cross – pollination experiment on pepper (Capsicum annuum L.) in Piedmont, Italy, in 1986. Capsicum Newsletter. 5:38 – 39.

Darlina E, Baihaki A, Darajat A, Herawati T. 1992. Daya gabung dan heterosis peubah hasil dan komponen hasil enam genotipe kedelai dalam silang dialil. Zuriat 3(2):32-38.

Daryanto A. 2009. Studi Heterosis dan Daya Gabung Karakter Agronomi Cabai (Capsicum annuum L.) pada Hasil Persilangan Half Diallel [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Djarwaningsih T. 2005. Capsicum spp (Cabai): asal, persebaran dan nilai ekonomi. Biodiversitas 6:292-296.

Djuraidah A. 1991. Simulasi Analisis Gerombol dengan Pendekatan Penguraian Sebaran Campuran Normal Ganda pada Data MSS LANDSAT [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Falconer DS. 1981. Introduction to Quantitative Genetics. New York (US): Longman.


(2)

67 Falconer DS, Mackay TFC. 1998. Introduction to Quantitative Genetics. Malaysia

(MY): Longman.

Fehr WR. 1987. Principle of Cultivar Development. Theory and Technique. Vol 1. New York (US): MacMillan Pub co.

Ganefianti DW. 2010. Genetik ketahanan cabai terhadap begomovirus penyebab panyakit daun keriting kuning dan arah pemuliaannya [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Geleta FL, Labuschagne TM. 2006. Combining ability and heritability for vitamin C and total soluble solids in pepper (Capsicum annuum L.). J Sci Food Agric. 86(9):1317-1320.

Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi kedua. Sjamsudin E, Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Statistical Procedure for Agricultural Research.

Greenleaf WH. 1986. Pepper breeding. Basset MJ, editor. Breeding Vegetables Crops. Connecticut (US): AVI Publishing Co. hlm. 67-134.

Griffing B. 1956. Concept of general and specific combining ability in relation to diallel crossing system: Aust J Biol Sci. 9:463-493.

Hallauer AR, Miranda JB. 1988. Quantitative Genetics in Maize Breeding. USA (US): Iowa State University Pr.

Hasanuzzaman H, Golam F. 2011. Gene action involved in yield and yield contributing trait of chilli (Capsicum annuum L.). Aust J Crop Sci. 5(13):1868-1875.

Hayman BI. 1954. The Theory and Analysis of Diallel Cross. Genetics 39:789–809. Herison C, Rustikawati, Sudarsono. 2001. Studi potensi heterobeltiosis pada persilangan beberapa galur cabai merah (Capsicum annuum L.). Bul. Agron. 29(1): 23-26.

[IPGRI] International Plant Genetic Resources Institute. 1995. Descriptor for Capsicum (Capsicum spp.). Italy (IT): IPGRI, AVRDC, CATIE.

Iriany RN, Sujiprihati S, Syukur M, Koswara J, Yunus M. 2011. Evaluasi daya gabung dan heterosis lima galur jagung manis (Zea mays var saccharata) hasil persilangan dialel. J. Agron. Indonesia 39(2): 103-111.

Jensen NF. 1988. Plant Breeding Methodology. Synthetic Line Population. A Preamble. New York (US): John Wiley & Sons Pr.

Joshi S, Singh B. 1987. Results of combining ability studies in sweet pepper (Capsicum annuum L.). Capsicum Newsltr. 6:49-50.

[Kementan] Kementerian Pertanian. 2013. Basis data pertanian.

http://aplikasi.deptan.go.id/. [15 Agustus 2013].

Kim CG, Kim DI, Kim HJ, Park JI, Lee B, Park KW, Jeong SC, Choi KH, An JH, Cho KH, Kim YS, Kim HM. 2009. Assessment of gene flow from genetikally modified anthracnose-resistant chili pepper (Capsicum annuum L.) to a conventional crop. J. Plant Bio. 52:251-258.

Kirana R. 2006. Perbaikan daya hasil varietas lokal cabai melalui persilangan antar-varietas. Zuriat. 17(2):138-145.

Kirana R, Sofiari E. 2007. Haterosis dan heterobeltiosis pada persilangan 5 genotip cabai dengan metode dialil. J. Hort. 17(2): 111-117.

Kusandriani Y. 1996. Botani tanaman cabai merah. Duriat AS, Widjaja A, Hadisoeganda W, Soetiarso TA, Prabaningrum L, editor. Teknologi Produksi Cabai Merah. Lembang (ID): Balitsa. hlm. 20-27.


(3)

68

Lippert LF, Bergh BO, Smith PG. 1996. Cytogenetics of vegetable crops. Garden pepper, Capsicum sp. Bot. Rev. 32:24-55.

Liu XC, Ishiki K, Wang WX. 2002. Identification of AFLP markers favorable to heterosis in hybrid rice. Breed Sci. 52:201-206.

Malik SA, Malik HN, Minhas NM, Munir M. 2004. General and specific combining ability studies in maize diallel crosses. Int. J. Agric. Biol. 6:856-859.

Marame F, Desalegne L, Harjit S, Fininsa C, Sgvald R. 2008. Genetic components and heritability of yield and yiled related traits in hot pepper. Res J Agric Biol Sci. 4:803-809.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Pr.

Messiaen CM. 1992. The Tropical Vegetable Garden: Principles for Improvement and Increased Production with Application to the Main Vegetable Types. United Kingdom (UK): Macmillan Ltd.

Mishra ACM, Singh RV, Ram HH. 2004. Studies on genetic variability in capsicum (Capsicum annuum L.) under mid hills of Uttaranchal. Capsicum Eggplant News. 23:41-44.

Naktuinbouw. 2010. Calibratoin book; sweet pepper, hot pepper, paprika, chili. Netherlands (NL): Naktuinbouw.

[OECD] Organisation for Economic Co-operation and Development. 2006. Consensus document on the biology of the Capsicum annuum complex (Chili peppers, Hot peppers, and Sweet peppers). OECD Environment, Healt, and Safety Publication, Paris. 2 (36):1-48.

Pangaribuan DH, Pratiwi OL, Lismawati. 2011. Pengurangan pemakaian pupuk anorganik dengan penambahan bokashi serasah tanaman pada budidaya tanaman tomat. J. Agron. Indonesia 39:173-179.

Permadi C, Baihaki A, Haeruman M, Warsa T. 1991. Penampilan dan pewarisan beberapa sifat kuantitatif pada persilangan resiprokal kacang hijau. Zuriat 2(2):47-52.

Permadi AH, Kusandriani Y. 2006. Pemuliaan cabai. Dalam A. Santika (ed.) Agribisnis Cabai. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Pickersgill B. 1989. Genetic resources of Capsicum for tropical regions. Tomato and Production in the Tropics. Tainan. AVRDC.

Pickersgill B. 1997. Genetic resources and breeding of Capsicum spp. Euphytica. 96(129):129-133.

Poehlman JM. 1983. Breeding Field Crops. 2nd edition. Westport (US): The AVI Publishing Company, Inc.

Poehlman JM, Sleeper DA. 1995. Breeding Field Crops. Fourth edition. Iowa (US): Iowa State University Pr.

[PPVT] Pusat Perlindungan Varietas Tanaman. 2007. Panduan Pengujian Individual Kabaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan Cabai. Jakarta (ID): Departemen Pertanian Republik Indonesia.

Prasath D, Ponnuswami V, Muralidharan V. 2007. Source of resistance to anthracnose (Colletotrichum capsici) disease in Capsicum spesies. Indian J Agric Sci. 77(7):473-474.

Rodrigues KF, Tam HK. 2010. Moleculer markers for Capsicum frutescens varieties cultivated in Borneo. J. Plant Breed. and Crop. Sci. 2:165-167.


(4)

69 Roy D. 2000. Plant Breeding, Analysis and Exploitation of Variation. New Delhi

(IN): Narosa Publishing House.

Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1999. Sayuran Dunia 3: Prinsip Produksi, dan Gizi. Herison C, penerjemah. Bandung (ID): ITB Pr.

Santoso S. 2004. SPSS Statistik Multivariat. Jakarta (ID): Elex Media Computindo. Saputra HE. 2013. Pewarisan karakter kuantitatif tomat (Lycopersicon esculentum

Mill.) untuk dataran rendah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sastrosumarjo S, Syukur M. 2013. Struktur kromosom. Syukur M, Sastrosumarjo

S, editor. Sitogenetika Tanaman. Bogor (ID): IPB Pr.

Satoto, Suprihatno B. 1998. Heterosis dan stabilitas hasil hibrida-hibrida padi turunan galur mandul jantan IR62829A dan IR58025A. Penel. Pert. Tan. Pangan 13:33-37.

Sausa JA de, Maluf WR. 2003. Diallel analysis and estimation of genetics parameters of hot pepper (Capsicum chinense Jacq.). Sci Agric 60(1):105-113. Setiamihardja R. 1993. Persilangan antar spesies pada tanaman cabai. Zuriat.

4(2):112-114.

Simamora B. 2005. Analisis Multivariat Pemasaran. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.

Singh RK, Chaudhary BD. 1979. Biometrical Methods in Quantitative Genetic Analysis. Revised edition. New Delhi (IN): Kalyani Publishers.

Sreelathakumary I, Rajamony L. 2004. Variability, heritability and genetic parameters of hot pepper (Capsicum annuum L.). J Trop Agric. 42:35-37. Sleper DA, Poehlman JM. 2006. Breeding Field Crops. Fifth edition. Ames, Iowa

(US): Blackwell Publishing.

Sprague GF, Tatum LA. 1942. General vs specific combining ability in single crosses of corn. Jour Amer Soc Agron. 34:923-932.

Stoskopf NC, Tomes DT, Christie BR. 1993. Plant Breeding and Practice. Oxford (GB): Westview Pr.

Sujiprihati S. 1996. Heterosis, combining ability and yield prediction in hybrids from local maize inbreed lines [Disertasi]. Malaysia (MY): Faculty of Agriculture, Universiti Pertanian Malaysia.

Sujiprihati S, Yunianti R, Syukur M, Undang. 2007. Pendugaan nilai heterosis dan daya gabung beberapa komponen hasil pada persilangan dialel penuh enam genotipe cabai (Capsicum annuum L.). Bul. Agron. 35(1):28-35.

Sumarni N. 1996. Budidaya tanaman cabai merah. Dalam: Duriat AS, Widjaja A, Hadisoeganda W, Soetrisno TA, Prabaningrum L, editor. Teknologi Produksi Cabai Merah. Lembang (ID): Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

Syukur M. 2007. Analisis genetik dan studi pewarisan sifat ketahanan cabai (Capsicum annuum L.) terhadap antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum acutatum [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R, Undang. 2009. Analisis genetik beberapa

komponen hasil cabai (Capsicum annuum L.) menggunakan persilangan dialel penuh. Kumpulan Makalah Seminar Ilmiah Perhimpunan Hortikultura Indonesia (PERHORTI) 21-22 Oktober 2009. Bogor (ID): PERHORTI. hlm 233-242.

Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R, Kusumah DA. 2010a. Yield evaluation of pepper hybrids and their adaption at four location in two years. J Agron Indonesia. 38(1):43-51.


(5)

70

Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R, Undang. 2010b. Diallel analysis using hayman method to study genetic parameters of yield components in pepper (Capsicum annuum L.). Hayati J Biosci. 17(4):183-188.

Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R, Nida K. 2010c. Pendugaan komponen ragam, heritabilitas dan korelasi untuk menentukan kriteria seleksi cabai (Capsicum annuum L.) populasi F5. J. Hort. Indonesia 1(3):74-80.

Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R. 2012a. Teknik Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Syukur M, Yunianti R, Dermawan R. 2012b. Sukses Panen Cabai Tiap Hari. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Tembhume BV, Rao SK. 2012. Heterosis and Combining Ability in CMS Based Hybrid Chilli (Capsicum annuum L.). J Agric Sci. 4(10).

TG. 2012. Guidelines for the conduct of test for distinctness, uniformity, and stability for pepper (Capsicum annuum L.).

Tindal HD. 1983. Vegetable in The Trofic. Hampshire (US): Macmillan Education ltd.

Tong N, Bosland PW. 1997. Meiotic chromosome study of Capsicum lanceolatum, another 13 chromosome species. Capsicum and Eggplant Newsletter 16:42-43. Welsh JR. 1981. Fundamental of Plant Genetic and Breeding. USA (US): John

Wiley & Sons, Inc.

Wricke G, Weber WE. 1986. Quantitative Genetics and Selection in Plant Breeding. Berlin (DE): Walter de Gruyter.

Yunianti R. 2007. Analisis genetik pewarisan sifat ketahanan cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Phytopthora capsici Leonin [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Yunianti R, Sastrosumarjo S, Sujiprihati S, Surahman M, Hidayat SH. 2007. Ketahanan 22 genotipe cabai (Capsicum spp.) terhadap Phytophthora capsici Leonian dan keragaman genetiknya. Bul. Agron. 35:103-111.

Yustiana. 2013. Analisis daya gabung dan kelompok heterosis galur-galur jagung tropis koleksi PT. Bisi International, Tbk. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.


(6)

71

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 19 April 1983 putra keempat dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Misro dan Ibu Ratmini. Penulis menikah dengan Siti Marwiyah, SP MSi pada tanggal 28 Oktober 2007 dan saat ini telah dikaruniai dua orang putra Muhammad Rizqi Mubarok dan Muhammad Baswara Azzamy.

Penulis menempuh pendidikan menengah di SMU Negeri 1 Dayeuhluhur-Cilacap lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima pada program S1 (sarjana) di Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih (PMTTB), Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan lulus pada tahun 2006. Penulis berkesempatan melanjutkan program S2 (magister) pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2012, melalui biaya pendidikan dari Program Diploma IPB.

Pada tahun 2006-2009 penulis bekerja di perusahaan benih ‘Surya Mentari’ PT. Mulia Bintang Utama sebagai koordinator lapang dan konsultan benih wilayah Bogor, Sukabumi dan Cianjur. Pada tahun 2009-sekarang penulis bekerja sebagai tenaga pendidik (dosen) di Program Diploma IPB.

Selama mengikuti program S2, penulis bersama komisi pembimbing mengikuti kegiatan seminar. Makalah oral berjudul Keragaan Cabai Rawit Hibrida Capsicum annuum L. Berdaya Hasil Tinggi pada Seminar Nasional Capaian Kegiatan-kegiatan Pemuliaan dalam Menyongsong Millenium Development Goals (MDG’s) Tahun 2015 yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Tanaman Indonesia (PERIPI) Komda Riau di Universitas Riau (UR), Riau pada tanggal 10 Juni 2014. Artikel berjudul Identifikasi Spesies Cabai Rawit (Capsicum spp.) berdasarkan Daya Silang dan Karakter Morfologi sedang menunggu di terbitkan pada Jurnal Agronomi Indonesia (JAI).