Tarif TARIF DAN CARA PENGHITUNGAN PPh PASAL 2126

30 BUKU PANDUAN BENDAHARA tetap, pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayar secara bulanan. b 5 atau 6 khusus untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dari upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang jumlahnya melebihi Rp 150.000,- sehari dan penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender tidak melebihi Rp6.000.000,00; c Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh atau 20 lebih tinggi dari tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh khusus untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP atas jumlah kumulatif dari dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh bukan pegawai. Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 tenaga ahli adalah 50 dari jumlah penghasilan bruto; e Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh atau 20 lebih tinggi dari tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh khusus untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP diterapkan atas jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan. f 20 bersifat fi nal diterapkan terhadap penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Wajib Pajak luar negeri, dengan memperhatikan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku antara Republik Indonesia dengan negara domisili Wajib Pajak luar negeri tersebut; 3. Tarif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan Dan Pengenaan Pajak Penghasilan Yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah: Bab II — Bendahara Sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 2126 31 a Bersifat Final i. 0 diterapkan atas penghasilan yang dibayarkan berupa Honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang diterima oleh PNS Golongan I dan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya; ii. 5 diterapkan atas penghasilan yang dibayarkan berupa Honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang diterima oleh PNS Golongan III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan pensiunannya; iii. 15 diterapkan atas penghasilan yang dibayarkan berupa Honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang diterima Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan Pensiunannya; b Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah penghasilan bruto berupa penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan termasuk gaji ke-13 yang menjadi beban APBN atau APBD yang dihitung dengan tarif ini ditanggung oleh pemerintah; c Dalam hal PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya diangkat sebagai pimpinan danatau anggota pada lembaga yang tidak termasuk sebagai Pejabat Negara, atas penghasilan yang menjadi beban APBN atau APBD terkait dengan kedudukannya sebagai pimpinan danatau anggota pada lembaga tersebut dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan tidak ditanggung oleh Pemerintah; 32 BUKU PANDUAN BENDAHARA d Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah penghasilan bruto berupa penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak ditambah tarif 20 lebih tinggi apabila Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. Tambahan PPh Pasal 21 sebesar 20 dipotong dari penghasilan yang diterima Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI dan Anggota POLRI dan pensiunannya pada saat penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dibayarkan.

b. Cara Penghitungan

1 Pengenaan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, POLRI dan para Pensiunan termasuk jandaduda dan atau anak-anaknya yang dibebankan kepada Keuangan NegaraDaerah APBNAPBD a Atas penghasilan yang dibayarkan berupa: • gaji kehormatan; • Gaji atau uang pensiun, dan • Tunjangan yang terkait dengan gaji kehormatan, gaji atau uang pensiun yang dibebankan kepada Keuangan Negara Daerah. PPh Pasal 21-nya dihitung dengan cara sebagai berikut: • Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil dan anggota TNI,POLRI, Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a X Penghasilan Kena Pajak PKP. Penghasilan Kena Pajak = penghasilan bruto – biaya jabatan - iuran pensiun - PTKP. • Bagi penerima pensiun bulanan Bab II — Bendahara Sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 2126 33 Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a X Penghasilan Kena Pajak PKP. Penghasilan Kena Pajak = penghasilan bruto – biaya pensiun – PTKP. Contoh : Polan tidak kawin adalah PNS golong III a, menerima gaji Rp 1.700.000,-bulan, tunjangan beras Rp 200.000,-bulan dan tunjangan fungsional Rp 100.000,-bulan. Penghitungan PPh pasal 21: Penghasilan bruto : 1.700.000,00 + 200.000,00 + 100.000,00 = Rp 2.000.000,00 Biaya jabatan : 5 x Rp 2.000.000,00 = Rp 100.000,00 Iuran pensiun : = Rp 100.000,00 - Penghasilan neto sebulan = Rp 1.800.000,00 Penghasilan neto setahun : 12 x Rp 1.800.000,00 = Rp 21.600.000,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak = Rp 15.840.000,00 - Penghasilan Kena Pajak = Rp 5.760.000,00 PPh Pasal 21 setahun : 5 x Rp 5.760.000,00 = Rp 288.000,00 PPh Pasal 21 sebulan : Rp 288.000,00 : 12 = Rp 24.000,00 ditanggung Pemerintah. Apabila penghasilan Polan dalam tahun berjalan mengalami penambahan, maka penghitungan PPh Pasal 21 harus dihitung ulang dengan menggunakan cara seperti di atas. Contoh : Polan tidak kawin adalah PNS golongan IIIa, pada 1 April 2011 naik golongan menjadi IIIb dan penghasilan sebulannya terhitung mulai bulan tersebut bertambah menjadi Rp2.400.000,- dengan iuran pensiun Rp100.000,-.