PENGHASILAN YANG TIDAK DIPOTONG PPh PASAL PENGURANGAN YANG DIPERBOLEHKAN

Bab II — Bendahara Sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 2126 25 b Penghasilan Tidak Kena Pajak: PTKP Setahun Sebulan • untuk diri pegawai • tambahan untuk pegawai yang kawin • tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 tiga Rp 15.840.000,00 Rp 1.320.000,00 Rp 1.320.000,00 Rp 1.320.000,00 Rp 110.000,00 Rp 110.000,00 • Tanggungan adalah anggota keluarga sedarah dan semenda dalam satu garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya. • PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun kalender • Besar PTKP setiap status Wajib Pajak: PTKP Setahun WP Tidak Kawin • 0 tanggungan TK0 • 1 tanggungan TK1 • 2 tanggungan TK2 • 3 tanggungan TK3 WP Kawin Penghasilan Istri Tidak Digabung • 0 tanggungan K0 • 1 tanggungan K1 • 2 tanggungan K2 • 3 tanggungan K3 Rp 15.840.000,00 Rp 17.160.000,00 Rp 18.480.000,00 Rp 19.800.000,00 Rp 17.160.000,00 Rp 18.480.000,00 Rp 19.800.000,00 Rp 21.120.000,00 26 BUKU PANDUAN BENDAHARA PTKP Karyawati : Untuk karyawati status kawin : Pengurangan Penghasilan Tidak Kena Pajak hanya untuk dirinya sendiri Rp 15.840.000,00 Untuk karyawati status tidak kawin : Pengurangan PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungannnya paling banyak 3 tiga orang. untuk karyawati status kawin tetapi suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan: pengurangan PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP sebesar Rp 1.320.000,00 setahun atau Rp 110.000,00 sebulan dan ditambah PTKP tanggungan keluarga paling banyak 3 tiga orang, dengan syarat menunjukan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan, bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan. c Pengurang Yang Diperbolehkan Atas Penghasilan Yang Dibayarkan Kepada Penerima Penghasilan Selain Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, POLRI Dan Para Pensiunan yang dibebankan kepada keuangan negaradaerah APBNAPBD, berupa: 1. Upah harian, Upah mingguan, Upah satuan, Upah borongan, Uang saku harian adalah penghasilan bruto harian dikurangi Rp150.000,- seratus enam puluh ribu rupiah sepanjang jumlah yang diterimanya dalam satu bulan takwim tidak melebihi Rp1.320.000,- satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah dan tidak dibayarkan secara bulanan. Apabila penghasilan bruto dalam satu bulan takwim melebihi Rp1.320.000,- atau dibayarkan secara bulanan, maka pengurangannya adalah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan, yaitu: PTKP Sebenarnya PTKP Harian = 360 Bab II — Bendahara Sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 2126 27 Contoh I : Benny dengan status belum nikah dan tidak memiliki tanggungan TK, pada bulan April 2011 bekerja sebagai buruh harian pada kegiatan pembangunan pagar SMA Negeri di Jakarta. Pekerjaan dilakukan selama 5 hari dengan upah perhari Rp160.000,00 Penghitungan PPh Pasal 21 terutang : Upah sehari Rp 160.000,00 Dikurangi batas upah harian tidak dilakukan pemotongan PPh Rp 150.000,00 - Penghasilan Kena Pajak Sehari Rp 10.000,00 PPh 21 yang harus dipotong : 5 x Rp 10.000,00 = Rp 500,00 Contoh II : Seto dengan status belum menikah. pada bulan Maret 2011 bekerja sebagai buruh harian pada Kegiatan Renovasi SD Negeri di Bandung. Ia bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp 140.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang : Upah sehari Rp 140.000,00 Dikurangi batas upah harian tidak dilakukan pemotongan PPh Rp 150.000,00 - Penghasilan Kena Pajak Sehari Rp 0,00 PPh Pasal 21 dipotong atas Upah Sehari : Rp 0,00 Sampai dengan hari ke-9, karena jumlah kumulatif upah yang diterima belum melebihi Rp 1.320.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong. Misalkan Seto bekerja selama 10 hari, maka pada hari ke-10, setelah jumlah kumulatif upah yang diterima melebihi Rp 1.320.000,00, maka PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya. 28 BUKU PANDUAN BENDAHARA Upah s.d. hari ke-10 Rp 140.000,00 x 10 Rp 1.400.000,00 PTKP sebenarnya Rp 15.840.000,00 x 10360 Rp 440.000,00 - Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-10 Rp 960.000,00 PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-10 Rp 960.000 x 5 Rp 48.000,00 PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d hari ke-9 Rp 0,00 - PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-10 Rp 48.000,00 Sehingga pada hari ke-10, upah bersih yang diterima sebesar : Rp 140.000,00 – Rp 48.000,00 = Rp 92.000,00 Misalkan Seto bekerja selama 11 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-11 adalah sebagai berikut : Upah s.d. hari ke-11 Rp 140.000,00 x 11 Rp 1.540.000,00 PTKP sebenarnya Rp 15.840.000,00 x 11360 Rp 484.000,00 - Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-11 Rp 1.056.000,00 PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-11 Rp 1.056.000,00 x 5 Rp 52.800,00 PPh Pasal 21 telah dipotong s.d hari ke-10 Rp 48.000,00 - PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-11 Rp 4.800,00 Sehingga pada hari ke-11, Seto menerima upah bersih sebesar : Rp 140.000,00 – Rp 4.800,00 = Rp 135.200,00 2. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, dan pembayaran lain dengan nama apapun sebagai imbalan atas jasa atau kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan yang diberikan, yang diterima bukan pegawai tidak ada pengurangan. Khusus untuk bukan pegawai yang memiliki NPWP dan penghasilan yang diterima secara berkesinambungan serta penghasilan tersebut hanya dari 1 satu pemberi penghasilan, maka mendapat pengurangan PTKP sebulan. Bab II — Bendahara Sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 2126 29 3. Uang saku, uang representasi, honorarium uang rapat dan hadiahpenghargaan dan penghasilan sejenis lainnya yang diterima oleh peserta kegiatan perlombaan, rapat, konferensi, sidang, pertemuan, kunjungan kerja, anggota kepanitiaan, pendidikan pelatihan dan magang, kegiatan lainnya tidak ada pengurangan. 4. Untuk Penghasilan WP Luar Negeri tidak ada pengurangan.

7. TARIF DAN CARA PENGHITUNGAN PPh PASAL 2126

a. Tarif

1 Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang PPh sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut: Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Tarif Pajak untuk WP yang tidak memiliki NPWP sd Rp 50 Juta 5 6 atau 120 x 5 di atas Rp 50 juta sd Rp 250 juta 15 18 atau 120 x 15 di atas Rp 250 juta sd Rp 500 juta 25 30 atau 120 x 25 di atas Rp 500 juta 30 36 atau 120 x 30 2. Tarif berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 252 PMK.032008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi: a Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh atau 20 lebih tinggi dari tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh khusus untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi pegawai 30 BUKU PANDUAN BENDAHARA tetap, pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayar secara bulanan. b 5 atau 6 khusus untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dari upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang jumlahnya melebihi Rp 150.000,- sehari dan penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender tidak melebihi Rp6.000.000,00; c Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh atau 20 lebih tinggi dari tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh khusus untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP atas jumlah kumulatif dari dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh bukan pegawai. Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 tenaga ahli adalah 50 dari jumlah penghasilan bruto; e Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh atau 20 lebih tinggi dari tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh khusus untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP diterapkan atas jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan. f 20 bersifat fi nal diterapkan terhadap penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Wajib Pajak luar negeri, dengan memperhatikan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku antara Republik Indonesia dengan negara domisili Wajib Pajak luar negeri tersebut; 3. Tarif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan Dan Pengenaan Pajak Penghasilan Yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah: