Teori ERG M engukur kepuasan kerja

pengaruh motivasi, lingkungan kerja, dan kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan STIE”AUB” Surakarta. M anfaat Penelit ian Hasil penelitian ini menjadi informasi untuk menentukan langkah atau program di STIE”AUB” Surakarta, khususnya tentang bagaimana mening- katkan kepuasan kerja para karyawan di Instansi tersebut; Dengan melakukan penelitian akan mendapat gambaran yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah faktor-foktor apa yang mempe- ngaruhi kepuasan kerja para karyawan di STIE”AUB” Surakarta; Memberi saran sebagai masukan terhadap upaya pembinaan pegawai yang mengarah pada peningkatan kepuasan kerja karyawan STIE”AUB” Surakarta. E. Hipotesis 1. Motivasi mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan STIE “AUB” Surakarta; 2. Lingkungan kerja mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan kerja karya- wan STIE “AUB” Surakarta; 3. Kepemimpinan mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan kerja karya- wan STIE “AUB” Surakarta; 4. Secara bersama-sama motivasi, kepe- mimpinan, dan lingkungan kerja mem- punyai pengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan STIE “AUB” Surakarta. A. Motivasi 1.Teori Maslow Menurut Maslow, dalam Gito sudarmo dan Sudito 1997 dikemu-kakan bahwa manusia ditempat kerjanya dimoti- vasi oleh suatu keinginan untuk me- muaskan sejumlah kebutuhan yang ada dalam diri seseorang. Teori ini didasarkan pada tiga asumsi dasar sebagai berikut: 1 Kebutuhan manusia tersusun dalam suatu hirarkhi, mulai dari hirarkhi kebu- tuhan yang paling dasar sampai kebu- tuhan yang komplek atau paling tinggi tingkatannya; 2 Keinginan untuk memenuhi kebutuhan dapat mempengaruhi perilaku sese- orang dimana hanya kebutuhan yang belum terpuaskan yang dapat meng- gerakkan perilaku, kebutuhan yang telah terpuaskan tidak dapat berfungsi sebagai motivator; 3 Kebutuhan yang lebih tinggi berfungsi sebagai motivator apabila kebutuhan yang hirarkhinya lebih rendah paling tidak telah terpuaskan secara minimal. Atas dasar asumsi di atas, hirarkhi kebutuhan manusia menurut Maslow dalam Gitosudarmo dan Sudito 1997 adalah sebagai berikut: a. Kebutuhan fisiologis Physiological Needs b. Kebutuhan keselamatan dan keamanan Safet y and Scurit y Needs c. Kebutuhan sosial Social Needs d. Kebutuhan penghargaan Est eem Needs e. Kebutuhan aktualisasidiri Selfct ualizat ion Needs

2. Teori ERG

Menurut Alderfer, dalam Gito sudarmao dan Sudito 1997 dikemukakan bahwa kebutuhan manusia tersusun dalam hirarkhi, Alderfer dan Maslow sependapat bahwa orang cenderung meningkat hirarkhi kebutuhannya sejalan dengan terpuaskannya kebutuhan di bawahnya, akan tetapi Alderfer tidak yakin atau tidak sependapat dengan Maslow, bahwa suatu kebutuhan harus terpuaskan terlebih dahulu sebelum kebutuhan tingkat di- atasnya muncul. Kalau teori Hirarkhi Kebutuhan dari Maslow menganggap bahwa kebutuhan manusia tersusun dalam lima hirarkhi maka teori ERG menganggap bahwa kebutuhan manusia memiliki tiga hirarkhi kebutuhan. Ketiga kebutuhan ter- sebut meliputi kebutuhan akan eksistensi exist ence needs E, kebutuhan akan keterkaitan relat ednes needs R, dan kebutuhan akan pertumbuhan grow t h needs G. a. Kebutuhan eksistensi b. Kebutuhan akan keterikatan c. Kebutuhan pertumbuhan Kebutuhan akan pertumbuhan meliputi semua kebutuhan yang berkaitan dengan pengembangan potensi sese- orang termasuk kebutuhan aktualisasi diri dan penghargaan dari Maslow. Kepuasan atas kebutuhan partum- buhan oleh orang-orang yang terlibat dalam suatu tugas tidak saja ingin menggunakan dan menunjukkan kemampuannya secara maksimal tetai juga dapat mengembangkan kemam puan-kemampuan baru.

3. Teori dua faktor dari Hersberg

Menurut Herzberg, dalam Gitosudarmo dan Sudito 1977 pembagian kebutuhan hirarkhi Maslow menjadi kebutuhan atas dan bawah, hanya kondisi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan atas yaitu penghar- gaan dan aktualisasi diri akan mening-katkan motivasi kerja. Sebuah organisasi harus memungkinkan karyawan memenuhi kebu- tuhan tingkat bawah melalui kerja, tetapi ini adalah cara utama untuk mempertahankan karyawan tersebut di organisasi tersebut, bukan untuk mempengaruhi motivasi kerjanya. Dalam teori dua faktor tersebut, kondisi kerja yang memungkinkan orang memenuhi kebutuhan tingkat atas dinamakan faktor motivator dan yang penting untuk memenuhi kebutuhan tingkat bawah dina- makan faktor hygiene. Faktor motivator yang diidentifikasikan oleh Herzberg antara lain prestasi, pengakuan, kerja yang menarik, tanggung jawab, dan kesempatan maju. Herzberg yakin semua faktor tadi mempe- ngaruhi kepuasan kerja dan membimbing motivasi kerja lebih tinggi. Faktor hygiene menurut Herzberg hanya mempengaruhi rasa tidak puas terhadap pekerjaan. Faktor-faktor ini antara lain kondisi kerja, jenis supervisi, hubungan dengan rekan sekerja, gaji, dan kebijaksanaan perusahaan. Menurut Herzberg, pentingnya faktor kesehatan hygiene fact ors dirasakan hanya ketika faktor itu tidak ada. Para karyawan menerima kondisi kerja dengan begitu saja tetapi mereka tidak mendapatkan kepuasan kerja, kondisi kerja yang buruk biasanya merupakan sumber ketidak puasan Moon, 1994. A.Lingkungan Kerja 1. Suhu di tempat kerja 2. Penerangan di tempat kerja 3. Kebisingan di tempat kerja 4. Pengaturan kantor 5. Warna dinding

B. Kepemimpinan

Dalam kenyataannya para pemimpin dapat mempengaruhi moral dan kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja, dan tingkat prestasi suatu organisasi. Para pemimpin juga memainkan peranan strategis dalam membantu kelompok, organisasi atau masyarakat untuk mencapai tujuan mereka. Hampir semua pemimpin yang efektif mem-punyai sifat-sifat atau kualitas tertentu yang diinginkan, seperti karisma, berpandangan luas, intensitas, dan keyakinan diri. Bagaimanapun juga kemampuan dan ketram- pilan kepemimpinan dalam pengarahan adalah faktor penting efektivitas manajer. Bila organisasi dapat mengidentifikasikan kualitas- kualitas yang berhubungan dengan kepemim- pinan, kemampuan untuk menseleksi pemimpin-pemimpin efektif akan meningkat. Dan bila organisasi dapat mengidentifikasikan perilaku dan teknik-teknik kepemimpinan efektif, organisasi barangkali akan dapat mempelajari berbagai perilaku dan teknik tersebut oleh karena itu akan dicapai pengembangan efektifitas organisasi. 1. Pengertian Kepemimpinan Menurut Stoner, dalam Handoko 1999 kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pem- berian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya. Ada tiga implikasi penting dari definisi tersebut: pert ama , kepemimpinan menyangkut bawahan, kedua, kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang tidak seimbang antara pemimpin dan anggota kelompok , dan ket iga, pemimpin dapat memberikan pengarahan kepada bawahan dan mempergunakan pengaruh. Pert ama , kepemimpinan menyangkut orang lain, bawahan atau pengikut. Kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari pemimpin, para anggota kelompok mem- bantu menentukan statuskedudukan pemimpin dan membuat proses kepemim- pinan dapat berjalan. Tanpa bawahan, semua kualitas kepemimpinan seorang manajer akan menjadi tidak relevan. Kedua, kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang tidak seimbang antara para pemimpin dan anggota kelompok. Para pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan berbagai kegiatan para anggota kelompok, tetapi para anggota kelompok tidak dapat mengarahkan kegiatan-kegiatan pemimpin secara langsung, meskipun dapat juga melalui sejumlah cara secara tidak langsung. Ket iga, selain dapat memberikan penga- rahan kepada para bawahan atau pengikut, pemimpin dapat juga mempergunakan pengaruh. Dengan kata lain, para pemimpin tidak hanya dapa memerintah bawahan apa yang harus dilakukan tetapi juga dapat mem- pengaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya. Sebagai contoh, seorang manajer dapat mengarahkan seorang bawahan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu, tetapi dia dapat juga mempengaruhi bawahan dalam menentukan cara bagaimana tugas itu dilaksanakan dengan tepat. Menurut Stoner 1992 Kepemimpinan adalah bagian penting manajemen, tetapi tidak sama dengan manajemen. Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran. Manajemen mencakup kepemimpinan, tetapi juga mencakup fungsi- fungsi lain seperti perencanaan, pengorgani- sasian, dan pengawasan. 2. Pendekatan-pendekatan studi kepemim- pinan Menurut Handoko 1999 teori-teori kepemimpinan dapat diklasifikasikan sebagai pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku, dan situasional dalam studi tentang kepe- mimpinan. Pendekatan pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat- sifat t rait s yang tampak. Pendekatan kedua bermaksud mengidentifikasikan perilaku- perilaku behaviors pribadi yang berhu- bungan dengan kepemimpinan efektif. Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan bahwa seorang individu yang memiliki sifat-sifat tertentu atau memperagakan perilaku- perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok apapun dimana dia berada. Pendekatan ketiga, yaitu pandangan sit uasional tentang kepemim- pinan. Pandangan ini menganggap bahwa kondisi yang menentukan efektifitas kepe- mimpinan bervariasi dengan situasi tugas- tugas yang dilakukan, ketrampilan, pengha- rapan bawahan, lingkungan organisasi, penga- laman masa lalu pemimpin, dan sebagainya. Pandangan ini telah menimbulkan pende- katan situasional pada kepemimpinan, yang bermaksud untuk menetapkan faktor-faktor situasional yang menentukan seberapa besar efektifitas situasi gaya kepemimpinan tertentu. a. Pendekatan sifat-sifat kepemimpinan Para teoritisi kesifatan adalah kelom- pok pertama yang bermaksud menjelaskan tentang aspek kepemimpinan. Mereka percaya bahwa para pemimpin memiliki ciri- ciri atau sifat-sifat tertentu yang menye- babkan mereka dapat memimpin para pengikutnya. Daftar sifat-sifat ini dapat menjadi sangat panjang, tetapi cenderung mencakup energi, pandangan, penge- tahuan, kecerdasan, imajinasi, kepercayaan diri, integritas, kepandaian berbicara, pengendalian, keseimbangan emosional, pergaulan sosial, dorongan, dan antu- siasme. Usaha sistematik pertama yang dila- kukan untuk memahami kepemimpinan adalah mengidentifikasikan sifat-sifat pemimpin. Berbagai studi tentang kepe- mimpinan bermaksud untuk 1. Mem- bandingkan sifat-sifat orang yang menjadi pemimpin dengan sifat-sifat yang menjadi pengikut, dan 2. mengidentifikasikan sifat- sifat yang dimiliki oleh para pemimpin efektif. Berbagai studi pembandingan sifat- sifat pemimpin dan bukan pemimpin sering menemukan bahwa pemimpin cenderung lebih tinggi, mempunyai tingkat kecerdasan lebih tinggi, lebih ramah, dan lebih percaya diri daripada yang lain. Kombinasi sifat-sifat tertentu yang akan membedakan antara pemimpin atau calon pemimpin dari pengi- kut, belum pernah ditemukan. Sehingga timbul anggapan para peneliti sifat-sifat kepemimpinan bahwa pemimpin dilahirkan, bukan dibuat, atau seseorang itu dilahirkan membawa atau tidak membawa sifat-sifat yang diperlukan bagi seorang pemimpin. Menurut Handoko 1999 untuk mem- bandingkan sifat-sifat pemimpin yang efektif dan tidak efektif, berbagai sifat dipelajari untuk menentukan apakah hal-hal tersebut berhubungan dengan kepemim- pinan efektif. Pertanyaan utama adalah: “Dapatkah sifat-sifat tertentu membedakan pemimpin efektif dari yang tidak efektif?”. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan belum pernah dapat menunjukkan bahwa sifat-sifat tertentu dapat membedakannya. Menurut Ghiselli, dalam Handoko 1999 dikemukakan bahwa sifat-sifat ter- tentu yang penting untuk kepemimpinan efektif adalah sebagai berikut: 1. Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas supervisory abilit y pelaksanaan fungsi-fungsi dasar mana- jemen, terutama pengarahan dan penga- wasan pekerjaan orang lain; 2. Kebutuhan akan prestasi dalam peker- jaan, mencakup pencarian tanggung jawab dan keinginan sukses; 3. Kecerdasan, mencakup kebijakan, pemi- kiran kreatif, dan daya piker; 4. Ketegasan atau kemampuan untuk mem- buat keputusan-keputusan, dan meme- cahkan masalah-masalah dengan tepat;. 5. Kepercayaan diri, atau pandangan ter- hadap dirinya sebagai kemampuan untuk menghadapi masalah; 6. Inisiatif, atau kemampuan untuk ber- tindak tidak tergantung, mengem- bangkan serangkaian kegiatan, dan mene mukan cara-cara baru atau inovasi. Sedangkan Davis, dalam Handoko 1999 mengikhtisarkan 4 empat cirisifat utama yang mempunyai pengaruh ter- hadap kesuksesan kepemimpinan orga- nisasi: 1 kecerdasan, 2 kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, 3 motivasi diri dan dorongan berprestasi, dan 4 sikap-sikap hubungan manusiawi.

b. Pendekatan perilaku kepemimpinan

Pendekatan-pendekatan kesifatan dalam kenyataannya tidak dapat menje- laskan apa yang menyebabkan kepemim- pinan efektif. Oleh sebab itu pendekatan perilaku tidak lagi mencoba untuk mencari jawaban sifat-sifat pemimpin, tetapi men- coba untuk menentukan apa yang dila- kukan oleh para pemimpin efektif bagai- mana mereka mendelegasikan tugas, bagaimana mereka berkomunikasi dan memotivasi bawahan mereka, bagaimana mereka menjalankan tugas-tugas, dan sebagainya. Tidak seperti sifat-sifat, bagai- manapun juga perilaku-perilaku dapat dipelajari atau dikembangkan, sehingga individu-individu dapat dilatih dengan perilaku-perilaku kepemimpinan yang tepat agar mampu memimpin lebih efektif. Di samping itu, kenyataan juga menunjukkan bahwa perilaku-perilaku kepemimpinan yang sesuai dalam suatu situasi tidak perlu harus cocok dalam situasi lain. Sebagai contoh, dalam perusahaan-perusahaan barang konsumsi dengan persaingan yang ketat dibutuhkan ketrampilan untuk memotivasi individu- individu secara kreatif, yang mungkin tidak diperlukan oleh perusahaan-perusahaan dengan tingkat spesialisasi tinggi. c. Fungsi-fungsi kepemimpinan Pendekatan perilaku membahas orientasi atau identifikasi pemimpin. Aspek pertama pendekatan perilaku kepemim- pinan menekankan pada fungsi-fungsi yang dilakukan pemimpin dalam kelompoknya. Agar kelompok berjalan dengan efektif seseorang harus melaksanakan dua fungsi umum: 1 fungsi-fungsi yang berhubungan dengan tugas “ t ask-relat ed” atau peme- cahan masalah, dan 2 fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok “ group- maint enance ” atau sosial. Fungsi pertama menyangkut pemberian saran penyele- saian, informasi dan pendapat. Fungsi kedua mencakup segala sesutau yang dapat membantu kelompok berjalan lebih lancar, persetujuan dengan kelompok lain, penengahan perbedaan pendapat, dan sebagainya.

d. Gaya-gaya kepemimpinan

Menurut Martoyo 2000 terdapat 6 tipe gaya kepemimpinan yaitu: 1. Tipe pribadi. Tipe kepemimpinan ini didasarkan pada kontak pribadi secara langsung dengan bawahannya; 2. Tipe non pribadi. Pimpinan dengan tipe ini memberikan cermin kurang adanya pribadi pemimpin yang bersangkutan dengan bawahannya. Ini berarti bahwa hubungan pemimpin dengan bawahan- bawahannya hanya melalui sarana atau media tertentu seperti: rencana- rencana atau instruksi-instruksi; 3. Tipe otoriter. Pemimpin otoriter me- nganggap kepemimpinannya meru- pakan hak pribadinya dan berpendapat bahwa ia dapat menentukan apa saja dalam organisasi, tanpa mengadakan konsultasi dengan bawahanya yang melaksanakan; 4. Tipe Demokratis. Pemimpin tipe ini menitikberatkan pada partisipasi kelom- pok dengan memanfaatkan pandangan- pandangan atau pendapat-pendapat kelompok; 5. Tipe partenalistis. Tipe ini cenderung ke “bapak”an, sehingga sangat memikirkan keinginan dan kesejahteraan anak buah, terlalu melindugi dan membimbing; 6. Tipe indigenous. Pemimpin tipe ini timbul dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan yang bersifat informal seperti perkumpulan sepakbola, sekolah dan sebagainya. Menurut Handoko 1999 perilaku kepemimpinan memusatkan pada gaya pemimpin dalam hubungannya dengan bawahan, terdapat dua gaya kepemimpinan yaitu gaya dengan orientasi tugas t ask- orient ed dan gaya dengan orientasi karyawan employee-orient ed . Manajer berorietasi tugas mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tertutup untuk menjamin bahwa tugas dilaksanakan sesuai yang diinginkannya, manajer dengan gaya kepemimpinan ini lebih memperhatikan pelaksanaan pekerjaan dari pada pengembangan dan pertumbuhan karyawan. Manajer berorientasi karyawan mencoba untuk lebih memotivasi bawahan dibanding mengawasi mereka, mereka men- dorong para anggota kelompok untuk melak- sanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta hubungan- hubungan saling mempercayai dan meng- hormati.

e. Teori X dan Teori Y dari M cGregor

Konsep Teori X dan Teori Y dari McGregor, dalam Supardi 2002 dike- mukakan bahwa strategi kepemimpinan dipe- ngaruhi anggapan-anggapan seorang pemim- pin tentang sifat dasar manusia. Sebagai hasil pengalamannya menjadi konsultan McGregor menyimpulkan dua kumpulan anggapan yang saling berlawanan yang dibuat oleh para manajer yang dikenal dengan teori X dan teori Y. Anggapan-anggapan teori X: 1 Rata-rata pembawaan manusia malas atau tidak menyukai pekerjaan dan akan menghindarinya bila mungkin; 2 Karena karakteristik manusia tersebut, orang harus dipaksa, diawasi, diarahkan, atau diancam dengan hukuman agar mereka menjalankan tugas untuk men- capai tujuan-tujuan organisasi; 3 Rata-rata manusia lebih menyukai diarah- kan, ingin menghindari tanggung jawab, mempunyai ambisi relatif kecil, dan me- nginginkan keamananjaminan hidup di atas segalanya. Anggapan-anggapan teori Y: 1 Penggunaan usaha phisik dan mental dalam bekerja adalah kodrat manusia, seperti bermain atau istirahat; 2 Pengawasan dan ancaman hukuman eksternal bukanlah satu-satunya cara untuk mengarahkan usaha pencapaian tujuan organisasi. Orang akan melakukan pengendalian diri dan pengarahan diri untuk mencapai tujuan yang disetujuinya; 3 Keterikatan pada tujuan merupakan fungsi dari penghargaan yang berhubungan dengan prestasi mereka; 4 Rata-rata manusia, dalam kondisi yang layak, belajar tidak hanya untuk menerima tetapi mencari tanggung jawab; 5 Ada kapasitas besar untuk melakukan imajinasi, kecerdikan dan kreatifitas dalam penyelesaian masalah-masalah organisasi yang secara luas tersebar pada seluruh karyawan; 6 Potensi intelektual rata-rata manusia hanya digunakan sebagian saja dalam kondisi kehidupan industri modern. Seorang pemimpin yang menganut anggapan-anggapan teori X akan cenderung menyukai gaya kepemimpinan otoriter. Sebaliknya, pemimpin yang mengikuti teori Y akan lebih menyukai gaya kepemimpinan partisipasif atau demokratis. D.Kepuasan Kerja 1. Definisi Kepuasan Kerja Menurut Sondang P Siagian 1992 kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif tentang pekerjaan, pembahasan mengenai kepuasan kerja perlu didahului oleh penegasan bahwa masalah kepuasan kerja bukanlah hal yang sederhana baik dalam arti konsepnya maupun dalam arti analisisnya, karena kepuasan mempunyai konotasi yang beraneka ragam. Menurut Handoko 1999 kepuasan keja adalah keadaan emosional yang menye- nangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Menurut Martoyo 2000 kepuasan kerja merupakan keadaan emosional karya- wan dimana terjadi ataupun tidak tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa karyawan dari perusahaanorganisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan. Menurut Irianto 2001 Kebutuhan- kebutuhan individu yang membutuhkan pemuasan adalah kebutuhan ekonomi untuk memenuhi keperluan hidup secara mendasar, kebutuhan keamanan, kebutuhan interaksi, kebutuhan status, kebutuhan prestasi, penga- kuan, pertumbuhan, dan pengembangan.

2. M engukur kepuasan kerja

Kepuasan kerja adalah sikap dan karenanya merupakan konstruksi hipotesis sesuatu yang tidak dapat dilihat, tetapi ada atau tidak adanya diyakini berkaitan dengan pola perilaku tertentu. Seperti halnya dengan semua konstruksi hipotesis, terdapat berbagai macam pandangan mengenai bagaimana kepuasan kerja didefinisikan dan diukur, serta sebagian besar alat ukur cocok dengan salah satu dari beberapa pendekatan dasar tersebut. Dalam semua kasus, kepuasan kerja diukur dengan kuesioner laporan diri yang diisi oleh karyawan. Anda harus ingat, bahwa para ahli psikologi sebenarnya mengukur kepuasan kerja yang dilaporkan atau dinya- takan, dan hal ini merupakan perasaan responden sebenarnya. Siegall dan Jewell, 1998 mengemu- kakan Alternatif dari konsep kepuasan kerja satu dimensi adalah konsep permukaan atau komponen, yang menganggap bahwa kepuasan karyawan dengan berbagai aspek situasi pekerjaan yang berbeda dapat bervariasi secara bebas dan harus diukur secara terpisah. Di antara konsep yang harus diperhatikan adalah beban kerja, keamanan kerja, kompensasi, kondisi kerja, status, dan prestise kerja. Kecocokan rekan kerja, kebijaksanaan penilaian perusahaan, praktek manajemen umum, hubungan atasan- bawahan, otonomi dan tanggung jawab jabatan, kesempatan untuk menggunakan pengetahuan dan ketrampilan, dan kesem- patan untuk pengembangan. Kepuasan kerja karyawan harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, kecintaan dan kedisi- plinan karyawan meningkat. M ETODOLOGI PENELITIAN A. Metodologi Penelitian

1. Populasi dan sampel

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kompensasi Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan

0 11 158

PENGARUH KEPEMIMPINAN, MOTIVASI KERJA, DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi Kerja, dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Taspen (Persero) Cabang Surakarta.

0 1 12

PENGARUH KEPEMIMPINAN, MOTIVASI KERJA, DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi Kerja, dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Taspen (Persero) Cabang Surakarta.

0 3 14

PENGARUH KEPEMIMPINAN, KEPUASAN KERJA DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA CV.ILMU TETAP Pengaruh Kepemimpinan, Kepuasan Kerja Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Cv. Ilmu Tetap Abadi Di Surakarta.

0 3 11

PENGARUH KEPEMIMPINAN, KEPUASAN KERJA DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA CV. ILMU TETAP Pengaruh Kepemimpinan, Kepuasan Kerja Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Cv. Ilmu Tetap Abadi Di Surakarta.

0 2 16

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, KOMPENSASI, DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Kompensasi, Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan (Studi Kasus Pada PT Personel Alih Daya Kota Jambi).

0 1 16

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, KOMPENSASI, DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Kompensasi, Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan (Studi Kasus Pada PT Personel Alih Daya Kota Jambi).

0 2 16

PENGARUH ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN, MOTIVASI DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PENGARUH ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN, MOTIVASI DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PERUSAHAAN BATIK BROTOSENO DI SRAGE.

0 0 12

PENGARUH LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN

0 3 148

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, LINGKUNGAN KERJA, DAN KOMITMEN TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN

2 2 145