interpretasi dan permasalahan dalam tinj

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya, penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 tentang sistem pemerintahan Indonesia dijelaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat), dalam hal ini terlihat bahwa kata “hukum” dijadikan lawan kata “kekuasaan”. Tetapi apabila kekuasaan adalah serba penekanan, intimidasi, tirani, kekerasan dan pemaksaan maka secara filosofis dapat saja hukum dimanfaatkan oleh pihak tertentu yang menguntungkan dirinya tetapi merugikan orang lain.

Hubungannya dengan hal tersbut di atas, maka sesungguhnya perlu dipahami akan makna dari filsafat hukum. Filsafat hukum mempersoalkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar dari hukum. Pertanyaan-pertanyaan-pertanyaan tentang “hakikat hukum”, tentang “dasar-dasar bagi kekuatan mengikat dari hukum”, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat mendasar itu. Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa dihadapkan kepada ilmu hukum positif. Sekalipun sama-sama menggarap bahan hukum, tetapi masing-masing mengambil sudut pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu hukum positif hanya berurusan dengan suatu tata hukum tertentu dan mempertanyakan konsistensi logis asas-asas, peraturan-peraturan, bidang-bidang serta sistem hukumnya sendiri.

Berbeda dengan pemahaman yang demikian itu, filsafat hukum mengambil sebagai fenomena universal sebagai sasaran perhatiannya, untuk kemudian dikupas dengan menggunakan standar analisa seperti tersebut di atas. Suatu hal yang menarik adalah, bahwa “ilmu hukum” atau “jurisprudence” juga mempermasalahkan hukum dalam kerangka yang tidak berbeda dengan filsafat hukum. Ilmu hukum dan filsafat hukum adalah nama-nama untuk satu bidang ilmu yang mempelajari hukum secara sama.


(2)

Pemikiran tentang Filsafat hukum dewasa ini diperlukan untuk menelusuri seberapa jauh penerapan arti hukum dipraktekkan dalam hidup sehari-hari, juga untuk menunjukkan ketidaksesuaian antara teori dan praktek hukum. Manusia memanipulasi kenyataan hukum yang baik menjadi tidak bermakna karena ditafsirkan dengan keliru, sengaja dikelirukan, dan disalahtafsirkan untuk mencapai kepentingan tertentu. Banyaknya kasus hukum yang tidak terselesaikan karena ditarik ke masalah politik. Kebenaran hukum dan keadilan dimanipulasi dengan cara yang sistematik sehingga peradilan tidak menemukan keadaan yang sebenarnya. Kebijaksanaan pemerintah tidak mampu membawa hukum menjadi “panglima” dalam menentukan keadilan, sebab hukum dikebiri oleh sekelompok orang yang mampu membelinya atau orang yang memiliki kekuasaan yang lebih tinggi.

Perlunya kita mengetahui filsafat hukum karena relevan untuk membangun kondisi hukum yang sebenarnya, sebab tugas filsafat hukum adalah menjelaskan nilai dasar hukum secara filosofis yang mampu memformulasikan cita-cita keadilan, ketertiban di dalam kehidupan yang relevan dengan pernyataan-kenyataan hukum yang berlaku, bahkan merubah secara radikal dengan tekanan hasrat manusia melalui paradigma hukum baru guna memenuhi perkembangan hukum pada suatu masa dan tempat tertentu. Dan dengan filsafat hukum di tinjau dari segi politik, agama, sosiologi, budaya maka kita dapat menafsirkan hukum secara benar.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka dapat diambil beberapa rumusan masalah, diantaranya:

1. Apa pengertian filsafat hukum?

2. Bagaimana interpretasi dan permasalahan filsafat hukum dari segi sosiologi, politik, agama, dan budaya?


(3)

1.3 Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah, agar kita mengetahu: 1. Untuk mengetahui pengertian filsafat hukum

2. Untuk mengetahui interpretasi dan permasalah filsafat hukum dari segi sosiologi, politik, agama dan budaya

1.4 Metode Penelitian

Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan tinjauan pustaka sebagai metode analisis. Mengambil referensi dari beberapa buku untuk memperoleh informasi yang terkait serta konsep dan teori yang mendukung. Semua yang ditulis dari makalah ini berasal dari buku dan sumber yang terpercaya.

1.5 Sistematika Penyajian

Untuk mempermudah pemahaman, tulisan ini dibagi atas empat bab dan tiap bab terdiri dari beberapa sub bab.

Bab pertama berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penyajian.

Bab kedua berisi tentang pengertian filsafat hukum dan hubungan filsafat hukum dengan sosiologi, agama, politik dan budaya dan interpretasi dan permasalahannya.

Bab ketiga adalah bab terakhir dalam tulisan ini. Bab ini berisi kesimpulan yang telah penulis paparkan dalam bab analisa kontrastif.


(4)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian-pengertian 2.1.1 Pengertian Hukum

Beberapa defenisi hukum menurut para ahli :

a. Adamson Hoebel, mendefenisikan bahwa sebuah norma sosial merupakan hukum apabila sebuah kelalaian akan norma sosial tersebut atau pelanggaran terhadapnya biasanya berhadapan dengan sebuah ancaman dengan diterapkannya tekanan fisik oleh seorang individu atau sekelompok individu yang memiliki privelese yang yang diakui untuk melakukan hal tersebut.

b. Donald Black, mendefenisikan hukum sebagai tatanan dari kontrol sosial meliputi segala tindakan oleh lembaga politik yang berkaitan dengan batasan dari kontrol sosial itu atau segala sesuatu yang mencoba mempertahankannya.

c. Austin, hukum baginya adalah sebuah perintah dari yang berdaulat.1

d. Plato, dalam buku Republicnya, menegaskan hukum sebagai sistem aturan-aturan positif yag terorganisir atau terfomulsi, mengikat pada keseluruhan individu dalam negara.

e. Aristoteles, menjelaskan bahwa hukum dibentuk dengan berlandaskan pada keadilan, dan ia diarahkan sebagai pedoman bagi perilaku individu-individu dalam keseluruhan hal yang bersinggungan dengan konteks kehidupan bermasyarakat.2

f. Van Kant, hukum adalah serumpun peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang diadakan untuk mengatur melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.

g. J.T.C Sumorangkir dan Woerjo sastroptanoto, bahawa hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah 1 Antonius cahyudi dan E. Fernando M. Manullang, 2007, Pengantar ke Filsafat Hukum, Jakarta: Kencana. 34-35.


(5)

laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib.3

Untuk bisa lebih mengenal hukum kami akan menguraikan beberapa cirihukum:

a. Hukum itu untuk bagian terbanyak ditetapkan oleh kekuasaan atau kewibawaan yang berwenang.

b. Hukum memiliki suatu sifat lugas dan objektif.

c. Hukum berkaitan dengan tindakann-tindakan dan perilaku manusia yang dapat diamati.

d. Hukum itu memiliki suatu cara keberadaan tertentu, yang kita namakan keberlakuan.4

2.1.2 Pengertian Filsafat

Filsafat merupakan terjemahan dari istilah “philosphia”, yang berasal dari bahasa Yunani dan berarti cinta akan kebijaksaan/”love of wisdom” (philo artinya cinta, dan sophia artinya kebijaksanaan). Dalam bahasa lain, filsafat dienal dengan sebutan philosophy (Inggris), philosophie (Prancis dan Belanda) falsafah (Arab), sedangkan orangnya disebut filsuf/filosof/philosophus yang artinya “pecinta kebijaknaan”.

Bijaksana memiliki dua segi arti, yang pertama memiliki pengertian yang mendalam dan yang kedua memiliki sikap hidup yang benar. Sementara benar adalah yang baik dan yang tepat. Jadi filsafat itu mencari kebijaksanaan. Dalam pandangan Islam, kebijaksanaan sama artinya dengan kebajikan.

Menurut Plato, Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada. Filsafat selalu berawal dari keheranan yang dimiliki manusia. Keheranan iu senantiasa bersifat intrlrktual dan kerohanian. Keadaan keheranan 3 Drs. C.S.T. Kansil,S.H.., 1986Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Hlm 38

4 Prof. Dr. B. Arief Sidharta, S.H., 2007, Meuwissen tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum, Teori Hukum, dan Filsafat Hukum, Bandung :PT Refika Aditama, hlm 35-37


(6)

ini belum boleh disebut filsafat. Dikatan filsafat apabila telah ada upaya untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan keheranan dan menyelami rahasinya. Keheranan pada permulaan filsafat berbentuk rasa ingin tahu yang diikuti dengan pertnyaan. Rasa ingin tahu yang diikuti dengan pertanyaan. Rasa ingin tahu inilah yang nantinya akan menuntun manusia untuk sampai kepada pengetahuan. Filsafat adalah refleksi tentang landasan dari kenyataan. Filsafat adalah kegiatan berpikir secara sistematikal yang hanya dapat merasa puas menerima hasil-hasil yang timbul dari kegiatan berfikir itu sendiri. Ia tidak hanya mempertanyakan “mengapa” dn “bagaimana”nya suatu gejala-gejala, melainkan juga landasan-landasan dari gejala-gejala itu yang lebih dalam, ciri-ciri khas dan hakikat mereka.

Kegiatan kefilsafatan ialah merenung. Tetapi merenung bukanlah melamun, juga bukanlah melamun, juga bukan berpikir secara kebetulan yang bersifat untung-untungan. Perenungan kefilsafatan ialah percobaan untuk menyusun suatu sistem pengetahuan yang rasioanal, yang memadai untuk memahami dunia tempat kita hidup, maupun untuk memahami diri kita sendiri.

Menerut Muhammad Erwi, S.H., .Hum. perenungan kefilsafatan tidak hanya untuk menyusun sistem pengetahuan yang rasional saja, karena objek dari filsafat adalah kehidupan manusia di alam semsesta termasuk yang tidak rasional. Filsafat itu bisa datang sebelum dan sesudah ilmu. Filsafat menelusuri tentang segala sesuatu yang lalu, sekarang, dan yang akan datang. Oleh karena itu, filsafat memiliki orientasi untuk memepelajari alur cipta dari ciptaan Allah, Tuhan semesta alam.

2.1.3 Pengertian Filsafat Hukum

Filsafat hukum, ia tidak hanya ditijukan untuk memaparkan, menginterprestasi, menjelaskan hukum yang berlaku, melainkan lebih untuk memahami hukum dalam keumumannya. Filsafat hukum ingin mendalami “hakikat” dari hukum, dan itu berarti bahwa ia ingin memahami hukum sebagai penampilan atau manifestasi dari suatu asas yang melandasinya.


(7)

Uraian tentang definisi filsafat hukum dikemukakan oleh Rudolf Stammler yang menyatakan bahwa definisi filsafat hukum adalah ilmu dan ajaran tentang hukum yang adil. Sementara itu, J.J. Von Schid menyatakan filsafat hukum merupakan suatu perenungan metodis mengenai hakekat dari hukum (Metodische bebezinning over het wezen van he recht). Sedangkan D.H.M. Meuwissen berpendapat bahwa filsafat hukum adalah pemikiran sistematis tentang masalah-masalah fundamental dan perbatasan yang berhubungan dengan fenomena hukum, dan/atau hakekat kenyataan hukum sebagai realisasi dari cita hukum (het systematisch nadenken over alle fundamentele kwesties en grensproblemen het verschijnsel recht samenhangen; over de werkelijkheid van het recht als de realisatie van de rechtsidee).

Beberapa pengertian filsafat hukum menurut para ahlu : a. Soetikno

Filsafat hukum adalah mencari hakikat dari hukum, dia inginmengetahui apa yang ada dibelakang hukum, mencari apa yang tersembunyi di dalam hukum, dia menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai, dia memberi penjelasan mengenai nilai, postulat (dasar) sampai pada dasar-dasarnya, ia berusaha untuk mencapai akar-akar dari hukum.

b. Satjipto Raharjo

Filsafat hukum mempelajari pertanyaan-pertanyaan dasar dari hukum. Pertanyaan tentang hakikat hukum, tentang dasar bagi kekuatan mengikat dari hukum, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat mendasar itu. Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa menggarap bahan hukum, tetapi masing-masing mengambil sudut pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu hukum positif hanya berurusan dengan suatu tata hukum tertentu dan mempertanyakan konsistensi logis asa, peraturan, bidang serta system hukumnya sendiri.


(8)

c. Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto

Filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai, kecuali itu filsafat hukum juga mencakup penyerasian nilai-nilai, misalnya penyelesaian antara ketertiban dengan ketenteraman, antara kebendaan dan keakhlakan, dan antara kelanggengan atau konservatisme dengan pembaruan.

d. Lili Rasjidi

Filsafat hukum berusaha membuat “dunia etis yang menjadi latar belakang yang tidak dapat diraba oleh panca indera” sehingga filsafat hukum menjadi ilmu normative, seperti halnya dengan ilmu politik hukum. Filsafat hukum berusaha mencari suatu cita hukum yang dapat menjadi “dasar hukum” dan “etis” bagi berlakunya system hukum positif suatu masyarakat (seperti grundnorm yang telah digambarkan oleh sarjana hukum bangsa Jerman yang menganut aliran-aliran seperti Neo kantianisme).

2.1.4 Pengertian Interpretasi

Interpretasi atau penafsiran adalah proses komunikasi melalui lisan atau gerakan antara dua atau lebih pembicara yang tak dapat menggunakan simbol-simbol yang sama, baik secara simultan (dikenal sebagai interpretasi simultan) atau berurutan (dikenal sebagai interpretasi berurutan). Menurut definisi, interpretasi hanya digunakan sebagai suatu metode jika dibutuhkan. Jika suatu objek (karya seni, ujaran, dll) cukup jelas maknanya, objek tersebut tidak akan mengundang suatu interpretasi. Istilah interpretasi sendiri dapat merujuk pada proses penafsiran yang sedang berlangsung atau hasilnya.

Sedangakan menurut KBBI interpretasi adalah pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoretis thd sesuatu; tafsiran.

Hermeneutika hukum adalah ajaran filsafat mengenai hal mengerti/memahami sesuatu, atau sebuah metode interpretasi terhadap teks dimana metode dan teknik menafsirkannya dilakukan secara holistik dalam bingkai keterkaitan antara teks,


(9)

konteks, dan kontekstualisasi. Teks tersebut bisa berupa teks hukum, peristiwa hukum, fakta hukum, dokumen resmi negara, naskah kuno atau kitab suci.

Filsafat hermeneutika adalah filsafat tentang hakikat hal mengerti atau memahami sesuatu, yakni refleksi kefilsafatan yang menganalisis syarat-syarat kemungkinan bagi semua pengalaman dan pergaulan manusiawi dengan kenyataan, termasuk peristiwa mengerti dan/atau interpretasi. Pada peristiwa memahami atau menginterpretasi sesuatu, subyek (interpretator) tidak dapat memulai upayanya dengan mendekati obyek pemahamannya sebagai tabula rasa (tidak bertolak dari titik nol). Sebab setiap orang terlahir kedalam suatu dunia produk sejarah yang selalu menjalani proses menyejarah terus menerus, yakni tradisi yang bermuatan nilai-nilai, wawasan-wawasan, pengertian-pengertian, asas-asas, arti-arti, kaidah-kaidah, pola-pola perilaku dan sebagainya, yang terbentuk dan berkembang oleh dan dalam perjalanan sejarah.

Dworkin mengakui bahwa pandangan interpretasi sebagai upaya untuk mencari tahu apa yang dimaksud oleh para penyususn hukum sehingga memiliki kecocokan yang sempurna dengan pandangan bahwa mengaplikasikan hukum mereka secra tertulis. Alasan ini pun didapat secara fakta, bahwa para legislator (pembentuk hukum tertulis) itu bisa keliru mengenai apa yang diperbolehkan atau dilarang oleh hukum mereka sendiri, sehingga menandakan ada kesewenangan pemikiran intensionalis dalam interpretasi hukum.

2.2 Interprestasi dan permasalahannya dalam tinjauan Filsafat Hukum 2.2.1 Filsafat hukum ditinjau dari segi agama

Adakalanya orang mengatakan bahwa orang harus berfilsafat. Sehingga untuk dapat berfilsafat, terlebih dahulu orang harus mengetahui apa yang disebut dengan filsafat. Sesungguhnya, istilah “filsafat” merupakan suatu istilah dari bahasa Arab yang terkait dengan istilah dari bahasa Yunani, yaitu: Filosofia.


(10)

Dari sudut isinya, terdapat banyak perumusan yang dikemukakan para penulis filsafat. Filsafat dapat diartikan sebagai pandangan hidup manusia, yang tercermin dalam berbagai pepatah, slogan, lambang dan sebagainya. Filsafat dapat juga diartikan sebagai ilmu. Dikatakan sebagai ilmu karena filsafat adalah pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan dengan kata lain filsafat memiliki objek, metode, dan sistematika tertentu, terlebih-lebih bersifat universal. Dalam kaitannya dengan salah satu unsur yang dipenuhi filsafat sebagai suatu ilmu, yaitu adanya objek tertentu yang dimiliki filsafat. Agama masuk ke dalam lingkungan filsafat, dari sini muncul apa yang dinamakan filsafat agama.

Dalam agama ada beberapa hal penting yang diselidiki oleh filsafat, misalnya: Tuhan, kebajikan, baik dan buruk, dan sebagainya, karena hal-hal tersebut ada atau paling tidak mungkin ada, namun antara filsafat dan agama memiliki dasar penyelidikan yang berbeda. Di satu sisi, sudut pandang penyelidikan agama didasarkan atas wahyu Tuhan atau firman Tuhan. Pada agama, kebenaran tergantung kepada diwahyukan atau tidak. Yang diwahyukan Tuhan harus dipercayai, oleh akrena itu agama ada dan disebut kepercayaan.

Di sisi lain, kebenaran diterima oleh filsafat bukan karena kepercayaan, melainkan diterima dengan penyelidikan sendiri, pikiran belaka. Filsafat tidak mengingkari atau mengurangi wahyu, tetapi tidak mendasarkan penyelidikannya atas wahyu. Dengan kata lain, filsafat berdasarkan pikiran belaka, sedangkan agama berdasarkan wahyu.

Menurut Al-Kindi Masalah hubungan agama dengan falsafah merupakan suatu masalah yang di perdebatkan dalam zaman al-Kindi. Ahli-ahli agama pada umumnya menolak keabsahan ilmu falsafah karena diantara produk pemikiran falsafi jelas menunjukkan pertentangan dengan ajaran Al-Qur’an. Sebagai seorang filsuf Islam al-Kindi telah mengangkat dirinya sebagai pembela ilmu falsafah terhadap serangan yang datang dari berbagai pihak yang tidak setuju. Baginya, agama dan falsafah tidaklah harus dipertentangkan karena keduanya membawa kebenaran yang serupa.


(11)

Menurut Prof. Dr. H. H. Rasyidi, perbedaan antara filsafat dan agama bukan terletak pada bidangnya, tetapi terletak pada cara menye-lidiki bidang itu sendiri. Filsafat adalah berfikir, sedang-kan agama adalah mengabdikan diri, agama banyak hu-bungan dengan hati, sedangkan filsafat banyak hubungan dengan pemikiran. Williem Temple, seperti yang dikutip Rasyidi, mengatakan bahwa filsafat menuntut pengetahuan untuk memahami, sedangkan agama menuntut pengeta-huan untuk beribadah atau mengabdi. Pokok agama bukan pengetahuan tentang Tuhan, tetapi yang penting adalah hubungan manusia dengan Tuhan.

Perbadingan Agama dan Filsafat

Dari uraian di atas diketahui bahwa antara agama dan filsafat itu terdapat perbedaan. Menurut Prof. Dr. H. H. Rasyidi, perbedaan antara filsafat dan agama bukan terletak pada bidangnya, tetapi terletak pada cara menye-lidiki bidang itu sendiri.5 Filsafat adalah berfikir, sedang-kan agama adalah mengabdikan diri, agama banyak hu-bungan dengan hati, sedangkan filsafat banyak hubungan dengan pemikiran. Williem Temple, seperti yang dikutip Rasyidi, mengatakan bahwa filsafat menuntut pengetahuan untuk memahami, sedangkan agama menuntut pengeta-huan untuk beribadah atau mengabdi. Pokok agama bukan pengetahuan tentang Tuhan, tetapi yang penting adalah hubungan manusia dengan Tuhan.

Lewis mengidentikkan agama dengan enjoyment dan filsafat dengan contemplation. Kedua istilah ini dapat dipahami dengan contoh: Seorang laki-laki mencintai perempuan, rasa cinta itu dinamai dengan enjoyment, sedangkan pemikiran tentang rasa cinta itu disebut contemplation.6

Di sisi lain agama mulai dari keyakinan, sedangkan filsafat mulai dari mempertanyakan sesuatu. Mahmud Subhi mengatakan bahwa agama mulai dari keyakinan yang kemudian dilanjutkan dengan mencari argumentasi untuk memperkuat keyakinan itu, (ya`taqidu summa yastadillu), sedangkan filsafat berawal dari mencari-cari argumen dan bukti-bukti yang kuat dan kemudian 5 Rasyidi, Filsafat Agama, Jakarta:Bulan Bintang, 1965, hlm. 3.


(12)

timbul-lah keyakinannya (yastadillu summa ya`taqidu).7 Dalam pendapat Mahmud Subhi , agama di sini kelihatan identik dengan kalam, yaitu berawal dari keyakinan, bukan ber-awal dari argumen.

Perbedaan lain antara agama dan filsafat adalah bah-wa agama banyak hubungannya dengan hati, sedangkan filsafat banyak hubungannya dengan pikiran yang dingin dan tenang. Agama dapat diidentikkan dengan air yang terjun dari bendungan dengan gemuruhnya, sedangkan filsafat diumpamakan dengan air telaga yang jernih, tenang dan kelihatan dasarnya.8 Seorang penganut agama biasa-nya selalu mempertahankan agama habis-habisan karena dia sudah mengikatkan diri kepada agamanya itu. Sebalik-nya seorang ahli filsafat sering bersifat lunak dan sanggup meninggalkan pendiriannya jika ternyata pendapatnya keliru.9 Dalam diri seorang ahli filsafat terdapat maksud meneliti argumen-argumen yang mendukung pendapatnya dan kelemahan argumen-argumen tersebut walaupun untuk argumen dia sendiri, sedangkan dalam diri penganut suatu agama tidak terdapat keinginan seperti itu.

2.2.2 Filsafat dan Politik

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat ke arah kehidupan bersama yang harmonis.

Definisi Politik dari Para Ahli 1) Aristoteles

Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.

2) Ramlan Surbakti (1999:1)

7 Ahmad Mahmud Subhi, Fi `Ilm Kalam, Dirasat Falsafiyyah. Dar Kutub al-Jami`iyyah, 1969, hlm. 4.

8 Rasyidi, op. cit., hlm. 4. 9 ibid


(13)

Bahwa definisi politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.

3) Isjwara, (1995:42)

Politik ialah salah satu perjuangan untuk memperoleh kekuasaan atau sebagai tekhnik menjalankan kekuasaan-kekuasaan”.

4) Kartini Kartono (1996:64)

Bahwa politik dapat diartikan sebagai aktivitas perilaku atau proses yang menggunakan kekuasaan untuk menegakkan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang sah berlaku di tengah masyarakat.

5) Rod Hague

Politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan diantara anggota-anggotanya

Ilmu Politik erat hubungannya dengan filsafat politik, yaitu bagian dari filsafat yang menyangkut kehidupan politik terutama mengenai sifat hakiki, asal mula dan nilai (value) dari negara. Negara dan manusia di dalamnya dianggap sebagai sebagian dari alam semesta Dalam pandangan filsuf Yunani Kuno, filsafat politik juga mencakup dan erat hubungannya dengan moral filosofi atau etika (ethics).

Etika membahas persoalan yang menyangkut norma-norma baik/buruk, manusia apakah yang boleh dinamakan manusia baik/buruk; apakah yang dinamakan adil/tidak adil. Penilaian semacam ini, jika diterapkan pada politik menimbulkan pertanyaan sebagai berikut: apakah seharusnya tujuan dari negara; bagaimana seharusnya sifat sistem pemerintahan yang terbaik untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut; bagaimana seorang pemimpin harus bertindak untuk keselamatan negara dan warganya. Dengan demikian kita sampai pada bidang filsafat politik yang membahas masalah politik dengan berpedoman pada suatu sistem nilai (value system) dan norma-norma tertentu.


(14)

Contoh dari pandangan bahwa ada hubungan erat antara politik dan etika tercermin dalam karangan filsuf Yunani Plato, Politeia, yang menggambarkan negara yang ideal. Di negara-negara Barat pemikiran politik baru memisahkan diri dari etika mulai abad ke-16 dengan dipelopori oleh negarawan Itali Niccolo Macchiavelli. Akan tetapi di dunia Barat akhir-akhir ini kembali timbul perhatian baru tentang filsafat dengan munculnya buku A Theory of Justice, karangan John Rawls tahun 1971. Rawls memperjuangkan distribusi kekayaan secara adil (equity) bagi pihak yang kurang mampu.

2.2.3 Filsafat dan Sosiologi

Pada lahirnya sosiologi hukum dipengaruhi oleh 3 (tiga) disiplin ilmu, yaitu filsafat hukum, ilmu hukum dan sosiologi yang berorientasi dibidang hukum. Konsep yang dilahirkan oleh aliran positivisme (Hans Kelsen) yaitu “stufenbau des recht” atau hukum bersifat hirarkis artinya hukum itu tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih atas derajatnya. Dimana urutannya yaitu :

a. Grundnorm (dasar social daripada hukum) b. Konstitusi

c. Undang-undang dan kebiasaan d. Putusan badan pengadilan

Dalam filsafat hukum terdapat beberapa aliran yang mendorong tumbuh dan berkembangnya sosilogi hukum, diantaranya yaitu:

a) Mazhab sejarah, tokohnya Carl Von Savigny (hukum itu tidak dibuat, akan tetapi tumbuh da berkembang bersama-sama masyarakat). Hal tersebut merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat, perkembangan hukum dari statu ke control sejalan dengan perkembangan masyarakat sederhana ke masyarakat modern.

b) Mazhab utility, tokohnya Jeremy Bentham (hukum itu harus bermanfaat bagi masyarakat guna mencapai hidup bahagia). Dimana manusia bertindak


(15)

untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan dan pembentuk hukum harus membentuk hukum yang adil bagi segenap warga-warga masyarakat secara individual). Rudolph von Ihering (social utilitarianism yaitu hukum merupakan suatu alat bagi masyarakat untuk mencapai tujuan)

c) Aliran sociological jurisprudence, tokohnya Eugen Ehrlich (hukum yang dibuat harus sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat atau living law)

d) Aliran pragmatical legal realism, tokohnya Roscoe Pound (law as a tool of social engineering), Karl Llewellyn, Jerome Frank, Justice Oliver (hakim-hakim tidak hanya menemukan huhum akan tetapi bahkan membentuk hukum)

Alam berfikir hukum adalah berfikir khas, dengan karakteristik yang tidak ditemui dalam cara-cara berfikir yang lain. Aliran sociological jurisprudence ialah aliran yang menghendaki bahwa dalam proses pembentukan pembaharuan hukum harus memperhatikan kesadaran masyarakat. Memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Tokoh mazhab yang mengemukakan aliran ini adalah Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound.

Sosiologi adalah pengetahuan atau ilmu tentang sifat masyarakat, perilaku masyarakat, dan perkembangan masyarakat. Sosiologi merupakan cabang Ilmu Sosial yang mempelajari masyarakat dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia. Sebagai cabang Ilmu, Sosiologi dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis, August Comte. Sosiologi merupakan sebuah istilah yang berasal dari kata latin socius yang artinya teman, dan logos dari kata Yunani yang berarti cerita, diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul “Cours De Philosophie Positive” karangan August Comte (1798-1857).

Sosiologi muncul sejak ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu. Namun sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat baru lahir kemudian di Eropa. Disadari bahwa hukum merupakan salah satu dari pranata-pranata yang


(16)

bersifat sentral bagi sifat sosial manusia dan yang tanpa pranata-pranata itu, maka manusia akan menjadi suatu makhluk yang sangat berbeda.

Banyak bidang pemikiran dan tindakan , yang di dalamnya hukum, ditelaah dan terus memainkan peran besar dalam kegiatan manusia. Pemikiran tentang hukum telah berkembang sepanjang sejarah umat manusia. Para filosof telah menegaskan betapa hukum adalah sesuatu yang buruk, yang menjadikan umat manusia akan melakukan dengan baik untuk mengendarai cirinya sendiri. Perkembangan Kajian sosiologis di dalam kajian hukum itu, menimbulkan adanya dua jenis Kajian sosiologis : yang menggunakan sociology of law , dan yang menggunakan sociological jurisprudence .

Aliran sosiologis mengemukakan cara yang bisa dikatakan sangat bertolak belakang dengan cara positivisme hukum, yaitu mencoba melihat konteks, memfokuskan cara pandang hukum terhadap pola kelakuan/tingkah laku masyarakat, sehingga cenderung menolak aturan-aturan formal (yang dibuat oleh lembaga formal seperti DPR, dengan bentuk peraturan perundang-undangan).

Aliran sociological jurisprudence ialah aliran yang menghendaki bahwa dalam proses pembentukan pembaharuan hukum harus memperhatikan kesadaran masyarakat. Memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Tokoh mazhab yang mengemukakan aliran ini adalah Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound. Dan untuk lebih lanjut lagi maka makalah ini membahas tentang Aliran sociological jurisprudence.

2.2.4 Filsafat dengan Kebudayaan

Pada pokoknya kebudayaan adalah semua ciptaan manusi ayang berlangsung dalam kehidupan. Pendidikan dan kehidupan adalah suatu hubungan antara proses dengan isi, yaitu pendidikan adalah proses pengeporar kebudayaan dalam arti membudayakan manusia aspek lain dari fungsi pendidikan adalah mengolah kebudayaan itu menjadi sikap mental, tingkah laku, bahkan menjadi kepribadian anak didik. Jadi hubungan pendidikan dengan kebudayaan adalah juga hubungan nilai demokrasi. Dimana fungsi pendidikan sebagai pengoper kebudayaan


(17)

mempunyai tujuan yang lebih utama yaitu untuk membina kepribadian manusia agar lebih kreatif dan produktif yakni mampu menciptakan kebudayaan.

Perlu disadari bahwa manusia sebagai pribadi, masyarakat, angsa dan negara hidup dalam suatu sosial budaya. Maka membutuhkan pewarisan dan pengambangan sosial budaya yang dilakkan melalui pendidikan. Agar pendidikan berjalan dengan baik. Maka membutuhkan filosofis dan ilmiah berbagai sifat normatif dan pedoman pelaksanaannya. Karena pendidikan harus secara fungsamental yang berazas filosofis yang menjamin tujuan untuk meningkatkan perkembangan sosial budaya, marbtabat bangsawa, kewibawaan dan kejayaan negara.

Pentingnya kebudayaan untuk mengembangkan suatu pendidikan dalam budaya nasional mengupayakan, melestarikan dan mengembangkan nilai budaya-budaya dan pranata sosial dalam menunjang proses pengembangan danpembangunan nasional serta melestarikan nilai-nilai luruh budaya bangsa. Merencanakan kegairahan masyarakat untuk menumbuhkan kreaktivtas ke arah pembaharuan dalam usaha pendidikan yang tanpa kepribadian bangsa.

Pengertian kebudayaan dair beberapa ahli :

a. Taylor, budaya adalah suatu keseluruhan komplek yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadan dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat

b. Linton, kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajri dan hasil tingkah laku yang dipelajari, dimana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.


(18)

c. Kotjaraningrat, mengartikan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, milik dari manusia dengan belajar

d. Herkovits, kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hiup yang dicptakan oleh manusia

Kebudayaan mempunyai fungsi yang besari bagi mnausia dan masyarkat, berbagai macam kekuatan harus dihapi sepert kekuatan alam dan kekuatan lain. Selain itu manusia dan masyarakat memerlukan kepuasan baik secara spritual maupun materil. Manusia merupakan makhluk yang berbudaya, melalui akalnya manusia danpat mengembangkan kebudyaan. Begitu pula manusia hidup dan tergantung apa kebudayaan sebagai hasil ciptaanya. Kebudayaan memberikan aturan bagi manusia dalam mengolah lingkungan dengan teknologi hasil ciptaannya. Dan kebudayaan juga diharakan dengan pendidikan yang akan mengembangkan dan membangkitkan budaya-budaya dulu, agar dia tidak punah dan terjaga untuk selamanya.

Oleh karena itu, dengan adanya filsfat, kita dapat mengetahui tentang hasil karya manusia yang akan menimbulkan teknologi yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi manusia terhadal alam lingkungannya. Sehingga kebudayaan memiliki peran :

1. suatu hubungan pedoman antar manusia atau kelompoknya 2. wadah untuk menyalurkan perasan dan kemampuan lain 3. sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia 4. pembeda manusia dengan binatan

5. petunjuk-petunjuk tentang bagaimana harus bertindak dan berperilaku dalam pergaulan


(19)

6. pengaturan agar manusia dapat mengerti bagaimnaa seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya jikga berhubungan dengan orang lain. 7. Sebagai modal dasar pembangunan

Kebudayaan masyarkat tersebut sebagian besar dipenuhi oleh kebudayan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri. Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama dlaam melindungi masyarakt terhadap lingkungan di dalamnya.

BAB III PENUTUPAN


(20)

A. Kesimpulan

1. Donald Black, mendefenisikan hukum sebagai tatanan dari kontrol sosial meliputi segala tindakan oleh lembaga politik yang berkaitan dengan batasan dari kontrol sosial itu atau segala sesuatu yang mencoba mempertahankannya.

2. Filsafat merupakan terjemahan dari istilah “philosphia”, yang berasal dari bahasa Yunani dan berarti cinta akan kebijaksaan/”love of wisdom” (philo artinya cinta, dan sophia artinya kebijaksanaan). Dalam bahasa lain, filsafat dienal dengan sebutan philosophy (Inggris), philosophie (Prancis dan Belanda) falsafah (Arab), sedangkan orangnya disebut filsuf/filosof/philosophus yang artinya “pecinta kebijaknaan”.

3. Filsafat hukum adalah mencari hakikat dari hukum, dia inginmengetahui apa yang ada dibelakang hukum, mencari apa yang tersembunyi di dalam hukum, dia menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai, dia memberi penjelasan mengenai nilai, postulat (dasar-dasar) sampai pada dasar-dasarnya, ia berusaha untuk mencapai akar-akar dari hukum.

4. Interpretasi atau penafsiran adalah proses komunikasi melalui lisan atau gerakan antara dua atau lebih pembicara yang tak dapat menggunakan simbol-simbol yang sama, baik secara simultan (dikenal sebagai interpretasi simultan) atau berurutan (dikenal sebagai interpretasi berurutan). Menurut definisi, interpretasi hanya digunakan sebagai suatu metode jika dibutuhkan.

5. Filsafat dan agama bukan terletak pada bidangnya, tetapi terletak pada cara menye-lidiki bidang itu sendiri. Filsafat adalah berfikir, sedang-kan agama adalah mengabdikan diri, agama banyak hu-bungan dengan hati, sedangkan filsafat banyak hubungan dengan pemikiran. Williem Temple, seperti yang dikutip Rasyidi, mengatakan bahwa filsafat menuntut pengetahuan untuk memahami, sedangkan agama menuntut pengeta-huan untuk beribadah atau mengabdi. Pokok agama bukan pengetahuan tentang Tuhan, tetapi yang penting adalah hubungan manusia dengan Tuhan.


(21)

6. Etika membahas persoalan yang menyangkut norma-norma baik/buruk, manusia apakah yang boleh dinamakan manusia baik/buruk; apakah yang dinamakan adil/tidak adil.

7. Aliran sociological jurisprudence ialah aliran yang menghendaki bahwa dalam proses pembentukan pembaharuan hukum harus memperhatikan kesadaran masyarakat. Memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Sosiologi adalah pengetahuan atau ilmu tentang sifat masyarakat, perilaku masyarakat, dan perkembangan masyarakat. Sosiologi merupakan cabang Ilmu Sosial yang mempelajari masyarakat dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia

8. Kebudayaan adalah semua ciptaan manusi ayang berlangsung dalam kehidupan. Pendidikan dan kehidupan adalah suatu hubungan antara proses dengan isi, yaitu pendidikan adalah proses pengeporar kebudayaan dalam arti membudayakan manusia aspek lain dari fungsi pendidikan adalah mengolah kebudayaan itu menjadi sikap mental, tingkah laku, bahkan menjadi kepribadian anak didik. Jadi hubungan pendidikan dengan kebudayaan adalah juga hubungan nilai demokrasi.


(22)

Subhi, Ahmad Mahmud, 1969. Fi `Ilm al-Kalam, Dirasat Falsafiyyah Dar al-Kutub al-Jami`iyyah, 1969

Rasyidi, Filsafat Agama, 1965. Jakarta:Bulan Bintang, 1965, hlm. 3.

C.S.T. Kansil, 1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Sidharta, Arief . 2007. Meuwissen tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum, Teori Hukum, dan Filsafat Hukum, Bandung :PT Refika Aditama Cahyudi, Antonius dan E. Fernando M. Manullang, 2007, Pengantar ke Filsafat Hukum, Jakarta: Kencana.


(1)

mempunyai tujuan yang lebih utama yaitu untuk membina kepribadian manusia agar lebih kreatif dan produktif yakni mampu menciptakan kebudayaan.

Perlu disadari bahwa manusia sebagai pribadi, masyarakat, angsa dan negara hidup dalam suatu sosial budaya. Maka membutuhkan pewarisan dan pengambangan sosial budaya yang dilakkan melalui pendidikan. Agar pendidikan berjalan dengan baik. Maka membutuhkan filosofis dan ilmiah berbagai sifat normatif dan pedoman pelaksanaannya. Karena pendidikan harus secara fungsamental yang berazas filosofis yang menjamin tujuan untuk meningkatkan perkembangan sosial budaya, marbtabat bangsawa, kewibawaan dan kejayaan negara.

Pentingnya kebudayaan untuk mengembangkan suatu pendidikan dalam budaya nasional mengupayakan, melestarikan dan mengembangkan nilai budaya-budaya dan pranata sosial dalam menunjang proses pengembangan danpembangunan nasional serta melestarikan nilai-nilai luruh budaya bangsa. Merencanakan kegairahan masyarakat untuk menumbuhkan kreaktivtas ke arah pembaharuan dalam usaha pendidikan yang tanpa kepribadian bangsa.

Pengertian kebudayaan dair beberapa ahli :

a. Taylor, budaya adalah suatu keseluruhan komplek yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadan dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat

b. Linton, kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajri dan hasil tingkah laku yang dipelajari, dimana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.


(2)

c. Kotjaraningrat, mengartikan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, milik dari manusia dengan belajar

d. Herkovits, kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hiup yang dicptakan oleh manusia

Kebudayaan mempunyai fungsi yang besari bagi mnausia dan masyarkat, berbagai macam kekuatan harus dihapi sepert kekuatan alam dan kekuatan lain. Selain itu manusia dan masyarakat memerlukan kepuasan baik secara spritual maupun materil. Manusia merupakan makhluk yang berbudaya, melalui akalnya manusia danpat mengembangkan kebudyaan. Begitu pula manusia hidup dan tergantung apa kebudayaan sebagai hasil ciptaanya. Kebudayaan memberikan aturan bagi manusia dalam mengolah lingkungan dengan teknologi hasil ciptaannya. Dan kebudayaan juga diharakan dengan pendidikan yang akan mengembangkan dan membangkitkan budaya-budaya dulu, agar dia tidak punah dan terjaga untuk selamanya.

Oleh karena itu, dengan adanya filsfat, kita dapat mengetahui tentang hasil karya manusia yang akan menimbulkan teknologi yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi manusia terhadal alam lingkungannya. Sehingga kebudayaan memiliki peran :

1. suatu hubungan pedoman antar manusia atau kelompoknya 2. wadah untuk menyalurkan perasan dan kemampuan lain 3. sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia 4. pembeda manusia dengan binatan

5. petunjuk-petunjuk tentang bagaimana harus bertindak dan berperilaku dalam pergaulan


(3)

6. pengaturan agar manusia dapat mengerti bagaimnaa seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya jikga berhubungan dengan orang lain. 7. Sebagai modal dasar pembangunan

Kebudayaan masyarkat tersebut sebagian besar dipenuhi oleh kebudayan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri. Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama dlaam melindungi masyarakt terhadap lingkungan di dalamnya.

BAB III PENUTUPAN


(4)

A. Kesimpulan

1. Donald Black, mendefenisikan hukum sebagai tatanan dari kontrol sosial meliputi segala tindakan oleh lembaga politik yang berkaitan dengan batasan dari kontrol sosial itu atau segala sesuatu yang mencoba mempertahankannya.

2. Filsafat merupakan terjemahan dari istilah “philosphia”, yang berasal dari bahasa Yunani dan berarti cinta akan kebijaksaan/”love of wisdom” (philo artinya cinta, dan sophia artinya kebijaksanaan). Dalam bahasa lain, filsafat dienal dengan sebutan philosophy (Inggris), philosophie (Prancis dan Belanda) falsafah (Arab), sedangkan orangnya disebut filsuf/filosof/philosophus yang artinya “pecinta kebijaknaan”.

3. Filsafat hukum adalah mencari hakikat dari hukum, dia inginmengetahui apa yang ada dibelakang hukum, mencari apa yang tersembunyi di dalam hukum, dia menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai, dia memberi penjelasan mengenai nilai, postulat (dasar-dasar) sampai pada dasar-dasarnya, ia berusaha untuk mencapai akar-akar dari hukum.

4. Interpretasi atau penafsiran adalah proses komunikasi melalui lisan atau gerakan antara dua atau lebih pembicara yang tak dapat menggunakan simbol-simbol yang sama, baik secara simultan (dikenal sebagai interpretasi simultan) atau berurutan (dikenal sebagai interpretasi berurutan). Menurut definisi, interpretasi hanya digunakan sebagai suatu metode jika dibutuhkan.

5. Filsafat dan agama bukan terletak pada bidangnya, tetapi terletak pada cara menye-lidiki bidang itu sendiri. Filsafat adalah berfikir, sedang-kan agama adalah mengabdikan diri, agama banyak hu-bungan dengan hati, sedangkan filsafat banyak hubungan dengan pemikiran. Williem Temple, seperti yang dikutip Rasyidi, mengatakan bahwa filsafat menuntut pengetahuan untuk memahami, sedangkan agama menuntut pengeta-huan untuk beribadah atau mengabdi. Pokok agama bukan pengetahuan tentang Tuhan, tetapi yang penting adalah hubungan manusia dengan Tuhan.


(5)

6. Etika membahas persoalan yang menyangkut norma-norma baik/buruk, manusia apakah yang boleh dinamakan manusia baik/buruk; apakah yang dinamakan adil/tidak adil.

7. Aliran sociological jurisprudence ialah aliran yang menghendaki bahwa dalam proses pembentukan pembaharuan hukum harus memperhatikan kesadaran masyarakat. Memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Sosiologi adalah pengetahuan atau ilmu tentang sifat masyarakat, perilaku masyarakat, dan perkembangan masyarakat. Sosiologi merupakan cabang Ilmu Sosial yang mempelajari masyarakat dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia

8. Kebudayaan adalah semua ciptaan manusi ayang berlangsung dalam kehidupan. Pendidikan dan kehidupan adalah suatu hubungan antara proses dengan isi, yaitu pendidikan adalah proses pengeporar kebudayaan dalam arti membudayakan manusia aspek lain dari fungsi pendidikan adalah mengolah kebudayaan itu menjadi sikap mental, tingkah laku, bahkan menjadi kepribadian anak didik. Jadi hubungan pendidikan dengan kebudayaan adalah juga hubungan nilai demokrasi.


(6)

Subhi, Ahmad Mahmud, 1969. Fi `Ilm al-Kalam, Dirasat Falsafiyyah Dar al-Kutub al-Jami`iyyah, 1969

Rasyidi, Filsafat Agama, 1965. Jakarta:Bulan Bintang, 1965, hlm. 3.

C.S.T. Kansil, 1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Sidharta, Arief . 2007. Meuwissen tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum, Teori Hukum, dan Filsafat Hukum, Bandung :PT Refika Aditama Cahyudi, Antonius dan E. Fernando M. Manullang, 2007, Pengantar ke Filsafat Hukum, Jakarta: Kencana.