Pengertian Interpretasi Pengertian-pengertian .1 Pengertian Hukum

c. Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto Filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai, kecuali itu filsafat hukum juga mencakup penyerasian nilai-nilai, misalnya penyelesaian antara ketertiban dengan ketenteraman, antara kebendaan dan keakhlakan, dan antara kelanggengan atau konservatisme dengan pembaruan. d. Lili Rasjidi Filsafat hukum berusaha membuat “dunia etis yang menjadi latar belakang yang tidak dapat diraba oleh panca indera” sehingga filsafat hukum menjadi ilmu normative, seperti halnya dengan ilmu politik hukum. Filsafat hukum berusaha mencari suatu cita hukum yang dapat menjadi “dasar hukum” dan “etis” bagi berlakunya system hukum positif suatu masyarakat seperti grundnorm yang telah digambarkan oleh sarjana hukum bangsa Jerman yang menganut aliran-aliran seperti Neo kantianisme.

2.1.4 Pengertian Interpretasi

Interpretasi atau penafsiran adalah proses komunikasi melalui lisan atau gerakan antara dua atau lebih pembicara yang tak dapat menggunakan simbol- simbol yang sama, baik secara simultan dikenal sebagai interpretasi simultan atau berurutan dikenal sebagai interpretasi berurutan. Menurut definisi, interpretasi hanya digunakan sebagai suatu metode jika dibutuhkan. Jika suatu objek karya seni, ujaran, dll cukup jelas maknanya, objek tersebut tidak akan mengundang suatu interpretasi. Istilah interpretasi sendiri dapat merujuk pada proses penafsiran yang sedang berlangsung atau hasilnya. Sedangakan menurut KBBI interpretasi adalah pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoretis thd sesuatu; tafsiran. Hermeneutika hukum adalah ajaran filsafat mengenai hal mengertimemahami sesuatu, atau sebuah metode interpretasi terhadap teks dimana metode dan teknik menafsirkannya dilakukan secara holistik dalam bingkai keterkaitan antara teks, konteks, dan kontekstualisasi. Teks tersebut bisa berupa teks hukum, peristiwa hukum, fakta hukum, dokumen resmi negara, naskah kuno atau kitab suci. Filsafat hermeneutika adalah filsafat tentang hakikat hal mengerti atau memahami sesuatu, yakni refleksi kefilsafatan yang menganalisis syarat-syarat kemungkinan bagi semua pengalaman dan pergaulan manusiawi dengan kenyataan, termasuk peristiwa mengerti danatau interpretasi. Pada peristiwa memahami atau menginterpretasi sesuatu, subyek interpretator tidak dapat memulai upayanya dengan mendekati obyek pemahamannya sebagai tabula rasa tidak bertolak dari titik nol. Sebab setiap orang terlahir kedalam suatu dunia produk sejarah yang selalu menjalani proses menyejarah terus menerus, yakni tradisi yang bermuatan nilai-nilai, wawasan-wawasan, pengertian-pengertian, asas-asas, arti-arti, kaidah-kaidah, pola-pola perilaku dan sebagainya, yang terbentuk dan berkembang oleh dan dalam perjalanan sejarah. Dworkin mengakui bahwa pandangan interpretasi sebagai upaya untuk mencari tahu apa yang dimaksud oleh para penyususn hukum sehingga memiliki kecocokan yang sempurna dengan pandangan bahwa mengaplikasikan hukum mereka secra tertulis. Alasan ini pun didapat secara fakta, bahwa para legislator pembentuk hukum tertulis itu bisa keliru mengenai apa yang diperbolehkan atau dilarang oleh hukum mereka sendiri, sehingga menandakan ada kesewenangan pemikiran intensionalis dalam interpretasi hukum. 2.2 Interprestasi dan permasalahannya dalam tinjauan Filsafat Hukum 2.2.1 Filsafat hukum ditinjau dari segi agama Adakalanya orang mengatakan bahwa orang harus berfilsafat. Sehingga untuk dapat berfilsafat, terlebih dahulu orang harus mengetahui apa yang disebut dengan filsafat. Sesungguhnya, istilah “filsafat” merupakan suatu istilah dari bahasa Arab yang terkait dengan istilah dari bahasa Yunani, yaitu: Filosofia. Dari sudut isinya, terdapat banyak perumusan yang dikemukakan para penulis filsafat. Filsafat dapat diartikan sebagai pandangan hidup manusia, yang tercermin dalam berbagai pepatah, slogan, lambang dan sebagainya. Filsafat dapat juga diartikan sebagai ilmu. Dikatakan sebagai ilmu karena filsafat adalah pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan dengan kata lain filsafat memiliki objek, metode, dan sistematika tertentu, terlebih-lebih bersifat universal. Dalam kaitannya dengan salah satu unsur yang dipenuhi filsafat sebagai suatu ilmu, yaitu adanya objek tertentu yang dimiliki filsafat. Agama masuk ke dalam lingkungan filsafat, dari sini muncul apa yang dinamakan filsafat agama. Dalam agama ada beberapa hal penting yang diselidiki oleh filsafat, misalnya: Tuhan, kebajikan, baik dan buruk, dan sebagainya, karena hal-hal tersebut ada atau paling tidak mungkin ada, namun antara filsafat dan agama memiliki dasar penyelidikan yang berbeda. Di satu sisi, sudut pandang penyelidikan agama didasarkan atas wahyu Tuhan atau firman Tuhan. Pada agama, kebenaran tergantung kepada diwahyukan atau tidak. Yang diwahyukan Tuhan harus dipercayai, oleh akrena itu agama ada dan disebut kepercayaan. Di sisi lain, kebenaran diterima oleh filsafat bukan karena kepercayaan, melainkan diterima dengan penyelidikan sendiri, pikiran belaka. Filsafat tidak mengingkari atau mengurangi wahyu, tetapi tidak mendasarkan penyelidikannya atas wahyu. Dengan kata lain, filsafat berdasarkan pikiran belaka, sedangkan agama berdasarkan wahyu. Menurut Al-Kindi Masalah hubungan agama dengan falsafah merupakan suatu masalah yang di perdebatkan dalam zaman al-Kindi. Ahli-ahli agama pada umumnya menolak keabsahan ilmu falsafah karena diantara produk pemikiran falsafi jelas menunjukkan pertentangan dengan ajaran Al-Qur’an. Sebagai seorang filsuf Islam al-Kindi telah mengangkat dirinya sebagai pembela ilmu falsafah terhadap serangan yang datang dari berbagai pihak yang tidak setuju. Baginya, agama dan falsafah tidaklah harus dipertentangkan karena keduanya membawa kebenaran yang serupa. Menurut Prof. Dr. H. H. Rasyidi, perbedaan antara filsafat dan agama bukan terletak pada bidangnya, tetapi terletak pada cara menye-lidiki bidang itu sendiri. Filsafat adalah berfikir, sedang-kan agama adalah mengabdikan diri, agama banyak hu-bungan dengan hati, sedangkan filsafat banyak hubungan dengan pemikiran. Williem Temple, seperti yang dikutip Rasyidi, mengatakan bahwa filsafat menuntut pengetahuan untuk memahami, sedangkan agama menuntut pengeta-huan untuk beribadah atau mengabdi. Pokok agama bukan pengetahuan tentang Tuhan, tetapi yang penting adalah hubungan manusia dengan Tuhan. Perbadingan Agama dan Filsafat Dari uraian di atas diketahui bahwa antara agama dan filsafat itu terdapat perbedaan. Menurut Prof. Dr. H. H. Rasyidi, perbedaan antara filsafat dan agama bukan terletak pada bidangnya, tetapi terletak pada cara menye-lidiki bidang itu sendiri. 5 Filsafat adalah berfikir, sedang-kan agama adalah mengabdikan diri, agama banyak hu-bungan dengan hati, sedangkan filsafat banyak hubungan dengan pemikiran. Williem Temple, seperti yang dikutip Rasyidi, mengatakan bahwa filsafat menuntut pengetahuan untuk memahami, sedangkan agama menuntut pengeta-huan untuk beribadah atau mengabdi. Pokok agama bukan pengetahuan tentang Tuhan, tetapi yang penting adalah hubungan manusia dengan Tuhan. Lewis mengidentikkan agama dengan enjoyment dan filsafat dengan contemplation. Kedua istilah ini dapat dipahami dengan contoh: Seorang laki-laki mencintai perempuan, rasa cinta itu dinamai dengan enjoyment, sedangkan pemikiran tentang rasa cinta itu disebut contemplation. 6 Di sisi lain agama mulai dari keyakinan, sedangkan filsafat mulai dari mempertanyakan sesuatu. Mahmud Subhi mengatakan bahwa agama mulai dari keyakinan yang kemudian dilanjutkan dengan mencari argumentasi untuk memperkuat keyakinan itu, ya`taqidu summa yastadillu, sedangkan filsafat berawal dari mencari-cari argumen dan bukti-bukti yang kuat dan kemudian 5 Rasyidi, Filsafat Agama, Jakarta:Bulan Bintang, 1965, hlm. 3. 6 ibid timbul-lah keyakinannya yastadillu summa ya`taqidu. 7 Dalam pendapat Mahmud Subhi , agama di sini kelihatan identik dengan kalam, yaitu berawal dari keyakinan, bukan ber-awal dari argumen. Perbedaan lain antara agama dan filsafat adalah bah-wa agama banyak hubungannya dengan hati, sedangkan filsafat banyak hubungannya dengan pikiran yang dingin dan tenang. Agama dapat diidentikkan dengan air yang terjun dari bendungan dengan gemuruhnya, sedangkan filsafat diumpamakan dengan air telaga yang jernih, tenang dan kelihatan dasarnya. 8 Seorang penganut agama biasa-nya selalu mempertahankan agama habis-habisan karena dia sudah mengikatkan diri kepada agamanya itu. Sebalik-nya seorang ahli filsafat sering bersifat lunak dan sanggup meninggalkan pendiriannya jika ternyata pendapatnya keliru. 9 Dalam diri seorang ahli filsafat terdapat maksud meneliti argumen- argumen yang mendukung pendapatnya dan kelemahan argumen tersebut walaupun untuk argumen dia sendiri, sedangkan dalam diri penganut suatu agama tidak terdapat keinginan seperti itu.

2.2.2 Filsafat dan Politik