Fakta-fakta Cerita Teori Analisis Struktural

commit to user 10

A. Teori Analisis Struktural

Pendekatan struktural adalah pendekatan yang digunakan dalam usaha memahami karya sastra dengan memperhitungkan struktur atau unsur-unsru pembentuk karya sastra sebagai jalinan yang utuh. Pendekatan struktural yang digunakan di dalam analisis bermaksud untuk membongkar dan memaparkan secermat mungkin keterjalinan dan keterkaitan semua unsur-unsur karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh Teeuw, 1984:36. Pendekatan struktural yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural model Robert Stanton. Robert Stanton 2007:97, menyatakan bahwa untuk menganalisis novel sebaiknya dilihat terlebih dahulu prinsip kepaduan sebuah novel. Kepaduan di sini berarti seluruh aspek dari karya sastra harus berkontribusi penuh pada maksud utama atau tema. Dengan demikian, pendekatan struktural memandang karya sastra sebagai suatu kesatuan yang utuh, terdiri dari unsur-unsur yang memiliki suatu keterkaitan dan dapat membentuk suatu makna yang menyeluruh. Robert Stanton menyatakan bahwa struktur karya sastra meliputi 3 kategori, yaitu: fakta cerita, sarana sastra, dan tema.

1. Fakta-fakta Cerita

Karakter, alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum menjadi satu, semua elemen ini dinamakan „struktur faktual‟ atau „tingkatan faktual‟ cerita Robert Stanton, 2007:22. commit to user 11 a. Alur Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang berhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa yang lain, dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya Robert Stanton, 2007:26. Alur merupakan tulang punggung cerita. Berbeda dengan elemen- elemen lain, alur dapat membuktikan dirinya sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis. Sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dapat dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan keberpengaruhannya. Sama halnya dengan elemen-elemen lain, alur memiliki hukum-hukum sendiri. Alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata, meyakinkan, dan logis, dapat menciptakan bermacam kejutan, serta memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan- ketegangan Robert Stanton, 2007:28. Awal cerita memperkenalkan peristiwa yang membuat pembaca mendapatkan informasi yang penting, berkaitan dengan hal-hal yang muncul pada kejadian selanjutnya. Bagian tengah menampilkan konflik yang sudah mulai dimunculkan pada bagian awal dan konflik itu semakin meningkat hingga mencapai klimaks. Bagian akhir merupakan penyelesaian dari klimaks dan menjadi bagian akhir cerita. Alur sebuah cerita harus bersifat saling terkait, antara peristiwa yang satu dengan yang lain, antara peristiwa yang diceritakan terlebih dahulu dengan yang diceritakan kemudian, terdapat hubungan dan sifat saling terkait. Keterkaitan antar peristiwa yang dikisahkan akan mempermudah pemahaman pembaca terhadap cerita yang ditampilkan. Sebaliknya, alur sebuah karya fiksi yang ruwet dan sulit commit to user 12 dikenali hubungan kausalitas antar peristiwanya menyebabkan cerita menjadi lebih sulit dipahami. Dua elemen dasar yang membangun alur adalah „konflik‟ dan „klimaks‟. Konflik dibagi atas konflik internal dan konflik eksternal. Konflik internal merupakan konflik antara dua keinginan dalam diri seorang tokoh; sedangkan konflik eksternal merupakan konflik antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain antar tokoh, atau antara tokoh dengan lingkungannya. Konflik-konflik ini merupakan subordinasi dari satu “konflik utama”, baik yang bersifat internal, eksternal, maupun dua-duanya. Konflik utama selalu merupakan pertentangan antara dua nilai atau kekuatan yang mendasar, seperti kejujuran dan kemunafikan dengan individualitas, dan pemaksaan untuk disetujui dan sebagainya. Sebuah cerita mungkin mengandung lebih dari satu konflik, tetapi hanya konflik utamalah yang dapat merangkum seluruh peristiwa yang terjadi dalam alur. Konflik utama merupakan inti cerita atau tema Robert Stanton, 2007:31―32. Konflik yang muncul dalam cerita mengarah pada klimaks, yaitu saat konflik telah mencapai puncak, dan hal ini merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari kejadiaannya. Klimaks sangat menentukan perkembangan plot. Robert Stanton 2007:32, menyatakan sebagai berikut. „Klimaks‟ adalah saat ketika konflik terasa sangat intens, sehingga ending tidak dapat dihindari lagi. Klimaks hanya dimungkinkan ada dan terjadi jika ada konflik. Namun, tidak semua konflik harus mencapai klimaks. Hal itu sejalan dengan keadaan bahwa tidak semua konflik harus mempunyai penyelesaian. Klimaks sangat menentukan arah perkembangan alur yang akan diselesaikan. Klimaks merupakan titik yang mempertemukan kekuatan-kekuatan konflik dan menentukan bagaimana oposisi tersebut dapat terselesaikan. Satu kekuatan mungkin menaklukan kekuatan lain, namun selayaknya kehidupan, keseimbanganlah yang sering kali menjadi penyelesaian, karena tidak ada satu kekuatan pun yang sepenuhnya kalah atau menang. Klimaks utama sering berwujud satu peristiwa yang tidak terlalu spektakuler. Klimaks utama tersebut acapkali sulit dikenali karena konflik-konflik subordinat pun memiliki klimaks-klimaksnya sendiri. Bahkan, konflik sebuah cerita terwujud dalam berbagai bentuk atau cara dan melalui beberapa fase yang berlainan, akan sangat tidak mungkin menentukan satu klimaks utama. commit to user 13 b. Karakter Karakter dapat berarti „pelaku‟ dan dapat pula berarti „perwatakan‟, keterkaitan antara seorang tokoh dengan perwatakan yang dimiliki, memang merupakan suatu kesatuan yang utuh, dapat dikatakan bahwa seorang tokoh dalam cerita diciptakan bersama dengan perwatakan yang dimilikinya. Karakter biasanya dipakai dalam dua konteks; konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita; konteks kedua, karakter merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari idividu-individu tersebut. Dalam sebagian besar cerita dapat ditemui satu karakter utama , yaitu karakter yang terkait dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita. Dengan pembagian karakter menjadi dua konteks tersebut, setidaknya dapat menganalisis dan mengamati tokoh cerita atau karakter dengan merujuk pada dua hal, yakni antara individu-individu yang muncul dalam cerita, dan pada percampuran berbagai kepentigan dari individu-individu tersebut sehingga bisa ditemukan karakter atau tokoh utama Robert Stanton, 2007:33. Alasan seorang tokoh untuk melakukan suatu tindakan dinamakan „motivasi‟. Robert Stanton 2007:33, membedakan motivasi menjadi dua jenis, yakni „motivasi spesifik‟ dan „motivasi dasar‟. Motivasi spesifik seorang tokoh adalah alasan atas reaksi spontan yang mungkin juga tidak disadari, yang ditunjukkan oleh adegan atau dialog tertentu. Motivasi dasar adalah suatu aspek umum dari satu tokoh hasrat dan maksud yang memandu sang tokoh dalam melewati keseluruhan cerita. Dari kedua motivasi ini, seorang tokoh bisa dicermati atas tindakan yang dilakukan. c. Latar Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semua hal yang dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang commit to user 14 berlangsung. Latar dapat berwujud dekor sebuah cafe di Paris, Pegunungan di California, sebuah jalan buntu di sudut kota Dublin, dan sebagainya. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu hari, bulan, dan tahun, cuaca atau satu periode sejarah. Meski secara tidak langsung merangkum sang karakter utama, latar dapat merangkum orang-orang yang menjadi dekor dalam cerita Robert Stanton, 2007:35. Dalam berbagai cerita dapat dilihat bahwa latar memiliki daya untuk memunculkan mood dan tone emosional yang melingkupi sang karakter. Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Tone bisa terlihat dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, misterius, senyap, bagai mimpi, atau bahkan penuh perasaan. Ketika seorang pengarang mampu berbagi “perasaan” mood dengan sang karakter, dan ketika perasaan itu tercermin pada lingkungan, tone menjadi identik dengan „atmosfer‟. Atmosfer bisa jadi merupakan cermin yang merefleksikan suasana jiwa sang karakter, agar perilaku sang karakter atau orang-orang di luar dirinya dapat sepenuhnya dimengerti Robert Stanton, 2007:63. Dengan demikian, latar sebagai salah satu unsur fiksi, berhubungan langsung dan mempengaruhi pengaluran dan penokohan. Latar sebagai bagian cerita yang tidak dapat dipisahkan. Unsur latar dapat dibedakan menjadi 3 unsur pokok, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Ketiga unsur tersebut meskipun masing-masing menampilkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, namun pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Latar tempat berkaitan dengan lokasi tempat terjadinya peristiwa yang diceritakandalam sebuah karya fiksi nama tempat, pegunungan, restaurant,dan sebagainya; latar waktu berkaitan dengan masalah „kapan‟ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi hari, bulan, dan tahun; latar sosial berkaitan dengen perilaku commit to user 15 kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi tradisi, adat-istiadat, pandangan hidup, dan sebagainya. d. Tema Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan „makna‟ dalam pengalaman manusai; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Ada banyak cerita yang mengambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan, pengkhianatan manusia terhadap dirisendiri, atau bahkan yang lainnya. Beberapa cerita bermaksud menghakimi tindakan karakter-karakter di dalamnya dengan memberi atribut „baik‟ atau „buruk‟. Cerita-cerita lain memusatkan perhatian pada persoalan moral tanpa bermaksud memberi penilaian dan seolah- oleh hanya berkata „inilah hidup‟ Robert Stanto, 2007:36―37. Tema dapat bersinonim dengan ide utama central idea atau tujuan utama central purpose. Tema dibagi menjadi dua bagian, yaitu tema sentral atau tema mayor atau ide utama yang menjdaikan cerita berfokus dan saling memiliki keterkaitan antara satu unsur dengan unsur yang lain, untuk membentuk makna cerita yang utuh. Makna pokok cerita tersirat dalam sebagian besar keseluruhan cerita, bukan makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita saja. Tema bawahan atau tema minoe adalah makna yang terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita atau makna tambahan. Makna tambahan itu bersifat mendukung atau mencerminkan makna utama atau keseluruhan cerita. Dalam usaha menemukan dan menafsirkan tema sebuah novel secara lebih rinci, Robert Stanton 2007:44―45, menyatakan adanya sejumlah kriteria yang dapat diikuti sebagai berikut. Pertama, penafsiran tema sebuah novel hendaknya mempertimbangkan tiap detail yang menonjol. Hal ini disebabkan pada detail-detail yang menonjol ditonjolkan itulah pada umumnya sesuatu yang ingin disampaikan. Detail cerita yang commit to user 16 demikian diperkirakan beradadi sekitar persoalan utama. Dengan demikian tokoh-masalah-konflik utama merupakan tempat yang paling strategis untuk mengungkapkan tema utama sebuah novel; kedua, penafsiran tema sebuah novel hendaknyatidak bersifat bertentangan dengan tiap detai cerita; ketiga, penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak mendasarkan diri pada bukti-bukti yang tidak dinyatakan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam novel yang bersangkutan. Tema cerita tidak dapat ditafsirkan hanya berdasarkan perkiraan, sesuatu yang dibayangkan ada dalam cerita, atau informasi yang kurang dapat dipercaya; keempat, penafsiran tema sebuah novel haruslah mendasarkan diri pada bukti-bukti yang secara langsung adat atau disaran dalam cerita. Penunjukkan tema sebuah cerita haruslah dapat dibuktikan dengan data-data atau detai-detail cerita yang terdapat dalam cerita itu, baik yang berupa bukti-bukti langsung, artinya hanya berupa penafsiran terhadap kata-kata yang ada. Dari fakta-fakta cerita yang ada, didukung dengan sarana-sarana sastra, maka makna totalitas dari suatu karya sastra cenderung dapat dimunculkan melalui analisis dari unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut.

2. Sarana Sastra