commit to user 16
demikian diperkirakan beradadi sekitar persoalan utama. Dengan demikian tokoh-masalah-konflik utama merupakan tempat yang
paling strategis untuk mengungkapkan tema utama sebuah novel; kedua, penafsiran tema sebuah novel hendaknyatidak bersifat
bertentangan dengan tiap detai cerita; ketiga, penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak mendasarkan diri pada bukti-bukti
yang tidak dinyatakan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam novel yang bersangkutan. Tema cerita tidak dapat
ditafsirkan
hanya berdasarkan
perkiraan, sesuatu
yang dibayangkan ada dalam cerita, atau informasi yang kurang dapat
dipercaya; keempat, penafsiran tema sebuah novel haruslah mendasarkan diri pada bukti-bukti yang secara langsung adat atau
disaran dalam cerita. Penunjukkan tema sebuah cerita haruslah dapat dibuktikan dengan data-data atau detai-detail cerita yang
terdapat dalam cerita itu, baik yang berupa bukti-bukti langsung, artinya hanya berupa penafsiran terhadap kata-kata yang ada.
Dari fakta-fakta cerita yang ada, didukung dengan sarana-sarana sastra,
maka makna totalitas dari suatu karya sastra cenderung dapat dimunculkan melalui analisis dari unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut.
2. Sarana Sastra
Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode pengarang memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Metode
semacam ini perlu, karena dengan sarana-sarana itu pembaca dapat melihat berbagai fakta melalui kacamata pengarang.
a. Judul
Pembaca pada umumnya mengira bahwa judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya, sehingga keduanya membentuk suatu kesatuan. Pendapat
ini dapat diterima ketika judul mengacu pada sang karakter utama atau satu latar tertentu, akan tetapi judul seringkali menjadi petunjuk makna cerita yang
bersangkutan Robert Stanton, 2007:51. Judul berhubungan dengan cerita secara
commit to user 17
keseluruhan karena merujuk pada karakter, latar, dan tema. Judul merupakan kunci pada makna cerita. Seringkali judul dari karya sastra mempunyai beberapa
makna yang terkandung dalam cerita, judul juga dapat merupakan sindiran terhadap kondisi yang ingin dikritisi oleh pengarang, dapat juga dikatakan sebagai
kesimpulan terhadap keadaan yang sebenarnya dalam cerita.
b. Sudut Pandang
Sudut pandang dapat dikatakan sebagai dasar berpijak pembaca untuk melihat peristiwa-peristiwa dalam cerita. Pengarang sengaja memilih sudut
pandang secara berhati-hati agar dapat memiliki berbagai posisi dan berbagai hubungan dengan setiap peristiwa dalam cerita baik di dalam maupun di luar
tokoh, dan secara emosinal terlibat atau tidak. Robert Stanton 2007:53, berpendapat bahwa pemikiran dan
emosi para arakter hanya dapat diketahui melalui berbagai tindakan yang mereka lakukan. Pendeknya, „kita‟ memiliki posisi
yang berbeda , memiliki hubungan yang berbeda dengan tiap peristiwa dalam cerita di dalam atau di luar satu karakter, menyatu
atau terpisah secara emosional, „posisi‟ ini sebagai pusat kesadaran, tempat di mana kita dapat memahami setiap peristiwa
dalam cerita, maka dinamakan „sudut pandang‟. Robert Stanton 2007:53―54, membagi sudut pandang menjadi 4 tipe
utama. 1.
Orang pertama-utama, sang karakter utama bercerita dengan kata-katanya sendiri.
2. Orang pertama-sampingan, cerita dituturkan oleh satu karakter
sampingan. 3.
Orang ketiga-terbatas, pengarang mengacu pada semua karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga, tetapi
hanya mengambarkan apa yang dapat dilihat, didengar, dan diperkirakan oleh satu orang karakter saja.
4. Orang ketiga-tidak terbatas, pengarang mengacu pada setiap
karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang juga dapat membuat beberapa karakter, melihat,
commit to user 18
mendengar, atau berfikir, atau bahkan saat tidak ada satu karakter pun hadir.
c. Gaya dan Tone
Gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Meski dua orang pengarang memakai alur, karkter, dan latar yang sama, namun hasil tulisan
keduanya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak pada bahasa dan meyebar dalam berbagai aspek; seperti kerumitan, ritme, panjang-
pendek kalimat, pada bagian-bagian, humor, kenyataan, dan banyaknya imaji, serta metafora. Campuran dari berbagai aspek tersebut akan menghasilkan gaya
Robert Stanton, 2007:61. Satu elemen yang amat terkait dengan gaya adalah „tone‟. Tone
adalah sikap emosinal pengarang yang ditampilkan dala cerita. Tone bisa tampak dalam berbagai wujud, baik yang tingan,
romantis, misterius, senyap, bagai mimpi, atau penuh perasaan.
Ketika seorang pengarang mampu berbagai “perasaan” dengan sang karakter, dan ketika perasaan itu tercermin pada lingkungan,
tone menjdi iden tik dengan “atmosfer”. Pada posisi tertentu tone
dimunculkan oleh fakta-fakta. Satu cerita yang mengisahkan tentang seorang pembunuh berkapak, maka akan memunculkan
tone „gila‟, akan tetapi yang terpenting adalah ppilihan detail
pengarang ketika meyodorkan fakta-fakta itu dan tentu saja gaya pengarang sendiri Robert Stanton, 2007:63.
B. Nilai Estetika dan Makna