39
BAB III: HUBUNGAN
AL-KUTUB AS-SITTAH DENGAN FIQH A. Latar Belakang Penentuan Hierarki
al-Kutub as-Sittah
Persaingan antara Bani Hasyim dan Bani Umayyah di Makah sudah terjadi dalam kurun waktu yang lama dalam usaha merebut pengaruh masyarakat Arab.
1
Bani Hasyim dipandang lebih berpengaruh dibanding- kan suku lainnya, termasuk Bani Umayyah.
2
Hal itu ditandai dengan tetap dipegangnya kunci Ka’bah oleh keturunan Bani Hasyim, yang merupakan simbol kehormatan tertinggi bagi bangsa Arab saat itu.
Tampaknya pembangkangan Muawiyah terhadap Khalifah Ali karena keengganannya untuk menyelidiki terbunuhnya Utsman, hanyalah modus untuk melakukan bughat terhadap pemerintahan Ali.
3
Hal ini dapat dipandang sebagai persaingan tersembunyi yang telah lama berlangsung antara kedua klan suku tersebut.
Secara ekonomi, Bani Umayyah lebih kaya dengan menguasai perdagangan ketimbang Bani Hasyim, tetapi dalam konteks aksepbilitas, Bani Hasyim lebih mendapatkan tempat di kalangan masyarakat Arab.
4
Resistensi Muawiyah terhadap Ali didasari oleh tindakan Ali yang dianggap sewenang-wenang memutasi besar-besaran jabatan gubernur yang dipandang strategis. Jabatan-jabatan yang dimutasi
kebanyakan terdiri dari keluarga khalifah sebelumnya, yaitu Utsman Bani Umayyah. Pihak Muawiyah menganggap mutasi itu memiliki vested interest berupa penyingkiran orang-orang Bani Umayyah dari
politik, bukan berdasarkan kompetensi, tetapi atas dasar like and dislike. Namun, pihak Muawiyah tidak bersedia mengungkapkan alasan tersebut secara eksplisit, tetapi menggunakan isu terbunuhya Utsman
sebagai alasan untuk merebut kekuasaan Ali. Isu itu ternyata ampuh untuk memengaruhi sahabat-sahabat utama, seperti Aisyah dan Talhah, sehingga terjadi Perang Jamal antara pihak Aisyah-Talhah dan pihak
Ali.
5
Kegagalan untuk merebut kekuasaan Khalifah Ali dalam Perang Jamal memberi pelajaran yang penting bagi Muawiyah dalam menghadapi pihak Ali yang secara militer lebih kuat. Khalifah Ali didukung
oleh pasukan yang berasal dari daerah Arab Selatan yang terkenal dengan suku-suku gurun yang terbiasa dengan kehidupan keras dan relatif lebih miskin dibandingkan dengan Arab Utara Damaskus. Damaskus
merupakan daerah perdagangan sejak dahulu karena selalu berhubungan dagang dengan Kerajaan Romawi maupun Persia. Melihat komposisi pasukan Ali, pihak Muawiyah menyadari tidak akan mungkin
menang melawan Ali. Muawiyah menggunakan taktik pecah belah semacam devide de it impera di kalangan prajurit Ali,
6
karena dia tahu bahwa banyak di antara prajurit Ali merupakan orang-orang yang belum mengerti strategi psywar.
7
Untuk itu, pihak Muawiyah menawarkan jalan arbitrase dalam menyelesaikan sengketa. Cara ini merupakan umpan politik dengan menggunakan lembaran al-
Qur’an yang ditancapkan di ujung pedang sebagai petanda damai.
8
Hal itu dapat dilihat dari utusan perundingan dari kedua pihak: Amir ibn ‘As Gubernur Mesir yang dilengserkan Ali, padahal dia adalah panglima
perang yang ditugaskan oleh Khalifah Umar dalam membebaskan Mesir dari kekuasaan Romawi. Dapat dipahami bagaimana perasaan Amir ibn ‘As yang mungkin merasa tidak dihargai oleh Ali sebagai orang
yang berandil besar dalam penaklukkan Mesir. Utusan dari pihak Ali adalah Abu Musa al-
Asy‘ari yang dikenal sebagai sahabat yang sangat zuhud dan tidak memiliki pretensi negatif terhadap pihak Muawiyah.
Akhirnya, arbitrase tersebut secara politik merupakan upaya pemakzulan pertama dalam sejarah Islam terhadap kekuasaan seorang khalifah. Besarnya intrik politik yang dilakukan dalam proses arbitrase ini
merupakan peristiwa fitnah yang kedua dan terbesar yang membawa arah awal perpecahan dalam Islam, dengan lahirnya aliran-aliran di dalam Islam Sunni, Syiah, dan Khawarij.
Efek yang ditimbulkan oleh peristiwa dalam Perang Shiffin fitnah kedua merupakan duri yang menyakitkan dalam sejarah Islam. Bahkan, hampir tidak mungkin lagi disatukan karena sejarah kelam
tentang keduanya sudah sedemikian parah sehingga sering terjadi tuding menuding di antara keduanya.
40
Memang pada level al- Qur’an keduanya sepakat sebagai firman Allah yang suci. Akan tetapi, pada level
hadits saja keduanya sudah tidak sepakat dan masing-masing membuat kriterianya sendiri-sendiri. Kitab- kitab hadits di kalangan Sunni kurang mengakomodir hadits-hadits dari kalangan ahli bait, seperti Ali ibn
Abi Talib, Fatimah binti Muhammad, Hasan ibn Ali, Husin ibn Ali, maupun Jakfar ibn Abdul Mutalib. Menurut kitab-kitab hadits versi Syiah, banyak hadits yang berasal dari ahli bait dan sedikit sekali hadits-
hadits dari non-ahli bait.
9
Tampaknya setelah peristiwa pemakzulan Ali sebagai khalifah membuat Muawiyah percaya diri untuk mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah yang baru.
10
Oleh sebagian besar umat Islam hal tersebut tidak menjadi masalah, karena bagaimanapun selama khalifah berasal dari kalangan umat Islam hal tersebut
tidak begitu menimbulkan gejolak. Dapat dipahami langkah yang dilakukan oleh Muawiyah pada keadaan seperti ini dengan berusaha mendapatkan legitimasi umat Islam yang saat itu banyak di antaranya berasal
dari golongan sahabat.
Sebagian sejarawan menuding bahwa Muawiyah adalah orang pertama yang menghapus sistem shurah dalam Islam dan menggantinya dengan sistem kerajaan. Padahal, sistem shurah sebenarnya sudah
diamanatkan oleh nas dan dipraktikkan dalam kehidupan Nabi Muhammad Saw. dan dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin.
11
Tak kalah mengejutkannya lagi ketika Muawiyah meminta umat Islam untuk membaiat Yazid, putranya, sebagai putra mahkota.
12
Tampak jelas Muawiyah mengubah sistem pemerintahan dari sistem shurah ke sistem kerajaan model Romawi yang memengaruhinya. Dapat
dipahami pula kalau wibawa khalifah ketika masa ini mengalami degradasi dari khulâfa al-kummâl, yaitu khalifah yang dipandang sebagai pemimpin yang dapat menjadi panutan dalam urusan dunia dan akhirat
menjadi khulafa al-Nâqisun, yaitu khalifah yang hanya dipandang sebagai seorang umara yang mengurusi masalah keduniawian semata.
13
Tentu untuk memperkuat eksistensi Dinasti Umayyah ini langkah yang dilakukan pertama adalah mendapatkan legitimasi dari masyarakat Muslim. Jarak waktu yang relatif dekat dengan masa Khulafaur
Rasyidin maka tak mengherankan mereka sering membandingkan dengan masa itu.
14
Hal yang membuat Dinasti Umayyah eksis dalam waktu yang lama adalah karena dinasti ini mampu melakukan pembaruan
yang dibutuhkan masyarakat dan kemampuannya mengadakan pendekatan yang persuasif kepada sahabat yang awalnya cenderung tidak memihak Muawiyah maupun Ali. Muawiyah juga mampu mengonsolidasi
kekuatan untuk mengadakan futuhat di wilayah-wilayah yang jauh, dengan berusaha menyebarkan Islam dan bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara. Pada masa dinasti ini, bahasa Arab sudah menjadi bahasa
utama di wilayah-wilayah bekas kekuasaan Kerajaan Romawi dan Persia.
15
Lembaga bahasa Arab yang didirikan pada masa ini bukan hanya berguna sebagai bahasa administrasi negara, akan tetapi melahirkan
ulama-ulama lughat, di antara yang terkenal sampai sekarang ini ialah Sibuwaihi. Mazhab bahasa Arab yang sampai sekarang masih mempengaruhi tata cara membaca kutub turath, seperti mazhab Kufa dan
Basrah.
Keberhasilan Dinasti Umayyah dalam memajukan bahasa Arab membuat gairah kajian tentang sunnah yang merupakan salah satu sumber penting. Sebenarnya, tidak semua sunnah itu diciptakan pada
masa Nabi Muhammad Saw. saja, banyak juga di antara sunnah Nabi yang berasal dari masa sebelum beliau lahir. Sunnah-sunnah pra-Islam tersebut akan terus dipertahankan bila mengandung kemaslahatan
dan tidak menyalahi prinsip-prinsip utama ajaran Islam,
16
seperti dalam masalah diyât mendapat legitimasi nas dan menjadi salah satu instrumen dalam penyelesaian kasus pembunuhan secara tidak
sengaja. Walaupun demikian, tentu saja sunnah yang memiliki nilai tertinggi di dalam syara’ tatkala sunnah
itu lahir setelah masa kenabiannya dan dipraktikkan secara terus-menerus oleh sahabat, seperti sunnah untuk melaksanakan musyawarah ketika akan memutuskan sesuatu dalam suatu perkara yang menyangkut
urusan umat Islam. Dalam konteks sunnah ini, ada mekanisme yang berlaku di kalangan ahli hadits untuk mengukur apakah sunnah tersebut memiliki dampak secara hukum, yaitu apabila ada dukungan lafaz
41
hadits di dalamnya. Sunnah yang tidak mendapat dukungan hadits biasanya dikategorikan sebagai atsar atau khabar. Jadi, sunnah jauh lebih luas pengertiannya dibandingkan dengan hadits, kecuali dalam
konteks.
17
Keputusan Muawiyah untuk membaiat Yazid sebagai putra mahkota menimbulkan kontroversi di kalangan ulama tentang aturan suksesi dalam Islam.
18
Kenyataannya, Nabi tidak pernah memper- masalahkan kepemimpinan secara turun-menurun tanpa adanya proses pemilihan. Hal tersebut sudah
berlaku di kalangan pemimpin suku- suku Arab ketika itu. Bahkan, kunci Ka’bah selalu dipegang oleh
keturunan Bani Hasyim. Ada pula legitimasi nas yang memberikan kekhususan suku Quraisy untuk menjadi pemimpin. Hal itu menimbulkan asumsi bahwa Nabi berusaha mempertahankan kebiasaan pra-
Islam yang cenderung tidak mencerminkan prinsip musyawarah dan mengultuskan suku bangsa tertentu. Sekilas hal tersebut melanggar sistem egaliter dalam Islam. Karena itu, sikap Muawiyah mendirikan dinasti
berdasar keturunan sebenarnya adalah salah satu dari sunnah yang berlaku sejak pra-Islam. Itu mungkin alasan mengapa sebagian besar sahabat tidak mempermasalahkan perubahan sistem musyawarah yang
berlaku pada masa Khulafaur Rasyidin menjadi sistem kerajaan.
Dalam kurun waktu satu abad, banyak hal yang dibuat oleh dinasti ini dalam menyebarkan Islam, bahkan memelopori pembangunan peradaban Islam.
19
Kisah sukses Dinasti Umayyah membuahkan suatu pertanyaan mendasar apakah di dalam Islam itu lebih menonjolkan aspek tercapainya maslahat umat atau
lebih mengedepankan pada cara untuk mencapai maslahat itu sendiri. Hal ini penting untuk dikaji karena cara Muawiyah yang dipandang kurang baik, bughat terhadap pemerintahan Ali, ternyata ketika berkuasa
dapat mengejawantahkan kestabilan politik, kemakmuran, dan peradaban yang tinggi.
20
Penyebaran Islam di Arab pada masa Nabi tidak murni hanya karena ketertarikan pada Islam yang mengusung nilai-nilai tauhid dengan menafikan kepercayaan orang-orang Arab politeisme. Ketundukan
mereka juga dipicu oleh kemampuan Nabi menerjemahkan bahasa politik penaklukkan terhadap suku bangsa Arab dengan menggunakan politik yang cermat. Langkah-langkah politik Nabi yang paling mudah
direkam dalam sejarah adalah bagaimana Nabi mengadakan perjanjian dengan penduduk Madinah Piagam Madinah. Saat itu penduduk Madinah terdiri dari Yahudi, Nasrani, dan minoritas suku Arab
Ansâr yang Muslim ditambah dengan kaum muhajirin. Salah satu isi perjanjian itu adalah kewajiban menjaga keamanan negara Madinah, yaitu apabila pihak luar menyerang orang-orang Yahudi maupun
Nasrani maka umat Islam wajib membela mereka dari serangan pihak luar. Sebaliknya, apabila pihak luar menyerang umat Islam maka pihak Yahudi dan Nasrani wajib membela umat Islam. Piagam ini di samping
dikenal sebagai piagam internasional pertama yang mengatur hubungan pergaulan antarbangsa, juga menjunjung tinggi nilai-nilai humanisme. Yang tak kalah penting adalah bagaimana Nabi mampu
membuat pertahanan politik dari penetrasi penduduk Makah yang ingin memberantas Islam dan pengikut- pengikutnya. Di sinilah kepiawaian Nabi memanfaatkan perjanjian tersebut untuk meredam pengejaran
orang-orang Qurasy Makah. Perjanjian tersebut juga mengindikasikan kemenangan diplomatik Nabi.
Dalam konteks pemerintahan Muawiyah, dinasti ini berusaha mengadakan politik penaklukkan sebagaimana dilakukan oleh Nabi sebelumnya. Politik penaklukkan yang dilakukan dinasti ini juga
berhadapan dengan resistensi dari kalangan umat Islam.
21
Salah satunya adalah sahabat Abdullah ibn Zubair yang secara terang-terangan menentang langkah Muawiyah tersebut.
22
Hingga akhirnya Muawiyah meninggal dunia pada 60 H, Abdullah ibn Zubair memproklamirkan diri sebagai khalifah. Langkah Abdullah ibn Zubair ini sebagai isyarat penantangan
secara terbuka kepada Dinasti Umayyah yang waktu itu dipimpin oleh Khalifah Yazid ibn Muawiyah. Kemudian Yazid merespons hal tersebut dengan mengirim pasukan ke Makah untuk menumpas
pemberontakan yang dilakukan Abdullah ibn Zubair yang akhirnya terbunuh beserta para pengikutnya.
42
Untuk mempertahankan eksistensinya, Dinasti Umayyah menempuh langkah-langkah dinamis untuk memperoleh pengakuan dari kalangan internal umat Islam, juga pengakuan sebagai imperium baru
menggantikan imperium Romawi dan Persia. Untuk lebih bisa memobilisasi kekuatannya, dinasti ini merujuk motivasi nas yang isinya kewajiban untuk menyebarkan Islam yang mengesahkan Allah dan
mengikuti sunnah Nabi Saw.
Budaya orang-orang yang sering berperang antara satu suku dengan suku lainnya merupakan tradisi yang berlangsung sejak lama. Tatkala bendera Islam dapat menyatukan kekuatan bangsa Arab yang selama
ini terpecah-pecah menjadi kekuatan yang besar yang secara otomatis harus berhadapan dengan kekuatan adidaya yang sudah ada, yaitu Romawi dan Persia. Akan tetapi, khusus dengan Persia sebagian besar
kekuatan mereka sudah dilumpuhkan pada perang Qadisiah ketika Khalifah Umar berkuasa.
23
Jadi, kekuatan Dinasti Umayyah harus menghadapi kekuatan Romawi Timur dengan ibu kota Konstantinopel,
yang merasa sangat terancam dengan kehadiran kekuatan baru Islam.
24
Untuk bisa menghadapi kekuatan besar yang sarat pengalaman tersebut, hal yang sangat diperlukan adalah motivasi yang besar untuk melakukannya. Islam menjadi katalisator penaklukan terhadap wilayah-
wilayah yang lebih luas. Tidak mengherankan hadits tentang jihad berperang di jalan Allah untuk menyebarkan Islam sangat popular pada zaman ini. Hal ini dapat dimaklumi karena Dinasti Umayyah ini
sangat membutuhkan legitimasi dalam memerintah, karena itu kemampuan menggunakan hadits-hadits yang menggugah untuk mengadakan ekspansi dalam menyebarkan Islam ke seluruh wilayah. Watak
bangsa Arab yang nomaden dapat terpuaskan dengan penaklukkan terhadap wilayah-wilayah baru. Karena itu, hadits-hadits tentang harta rampasan juga sangat masyhur pada masa Bani Umayyah. Rampasan
perang salah satu alasan kenapa ekspansi pada masa Dinasti Umayyah sangat giat karena wilayah Arab, khususnya wilayah Hijaz, adalah wilayah tandus yang berperadaban tinggi peninggalan bangsa terdahulu,
sehingga iming-iming harta rampasan yang besar dalam menaklukkan wilayah-wilayah bekas kekuasaan Romawi menjadi sangat menggoda.
25
Pada masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz, Dinasti Umayyah diangkat sebagai ruler, tampaknya dia melihat bagaimana pentingnya undang-undang yang mengatur hubungan antara sesama anggota
masyarakat, antara masyarakat dengan pemerintah dan juga mengatur hubungan kepada Allah melalui ibadah kepada-Nya.
26
Umar ibn Abdul Aziz yang pernah menjadi gubernur Madinah dan murid Imam Malik tentu mengenal kitab al-Muwatta
.’
27
Kitab ini dipandang sebagai kitab hadits bernuansa fiqh yang pertama dipublikasikan ke masyarakat. Karena masyhurnya, kitab ini menjadi kitab standard yang
digunakan oleh fuqaha pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah. Imam Syafi‘i juga telah menghafal isi
kitab al- Muwatta’ ketika menjadi murid Imam Malik. Ketika Imam Syafi‘i pergi ke Baghdad yang dikenal
sebagai daerah ahli ra’yu, tapi corak pemikiran Imam Syafi’i cenderung moderat, tidak condong rasional
juga tidak terlalu konservatif. Hal ini membuat pemikirannya bisa diterima oleh kalangan umat Islam. Bisa saja asumsi kitab hadits yang berwajah fiqh ini dipandang sebagai kitab pertama yang ada
sehingga pihak penguasa tidak mempunyai pilihan lagi untuk menggunakan sumber yang lain.
28
Akan tetapi, yang perlu dipahami di sini, kemampuan Imam Malik menyusun kitab al-
Muwatta’, kitab hadits yang bernuansa fiqh, karena dia bebas menggunakan sumber daya yang ada, terutama dalam menyusun
sebuah kitab hadits yang dapat diaplikasikan di dalam masyarakat pada masanya.
29
Imam Malik yang terkenal mengutamakan ibadah penduduk Madinah didasarkan premis bahwa Madinah adalah kota Nabi sebab amalan-amalan penduduk Madinah tampaknya lebih menjamin
orisinalitas, dan amalan tersebut telah dipraktikkan oleh penduduk Madinah.
30
Dalam hal ini, Imam Malik terlalu menyederhanakan sunnah, yakni apabila sudah dipraktikkan oleh penduduk Madinah maka sudah
bisa dijadikan hujjah. Pada dasarnya, kebiasaan-kebiasaan umum dalam masyarakat Islam relatif sama seperti kebiasaan yang dianjur
kan Nabi, seperti untuk melakukan shalat Jum’at di Masjid, Puasa Ramadhan, Zakat, Haji, maupun kebiasaan umat Islam lainnya, seperti mengucapkan salam. Namun, tidak
43
ada jaminan bahwa amalan-amalan yang dipraktikkan oleh penduduk Madinah tersebut adalah sunnah Nabi atau telah ada sebelum Nabi tiba di Madinah.
Pilihan terhdap mazhab Maliki sebagai mazhab negara yang cenderung konservatif bertolak belakang dengan karakter penguasa Dinasti Umayyah yang cenderung agresif.
31
Padahal, Damaskus, ibu kota Dinasti Umayyah, lebih dekat jaraknya dengan Baghdad dibandingkan dengan Madinah. Namun, pihak penguasa
Bani Umayyah lebih nyaman memberlakukan mazhab Maliki sebagai mazhab negara, bukan mazhab Hanafi yang disinyalir dengan pertimbangan politis.
32
Pertimbangan politis yang dimaksud di sini bisa saja berupa ingin mengangkat dan menyebarkan Arabisasi di wilayah yang dikuasai oleh Dinasti Umayyah.
33
Kekuasaan Dinasti Umayyah yang melampaui wilayah yang mempraktikkan bahasa dan budaya Arab perlu diberi sentuhan Islam dengan Arab sebagai simbol kebudayaan yang terpilih dalam menyampaikan wahyu.
Pentingnya menanamkan keistimewaan kebudayaan Arab ke wilayah kekuasaan memerlukan instrumen mazhab Maliki sebagai pemersatu dan pengembang mazhab negara yang mengadopsi budaya Arab yang
terlembaga dalam amal penduduk Madinah.
Inisiatif Dinasti Umayyah yang menjadikan Mazhab Maliki sebagai mazhab negara dapat diartikan sebagai momentum untuk menunjukkan hegemoni kebudayaan Arab yang menggantikan kebudayaan
Romawi dan Persia yang sedang mengalami degradasi. Dinasti Umayyah ini ingin mengangkat bangsa Arab sebagai pemain utama dalam percaturan politik dunia dengan cara membuat sekolah-sekolah lughah
bahasa Arab yang merupakan bahasa administrasi yang digunakan di seluruh wilayah Dinasti Umayyah.
34
Untuk itu, tidak mengherankan, banyak bangsa Arab yang selama ini kurang bersimpati dengan dinasti ini lambat laun mereka ikut serta mendukung eksistensi khalifah baru ini.
B. Politik Identitas dalam Hadits Suksesi