Sahabat sebagai Media Ekspansi Sunnah

20 Peristiwa hujatan Muhammad terhadap Muawiyah, 28 yang merupakan isyarat kenabian yang diberi kemampuan futuristik, menggambarkan bagaimana Muawiyah adalah seorang yang tidak pernah kenyang akan kekuasaan. Terbukti di dalam sejarah Islam peran Muawiyah sebagai faktor utama terjadinya dikhotomi antara Sunni dan Syiah hingga saat ini. 29 Jadi, semua sunnah itu sebenarnya adalah tasyrî‘iyyah bagi umat Islam, akan tetapi dalam masalah penerapannnya terdapat tingkatannya. Yang dimaksud dengan tingkatan di sini, harus memiliki barometer masalah-masalah yang berhubungan dengan pokok-pokok ajaran Islam tentu lebih tasyrî ‘iyyah, seperti masalah rukun iman dan rukun Islam, dibandingkan dengan sunnah yang tidak termasuk kategori pokok ajaran Islam, seperti dalam masalah penyerbukan buah korma tersebut.

B. Sahabat sebagai Media Ekspansi Sunnah

Hampir tidak ada generasi Muslim yang mendapatkan perhatian seperti halnya generasi sahabat Nabi Muhammad Saw. Generasi sahabat dipercaya sebagai generasi terbaik yang pernah ada setelah meninggalnya Nabi dalam sejarah Islam. Hal itu membuat betapa istimewanya generasi ini dalam sejarah Islam. Ditambah lagi peran tersendiri generasi sahabat dibandingkan generasi-generasi lainya dalam sejarah Islam. Akan tetapi, keterlibatan generasi sahabat pada peristiwa-peristiwa tertentu yang menentukan arah sejarah Islam berikutnya tergantung dari sudut mana memandangnya. 30 Peristiwa besar yang terjadi pada masa sahabat adalah pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah. Pada masa Abu Bakar, peristiwa penting yang tercatat dalam sejarah adalah mengumpulkan mushaf al- Qur’an yang terdiri dari berbagai benda yang menjadi tulisan al- Qur’an yang berserakan menjadi satu mushaf. 31 Kemudian peristiwa memerangi orang-- orang yang enggan membayar zakat atau lebih dikenal sebagai “perang riddah.” 32 Mereka yang dianggap murtad karena tidak mau membayar zakat setelah meninggalnya Nabi. Pada masa Umar, yang berlangsung selama 10 tahun, ada banyak peristiwa yang tercatat dalam sejarah. Masa ini merupakan fase awal dalam sejarah Islam tentang berlangsungnya ekspansi ke luar wilayah Hijaz. Secara otomatis berhadapan dengan dua kekuatan besar, yaitu Imperium Romawi dan Imperium Persia. Di antaranya yang dikenal adalah penaklukkan Mesir dari tangan Romawi, penaklukkan Palestina dari kekuasaan Romawi setelah menaklukkan Irak dari tangan Persia, atau perang Qadisiah yang sangat fenomenal dalam sejarah Islam. Jadi, penyebaran sahabat ke wilayah-wilayah di luar Makah dan Madinah secara signifikan terjadi pada masa Khalifah Umar ini, di samping gebrakan hukum yang dilakukan pada masanya. 33 Walaupun peristiwa diutusnya Muaz ibn Jabal ke Yaman dalam rangka menyebarkan Islam pada masa Nabi, juga peristiwa diutusnya juga Sa‘ad ibn Abi Waqash 34 ke China untuk menyebarkan Islam di sana sebagai langkah awal yang dilakukan oleh Nabi agar Islam mendunia. Akan tetapi, pada masa Umar ini terjadi penyebaran sahabat secara signifikan jumlahnya. Pada masa Utsman, dituding oleh beberapa sejarawan, sebagai awal terjadinya distrust di antara kaum Muslim. Banyak argumen yang dikemukan dalam membahas langkah-langkah Khalifah Utsman memerintah. Tudingan terhadapnya sebagai khalifah yang menggunakan asas nepotisme dalam pemerintahan mendapatkan perhatian berbagai pihak dari sejarawan, baik yang pro maupun yang kontra. 35 Akan tetapi, karya monumental yang dilakukan pada masa Khalifah Utsman yang dampaknya sampai sekarang tetap adalah peristiwa kodifikasi Mushaf Utsmani. Langkah berani dan signifikan yang dilakukan oleh Utsman dalam menghadapi perbedaan bacaan al- Qur’an atau qira’ah yang kian meruncing pada masanya membuat Utsman harus mengambil langkah yang tepat untuk menghindari pertentangan di antara umat Islam dalam cara membaca al- Qur’an. 36 Hal ini terjadi karena pada masa Nabi membolehkan tujuh qira’ah dalam membaca al-Qur’an. Ketika ekspansi Islam kian meluas ternyata cara membaca al- Qur’an itu menjadi polemik. Keberanian Utsman dalam mengambil keputusan dengan memerintahkan 21 penulisan lima mushaf al- Qur’an ke lima wilayah utama Islam pada waktu itu. 37 Hal itu dianggap sejarawan sebagai langkah yang tepat dalam meredam api perpecahan di dalam Islam. Namun, peristiwa selanjutnya adalah saat Utsman menetapkan mushaf yang kelak dikenal sebagai Mushaf Imam atau Mushaf Utsmani. Dia juga memerintahkan empat mushaf lainnya dibakar. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan di kalangan akademisi, terutama orientalis. Cara pandang akademisi Muslim dan orientalis dari Barat dalam memandang masalah pembakaran empat mushaf yang lain dan membiarkan hanya satu mushaf yang ada seperti yang dikenal selama ini sangat berbeda. Bagi akademisi Muslim, peristiwa pembakaran empat mushaf yang lain dengan hanya menetapkan satu mushaf induk sesuai dengan lafaz suku Quraisy membuat bacaan al- Qur’an semakin terpelihara dari kemungkinan berubah- ubah dan ini menjaga kemurnian al- Qur’an itu sendiri. Sebenarnya, keterlibatan sahabat dalam aliansi politik dimulai dengan penempatan banyak posisi gubernur oleh keluarga Utsman. Misalnya, keluarga Muawiyah ibn Abu Sufyan, Amir ibn ‘As, dan lain-lain. Kecenderungan konsolidasi basis politik pada generasi sahabat dapat dilihat dari demografi wilayah di mana mereka tinggal. Arab Utara disinyalir sebagai tempat konsolidasi keluarga Utsman yang dipimpin Muawiyah. Wilayah yang dikenal sebagai kota perdagangan dengan Damaskus sebagai ibu kota, relatif lebih sejahtera dibandingkan wilayah selatan yang lebih gersang dan miskin. 38 Peristiwa fitnah merupakan peristiwa yang kelam dalam sejarah awal Islam karena peristiwa ini ditengarai sebagai pemicu munculnya tiga peperangan yang terjadi antara sahabat, yaitu Perang Jamal, perang pemberontakan az-Zubair Ibn al-Awwam, 39 dan Perang Shiffin. Banyak interpretasi yang dikemukakan kenapa fitnah ini terjadi, tetapi yang jelas ini terjadi pasca-kematian Utsman. Peristiwa ketidaksenangan pihak yang mengatasnamakan rakyat Mesir terhadap gubernur Mesir Amir ibn ‘Ash ketika itu, yang merupakan sepupu Utsman. Rombongan Muhammad ibn Abu Bakr yang mengadukan perihal tindak tanduk gubernur Mesir kepada Utsman yang pada awalnya telah bertemu dan bersepakat untuk menyelesaikan masalah yang mereka adukan sudah deal. Namun, ketika rombongan Muhammad ibn Abu Bakr diserang dalam perjalanan pulang ke Mesir menimbulkan kecurigaan pihak rombongan tersebut. Asumsi mereka penyerangan tersebut diperintahkan oleh khalifah, karena menurut klaim mereka stempel kerajaan terjatuh ketika penyerangan terjadi. 40 Banyak sejarawan yang memaparkan bahwa rombongan tersebut tidak jadi meneruskan perjalanannya ke Mesir, akan tetapi balik ke Madinah. Tidak diketahui dengan jelas apakah rombongan Muhammad ibn Abi Bakr ini yang membunuh Khalifah Utsman atau orang lain. Akan tetapi, yang jelas peristiwa kematian Khalifah Utsman terjadi setelah penyerangan rombongan Muhammad Ibn Abi Bakar. Setelah Ali ibn Abi Talib diangkat sebagai khalifah menggantikan Utsman, langkah politik yang diambilnya adalah menggantikan posisi gubernur. Gubernur pada masa itu banyak berasal dari kerabat khalifah sebelumnya. Langkah ini dinilai kurang tepat oleh sebagian sejarawan karena terlalu cepat mengambil jarak dengan keluarga Muawiyah yang secara de facto menguasai wilayah-wilayah perdaga- ngan. 41 Dengan cepat Muawiyah menuntut penyelidikan atas kematian Utsman dengan menggunakan isu ini membuat posisi tawar keluarga Muawiyah meningkat. Zubair Ibn Awwam awalnya ikut serta satu barisan dengan Muawiyah dalam mempertanyakan inisiatif Khalifah Ali untuk menuntaskan penyelidikan pembunuhan Utsman. Sebenarnya, usaha untuk menyelidiki secara tuntas pelaku pembunuhan Utsman tersebut mengarah elemen pada kelompok rombongan pimpinan Muhammad ibn Abi Bakar yang dituduh pihak Muawiyah terlibat dalam pembunuhan Utsman. Pihak Ali dituduh menutup-nutupi keterlibatan kelompok tersebut karena termasuk dalam lingkaran pendukung utama Ali. Perang Jamal meletus salah satunya disebabkan oleh pihak Aisyah, Talhah, dan Zubair yang merasa Ali tidak maksimal dalam menuntaskan penyelidikan pembunuhan Utsman. 42 22 Langkah-langkah politik yang diambil oleh Muawiyah dalam mempertahankan jabatannya dinilai cukup berhasil karena sukses membuat sahabat-sahabat yang satu barisan dengan Aisyah mendukungnya. Kekuatan Muawiyah yang cukup signifikan ini membuat Muawiyah berani menantang kekuasaan Khalifah Ali. Perang Shiffin yang terjadi antara kedua kubu ini berakhir dengan cara arbitrasi yang dilakukan dengan metode yang menurut sebagian sejarawan sebagai cara yang licik untuk melengserkan Ali. Kepiawaian Amir Ibn ‘As sebagai delegasi Muawiyah mengalahkan Abu Musa al-Asy‘ari dinilai banyak pihak sebagai cara yang ilegal. 43 Atas dasar hal tersebut, timbul polemik dalam pendefinisian sahabat karena menurut kesepakatan yang umum yang berlaku di dalam Islam, terutama dalam ulumul hadits, bahwa setiap sahabat itu adalah adil. Bahkan, menurut Abu Zur’ah ar-Razi 264 H, seorang ulama hadits bahwa seseorang yang meragukan atau tidak mengakui sahabat Nabi itu adil maka orang itu dapat dikategorikan sebagai seorang yang zindiq. 44 Menurutnya, kebenaran al- Qur’an dan hadits dimanifestasikan serta dipraktikkan dalam kehidupan sahabat. Abu Zur’ah 125 H742 M menggunakan istilah zindiq ketika muncul pemahaman yang menyimpang serta merendahkan sahabat sebagaimana yang dipahami oleh kaum Mu‘tazilah. Menurut ulama-ulama tradisional, orang- orang Mu‘tazilah pengikut Amir ibn Ubayd disebut sebagai orang-orang zindiq. Kaum Mu‘tazilah tidak mau secara mutlak mengakui semua sahabat adalah adil, karena bagi mereka peristiwa fitnah yang terjadi yang berimplikasi terjadinya pertumpahan darah di antara sahabat mengindikasikan bahwa mereka tidak semuanya adil. Bagi kaum Mu‘tazilah, kriteria sahabat harus diluruskan kembali karena definisi yang dibuat selama ini begitu longgar. Dalam definisi itu disebutkan bahwa yang dimaksud dengan sahabat Nabi ialah orang-orang yang beragama Islam, hidup pada masa Nabi dan berjumpa dengannya. Oleh karena itu, mereka mengkritik ulama tradisional seperti Abu Zur’ah ar-Razi yang dianggap sebagai ulama yang paling dekat dengan Ahmad ibn Hanbal terlalu simplikasi. Bagi Mu‘tazilah, hanya hadits-hadits mutawatir yang bisa dijadikan dasar hukum, sedangkan hadits ahad maupun masyhur tidak bisa. Peran akal harus mengambil alih persoalan-persoalan yang tidak dijumpai dalam al- Qur’an dan hadits mutawatir. Dasar hukum harus dilandasi dalil yang mutawatir sehingga hal-hal yang bersifat masih meragukan tidak boleh dijadikan dasar hukum. 45 Mengenai definisi sahabat, ada dua pendapat mengenai hal ini. Menurut Anas ibn Malik, sahabat adalah orang-orang yang beragama Islam yang melihat Nabi Muhammad dan selalu menyertainya dalam berbagai kegiatan di masyarakat. 46 Di sini tampaknya Anas ibn Malik membedakan antara melihat dan menyertai Nabi. Ibn Hanbal mendefinisikan sahabat sebagai orang-orang yang menyertai Nabi dalam berbagai kegiatan dalam setahun, sebulan, maupun sehari asalkan dalam keadaan Muslim. 47 Definisi itu dikritik karena berarti status Abdullah ibn Maktum sebagi seorang yang buta, tidak bisa dimasukkan sebagai sahabat. Tidak diragukan pentingnya peran sahabat dalam memelihara tradisi yang ditinggalkan oleh Nabi yang kemudian dikenal dengan nama sunnah. 48 Dalam masalah memelihara tradisi-tradisi kenabian, informasi yang tersedia cukup banyak. Namun, ketika membahas tentang penyebaran generasi sahabat ke beberapa wilayah harus dipandang juga mereka sebagai makhluk sosial yang memiliki kepentingan- kepentingan tertentu yang melatarbelakanginya. Istilah nisbah adalah sahabat yang sering dikaitkan dengan daerah asalnya walaupun telah lama menetap pada daerah tertentu. Misalnya, sahabat Nabi yang bernama Salman al-Farisi merupakan sahabat yang terkenal dengan strategi Perang Khandaq Parit sehingga idenya untuk membuat parit diterima Nabi dalam menghalau jumlah pasukan kafir Quraisy yang sangat banyak. 49 Salman al-Farisi merupakan sahabat Nabi yang berasal dari negeri Persia, di banyak riwayat dipaparkan bahwa dia berasal dari keluarga pembesar Persia. Dia banyak belajar kepada rahib-rahib, berdasarkan informasi dari rahib yang menjadi 23 gurunya tersebut telah datang seorang nabi pada masanya. Informasi tersebut membuat dia mengadakan perjalanan jauh untuk memastikan keberadaan nabi itu yang kemudian berjumpa dengan Nabi Muhammad Saw. Jadi, penambahan nama al-Farisi merupakan suatu penghormatan kepada Salman yang berasal dari negeri yang jauh untuk berjumpa dan belajar dengan Nabi Muhammad Saw. Kata-kata ahlu sering dikaitkan dengan sahabat-sahabat yang merupakan bagian kelompok masyarakat tertentu walaupun tidak berasal atau menetap di wilayah tertentu. Kata-kata ahlu misalnya dikaitkan dengan ahlu bait, yaitu sahabat-sahabat Nabi yang memiliki kekerabatan langsung dengan Nabi, seperti istri-istrinya, anak-anaknya, menantu, dan cucu-cucunya. Akan tetapi, dalam perjalanannya sering sekali yang dimaksud dengan ahlu bait ialah yang berkaitan dengan Ali ibn Abi THalib, Fatimah binti Muhammad serta anak-anak mereka, Hasan dan Husein. Kata ahlu juga sering dikaitkan dalam konteks tertentu, seperti ahlu Madinah yang artinya bukan hanya orang-orang yang berasal dari Madinah, tetapi juga yang berasal juga dari Makah. Sementara itu, kata-kata najala sering dikaitkan dengan sahabat-sahabat yang mendiami suatu daerah sementara. Banyak sekali sahabat-sahabat yang masuk dalam kategori ini karena setiap sahabat yang berangkat dari negeri Madinah ke luar kota tersebut dapat dikategorikan dengan istilah najala. Jumlah sahabat yang termasuk dalam kategori ini ialah sahabat-sahabat yang ikut berperang ketika ekspansi Islam ke wilayah-wilayah Romawi maupun Persia pada masa Khalifah Umar dan Utsman. Istilah najala ini juga dikaitkan dengan penempatan sahabat-sahabat yang diangkat sebagai gubernur di daerah- daerah tertentu, walaupun najala sering dikaitkan dengan alamat sementara. Tidak ada kriteria khusus mengenai rentang waktu lamanya berdiam pada suatu tempat dikatakan sebagai najala ataupun sakana. 50 Banyak motivasi sahabat dalam mendiami suatu daerah, di antaranya panggilan hijrah sebagaimana yang terjadi pada masa Nabi. Peristiwa hijrah merupakan salah satu momen terpenting dalam sejarah Islam; bukan sekadar beban moral yang ditanggung kaum muhajirin yang terpaksa berpisah dengan keluarga dan meninggalkan harta benda mereka. 51 Peristiwa hijrah juga merupakan pangkal menyebarnya Islam di luar Makah sehingga umat Islam dapat berinteraksi dengan wilayah baru. 52 Interaksi ini nantinya melahirkan tradisi-tradisi yang disebut dengan sunnah yang merupakan salah satu sumber hukum Islam selain al- Qur’an. Adanya perbedaan perlakuan terhadap sahabat yang ikut berjihad dalam mempertahankan akidah serta menyebarkan Islam membuat semacam motivasi bagi sahabat, terutama untuk terlibat dalam berjihad yang terkadang harus keluar selama berbulan-bulan lamanya dengan risiko yang begitu besar. Sahabat-sahabat yang ikut berperang mendapatkan perlakuan istimewa dari Nabi Muhammad Saw., bahkan tradisi ini dilanjutkan pada masa Khulafaur Rasyidin. Bukan hanya mendapatkan penghormatan, lebih dari itu mereka juga mendapatkan pembagian harta rampasan perang yang cukup banyak. Banyak sejarawan menilai motivasi sahabat memenuhi panggilan jihad untuk berperang juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi seperti mendapatkan bagian ghanimah. Salah satu strategi Umar ketika mengerahkan pasukan dalam perang Qadisiah ketika umat Islam kekurangan personil dengan merekrut orang-orang yang dulunya pernah diperangi Abu Bakar dalam Perang Riddah. 53 Umar memberi iming-iming sejumlah uang tergantung seberapa banyak tentara musuh yang dapat mereka bunuh. Metode sugesti dengan membayar sejumlah hadiah dengan menghitung seberapa banyak jumlah tentara musuh yang mereka bunuh membuat sebagian sahabat mau keluar kampung halamannya mengadakan perjalanan, yang terkadang berbulan-bulan lamanya, seperti dalam perang Qadisiah melawan Imperium Persia. 54 Ada juga motivasi sahabat untuk mengadakan perjalanan ke wilayah baru terkadang karena mengemban jabatan yang diamanahkan. 55 Belum ada kesepakatan mengenai berapa jumlah sahabat, ada yang berpendapat jumlah sahabat Nabi sebenarnya lebih dari 100.000 orang banyaknya dengan merujuk sahabat yang ikut serta dalam peristiwa 24 haji Wada.’ Akan tetapi, hanya sedikit dari sahabat tertentu yang dikenal di dalam sejarah. Memang bila dikaitkan bahwa jumlah sahabat yang ada disamakan dengan mereka yang ikut serta dalam melaksanakan haji Wada’ maka jumlah tersebut terbilang besar untuk ukuran wilayah dan waktu itu. 56 Faktanya hanya sedikit, karena tidak semua sahabat memiliki akses publik atau memiliki keinginan untuk dikenal lebih jauh. Pusat-pusat penyebaran sahabat biasanya berada pada wilayah-wilayah yang termasuk pusat-pusat pemerintahan atau peradaban yang dibuat oleh bangsa-bangsa sebelumnya. Pusat penyebaran sahabat dikenal banyak di wilayah Mesir, Baghdad, Kufah, Basrah, Hims, Damaskus, maupun Ramallah. Dengan demikian, banyak informasi yang bisa digali tentang penyebaran sahabat-sahabat Nabi ke wilayah-wilayah yang pernah dikuasai oleh dua negara Adidaya saat itu, yaitu Romawi dan Persia. Sahabat-sahabat yang menetap di wilayah-wilayah yang jauh dari pusat kekuasaan di Madinah nantinya turut serta dalam membentuk masyarakat Muslim pada generasi-generasi selanjutnya. Interaksi mereka dengan masyarakat yang sudah memiliki peradaban yang cukup tinggi membuat kebutuhan akan hadits semakin tinggi, dari sisi inilah sahabat memberikan kontribusi kepada masyarakat. Ketika Umar ibn al-Khattab berkuasa dia sempat melarang sahabat untuk meriwayatkan hadits, terutama sahabat-sahabat yang berada jauh dari Madinah. Larangan Umar tersebut muncul karena adanya indikasi akan bercampurnya al- Qur’an dengan hadits. 57 Kebutuhan yang begitu besar terhadap hadits, ekses dari peradaban di wilayah-wilayah, seperti di Baghdad, Kufah, dan Basrah yang membuat peran serta sahabat sedemikian besarnya, bahkan menempati posisi status sosial yang tinggi di masyarakat. Kekhawatiran Umar akan bercampurnya antara al- Qur’an dan hadits sehingga melahirkan perintah untuk melarang sahabat mewartakan hadits pasti tidak muncul secara simultan, akan tetapi karena adanya gejala- gejala yang sudah membuat resah masyarakat. Munculnya hadits-hadits qudsi disinyalir banyak yang lahir pada waktu itu di wilayah-wilayah yang jauh dari pusat kekuasaan di Madinah. Agak mengherankan untuk sebagian peneliti sejarah tentang hadits dengan lafaz “qâla Allah” memunculkan semacam kebingungan di kalangan pemerhati hadits. Keputusan Umar untuk melarang sahabat untuk mewartakan hadits dengan munculnya hadits-hadits qudsi membuat tuduhan adanya kekhawatiran tersebut benar-benar telah terjadi dalam segmen tertentu. Pertanyaan yang sering timbul dalam membahas tentang sahabat Nabi Saw. ialah apakah motivasi sahabat dalam berhijrah semata-mata faktor menyebarkan agama Islam? Hal yang perlu dicermati bahwa sahabat adalah makhluk sosial yang memiliki budaya dan mengakar berabad-abad lamanya sebelum kedatangan Islam. Tidak semua kebudayaan Arab pra-Islam diberangus oleh Nabi Saw., akan tetapi kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam bahkan sangat berguna untuk penyebaran Islam tetap dipelihara. Lihat saja bagaimana ghanimah harta rampasan perang tetap dipelihara dalam ajaran Islam yang tujuannya untuk memotivasi sahabat dalam melakukan ekspansi wilayah atas nama Allah. Kepiawaian Nabi dalam membungkus motivasi yang sudah berakar dalam masyarakat Arab dengan legalitas syariat membuat agama baru ini menjadi begitu dinamis. 58 Sebenarnya bila dicermati dalam perjalanan sahabat, mereka dalam melaksanakan ekspansi pengembangan wilayah Islam tidak murni hanya untuk berdakwah atau menyebarkan Islam. Hal ini dibuktikan ketika Umar memerintahkan sahabat untuk merebut Mesir dari kekuasaan Romawi dengan memerintahkan Amir ibn ‘As sebagai panglima perang Islam. 59 Tercatat pasukan Islam tidak mengalami kekurangan pasukan untuk berangkat ke Mesir. Hal itu disinyalir karena Mesir yang terkenal sebagai wilayah yang makmur sehingga ghanimah yang diperoleh juga sangat besar. 60 Hal ini berbeda ketika Umar memerintahkan pengembangan wilayah bekas kekuasaan Sasanid, respons sahabat tidak sebesar ketika ke Mesir. 61 Jadi, motivasi duniawi juga menyertai penyebaran sahabat di wilayah-wilayah yang relatif makmur yang berada di kota-kota besar. Walaupun ada tesis yang mengatakan pemusatan sahabat-sahabat di kota- 25 kota besar semata-mata untuk mempermudah konsolidasi dan mobilisasi terhadap mereka dalam berkomunikasi. Ada tiga wilayah penaklukkan yang kemudian bisa menjadi penentu kebijakan sahabat, yaitu penaklukkan Mesir, Syiriah, dan Iraq. Ketiganya memiliki karakteristik yang berbeda-beda, tetapi juga memiliki kesamaan, yaitu sama-sama memiliki peradaban yang sudah maju sebelumnya. Jadi, persoalan- persoalan yang timbul agak berbeda dengan wilayah konservatif seperti Makah dan Madinah. Telepas dari motivasi yang mendasari berdiamnya sahabat di wilayah-wilayah itu, mereka memberikan warna tersendiri dengan kehidupan masyarakat. Adapun asal mula terjadinya fitnah berawal dengan penolakan sebagian penduduk Mesir dengan gaya pemerintahan gubernur Mesir ketika itu, yaitu Amir ibn ‘As, sehingga mendorong sebagian penduduk Mesir yang dipimpin oleh Muhammad Abu Bakr untuk mengadu ke Khalifah Utsman ibn Affan. Jadi, setelah pengaduan tersebut Utsman ibn Affan meninggal karena dibunuh orang. Akan tetapi, sering dengan pergantian khalifah di tangan Ali ibn Abi Talib pergantian jabatan gubernur dari orang-orangnya khalifah sebelumnya menimbulkan masalah karena adanya resistensi dari gubernur yang dilengserkan itu, terutama gubernur Syiriah, Muawiyah ibn Abi Sufyan. 62 Kemudian Muawiyah mengangkat isu tentang pembunuhan Utsman dan menuding Ali enggan untuk melakukan penyelidikan karena keterlibatan orang-orang dekat- nya, seperti Muhammad ibn Abu Bakr, yang memang termasuk jajaran inti dari pemerintahan Ali. 63 Dengan kemampuan diplomasinya beberapa sahabat utama dapat dipengaruhinya walaupun awalnya mendukung Ali, tetapi beralih mendukung Muawiyah. Bahkan, Aisyah ikut termakan isu tentang perlindungan Ali terhadap tersangka pembunuh Utsman. Walaupun berulang kali Ali mengatakan bahwa dia tidak bermaksud untuk menghalangi penyelidikan tentang pembunuhan Utsman apalagi melindungi pelaku pembunuhan tersebut. Ali mengatakan tidak ada bukti yang konkret untuk menjatuhkan tuduhan terhadap orang yang tidak bersalah seperti Muhammad ibn Abu Bakr. Ketidakpercayaan Aisyah, Talhah, dan Zubair terhadap Ali memunculkan perang antara Aisyah dan Ali Perang Jamal. 64 Walaupun perang tersebut dimenangkan oleh Ali, konstalasi politik di Madinah ketika itu berubah dan tidak bisa diprediksi. Hal itu membuat Ali merasa tidak nyaman karena dia tidak tahu siapa sebenarnya yang menjadi pengikut maupun penentang dari pemerintahannya. Akhirnya, Ali memutuskan untuk memindahkan pemerintahan ke kota Kufah setelah mempertimbangkan bahwa dia merasa mendapatkan dukungan yang kuat untuk mengonsolidasi kekuatan. Tidak mengherankan peta politik ketika itu berubah dengan menempatkan kota Kufah sebagai pusat pemerintahan, hal itu membuat mobilisasi massa terus terkonsentrasi di Kufah termasuk golongan sahabat-sahabat Nabi Muhammad Saw. Diperkirakan sahabat yang berdiam di kufah mungkin ratusan, bahkan ribuan, bila merujuk dari besarnya pengikut Ali yang ikut pindah dari Madinah ke Kufah. Sahabat yang tinggal di Kufah setelah kepindahan Ali dari Madinah dapat dikategorikan pengikut setia Ali yang kemudian hari disebut dengan golongan Syiah. Hadits-hadits yang berasal dari sahabat yang bermukim di Kufah ini sering dikaitkan dengan hadits-hadits tentang ahlul bait. Kemudian sahabat yang bermukim di Damaskus setelah perang Jamal tersebut sering dipandang sebagai sahabat yang menentang Ali. Sahabat-sahabat yang bermukim di Damaskus dapat dikonsolidasi oleh Muawiyah untuk berada dalam barisannya sehingga akhirnya digunakan oleh Muawiyah sebagai alat untuk menentang Ali dalam perang Shiffin. Sementara itu, sahabat yang tinggal di Mesir pada awalnya relatif netral, tidak mau terlibat dalam politik praktis antara pihak Ali dan Muawiyah, tapi lama kelamaan tidak bisa bersikap netral. Arus kekuatan dari luar memaksa sahabat untuk menentukan posisi mereka masing-masing sehingga sahabat- sahabat di Mesir sebagian ada yang berpihak dengan Ali dan ada pula yang berpihak dengan Muawiyah. 65 Dalam situasi yang sedemikian kacaunya maka permainan diplomasi yang menentukan kemenangan 26 antara kedua kubu ini. Sejarah membuktikan bahwa diplomasi yang dijalankan oleh Muawiyah lebih unggul sehingga dapat menggulingkan kekuasaan Ali dari jabatan khalifah. 66 Akan tetapi, salah satu kesuraman sejarah awal Islam ketika Muawiyah tidak menerapkan sistem kekhalifahan yang sudah dibangun oleh khalifah-khalifah sebelumnya. Bahkan, menerapkan sistem Kerajaan ala Romawi, akan tetapi dibungkus dengan gelar khalifah untuk mengelabui umat Islam ketika itu. Ada dua aliran pemikiran dalam menilai sahabat. Pertama, kaum tradisionalis, yang cenderung melihat sosok sahabat sebagai generasi terbaik dari sejarah umat Islam, karena mereka hidup pada masa Nabi. sehingga perilaku mereka sering disandarkan atas diri Nabi sendiri. Kedua, kaum kritis, yang memandang perilaku sahabat tidak semuanya adil. Bahkan, mereka memandang motivasi-motivasi sahabat dalam bertindak tidak terlepas juga dengan unsur-unsur duniawi. Karena itu, kelompok ini tidak menerima hadits-hadits dari golongan sahabat, kecuali hadits-hadits yang mutawatir. Kelompok ini sering diwakili oleh aliran Mu‘tazilah. 67 Dilihat dari sisi sejarah, tampaknya sahabat memiliki sejarah yang cukup kelam sehingga berdampak sampai saat ini. Peristiwa fitnah, baik itu terjadinya perang Jamal maupun perang Shiffin, sering dituding membuka perpecahan yang terjadi di dalam Islam. Tampaknya bila dilihat dari sisi ini dapat dipahami bahwa tidak semua sahabat itu bersifat ‘adalah karena ternyata di antara mereka sering terjadi pertumpahan darah. 68 Atas dasar ini, bagi kaum Mu‘tazilah perlu adanya perubahan pandangan dalam melihat sahabat dengan konsekuensi adanya penyeleksian hadits-hadits yang disampaikan mereka. 69

C. Legalitas al-Kutub as-Sittah sebagai Sumber Hukum Fiqh