11
karena sudah menganggap penulis dan pembaca tak obah sebagai benda. Standarisasi yang menganggap produk budaya yang dihasilkan penulis yaitu karya fiksi tak ubah seperti produk
dari sebuah mesin. Begitu juga dengan massifikasi yang terjadi karena menganggap perlunya menciptakan banyak barang agar menghasilkan banyak keuntungan. Efek dari industrialisasi
kebudayaan itu telah menimbulkan berbagai fenonema yang dianggap merugikan kebudayaan itu sendiri.
2.2.1. KOMODIFIKASI DI DALAM FLP
2.2.1. a. Komodifikasi Logo FLP
Ketika FLP mengalami masa-masa kejayaannya, sebagai organisasi massa yang berbasis masyarakat yang selama ini terpinggirkan dalam sastra Indonesia FLP ingin menunjukkan
eksistensi mereka di hadapan masyarakat Indonesia. Banyak cara yang dilakukan untuk menunjukkan eksistensi diri organisasi itu. Di antaranya adalah dengan membubuhkan nama
organisasi penulis ketika menulis di koran, majalah atau buku. Contohnya Penulis adalah anggota FLP Wilayah Sumatera Barat.
Khusus untuk anggota yang menerbitkan buku secara indie mereka membubuhkan logo FLP di bagian cover buku mereka.
Seiring perkembangan waktu tren membubuhkan logo organisasi di cover buku itu memudahkan anggota FLP yang tersebar diseluruh Indonesia untuk mencari karya fiksi yang
ditulis oleh rekan mereka. Karena gerakan FLP ini semakin membesar terbukti dengan bergabungnya sekitar 5.000 orang anak muda ke dalam organisasi ini, dengan puluhan ribu
simpatisan, maka penerbit melihat fenomena mencari karya-karya berlogo FLP ini sebagai celah untuk “menjual” karya anggota FLP. Maka dengan saling memahami walau tujuan berbeda
maka logo FLP akhirnya muncul lebih kurang 2.000 buku di pasar perbukuan Indonesia. Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa perbedaan pandangan antara FLP dan
kalangan industri akhirnya menjadikan tradisi membubuhkan logo FLP di buku-buku karya anggota FLP. Banyak penerbit yang berlomba-lomba menerbitkan buku novel dan kumcer
yang diberi label Islami pada covernya. Bahkan penerbit besar seperti kelompok penerbit Gramedia dan kelompok penerbit Mizan pun melakukannya. Menyangkut penamaan Islami
dan ukuran yang digunakan dalam buku fiksi itu, Mizan memandang pencatuman logo FLP pada
12
buku fiksi terbitan penerbit kelompok Mizan bertujuan untuk memudahkan publik dalam memilih bacaannya.
2.2.1.b. Komodifikasi Komunitas FLP
Loyalitas massa FLP sebagai pembeli tetap tidak luput dari bidikan penerbit. Ribuan massa dan puluhan ribu simpatisan yang sebagian besar adalah anak-anak muda muslim akhirnya
menjadi sasaran tembak penerbit sebagai pangsa pasar yang ideal. Seiiring persaingan industri buku, dimana proses penjualan tidak bisa diharapkan kepada penerbit saja, maka penulis pun
dilibatkan dalam penjulan buku-buku fiksi karya mereka. Karena massa FLP sudah terbentuk pada 120 kota di Indonesia dan 9 perwakilan luar negeri maka hal ini dianggap sesuatu yang
ideal untuk menjadi kaki tangan penerbit memasarkan buku. Oleh sebab itu diadakanlah berbagai acara yang tujuannya untuk menjual buku seperti bedah buku, talkshow, jumpa penulis dan
berbagai event lain yang tujuannya untuk menjual buku. Solidaritas anggota dan militansi anak muda yang tergabung dalam FLP ini dibuktikan
dengan berbagai acara itu. Penulis-penulis yang umumya berasal dari Jakarta dan kota-kota besar lain di Pulau Jawa diundang ke sekolah-sekolah, kampus-kampus di berbagai daerah di
Indonesia. Bagi anggota FLP dan pengurus di masing-masing kota kegiatan itu merupakan bentuk menyemarakkan organisasi, sementara bagi penulis dan penerbit merupakan ajang untuk
menjual produk. Hal di atas tentu belum termasuk penjualan dari tangan ke tangan yang melibatkan anggota FLP melalui kegiatan rutin yang dilakukan seperti diskusi mingguanbulanan
dan acara internal lain. Jaringan atau anggota organisasi adalah pembeli terloyal FLP yang mau membeli produk-
produk FLP atau karya anggota FLP berupa buku atau majalah bukan hanya karena mutu karyanya tetapi juga karena solidaritas sesama anggota FLP yang merasa memiliki
tanggungjawab untuk membesarkan organisasi. Secara ideologi yang besar FLP memiliki kesamaan misi untuk membesarkan sastra dakwah. Artinya setiap anggota FLP membeli buku itu
bukan hanya membesarkan organisasi tetapi juga turut serta berpartisipasi dalam menyampaikan dakwah bil qalam
.
13
2.2.1.c. Komodifikasi Nilai-Nilai Agama
Maraknya nilai-nilai agama dalam karya anggota FLP bagi penulis adalah bentuk perjuangan. Tetapi bagi penerbit hanya sebagai pemanis buku. Artinya kesadaran bahwa FLP
hadir dalam kondisi yang tepat di saat masyarakat pembaca menginginkan sesuatu yang berbeda dari fiksi-fiksi Indonesia yang ada. Hal ini membantu industri menciptakan produk baru untuk
memenuhi keinginan pembaca. Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, kerinduan masyarakat muslim akan sesuatu yang bernilai islami, tidak hanya karya fiksi membuat mereka
menanti-nanti kehadiran hal-hal yang bernilai Islam. Disinilah penerbit melihat pentingnya upaya agen FLP dalam menyokong jalannya dunia industri fiksi itu.
2.2.2. STANDARISASI KARYA ANGGOTA FLP