STANDARISASI KARYA ANGGOTA FLP

13 2.2.1.c. Komodifikasi Nilai-Nilai Agama Maraknya nilai-nilai agama dalam karya anggota FLP bagi penulis adalah bentuk perjuangan. Tetapi bagi penerbit hanya sebagai pemanis buku. Artinya kesadaran bahwa FLP hadir dalam kondisi yang tepat di saat masyarakat pembaca menginginkan sesuatu yang berbeda dari fiksi-fiksi Indonesia yang ada. Hal ini membantu industri menciptakan produk baru untuk memenuhi keinginan pembaca. Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, kerinduan masyarakat muslim akan sesuatu yang bernilai islami, tidak hanya karya fiksi membuat mereka menanti-nanti kehadiran hal-hal yang bernilai Islam. Disinilah penerbit melihat pentingnya upaya agen FLP dalam menyokong jalannya dunia industri fiksi itu.

2.2.2. STANDARISASI KARYA ANGGOTA FLP

Standarisasi adalah upaya untuk menyeragamkan produk agar memudahkan industri untuk memproduksinya. Artinya sebuah proses untuk menyamaratakan produk budaya massa dengan selera industri. Sementara itu selera industri fiksi sendiri bergantung kepada kondisi pasar. Dalam hal ini para pekerja industri melihat situasi pasar apa sajakah yang harus dipenuhi oleh sebuah produk untuk bisa dijual ke pasaran. Berkaitan dengan industri fiksi Indonesia, pada dasarnya ada standar-standar teknis yang harus dipenuhi oleh seorang penulis agar karyanya bisa diterbitkan oleh penerbit atau bisa dimuat di dalam media massa koran, majalah dan sejenisnya. Berikut ini akan diuraikan bagaimana standarisasi yang secara langsung ataupun tidak langsung diterapkan oleh FLP terhadap anggotanya. Atau penulis sendiri yang membuat stadar untuk karyanya karena merasa sebagai bagian dari sebuah organisasi yang memperjuangkan nilai-nilai Islami. Setidaknya ada tiga hal yang dapat dilihat yaitu Standar Moral dalam Karya Anggota FLP Moral dalam Karya Anggota FLP, Standar Tema dan Standar Bahasa. 2.2.2.a. Moral dalam Karya Anggota FLP Standarisasi yang terlihat menonjol dari karya anggota FLP adalah standarisasi moral dalam karya anggota FLP. Sudah dapat dipastikan karya anggota FLP tidak akan menulis cerita- cerita yang melukiskan hubungan badan antara manusia, melukiskan ketelanjangan dan 14 pornografi lainnya. Standarisasi moral ini dalam kacamata berbeda dapat dilihat sebagai proses standarisasi untuk mencirikan karya tersebut. 2.2.2.b. Standar Tema Cerita Karya Anggota FLP Standarisasi karya anggota FLP. Pada bagian ini dapat dilihat bahwa standarisasi akhirnya terjadi karena tuntutan dunia industri. Ketika masyarakat sudah mengenal dan akrab dengan sastra karya anggota FLP mau tidak mau penerbit buku dan juga majalah membutuhkan banyak karya untuk dipasarkan kepada masyarakat. Banyaknya karya ini pada masa-masa awal dapat diidentifikasi dengan jelas bahwa karya-karya FLP pada umumnya bertemakan perjuangan orang-orang tertindas di berbagai belahan dunia, seperti di Palestina, Afganistan, Bosnia dan di dalam negeri sendiri seperti tragedi Aceh, Ambon dan kerusuhan antar agama lain. Selain itu tema-tema yang standar ditemui adalah tema pertobatan dimana seorang tokoh ingin bertobat atau menemukan hidayahnya dalam suatu persoalan. 2.2.2.c. Standar Bahasa dalam Fiksi Karya Anggota FLP Standarisasi lainnya dalam karya anggota FLP adalah standar bahasa dalam fiksi karya anggota FLP. Dalam dunia sastra Indonesia FLP menjadi media transformasi kosakata baru dalam Bahasa Indonesia. Bahasa komunitas kelompok tabiyah atau harakah ikhwan, akhwat, akhi, ukhti, ana, antum dll menjadi bahasa yang akrab dipakai dalam karya anggota FLP. FLP menjadi komunitas sastra terbesar yang berhasil memasarkan bahasa-bahasa tersebut. Walau sebelumnya bahasa-bahasa tersebut sudah dikenal masyarakat melalui komunitas Arab di Indonesia, namun menjadi lebih besar ketika diangkat ke dalam buku-buku atau majalah. Hal itulah yang dilakukan oleh FLP, dia mengangkat bahasa-bahasa komunitas yang sebelumnya dugunakan sangat terbatas, hanya di kalangan kelompok masyarakat tertentu menjadi umum dalam pergaulan masyarakat Indonesia.

2.2.3. MASSIFIKASI FIKSI