Dikeluarkan dari Karma desa Tidak Dipedulikan Warga Banjar

ditimbulkan tokoh lelaki dalam novel Tiba Tiba Malam karya Putu Wijaya sebagai berikut:

4.5.1 Dikeluarkan dari Karma desa

Akibat, terjadi karena ada masalah yang menimpa dan konflik menjadikan permasalahan itu, konflik budaya permsalahan yang berkaitan dengan peraturan adat dan budaya menjadikan tokoh lelaki dalam novel ini menerima akibat yang dilakukannya. Tokoh Subali dikeluarkan dari karma desa, peraturan yang sudah ada sejak zaman dahulu pada masyarakat Bali yaitu apabila ada salah satu anggota banjar tidak mematuhi peraturan karena telah melangga adat dan menghina adat yang sudah lama dipatuhi dijalankan oleh warga maka orang tersebut akan dikeluarkan dari karma desa. Akibat konflik budaya menjadikan salah satu anggota banjar dan keluarganya dikeluarkan dari karma desa. Uraian tersebut bisa dilihat pada kutipan di bawah ini. “Keluarkan saja dia dari krama desa, pak” Bagus Cupak berdiri lagi. “Kalau dia tidak mau lagi ikut kerepotan desa, dia juga tidak boleh mempergunakan jalan raya, pancuran desa, pura desa, dan kuburan desa. Pada kutipan di atas dampak yang dialami Subali akibat konflik budaya, yang sebenarnya warga merasa kecewa dengan Subali sendiri. Pada akhirnya orang desa sepakat mengeluarkanSubali dari karma desa menyebabkan ia dan keluarganya dikucilkan oleh warga. Sehingga ia tidak bisa menggunakan vasilitas desa, dan tidak dibantu dalam kerepotan desa.

4.5.2 Tidak Dipedulikan Warga Banjar

Warga Banjar tidak mempedulikan Subali ia Melakukan kerepotan desa sendiri warga tidak ada yang mempedulikan karena ia tidak patuh pada adat sehingaa mayat yang seharusnya dikubur dan diupacarkan oleh warga tidak terlaksana beda dengan yang lainnya karena pembakaran mayat yang biasanya dilakukan oleh adat Bali yaitu Ngaben wajib dilakukan karena tujuan dilaksanakan upacara tersebut yaitu untuk menghormati arwah leluhur, tapi peristiwa tersebut tidak dialami keluarga Subali yang seharusnya hari itu mengadakan upacara pembakaran mayat atau Ngaben, penduduk tidak mempedulikan kejadian itu. Paparan tersebut bisa dilihat pada kutipan di bawah ini. Disana kelihatan sejumlah kecil orang sedang menggiring mayat ke kuburan. Tidak ada bunyi angklung tidak ada yang mengiring. Hanya beberapa orang memikul. Begitu sederhana dan aneh. Dari balik-balik tembok. Kelihatan kepala-kepala penduduk mengintip. Orang-orang yang berada di jalan. Berhenti lalu menonton iring-iringan yang berjalan dengan diam-diam itu.TTM, hal 212. Kutipan di atas menjelaskan akibat dari perlakuan keluarga Sunatha yaitu Subali tidak mematuhi adat, peristiwa tersebut juga dialami Sunatha dan Weda saat ia ingin menguburkan mayat ibu Sunatha. Keadaan tersebut bisa dilihat pada kutipan di bawah ini. Penguburan itu akhirnya diteruskan. Sunatha memaklumi apa yang terjadi. Weda ikut membantu menerangkan. Kalau penguburan ditunda lagi segalanya akan kacau. Sudah jelas penduduk desa tidak akan datang. Tidak seorangpun berniat untuk membantu. Jadi mau tak mau itu, harus diselesaikan seadanya. Sunatha terpaku kehilangan akal. Di atas gundukan tanah Sunithi memeganginya. Bayangan malam mulai turun. Tinggal Subali dan Weda.TTM, hal 213 Kutipan di atas dijelaskan Sunatha melakukan penguburan ibunya sendiri dengan weda dia memaklumi keadaan yamg menimpa kelurganya sehingga ia rela melakukannya ini terjadi akibat dari Warga yang tidak ikut membantu penguburan mayat.

4.5.3 Terpengaruh Budaya Asing