d.1.4.1. Neurologic disorders d.1.4.2. Hyperthyroidism
d.1.4.3. Contact lens d.1.4.4. Drugs
d.1.4.5. Herpes simplex keratitis d.1.4.6. Leprosy
d.1.5. Lagophtalmus d.1.5.1. Hyperthyroidism
d.1.5.2. Leprosy d.1.5.3. Nocturnal lagophtalmus
d.2. Conjunctival abnormalities d.2.1. Pterygium
d.2.2. Symblepharon d.3. Proptosis
II. Diagnosis A. Biomicroscopy
B. Rose bengal staining C. Fluorescein staining
D. Tearbreak-up time E. Tear film osmolarity
F. Tear lysozyme G. Schirmer test wwithout an anesthesia
H. Impresion cytology J. Tear lactofern
2.6.3. Hipersekresi dan hiposekresi air mata
Beberapa kondisi hipersekresi akibat stimulus iritatif yang merangsang saraf trigeminus, antara lain; trauma, benda asing, penyakit kornea, penyakit
konjungtiva dan penyakit mukosa hidung Milder B, 1987. Hiposekresi dapat disebabkan oleh inflamasi lokal konjungtiva, sikatriks konjungtiva karena infeksi
sekunder dari bakteri dan virus, inflamasi kronis kelenjar lakrimal dan atrofi senilis kelenjar lakrimal. Irsad S, 2003. Produksi air mata dapat juga dipengaruhi
oleh obat-obatan. Contoh-contoh obat yang dapat mengurangi produksi air mata yaitu, atropin, skopolamin, antihistamin, beta bloker, phenotiazin, diazepam,
nitroyus oxide dan halotan. Sedangkan obat-obat yang meningkatkan air mata yaitu, pilokarpin, metakholin, neostigmin, epinefrin, efedrin, fluoracil, dan
bromhexin Irsad S, 2003.
2.6.4. Faktor risiko sindroma mata kering
Faktor risiko Sindroma Mata Kering dibagi dua, yaitu : milleu interieur dan milleu esterieur. Milleu interieur adalah kondisi fisiologis individu itu sendiri.
Misal, pada individu tersebut memang frekuensi kedipan matanya sedikit atau individu tertentu yang memiliki sudut bukaan kelopak palpebra yang lebih lebar
Sullivan dkk., 2004. Milleu exterieur adalah kondisi lingkungan sekitar. Kelembaban lingkungan yang rendah dan kecepatan angin yang tinggi
menyebabkan cepatnya evaporasi. Termasuk juga faktor pekerjaan seperti analis yang menggunakan mikroskop, dokter radiologi, atau pengguna komputer.
Berikut ini adalah penjelasan beberapa faktor risiko penyebab Sindroma Mata Kering:
1. Usia
Berkurangnya androgen seiring pertambahan usia menyebabkan atropi kelenjar lakrimal dan kelenjar Meibom dengan gambaran histopatologi infiltrasi
limfosit, fibrosis, dan atropi asinar Rocha dkk., 2000. Hal ini sesuai dengan penelitian Barabino dkk. 2007 yang menemukan adanya penurunan volume air
mata dan kurangnya protein pada air mata orang tua. Zhu dkk.. 2009 menemukan bahwa kurangnya hormon androgen dapat menurunkan transforming
growth factor sehingga limfosit yang dihasilkan sel asinar merembes keluar dan menghancurkan kelenjar lakrimal dan kelenjar Meibom.
2. Jenis kelamin
Hampir semua penelitian epidemiologi sindroma mata kering menunjukkan prevalensi SMK yang lebih tinggi pada wanita terutama wanita yang menopause
Versura dkk., 2005. Hormon seks mempengaruhi sekresi air mata, disfungsi meibom, dan sel goblet konjungtiva Schaumberg dkk., 2001.
3. Pengguna lensa kontak
Sekitar 43-50 pengguna lensa kontak mengalami mata kering Begley dkk., 2000.
Tutt 2000 menunjukkan adanya penurunan kualitas bayangan retina pada pengguna lensa kontak dengan alat aberometer.
4. Merokok
Pekerja yang merokok lebih banyak mengalami gangguan oftalmikus dibandingkan yang tidak merokok Reijula dkk., 2004. Moss dkk. 2000
menunjukkan bahwa mata kering 1,22 kali lebih sering terjadi pada perokok. 5.
Ruangan ber-AC SMK lebih banyak dialami oleh penduduk yang tinggal di tempat yang tinggi
karena suhu yang rendah, kelembaban yang rendah, dan angin yang kencang Wolkoff dkk., 2005. Oleh karena itu, SMK dapat dipicu pada ruangan yang ber-
AC Schaumberg dkk., 2003. Hubungan penggunaan komputer dengan Computer Vision Syndrome dari
segi posisi monitor komputer dan arah pandangan mata. Berbagai literatur berhipotesis bahwa ada pengurangan frekuensi berkedip saat menggunakan
komputer Himebaugh dkk., 2009. Hal ini menyebabkan luasnya permukaan okular yang terpapar sehingga memperpanjang waktu paparan permukaan okular
terhadap evaporasi. Selain itu, saat menatap komputer terutama sejajar ataupun dengan tatapan ke atas, permukaan okular yang terbuka menjadi lebih lebar
sehingga terjadi penguapan terjadi 2-3 kali lebih besar saat melihat komputer sejajar dan ke atas dibandingkan saat melihat ke bawah dan pada keadaan istirahat
Schaefer dkk., 2009. Fokus bekerja pada sesuatu ditemukan berkaitan dengan frekuensi
berkedip. Bahkan, banyak penelitian yang menjadikan frekuensi berkedip sebagai indikator terhadap kelelahan dan keberatan mental terhadap pekerjaan Scerbo
dkk., 2001.Para peneliti berpendapat bahwa hal ini ada kaitannya dengan pacemaker sistem saraf pusat yang diaktifkan karena pemusatan perhatian dan
pandangan Doughty, 2001. Saat menggunakan komputer, mata dipaksa untuk
memfokuskan kerja pada komputer stuck at that point, sehingga frekuensi berkedip berkurang Goldsborough, 2007. Kelelahan mata yang berlebihan akibat
terus menatap komputer akan menyebabkan kedipan inkomplit Caffier dkk.,
2003. Jadi, selain penurunan kedipan mata, kedipan mata juga tidak sempurna. Berkedip inkomplit juga berkontribusi terhadap semakin cepat waktu ruptur tear
film Craig JP dkk., 2002. Di samping itu, saat kita fokus bekerja terhadap sesuatu, sistem saraf
simpatis akan diaktifkan dan terjadi induksi sekresi dopamin. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan kedipan mata berkurang. Dopamin adalah
neurotransmitter yang berhubungan dengan induksi fisiologi mengedip spontan Taylor DM dkk., 2002. Selain itu, terdapat cahaya terang akan mensupresi
produksi hormon melatonin. Melatonin seharusnya berfungsi sebagai inhibitor sekresi dopamin pada sistem limbik Nakayama dkk., 1998.
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka konsep
Konsep-konsep variabel-variabel yang akan diamati melalui penelitian ini adalah durasi kerja, posisi di depan monitor, sudut mata terhadapar monitor
pencahayaan sebagai independent variables variabel - variabel bebas dan kejadian computer vision syndrome sebagai dependent variable variabel terikat.
Sekaligus penelitian ini akan membuktikan pengaruh dari tiap-tiap variabel bebas terhadap variabel tingkat kejadian computer vision syndrome.
3.2. Variabel dan Definisi operasional
1. Durasi kerja
Durasi kerja adalah dua jam waktu bekerja di depan monitor komputer. Cara pengukuran dilakukan dengan pengamatan pada jam dinding tempat ruang kerja
Suharyati FX, 2002. 2.
Reference material Reference time adalah materi yang dilihat pada saat mata tidak menatap
monitor komputer. Contoh bisa berupa pemandangan di luar jendela, gelas di atas meja dll Suharyanto FX, 2002.
Durasi kerja Pencahayaan
Nilai it
Computer vision syndrome
Reference Posisi di depan
monitor Posisi mata
ke