Application Of Soil And Water Conservation Technology In Water Resource Management Of Kaligarang Watershed, Central Java

(1)

APLIKASI TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH DAN AIR

DALAM UPAYA PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR

DAS KALIGARANG, PROVINSI JAWA TENGAH

SUSILO BUDIYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Aplikasi Teknologi Konservasi Tanah dan Air dalam Upaya Pengelolaan Sumberdaya Air DAS Kaligarang, Provinsi Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Susilo Budiyanto


(3)

SUMMARY

SUSILO BUDIYANTO. Application of Soil and Water Conservation Technology in Water Resource Management of Kaligarang Watershed, Central Java. Supervised by SURIA DARMA TARIGAN, NAIK SINUKABAN and KUKUH MURTILAKSONO.

Kaligarang watershed had a significant role as a major supplier of drinking water for Semarang city. Land use of Kaligarang watershed wich was dominantly used for dry land and mixed crops dry land farming (59.71%), and only a small part for forest (11.92%), without adequate soil and water conservation techniques had significanly decreased the watershed hydrological functions. This conditions were indicated by the increasing of direct runoff, fluctuations of rivers discharge (floods in rainy and drought in dry season) and in turn decreasing of water availability. On the other hand, the increasing of population and economic development in Semarang city had caused a significant increase of needed potable water. The decreasing of water availability and the increasing of water demand had significanly increased water deficit, especially in the dry season. The application of adequate soil and water conservation technologies were badly needed to solve the problem sustainably. Sustainable water resource management was considered achievable when the participation of commonly increased through practicing adequate soil and water conservation technique and/or paying the cost of the technologies. The aims of this study were (a) to predict the effect of land use on hydrological function of Kaligarang watershed; (b) to predict the demand and availability of water for Semarang city, as well as water stakeholders WTP for Kaligarang watershed management; (c) to analyze the effect of soil and water conservation practices on hydrological characteristics of Kaligarang watershed; and (d) to formulate alternatives recommendations of soil and water conservation technologies far in the development of water resources of Kaligarang watershed. The prediction of land use effect on hydrological condition were carried out using linier regression analysis, and prediction of willingness to pay for Kaligarang watershed management were conducted using WTP method. The erosion prediction value of each development scenario predicted using USLE method (Weischmeier and Smith, 1978) and the volume of daily surface runoff were predicted using SCS method (US-SCS 1973 in Arsyad 2006). Calculation of surface runoff and erosion predictions were carried out using Soil and Water Assessment Tool (SWAT) hydrological model. The development plan of sustainable water resources of Kaligarang watershed was arranged in four scenarios. The best scenario of water resource managements were determined based on ecological, social, and economical considerations. The ecological indicators were base on predicted erosion value, river regime coefficient and direct surface runoff coefficient. Sosial indicator were based on community acceptability and economical indicator were determined based on the percentage of water user respondents WTP and the amount WTP for improvement cost. In addition to ecological, social and economical considerations, the alternative development scenario determined based on the most rational implementation time. Sustainable water resource management plan formulated by applying soil and water conservation practices on dry land farming, mixed dry land farming and resettlement. The result showed that the land use


(4)

change of Kaligarang watershed (2000 – 2013) resulted in the increasing direct runoff coefficient, maximum daily discharge and the decreasing of the daily minimum discharge, as well as the increasing of the river discharge fluctuation. The total willingness to pay value for the rehabilitation of Kaligarang watershed was Rp 6.09 billion/year, which were derived from domestic activities (56.7%), industrial activities (33.5%), commercial activities (5.7%) and public fasilities (4.1%). Soil and water conservation practice could reduce the river regime coefficient value from 20.2 (the existing condition or 1st scenario) to 17.4 (2nd scenario), 16.2 (3rd scenario) and 16.5 (4th scenario), lower the direct surface runoff coefficient from the 1st scenario (40.5%) to 35.0% (2nd scenario), 33.8% (3rd scenario) and 33.4% (4th scenario). Application of soil and water conservation techniques had been able to reduce erosion prediction to less than tolerable soil loss (62.4 tons/ha/year), which was from 324.25 tons/ha/year of 1st scenario to 31.53 tons/ha/year of 2nd scenario, 32.69 tons/ha/year of 3rd scenario, 31.67 tons/ha/year of 4th scenario, increase the baseflow from from 218.7 mm (1st scenario) to 325 mm (2nd scenario), 445.0 mm (3rd scenario) and 557.4 mm (4th scenario). Monthly water yields showed the increasing during dry season and decline during wet season, which can use an indication of the increasing of water resource availability. The best scenario of technology soil and water conservation to improve water availability DAS Kaligarang was 4th scenario (planting strip croping combined with retention pond on <8% slope, gulud terracing combined with contour planting and mulching crop residues 6 tons/ha/year on 8 – 25% slope, application of agrosilvopastural or agrosilvicultural agrotechnology models on > 25% slope in PLK and PLKC land use and construction of retention ponds in settlements on <15% slope). Scenario-4 was able to hold the erosion prediction down to 31.67 tons/ha/year (Etol = 62.4 tons/ha/year), the river regime coefficient down to 16.5, the direct surface runoff coefficient down to 33.4%, increase the baseflow up to 557.4 mm/year and land improvement time was 23 years.

Keywords: erosion prediction, land use, soil and water conservation practice, surface runoff, willingness to pay, water resources.


(5)

RINGKASAN

SUSILO BUDIYANTO. Aplikasi Teknologi Konservasi Tanah dan Air dalam Upaya Pengelolaan Sumberdaya Air DAS Kaligarang Provinsi Jawa Tengah. Dibimbing oleh SURIA DARMA TARIGAN, NAIK SINUKABAN dan KUKUH MURTILAKSONO.

DAS Kaligarang memiliki peran penting sebagai pemasok utama air minum bagi kota Semarang. Penggunaan lahan DAS Kaligarang dominan untuk pertanian lahan kering dan lahan kering campuran (59,71%), dan hanya sebagian kecil hutan (11,92%), tanpa teknik konservasi tanah dan air yang memadai telah secara signifikan menurunkan fungsi hidrologis DAS. Kondisi ini diindikasikan oleh meningkatnya aliran permukaan langsung, fluktuasi debit sungai (banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau) dan pada gilirannya menurunnya ketersediaan air. Di sisi lain, meningkatnya populasi dan pembangunan ekonomi di kota Semarang telah menyebabkan peningkatan signifikan permintaan air minum. Penurunan ketersediaan air dan meningkatnya permintaan air secara signifikan meningkatkan defisit air, terutama di musim kemarau.

Penerapan teknologi konservasi tanah dan air yang memadai sangat dibutuhkan untuk memecahkan masalah secara berkelanjutan. Pengelolaan sumber daya air berkelanjutan tercapai jika partisipasi masyarakat melalui praktek konservasi tanah dan air meningkat dan / atau keinginan membayar biaya teknologi memadai.

Tujuan dari penelitian adalah (a) untuk memprediksi dampak penggunaan lahan terhadap fungsi hidrologi DAS Kaligarang; (b) untuk memprediksi kebutuhan dan ketersediaan air Kota Semarang, serta kesediaan membayar pengguna air untuk pengelolaan DAS Kaligarang; (c) menganalisis pengaruh praktik konservasi tanah dan air terhadap karakteristik hidrologi DAS Kaligarang; dan (d) merumuskan alternatif rekomendasi teknologi konservasi tanah dan air dalam upaya pengelolaan sumberdaya air DAS Kaligarang.

Prediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologi dilakukan dengan analisis regresi linier, dan prediksi kesediaan membayar untuk pengelolaan DAS Kaligarang menggunakan metode Willingness to Pay (WTP). Nilai prediksi erosi setiap skenario diprediksi dengan metode USLE (Weischmeier dan Smith, 1978) dan besarnya volume aliran permukaan harian diduga dengan metode SCS (US-SCS 1973 dalam Arsyad, 2006). Perhitungan aliran permukaan dan prediksi erosi menggunakan bantuan model hidrologi Soil and Water Assessment Tool

(SWAT). Rencana pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan dari DAS Kaligarang diatur dalam empat skenario. Penentuan skenario terbaik pengelolaan sumberdaya air didasarkan atas pertimbangan ekologis, sosial dan ekonomi. Indikator ekologi yang digunakan adalah nilai prediksi erosi, koefisien regim sungai dan koefisien aliran permukaan langsung. Indikator sosial didasarkan pada penerimaan masyarakat dan indikator ekonomi ditentukan berdasarkan persentase responden pengguna air yang bersedia membayar dan besarnya nilai kesediaan membayar biaya perbaikan. Selain pertimbangan ekologis, sosial dan ekonomi, alternatif skenario pengelolaan ditentukan berdasarkan waktu implementasi yang paling rasional. Skenario perencanaan pengelolaan sumberdaya air berkelanjutan


(6)

disusun dengan mengaplikasikan praktek konservasi tanah dan air pada pertanian lahan kering (PLK), pertanian lahan kering campuran (PLKC) dan permukiman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan DAS Kaligarang (2000 - 2013) mengakibatkan peningkatan koefisien aliran permukaan langsung, debit harian maksimum dan penurunan debit harian minimum, serta meningkatnya fluktuasi debit sungai. Total kesediaan membayar untuk rehabilitasi DAS Kaligarang adalah Rp 6,09 miliar / tahun, yang berasal dari kegiatan domestik (56,7%), kegiatan industri (33,5%), kegiatan perniagaan (5,7%) dan fasilitas umum (4.1%). Teknologi konservasi tanah dan air dapat mengurangi nilai koefisien rezim sungai dari 20,2 (kondisi eksisting atau skenario 1) menjadi 17,4 (skenario 2), 16,2 (skenario 3) dan 16,5 (skenario 4), menurunkan koefisien aliran permukaan langsung dari 40,5% (skenario 1) menjadi 35,0% (skenario 2), 33,8% (skenario 3) dan 33,4% (skenario 4). Penerapan teknik konservasi tanah dan air telah mampu mengurangi prediksi erosi kurang dari erosi yang ditoleransi (62,4 ton / ha / tahun), yaitu dari 324,25 ton/ha/tahun (skenario 1) menjadi 31,53 ton/ha/tahun (skenario 2), 32,69 ton/ha/tahun (skenario 3), dan 31,67 ton/ha/tahun (skenario 4), meningkatkan baseflow dari 218,7 mm (skenario 1) menjadi 325.0 mm (skenario 2), 445,0 mm (skenario 3) dan 557,4 mm (skenario 4). Hasil air bulanan menunjukkan peningkatan selama musim kering dan penurunan selama musim hujan, yang dapat digunakan sebagai indikasi meningkatnya ketersediaan sumber daya air. Skenario terbaik teknologi konservasi tanah dan air untuk meningkatkan ketersediaan sumberdaya air DAS Kaligarang adalah scenario 4, yaitu penanaman tanaman strip dikombinasikan kolam retensi pada kemiringan lereng < 8%, pembuatan teras gulud dikombinasikan dengan penanaman menurut kontur dan pemberian mulsa sisa tanaman 6 ton/ha/tahun) pada kemiringan lereng 8 – 25%, aplikasi agroteknologi dengan model agrosilvopastural atau agrosilvicultural pada kemiringan > 25% pada penggunaan lahan PLK dan PLKC, serta pembuatan kolam retensi di permukiman pada kemiringan < 15%. Skenario-4 mampu menurunkan prediksi erosi menjadi 31.67 ton/ha/tahun (Etol = 62.4 ton/ha/tahun), koefisien regim sungai (KRS) menjadi 16.5, koefisien aliran permukaan langsung menjadi 33.4%, meningkatkan baseflow menjadi 557.4 mm/tahun dan waktu perbaikan lahan adalah 23 tahun.

Kata kunci: aliran permukaan, kemauan untuk membayar, penggunaan lahan, prediksi erosi, praktek konservasi tanah dan air, sumberdaya air


(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(8)

APLIKASI TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH DAN AIR

DALAM UPAYA PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR

DAS KALIGARANG, PROVINSI JAWA TENGAH

SUSILO BUDIYANTO

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015


(9)

Penguji Luar Komisi pada Ujian:

Tertutup : 1. Dr. Ir. Enni Dwi Wahyunie, MS

(Staf Pengajar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Mineral, Fakultas Pertanian, IPB)

2. Dr. Ir. Ai Dariah

(Staf Peneliti Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementrian Pertanian)

Promosi : 1. Dr. Ir. Enni Dwi Wahyunie, MS

(Staf Pengajar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Mineral, Fakultas Pertanian, IPB)

2. Dr. Ir. Budi Kartiwa, CESA

(Staf Peneliti Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Badan Litbang Pertanian, Kementrian Pertanian)


(10)

Judul Disertasi : Aplikasi Teknologi Konservasi Tanah dan Air dalam Upaya Pengelolaan Sumberdaya Air di DAS Kaligarang, Provinsi Jawa Tengah.

Nama Mahasiswa : Susilo Budiyanto

NIM : A165090031

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc. Ketua

Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S. Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi PDAS Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian Tertutup : 13 Agustus 2015 Tanggal Lulus:


(11)

PRAKATA

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Penelitian mengambil tema Aplikasi Konservasi Tanah dan Air dalam Upaya Pengelolaan Sumberdaya Air di DAS Kaligarang, Provinsi Jawa Tengah. Disertasi ini dibuat sebagai salah satu syarat bagi mahasiswa pascasarjana program S3 untuk meraih gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan DAS Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sebagian dari hasil penelitian dan disertasi ini telah diterbitkan dalam International Journal of Science and Engineering (IJSE) Vol. 8 No.2 dengan judul The Impact of Land Use on Hydrological Characteristics in Kaligarang Watershed. Satu artikel lagi dalam tahap review pada jurnal Tanah dan Iklim dengan Judul Analisis Respons Hidrologi Akibat Penggunaan lahan di DAS Kaligarang dengan Aplikasi SWAT.

Saya menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S. sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan curahan curahan pikiran dalam memberikan bimbingan, nasihat, saran, dan arahan sejak penyusunan rencana penelitian, pelaksanaan penelitian, sampai dengan penulisan disertasi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada

1. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan Nasional yang telah memberikan beasiswa BPPS selama tahun 2009 – 2012 kepada penulis untuk mengikuti program doktor pada Program Studi Pengelolaan DAS Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

2. Bapak Rektor Universitas Diponegoro, Dekan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Rektor IPB, dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan kesempatan mengikuti Program Doktor (S3) di SPS IPB Bogor. 3. Bapak dan Ibu dosen pengajar pada Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS IPB

yang telah banyak membekali ilmu pengetahuan kepada penulis.

4. Ibu Dr. Ir. Enni Dwi Wahyunie, MS dan Ibu Dr. Ai Dariah, M.S. sebagai penguji luar komisi ujian tertutup serta Ibu Dr. Ir. Enni Dwi Wahyunie, M.S. dan Bapak Dr. Ir. Budi Kartiwa, CESA sebagai penguji luar komisi ujian promosi atas koreksi dan saran-sarannya untuk perbaikan disertasi .

5. Rekan-rekan seperjuangan di PS. DAS dan teman-teman dari Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, khususnya pada Program Studi Agroekoteknologi yang telah banyak memberikan bantuan baik moril maupun materil, yang saya tidak dapat sebutkan satu per satu.

6. Kepada orang tua Marsono (Alm) dan Sri Harni (Almh), ayah mertua Mitro Sarjono (Alm) dan ibu mertua Suwanti (Almh) serta keluarga besar, kepada istri saya Dr. Yety Rochwulaningsih, MSi. serta anak-anakku Fajar Gemilang Purna Yudha dan Fitri Kinanti Larasati atas segala pengorbanan, pengertian, perhatian, dan doanya sehingga saya dapat menyelesaikan disertasi ini.

Semoga disertasi ini bermanfaat bagi masyarakat dan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2015 Susilo Budiyanto


(12)

xiii

Halaman

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xvii

DAFTAR LAMPIRAN xviii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Permasalahan 3

Kerangka Pemikiran 5

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Kebaruan Penelitaian Novelty 7

2 KEADAAN UMUM DAS KALIGARANG 9

Wilayah DAS Kaligarang 9

Geologi 9

Iklim 10

Tanah 10

Topografi 12

Penggunaan Lahan 13

3 PENGARUH PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KONDISI

HIDROLOGI DAS KALIGARANG 15

Pendahuluan 15

Metode Penelitian 16

Hasil dan Pembahasan 19

Simpulan 30

4 NERACA AIR SUNGAI KALIGARANG DAN BIAYA

PEMELIHARAAN DAS 31

Pendahuluan 31

Metode Penelitian 33

Hasil dan Pembahasan 39

Simpulan 48

5 ANALISIS PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI DENGAN APLIKASI SWAT

DI DAS KALIGARANG 49

Pendahuluan 49

Metode Penelitian 50

Hasil dan Pembahasan 56


(13)

xiv

Metode Penelitian 67

Hasil dan Pembahasan 70

Simpulan 79

7 OPTIMASI PRAKTEK PENGELOLAAN PERTANIAN DENGAN

PROGRAM TUJUAN GANDA DI DAS KALIGARANG 80

Pendahuluan 80

Metode Penelitian 81

Hasil dan Pembahasan 85

Simpulan 89

8 PEMBAHASAN UMUM 90

9 SIMPULAN DAN SARAN 98

Simpulan 98

Saran 99

DAFTAR PUSTAKA 100

LAMPIRAN 106


(14)

xv

Tabel Halaman

2.1. Luas persebaran jenis tanah di DAS Kaligarang 11 2.2. Luas lahan berdasarkan kelas lereng DAS Kaligarang tahun 2009 12 2.3. Luas penggunaan lahan DAS Kaligarang tahun 2009 13 3.1. Jenis, sumber dan kegunaan data yang dikumpulkan dalam

Penelitian 17

3.2. Perkembangan penggunaan lahan DAS Kaligarang tahun

2000 – 2013 21

3.3. Perubahan luas penggunaan lahan DAS Kaligarang tahun

2003 – 2013 21

3.4. Nilai koefisien aliran permukaan langsung (CDRO), debit minimum (Qmin), debit maksimum (Qmax) DAS Kaligarang

tahun 2002 – 2011 24

3.5. Koefisien aliran permukaan langsung (CDRO), debit maksimum (Qmax), debit minimum (Qmin), persentase luas hutan, PLK, PLK campuran, sawah dan permukiman di DAS Kaligarang

Periode 2000-2011 25

3.6. Nilai koefisien aliran permukaan, baseflow, debit maksimum, debit minimum, persentase tutupan lahan di DAS Kaligarang

(2002 – 2010) 26

3.7. Simulasi perubahan penggunaan lahan hutan terhadap nilai koefisien aliran permukaan (C) dan pendugaan air yang hilang

di DAS Kaligarang. 30

4.1. Jenis, sumber dan kegunaan data yang dikumpulkan dalam

Penelitian 33

4.2. Proyeksi kebutuhan air rumah tangga harian di Kota

Semarang yang memanfaatkan sungai Kaligarang 39 4.3. Proyeksi kebutuhan air industri besar dan sedang harian

di Kota Semarang periode 5 tahunan 40

4.4. Proyeksi kebutuhan air niaga harian di Kota Semarang yang

dilayani DAS Kaligarang periode 5 tahunan 41 4.5 Proyeksi kebutuhan air menggelontor harian di Kota Semarang

yang dilayani DAS Kaligarang periode 5 tahunan 42 4.6. Proyeksi kebutuhan air Sungai Garang Periode 2011-2050 42 4.7. Neraca ketersediaan dan kebutuhan air harian di DAS

Kaligarang periode 2011-2050 43

4.8. Tarif pemakaian air untuk masing-masing kegiatan 45 4.9. Nilai ekonomi air di DAS Kaligarang tahun 2010 46 4.10. Kesediaan membayar biaya rehabilitasi pengguna air DAS

Kaligarang 47

4.11. Nilai kesediaan membayar (WTP) untuk biaya rehabilitasi 48 5.1. Jenis, sumber dan kegunaan data yang dikumpulkan dalam

Penelitian 51


(15)

xvi

5.6. Hasil simulasi model SWAT terhadap parameter hidrologi

DAS Kaligarang. 61

5.7. Koefisien aliran permukaan, tebal aliran permukaan dan erosi

pada berbagai penggunaan lahan tahun 2010 62 5.8. Curah hujan dan parameter hidrologi pada masing-masing

Sub DAS Kaligarang Tahun 2010 63

6.1. Jenis, sumber dan kegunaan data yang dikumpulkan dalam

Penelitian 68

6.2. Nilai faktor P dan C untuk praktek konservasi tanah 69

6.3. Klasifikasi nilai indeks erosi 69

6.4. Klasifikasi nilai koefisien regim sungai 70

6.5. Nilai respons hidrologi DAS untuk masing-masing praktek

Konservasi 72

6.6. Respon aliran permukaan (RO), aliran permukaan langsung (DRO), aliran dasar (BF) dan hasil air (Wyld) masing-masing

skenario konservasi DAS Kaligarang. 73

6.7. Debit rerata (Qav), debit maksimum (Qmax), debit minimum (Qmin), koefisien regim sungai (KRS) dan indeks kualitas DAS

berbagai praktek konservasi. 75

6.8. Jumlah prediksi erosi (E) untuk masing-masing praktek

Konservasi DAS Kaligarang 76

7.1. Jenis, sumber dan kegunaan data yang dikumpulkan dalam

Penelitian 82

7.2. Biaya satuan praktek konservasi di DAS Kaligarang 85 7.3. Waktu ketercapaian keberlanjutan setiap skenario pengembangan

DAS Kaligarang (tahun) 86

7.4. Kriteria fungsi kendala sumberdaya dan kendala tujuan pada

analisis optimasi pengembangan sumberdaya air dengan LINDO 87 7.5. Optimasi praktek konservasi pada pertanian lahan kering dan

pertanian lahan kering campuran 87

7.6. Pendugaan hasil air setiap skenario pengembangan 88 7.7. Pengambilan keputusan penentuan pengembangan DAS

Kaligarang 89

8.1. Rekomendasi pengelolaan DAS Kaligarang 94

8.2. Karakteristik hidrologi hasil simulasi SWAT DAS Kaligarang

tahun 2033 95

8.3. Rekomendasi konservasi tanah dan air DAS Kaligarang tahun


(16)

xvii

Gambar Halaman

1.1. Kerangka pemikiran penelitian 8

2.1. Hari dan curah hujan rerata bulanan DAS Kaligarang tahun

2002-2011 11

2.2. Peta jenis Tanah di DAS Kaligarang 12

2.3. Penyebaran kelas lereng DAS Kaligarang 13

2.4. Peta penggunaan lahan di DAS Kaligarang tahun 2013 14 3.1. Perubahan persentase luas tutupan lahan DAS Kaligarang

(2000 – 2012) 23

3.2. Rerata debit harian, debit harian maksimum dan debit harian

minimum Sungai Kaligarang Tahun 2002-2011 23

3.3. Analisa regresi koefisien aliran permukaan, debit maksimum dan baseflow atau debit minimum Sungai Kaligarang terhadap

terhadap persentase luas hutan tanaman 27

4.1. Kurva ketersediaan dan kebutuhan air periode 2011-2050

di DAS Kaligarang 44

5.1. Batas DAS dan Sub DAS Kaligarang hasil deliniasi 56 5.2. Grafik kalibrasi debit observasi dan simulasi harian tahun 2003 59 5.3. Grafik kalibrasi debit observasi dan simulasi harian tahun 2004 59 5.4. Grafik kalibrasi debit observasi dan simulasi harian tahun 2009 60 5.5. Grafik kalibrasi debit observasi dan simulasi harian tahun 2010 60 6.1. Peta lokasi penerapan skenario konservasi tanah dan air 72 6.2. Sebaran erosi masing-masing Sub DAS pada Skenario-1 77 6.3. Sebaran erosi masing-masing Sub DAS pada Skenario-2 77 6.4. Sebaran erosi masing-masing Sub DAS pada Skenario-3 78 6.5. Sebaran erosi masing-masing Sub DAS pada Skenario-4 78 8.1. Peta sebaran aliran permukaan DAS Kaligarang kondisi eksisting 92 8.2. Peta sebaran prediksi erosi DAS Kaligarang kondisi eksisting 92 8.3. Penggunaan lahan optimal praktek konservasi tanah dan air

Skenario-4 96


(17)

xviii

Tabel

Lampiran Halaman

1. Curah hujan rerata harian masing-masing bulan untuk tahun

2002 – 2011 Stasiun Ungaran 107

2. Jumlah hari hujan masing-masing bulan tahun 2002 – 2011

Stasiun Ungaran 107

3. Curah hujan rerata harian masing-masing bulan untuk tahun

2002 – 2011 Stasiun Gunungpati 108

4. Jumlah hari hujan masing-masing bulan tahun 2002 - 2011

Stasiun Gunungpati 108

5. Curah hujan rerata harian masing-masing bulan untuk tahun

2002 – 2011 Stasiun Mijen 109

6. Jumlah hari hujan masing-masing bulan tahun 2002 - 2011

Stasiun Mijen 109

7. Curah hujan rerata harian masing-masing bulan untuk tahun

2002 – 2011 gabungan Stasiun Ungaran, Gunungpati Mijen 110 8. Jumlah hari hujan masing-masing bulan Tahun 2002 - 2011

gabungan Stasiun Ungaran, Gunungpati Mijen 110 9. Debit rerata harian pada bulan dan tahun di DAS

Kaligarang (m3/dtk) 111

10. Debit sungai Kaligarang harian tahun 2002 – 2011 112 11. Hasil analisis regresi berganda kompoen hidrologi terhadap

penggunaan lahan 113

12. Proyeksi nebutuhan air domestik, industri, niaga, fasilitas

umum dan sawah di DAS Kaligarang 116

13. Distribusi Bulanan Kebutuhan Air Total DAS Kaligarang

Tahun (2010-2050 (juta m3) 117

14. Data iklim weather generator (.wgn) stasiun Ungaran 118 15. Data iklim weather generator (.wgn) stasiun Gunungpati 119 16. Data iklim weather generator (.wgn) stasiun Mijen 120 17. Data tanah yang digunakan dalam SWAT (.SOL) 121 18. Penilaian struktur tanah dan permeabilitas tanah 122

19. Nilai factor C berbagai penggunaan lahan 123

20. Nilai factor P dan CP 124

21. Faktor kedalaman beberapa sub order tanah 125 22. Karakteristik hidrologi DAS Kaligarang pada masing-masing

Sub DAS dan setiap scenario praktek konservasi 126 23. Prediksi erosi pada masing-masing Sub DAS dan skenario 128

24. Simulasi waktu melakukan rehabilitasi 129

25. Analisis PTG praktek konservasi 130

Gambar

1. Peta penggunaan lahan Das Kaligarang tahun 2003 135 2. Peta penggunaan lahan Das Kaligarang tahun 2006 135


(18)

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air merupakan sumberdaya alam yang sangat vital bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya, sehingga harus dikelola secara terpadu, bijaksana dan profesional. Sumberdaya air sebagai bagian dari sumberdaya alam (natural resources), diarahkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang. Air merupakan sumberdaya yang jumlahnya tidak terbatas, namun sebenarnya hanya kurang satu persen dari semua air di bumi berupa air tawar yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Air yang dapat dimanfaatkan dianggap sebagai sumberdaya yang terbaharukan, namun semakin lama ketersediaannya semakin berkurang. Semakin intensifnya penggunaan air dan pencemaran air menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air. Ketidakseimbangan ini telah memicu terjadinya kelangkaan air di hampir pelosok dunia. Tahun 2025 diperkirakan hampir 3.5 miliar manusia akan mengalami kekurangan air dan 2.5 miliar manusia akan hidup tanpa sanitasi yang layak (Wignyosukarto, 2005).

Pengelolaan sumberdaya air di Indonesia menghadapi problema yang sangat kompleks, mengingat air mempunyai beberapa fungsi, yaitu fungsi sosial-budaya, ekonomi dan lingkungan yang saling bertentangan. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan intensitas kegiatan ekonomi menyebabkan terjadinya perubahan sumberdaya alam. Pembukaan lahan untuk keperluan perluasan daerah pertanian, pemukiman dan industri, yang tidak terkoordinasi dalam suatu kerangka pengembangan tata ruang, mengakibatkan terjadinya degradasi lahan, erosi, tanah longsor, banjir. Di Pulau Jawa, dengan 4.5% potensi air tawar nasional, menopang kebutuhan 60% jumlah penduduk Indonesia, hampir 70% daerah irigasi Indonesia, dan melayani 70% kebutuhan air industri nasional. Kondisi itu mengakibatkan terjadinya peningkatan konflik para pengguna air, baik untuk kepentingan rumah tangga, pertanian dan industri, termasuk penggunaan air permukaan dan air bawah tanah. Saat ini sektor pertanian menggunakan 80% kebutuhan air total, sedangkan sektor industri dan rumah tangga hanya 20%. Pada tahun 2020, diperkirakan akan terjadi kenaikan kebutuhan air untuk rumah tangga dan industri sebesar 25% - 30% (Wignyosukarto 2005).

Peningkatan jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan mengakibatkan peningkatan kebutuhan lahan sehingga akan terjadi perubahan fungsi lahan. Perubahan fungsi lahan yang terjadi berasal dari penggunaan hutan dan sawah menjadi lahan permukiman, pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campuran, sehingga tingkat tutupan lahan semakin berkurang. Berkurangnya tutupan lahan akan mengurangi kemampuan menampung sementara aliran permukaan, karena lahan sawah dan hutan berfungsi untuk menampung dan mendistribusikan aliran permukaan, serta mengurangi laju aliran permukaan dan erosi. Secara umum, alih fungsi lahan akan mempengaruhi daya sangga air pada suatu DAS. Berkurangnya tutupan lahan menyebabkan air hujan yang jatuh di atas


(19)

permukaan tanah sebagian besar akan mengalir menjadi aliran permukaan dan sebagian kecil masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi, dengan kata lain akan meningkatkan volume aliran permukaan dan menurunkan kapasitas infiltrasi (Thierfelder et al. 2002; Mamedov et al. 2000). Menurut Black (1996) tanah sebagai salah satu faktor fisik DAS sangat penting dalam siklus hidrologi, yaitu berperan dalam menyerap, menyimpan, dan mendistribusikan air hujan yang jatuh di atasnya. Volume aliran permukaan yang tinggi dengan waktu tempuh singkat menyebabkan bahaya banjir. Berkurangnya volume air hujan yang masuk ke dalam tanah akibat menurunnya tutupan lahan menyebabkan tambahan (recharging) cadangan air tanah berkurang (Nejadhashemi et al. 2011), sehingga pada musim kemarau dengan tingkat kebutuhan air yang sama akan mengalami defisit air akibat kehilangan air yang tinggi melalui evapotranspirasi.

Perubahan penggunaan lahan juga terjadi di DAS Kaligarangyang menyebabkan tingkat tutupan lahan rendah. Rendahnya tingkat penutupan tanah akan menyebabkan kat sehingga kelembaban tanah dan kapasitas infiltrasi menurun (Fu et al. 2000; Costa et al. 2003), dan koefisien aliran permukaan meningkat (Tu 2009), akibatnya jumlah air yang hilang/mengalir ke laut akan meningkat dan pada akhirnya akan mempengaruhi ketersediaan air (Nejadhashemi et al. 2011). Jumlah aliran permukaan yang tinggi dan tambahan cadangan air tanah terbatas akan menyebabkan fluktuasi debit relatif besar, yaitu peningkatan debit maksimum pada musim hujan yang menyebabkan banjir dan penurunan debit minimum pada musim kemarau yang berakibat kekeringan atau menurunkan hasil air.

Untuk mengatasi permasalahan DAS Kaligarang dilakukan pengelolaan DAS yang disusun dan dikembangkan berdasarkan model pendugaan berbasis karakteristik penggunaan lahan. Pengelolaan DAS adalah usaha pengembangan termasuk perlindungan secara komprehensif dari suatu DAS sehingga sedemikian rupa seluruh sumberdaya alam menjadi lebih produktif. Hasil tersebut akan mencerminkan adanya tatanan air beserta kualitasnya, adanya produktivitas tanah yang berkelanjutan, serta adanya pemenuhan kebutuhan hidup dari produktivitas lahan yang berkesinambungan.

Pengelolaan DAS berdasarkan penggunaan lahan dapat dilakukan dengan penerapan sistem pertanian berkelanjutan yang berbasis pada inovasi agroteknologi dengan memasukkan konservasi tanah dan air pada setiap penggunaan lahan yang dikenal dengan sistem pertanian konservasi (Arsyad 2006). Dalam sistem pertanian konservasi teknik konservasi diintegrasikan ke dalam sistem pertanian yang telah ada dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan sekaligus mengurangi erosi dan aliran permukaan, pada gilirannya meningkatkan ketersediaan sumberdaya air sehingga sistem pertanian tersebut dapat berlanjut secara terus menerus tanpa batas (Sinukaban 2005).

Perbaikan kerusakan lahan dengan teknologi konservasi tanah dan air dalam upaya pengelolaan sumberdaya air di DAS Kali Garang membutuhkan banyak biaya. Penggalian dana untuk menanggulangi permasalahan tersebut dibutuhkan alternatif yang berkelanjutan atau lestari. Alternatif pengembangan pertanian berkelanjutan yang dikaji dalam penelitian ini berupa konsep pendekatan perbaikan DAS dengan pembiayaan bersama (cost sharing). Untuk itu, diperlukan pengkajian potensi dana perbaikan kerusakan DAS yang berasal dari para pengguna jasa lingkungan sumberdaya air DAS Kaligarang. Besarnya kemauan membayar (willingness to pay) biaya rehabilitasi dari para pengguna jasa sumberdaya air akan


(20)

digunakan untuk merancang rehabilitasi DAS Kaligarang. Pengguna jasa terutama sumberdaya air DAS Kaligarang antara lain rumah tangga (domestik), industri, niaga, fasilitas umum (instansi pemerintah, instansi pendidikan dan fasilitas umum), debit kebutuhan air menggelontor, serta pertanian sawah di hulu.

Permasalahan

DAS Kaligarang mempunyai bentuk menyerupai botol dimana pada hulu DAS menggelembung dan dibagian hilir DAS menyempit. Dengan memperhatikan data karakteristik DAS utamanya dilihat dari bentuk DAS Kaligarang maka akan terjadi akumulasi air sangat besar yang menyatu di hilir DAS. Bagian Hulu DAS Kaligarang berada di Gunung Ungaran (Kabupaten Semarang) dengan ketinggian 1750 m sedang bagian hilirnya adalah pantai laut jawa (Kota Semarang). Perbedaan ketinggian yang cukup besar berakibat kelerengan sungai tajam dimana panjang sungai utama Kaligarang dari puncak Gunung Ungaran sampai ke laut adalah + 77.05 km, sedangkan jarak lurusnya adalah 26.83 km, memicu air hujan cenderung dan potensial menjadi limpasan.

DAS Kaligarang hulu sebagai daerah tangkapan air dan pasokan air baku Kota Semarang kondisinya sangat mengkawatirkan akibat berbagai kegiatan pembangunan yang kurang bijaksana. Tekanan penduduk akibat pertambahan populasi merangsang terjadinya eksploitasi lahan pertanian DAS Kaligarang hulu. Kondisi tersebut menyebabkan degradasi lahan, pada gilirannya berdampak terhadap kondisi hidrologi baik bagian hulu maupun hilir DAS Kaligarang. Kerusakan daerah hulu berupa jenis dan tingkat penutupan lahan, kapasitas intersepsi, sifat tanah dan selanjutnya mempengaruhi sifat hidrologi (erosi, kemampuan tanah mengikat air, laju infiltrasi, dan aliran permukaan). Dampak daerah hilir dapat berupa peningkatan fluktuasi debit yaitu terjadinya banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau, sedimentasi di badan air yang berdampak berkurangnya daya tampung, kualitas dan kuantitas sumber air dan pada akhirnya mempengaruhi ketersediaan sumberdaya air.

Kondisi DAS Kaligarang sebagai pasokan air baku Kota Semarang mengalami kerusakan yang menyebabkan penurunan ketersediaan sumberdaya air, beberapa permasalahan yang terjadi dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Koefisien aliran permukaan. Cepatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan menyebabkan tekanan lahan tidak terhindarkan. Perubahan penggunaan lahan tersebut menyebabkan penurunan tingkat penutupan lahan. Penggunaan lahan dengan tingkat penutupan lahan rendah yang berlangsung terus-menurus menyebabkan degradasi lahan. Kondisi ini lebih diperparah dalam budidaya kurang diimbangi dengan penggunaan teknologi konservasi tanah dan air sehingga laju infiltrasi berkurang dan laju aliran permukaan meningkat. Penggunaan lahan DAS Kaligarang mempunyai tingkat tutupan rendah, penggunaan lahan tahun 2009 untuk hutan sebesar 11.92%, perkebunan 1%, pertanian lahan kering 34.31% pertanian lahan kering campuran 25.40%, sawah 21.49%, permukiman 18.26% dan tubuh air 0.08%. Kondisisi ini menyebabkan kapasitas infiltrasi berkurang dan aliran permukaan meningkat atau dalam kata lain koefisien aliran permukaan meningkat. Raharjo (2009) menyatakan bahwa besarnya nilai total koefisien aliran permukaan berdasarkan


(21)

intepretasi foto udara di daerah Sub DAS Kreo (DAS Garang bagian hulu) sebesar 47.12% (1992) meningkat menjadi 54.15% (1999). Menurut Rejekiningrum dan Haryati (2002) nilai koefisien aliran permukaan yang terjadi di lahan Sub DAS Kaligarang Hulu adalah sebesar 63% dan akan mengalami penurunan menjadi 31% jika lahan diberi perlakuan konservasi berupa rorak. 2. Debit minimum turun dan koefisien regim sungai meningkat. Penggunaan

lahan dan kondisi fisik lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi fungsi daerah aliran sungai (DAS). Penggunaan lahan DAS Kaligarang yang tidak rasional, dimana jumlah luas PLK, PLKC, sawah dan permukiman melebihi 50% menunjukkan tingkat penutupan lahan yang rendah. Rendahnya tingkat penutupan lahan memicu peningkatan aliran permukaan dan berkurangnya air yang masuk ke dalam tanah akibatnya cadangan air berkurang, sehingga pada musim penghujan air melimpah dan hilang/mengalir ke laut sedangkan pada musim kemarau aliran air menjadi kecil (debit minimum menurun). Penurunan persentase tutupan lahan DAS Kaligarang mempengarui debit minimum dimana besarnya dari tahun ketahun semakin berkurang, yaitu debit minimum sebesar 5.25 m3/detik pada tahun 1998 menurun menjadi 2.10 m3/detik pada tahun 2007. Penurunan tutupan lahan DAS Kaligarang juga akan menyebabkan peningkatan koefisien regim sungai yaitu rasio antara debit maksimum dan debit minimum. Nilai koefisien regim sungai pada tahun 1998 sebesar 23.4 meningkat menjadi 37.8 pada tahun 2007.

3. Tingkat erosi tinggi. Penggunaan lahan yang tidak rasional yang menyebabkan koefisien aliran permukaan tinggi pada gilirannya akan menyebabkan terjadinya erosi. Berdasarkan hasil kajian Sutjipto (2008) nilai prediksi erosi DAS Kaligarang adalah 53.0 ton/ha/tahun, sedangkan kajian Ridwan (2001) di Sub DAS Garang Hulu prediksi erosi sebesar 218.23 ton/ha/tahun. Kenyataan ini menunjukkan bahwa erosi yang terjadi DAS Kaligarang jauh melebihi erosi yang ditoleransikan. Menurut Thompson (1957) dalam Arsyad (2006), setiap tanah mempunyai suatu batas nilai tertentu terhadap besarnya nilai erosi yang dapat ditoleransikan yaitu berkisar antara 1.12 – 13.45 ton/ha/tahun. DAS Kaligarang dimana kondisi tanahnya termasuk kondisi tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas sedang di atas bahan yang tidak terkonsolidasi mempunyai nilai erosi yang dapat ditoleransikan sebesar 61.21 ton/ha/tahun. Selanjutnya menurut Arsyad (2006) laju erosi yang dapat dioleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman untuk wilayah Indonesia kurang lebih 30 ton/ha/tahun atau 2.55 mm/tahun.

4. Defisit air bersih. Peningkatan jumlah penduduk dengan laju pertumbuhan sebesar 2.5% per tahun yang diikuti dengan pertumbuhan perniagaan akibat pertumbuhan ekonomi yaitu sebesar 5% per tahun menyebabkan permintaan air bersih dari tahun ke tahun semakin meningkat. Disisi lain ketersediaan air bersih dari tahun ke tahun mempunyai kecenderungan mengalami penurunan akibat terjadinya perubahan penggunaan lahan di kawasan hulu DAS Kaligarang. Perubahan penggunaan lahan tersebut menyebabkan penurunan kapasitas infiltrasi dan peningkatkan koefisien aliran permukaan. Akibat selanjutnya akan menurunkan debit rata-rata minimum sungai Kaligarang, yang pada gilirannya menurunkan jumlah pasokan air baku bagi kebutuhan air domestik masyarakat Kota Semarang. Peningkatan permintaan air di Kota Semarang yang tidak diikuti


(22)

dengan peningkatan ketersediaan air menyebabkan terjadinya kekurangan atau defisit pasokan air bersih Kota Semarang terutama pada musim kemarau. 5. Kontribusi pengguna air terhadap biaya rehabilitasi sumberdaya air.

Manfaat ekonomi dari DAS Kaligarang adalah nilai penggunaan langsung berupa nilai uang yang diperoleh dari pemanfaat sumberdaya air. Pemanfaat sumberdaya air dari DAS Kaligarang adalah masyarakat di sub DAS Kaligarang bagian hulu, industri, niaga dan masyarakat di Sub DAS Kaligarang Hulu. Undang-undang No. 37 Tahun 2014, tentang Konservasi Tanah dan Air, menyatakan bahwa pembayaran imbal jasa lingkungan dalam penyelenggaraan Konservasi tanah dan Air dapat dikenakan pada penerima manfaat atas sumberdaya Tanah dan Air. Namun yang menjadi permasalahan adalah sampai saat ini belum ada penentuan metode/acuan kontribusi dana dari pengguna air Sub DAS Kaligarang untuk kegiatan rehabilitasi lahan.

Kerangka Pemikiran

DAS merupakan tempat terjadinya siklus hidrologi yang dipengaruhi oleh kondisi biofisk wilayah. DAS Kaligarang bagian hulu yang merupakan daerah tangkapan air, kondisinya sudah mengkawatirkan akibat penggunaan lahan yang kurang bijaksana. Kondisi tersebut mengakibatkan degradasi lahan dan pada gilirannya menyebabkan degradasi fungsi hidrologis. Hal ini ditandai peningkatan fluktuasi debit yaitu peningkatan debit maksimum pada musim penghujan dan penurunan debit minimum pada musim kemarau, serta peningkatan laju erosi. Disisi lain peningkatan jumlah penduduk dan industri mendorong peningkatan kebutuhan air bersih dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tekanan penduduk mendorong eksploitasi sumberdaya lahan, yaitu memanfaatkan lahan tanpa atau kurang memperhatikan aspek konservasi tanah dan air sehingga menyebabkan degradasi lahan. Penggunaan lahan yang tidak rasional (persentase untuk kegiatan budidaya tanaman semusim dan permukiman > 50%) berpengaruh terhadap penurunan tutupan lahan. Penurunan tutupan lahan menyebabkan koefisien aliran permukaan langsung meningkat sehingga air hujan yang jatuh ke permukaan tanah terus mengalir ke saluran, sungai dan menuju ke laut. Tingginya niali koefisien aliran permukaan menyebabkan banjir atau kelebihan air yang tidak termanfaatkan pada saat musim hujan dan kekeringan pada saat musim kemarau. Hal ini sesuai dengan pendapat Sinukaban (2007), bahwa menurunnya laju infiltrasi akibat terjadinya erosi di bagian hulu DAS akan menyebabkan pengisian air bawah tanah berkurang, pada gilirannya menyebabkan kekeringan dimusim kemarau. Peningkatan aliran permukaan biasanya akan diikuti juga dengan peningkatan laju erosi dan penurunan debit minimum. Pada kondisi tersebut perlu dilakukan penataan penggunaan lahan dengan penerapan agroteknologi dengan teknologi konservasi tanah dan air yang mampu menekan laju erosi dan aliran permukaan dalam upaya menjaga kelestarian sumberdaya air. Salah satu upaya agar penggunaan sumberdaya lahan dapat dilakukan secara berkelanjutan adalah menerapkan sistem pertanian konservasi. Sistem pertanian konservasi adalah sistem pertanian yang mengintegrasikan teknik konservasi tanah dan air ke dalam sistem usahatani yang sedang dilakukan, dengan tujuan utama meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani sekaligus menekan bahaya erosi. Erosi yang terjadi harus lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransi (Etol


(23)

= tolerable soil loss), sehingga sistem pertanian tersebut dapat dilakukan secara berkesinambungan tanpa batas waktu (Arsyad, 2006).

Alternatif teknologi konservasi yang terpilih harus mampu menurunkan koefisien aliran permukaan, dapat menekan laju erosi, mampu mengurangi laju aliran permukaan dan mengurangi fluktuasi debit aliran permukan atau menurunkan koefisien regim sungai, pada gilirannya dapat menjamin ketersediaan sumberdaya air DAS Kaligarang. Bentuk-bentuk teknologi konservasi tanah dan air yang diterapkan antara lain: pembuatan teras, guludan, rorak, pemberian mulsa, penanaman strip rumput dan penanaman menurut kontur.

Keberhasilan penerapan teknologi konservasi pada pengelolaan sumberdaya air dapat dievaluasi berdasarkan tiga indikator pertanian berkelanjutan yaitu, ekologi, ekonomi dan sosial. Secara ekologi besarnya erosi dan aliran permukaan yang terjadi tidak merusak lingkungan. Erosi harus lebih kecil atau sama dengan Etol dan besarnya koefisien aliran permukaan dan koefisien regim sungai ditentukan berdasarkan tingkat kebutuhan (target). Teknologi konservasi yang memenuhi persyaratan efektif dalam menurunkan tingkat erosi dan flutuasi aliran permukaan dapat dipilih sebagai alternatif. Secara ekonomi agroteknologi yang diterapkan harus memberikan penghasilan yang layak dan secara sosial dapat diterima dan dikembangkan oleh masyarakat.

Penerapan teknologi konservasi pada pengelolaan DAS lewat penataan penggunaan lahan yang baik dan terencana membutuhkan dana. Hal tersebut menjadi kendala karena seringkali manfaat yang dihasilkan secara langsung tidak sebanding dengan biaya yang dibutuhkan, terutama akibat nilai manfaat lingkungan yang diyakini besar tetapi tidak terkuantifikasi. Upaya valuasi ekonomi akan memberikan gambaran manfaat lingkungan dalam terminologi ekonomi.

Keterbatasan biaya perbaikan konservasi (CRA) mempengaruhi pemilihan alternatif model teknologi konservasi tanah dan air, oleh karena itu diperlukan optimalisasi penggunaan lahan yang disesuaikan dengan berbagai aspek atau tujuan kepentingan. Salah satu metode optimalisasi yang dapat dipilih untuk digunakan untuk menyesuaikan berbagai aspek/tujuan kepentingan (konservasi tanah dan air dan ketersedian dana perbaikan lahan) dalam pengelolaan DAS adalah Metode

MultipleGoal Programming (Program Tujuan Ganda = PTG) (Soemarmo 1991). Rancangan pengembangan alternatif pertanian berkelanjutan dalam upaya mempertahankan sumberdaya air terdiri dari tiga bagian kajian, yaitu kajian hidrologi (erosi dan aliran permukaan), kajian optimalisasi aplikasi teknologi konservasi tanah dan air dan kajian penghitungan potensi biaya perbaikan lahan dengan pendekatan penilaian (valuasi) manfaat ekonomi sumberdaya air. Evaluasi erosi yang terjadi akibat aplikasi teknologi konservasi tanah dan air di prediksi dengan menggunakan model Universal of Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan Wischmeier dan Smith (1978) (Arsyad 2006). Kriteria yang digunakan untuk menetapkan nilai prediksi erosi adalah prediksi erosi lebih kecil atau sama dengan erosi yang ditoleransikan (Etol). Tolok ukur Etol dihitung

berdasarkan persamaan yang dikemukakan oleh Hammer (1981). Evaluasi aliran permukaan yang terjadi akibat aplikasi konservasi tanah dan air di prediksi dengan menggunakan model SCS. Kriteria yang digunakan untuk menetapkan alternatif agroteknologi adalah besarnya nilai koefisien aliran permukaan (CRO) dan koefisien regim sungai (KRS).


(24)

Analisis optimalisasi untuk menetapkan skenario menggunakan program tujuan ganda, dengan fungsi tujuannya adalah meminimumkan simpangan atau deviasi dari kendala tujuan yang ada. Pada penelitian ini kendala tujuannya digunakan erosi, koefisien regim sungai dan koefisien aliran permukaan langsung. Output program tujuan ganda menghasilkan alternatif pengelolaan sumberdaya air yang paling optimal apabila deviasi erosi, koefisien regim sungai dan koefisien aliran permukaan langsung minimal dengan aplikasi konservasi tanah dan air yang implementasinya disesuaikan dengan biaya rehabilitasi yang tersedia. Sesuai dengan uraian tersebut diatas maka secara ringkas kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Melakukan prediksi pengaruh dampak perubahan penggunaan lahan DAS Kaligarang terhadap aspek hidrologi.

2. Melakukan prediksi kebutuhan dan ketersediaan air Kota Semarang, serta kesediaan membayar pemakai air dalam upaya pengelolaan DAS.

3. Melakukan analisis pengaruh praktik teknologi konservasi tanah dan air terhadap karakteristik hidrologi DAS Kaligarang.

4. Merumuskan alternative rekomendasi teknologi konservasi tanah dan air dalam upaya pengelolaan sumberdaya air DAS Kaligarang.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai:

1. Bahan informasi dan pertimbangan pengambil kebijakan dan para pengguna lainnya yang berkaitan dengan kebijakan pengelolaan DAS Kaligarang, sehingga dapat mengurangi degradasi lahan dan melestarian sumberdaya air. 2. Bahan pertimbangan pengembangan inovasi agroteknologi berbasis konservasi

tanah dan air di DAS Kaligarang dalam upaya menanggulangi tekanan penggunaan lahan.

3. Pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan konsep pengembangan pertanian berkelanjutan dengan inovasi konservasi tanah dan air dan nilai ekonomi pemanfaatan air dalam upaya pelestarian sumberdaya air.

Kebaharuan Penelitian (Novelty)

1. Perumusan model pengelolaan sumberdaya air dengan indikator keberlanjutan a) indikator biofisik (koefisien aliran permukaan langsung, koefisien regim sungai dan erosi) dan b) indikator sosial dan ekonomi (ketersediaan dana dari kesediaan membayar pengguna air).

2. Pengintegrasian teknologi konservasi tanah dan air berupa kolam retensi untuk pengelolaan sumberdaya air di DAS Kaligarang.


(25)

Gambar 1.1. Kerangka pemikiran penelitian

DAS Kaligarang

Dana perbaikan lahan dari kesediaan membayar

pengguna air (BRA)

Nilai Ekonomi Air (D)

Kondisi Biofisik

Penggunaan lahan

Bentuk seperti botol

Kemiringan tinggi

Sungai pendek

Alternatif Pengembangan

Agroteknologi

Prediksi Erosi

(USLE)

Prediksi Aliran Permukaan

(SCS)

Optimasasi dengan PTG Biaya Perbaikan

Agroteknologi (CRA)

CRA≤ BRA E ≤ Etol CRO Target

Ya Kondisi Sosial Ekonomi

Belum ada kontribusi dana perbaikan lahan

Kegiatan konservasi DAS kurang

Pemanfaatan air: Rumah tangga, Industri, Niaga, Pertanian, Penggelontor

DAS KALIGARANG TERDEGRADASI

 Koefisien runoff tinggi

 Erosi tinggi

 Debit minimum rendah

 Ketersediaan SDAir turun

 Fluktuasi debit tinggi

Teknologi Konservasi Tanah dan Air terpilih yang berkelanjutan untuk pengelolaan SD Air

Tidak


(26)

2. KEADAAN UMUM DAS KALIGARANG

Wilayah DAS Kaligarang

Daerah Aliran Sungai (DAS) Kaligarang secara administratif berada pada 3 (tiga) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal dan Kota Semarang yang terletak antara 06.57 - 0711’ LS dan

11015’ - 110.23’ BT. Luas DAS Kaligarang 19418 ha yang terdiri dari 4 Sub DAS, yaitu Sub DAS Kaligarang Hulu, Sub DAS Kreo, Sub DAS Kripik dan Sub DAS Kaligarang Hilir. DAS Kaligarang mempunyai bentuk menyerupai botol dimana pada hulu DAS menggelembung dan dibagian hilir DAS menyempit. Dengan memperhatikan data karakteristik DAS utamanya dilihat dari bentuk DAS Kaligarang maka akan terjadi akumulasi air yang sangat besar yang akan menyatu di hilir DAS. Bagian Hulu DAS Kaligarang berada di Gunung Ungaran (Kabupaten Semarang) dengan ketinggian 1.750 m sedang bagian hilirnya adalah pantai Laut Jawa (Kota Semarang). Perbedaan ketinggian yang cukup besar berakibat kelerengan sungai cukup tajam dimana panjang sungai utama Kaligarang dari puncak Gunung Ungaran sampai ke laut adalah + 77,05 km, sedangkan jarak lurusnya adalah 26,83 km, memicu air hujan cenderung dan potensial menjadi limpasan.

Geologi

Kawasan DAS Kaligarang mempunyai 5 jenis formasi batuan yaitu Batuan Endapan Aluvial, Batuan Formasi Kerek, Batuan Formasi Kaliteng, Batuan Formasi Kaligetas dan Batuan Gunungapi Gajahmungkur.

Batuan Endapan Aluvial, struktur geologi ini mendominasi Kawasan DAS Kaligarang, yang sebagian besar terdapat di bagian utara Kawasan DAS Kaligarang. Batuan ini terdiri dari kerikil, pasir, lempung, lanau, sisa tumbuhan dan bongkahan batuan gunungapi, dan berumur holosen.

Batuan Formasi Kerek, formasi batuan ini mendominasi sebelah selatan Kawasan DAS Kaligarang (Kecamatan Bergas dan Kecamatan Ungaran). Batuan ini terdiri dari perselingan batu lempung, napal, batupasir tufan, konglomerat, breksi vulkanik dan batu gamping. Batuan ini termasuk dalam batuan tersier dan berumur miosen tengah.

Batuan Formasi Kaliteng, kelompok batuan Formasi Kaliteng yang terdiri dari napal pejal, napal sisipan, batupasir tufan dan batugamping. Batuan ini termasuk dalam batuan tersier dan berumur miosen akhir-pliosen dimana sebagian kecil terdapat di kawasan DAS Kaligarang.

Batuan Formasi Kaligetas, kelompok batuan Formasi Kaligetas di Kawasan DAS Kaligarang terdapat di Kecamatan Semarang Barat bagian barat, dan memanjang di bagian selatan Kecamatan Gunungpati dan Banyumanik sampai Kecamatan Ungaran. Batuan ini terdiri dari breksi vulkanik, aliran lava, tuf, batupasir tufaan dan batulempung. Termasuk dalam batuan kuarter dan berumur plistosen bawah.


(27)

Batuan Gunungapi Gajahmungkur, Kelompok batuan Gunungapi Gajahmungkur terdapat di Kecamatan Ungaran dan memanjang sampai Kecamatan Gunungpati dan Banyumanik. Batuan ini terdiri dari andesit horenblenda augit dimana umumnya merupakan aliran lava dan termasuk dalam batuan kuarter dan berumur plistosen atas.

Iklim

Curah hujan di suatu wilayah merupakan faktor iklim yang utama, disamping faktor iklim yang lain, seperti temperatur dan kelembaban udara. Data curah hujan selam 10 (sepuluh) tahun, yaitu tahun 2002 – 2011, menunjukkan bahwa bulan basah terjadi dari bulan Oktober-Mei sedangkan bulan lembab dan kering terjadi dari bulan Juni-September, dengan rata-rata curah hujan tahunan masing-masing sebesar 2560 mm/tahun (Ungaran), 2795 mm/tahun (Gunungpati) dan 3301 mm/tahun (Mijen). Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson DAS Kaligarang termasuk dalam type iklim C (daerah agak basah). Berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman wilayah studi termasuk dalam tipe iklim C3sehingga wilayah ini dapat menanam padi sekali dan palawija dua kali, sehingga masih sesuai untuk kegiatan pertanian tanaman pangan atau tanaman semusim (padi dan palawija).

Jumlah hari hujan rata-rata bulan basah (Oktober-Mei) antara 10-19 hari hujan/bulan, dengan hari hujan tertinggi terjadi bulan Desember (Ungaran), bulan kering jatuh pada bulan Juni – Agustus dengan rata-rata hari hujan 2 – 3 hari hujan/bulan dan hari hujan terendah terjadi pada bulan Juli/Agustus (2 hari). Daerah Gunungpati jumlah hari hujan antara 7-16 hari hujan/bulan, dengan hari hujan tertinggi terjadi bulan Desember dan Januari, sedangkan bulan kering terjadi pada bulan Juni – Agustus, rata-rata hari hujan berkisar 1 – 3 hari, dimana hari hujan terendah terjadi pada bulan Agustus (1 hari). Jumlah hari hujan rata-rata di Mijen untuk bulan basah adalah Oktober – Mei dengan rata-rata 8-17 hari hujan/bulan, dengan hari hujan tertinggi terjadi bulan Januari, sedangkan bulan kering terjadi pada bulan Juni-September berkisar 2-3 hari hujan/bulan dan hari hujan terendah terjadi pada bulan Juli/Agustus (4 hari). Data curah hujan rata-rata bulanan dan hari hujan bulanan selama periode 10 tahun (2002-2011) disajikan pada Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 6.

Tanah

Berdasarkan klasifikasi Soil Taxonomy wilayah penelitian DAS Kaligarang dibedakan menjadi 6 Ordo yaitu Entisol, Inseptisol, Andisol, Alfisol, Ultisol dan Vertisol. Ordo Entisol, pada tanah DAS Kaligarang terdiri dari 2 Sub-Grup, yaitu Typic Tropapsamment, Grup Tropapsamment, Sub-Ordo Psamment, dan Typic Usttorthents, Grup Ustorthents, Sub-Ordo Orthents. Ordo Inceptisol memiliki 6 Sub-Grup, yaitu Aeric Tropaquepts dan Aquandic Tropaquepts, termasuk Grup Tropaquepts, Sub-Ordo Aquepts; Sub-Grup Andic Dystropepts, Oxic Dystropepts dan Typic Dystropepts, masuk dalam Grup Ustropepts, Sub-Ordo Tropepts; dan Sub-Grup Aquic Eutropepts termasuk dalam Grup Eutropepts, Sub-Ordo Tropepts.


(28)

Gambar 2.1. Hari dan curah hujan rerata bulanan DAS Kaligarang (2002-2011) Ordo Vertisol memiliki satu Sub-Grup Typic Hapluderts yang termasuk dalam Grup Hapluderts, Sub-Ordo Uderts. Ordo Andisol memiliki satu Sub-Grup Typic Hapludands yang termasuk dalam Grup Hapludands Sub-Ordo Udands. Ordo Alfisols memiliki satu Sub-Grup Typic Hapludalf, yang termasuk dalam Grup Hapludalfs, Sub-Ordo Udalf. Ordo Ultisols memiliki 4 Sub-Grup, yaitu Sub-Grup Rhodic Paleudults yang termasuk dalam Grup Paleudults, Ordo Udults; Sub-Grup Typic Endoaquults termasuk dalam Sub-Grup Endoaquults, Sub-Ordo Aquuls; Sub-Grup Typic Haplohumults, termasuk dalam Grup Haplohumults, Sub-Ordo Humults; dan Grup Typic Hapludults termasuk dalam Grup Hapludults, Sub-Ordo Udults. Luas area sebaran tanah di DAS Kaligarang adalah Sub-Ordo Inceptisol 7541 ha (38.84%), dan Ordo ultisol dengan luas 6713 ha (34.57%), diikuti Andisol dengan luas 2765 ha (14.244%), Vertisol dengan luas 1564 ha (8.05%), Alfisol dengan luas 787 ha (4.05%) dan sisanya Entisol dengan luas 48 ha (0.25%) (Gambar 2.2. dan Tabel 2.1.).

Tabel 2.1. Luas persebaran jenis tanah DAS Kaligarang

Ordo Tanah Luas

(ha) (%)

Entisol 48 0.25

Inceptisol 7541 38.84

Andisol 2765 14.24

Alfisol 787 4.05

Ultisol 6713 34.57

Vertisol 1564 8.05

Total 19418 100.00

Sumber: Peta tanah tahun 1995

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des CH Ungaran 477.0 386.2 295.5 191.9 87.4 14.1 1.9 0.0 57.3 174.2 302.0 470.6 CH Gunungpati 448.8 359.0 346.9 260.9 124.9 28.8 14.3 7.0 60.7 157.4 388.8 410.9 CH Mijen 519.7 391.9 438.0 351.3 238.3 61.8 31.5 22.6 39.4 157.4 327.9 421.5

HH Ungaran 18 16 14 11 8 2 1 0 4 11 14 20

HH Gunungpati 16 14 12 10 6 2 2 1 3 6 11 16

HH Mijen 18 15 16 12 10 4 2 2 3 7 12 15

0 5 10 15 20

0 200 400 600 800

H

ari

hu

jan

(

h

ari

)

Cu

rah

hu

jan

bu

lan

an

(

m

m


(29)

Gambar 2.2. Peta jenis Tanah DAS Kaligarang Topografi

Kawasan DAS Kaligarang mempunyai topografi berupa dataran landai sampai pegunungan dengan kecuraman lereng yang beragam, pada bagian utara mempunyai ketinggian 0-25 m dan pada bagian selatan ketinggiannya 100-1750 m. Di bagian Utara merupakan daerah dataran rendah serta daerah hilir sungai. Pada bagian Selatan merupakan daerah pegunungan, dengan gunung Ungaran sebagai sumber air dari sungai Kaligarang. Proporsi lahan dengan kelas lereng datar sampai landai (0-8%) seluas 37.30%, landai/bergelombang (8-15%) seluas 25.95%, agak curam/berbukit (15-30%) seluas 17.458%, curam/berbukit agak bergunung (30-45%) seluas 11.84%, dan sangat curam (>(30-45%) seluas 7.46%. Hal ini menggambarkan bahwa DAS Kaligarang pada umumnya didominasi oleh lahan dengan kemiringan lereng datar sampai bergelombang (63.25%), agak curam sampai curam (29.29%) dan sisanya sangat curam (7.46%). Secara rinci penyebaran kelas lereng DAS Kaligarang disajikan pada Gambar 2.4. dan luas masing-masing kelas lereng DAS Kaligarang disajikan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.2. Luas lahan berdasarkan kelas lereng DAS Kaligarang tahun 2009

No Kelas lereng (%) Luas

(ha) (%)

1 0-8 7243 37.30

2 8-15 5038 25.95

3 15-25 3388 17.45

4 25-40 2300 11.84

5 >40 1449 7.46

Jumlah 19418 100,0


(30)

Gambar 2.3. Peta penyebaran kelas lereng DAS Kaligarang Penggunaan Lahan

Jenis penggunaan lahan di wilayah DAS Kaligarang, secara rinci terdiri dari (a) hutan seluas 2315 ha (11.92%), (b) perkebunan seluas 208 ha (1%), (c) pertanian lahan kering seluas 6663 ha (34.31%), (d) pertanian lahan kering campuran seluas 4932 ha (25.40%), (e) sawah 1740 ha (8.96%), (f) permukiman seluas 3545 ha (18.26%), dan (g) tubuh air seluas 15 ha (0.08%) (Tabel 2.1. dan Gambar 2.2.).

Tabel 2.3. Luas penggunaan lahan DAS Kaligarang tahun 2013

No Penggunaan Lahan Luas Lahan

(ha) (%)

1. Hutan 2315 11.92

2. Perkebunan 208 1.07

3. Pertanian Lahan Kering (PLK) 6663 34.31

4. Pertanian Lahan Kering Campuran (PLKC) 4932 25.40

5. Sawah 1740 8.96

6. Permukiman 3545 18.26

7. Tubuh Air 15 0.08

Total 19418 100,00


(31)

Gambar 2.4. Peta Penggunaan Lahan DAS Kaligarang Tahun 2013

Kawasan hutan yang hanya 11.92% ini sebenarnya kurang menjamin retensi DAS yang ideal. Retensi DAS diartikan sebagai ketahanan dan kemampuan konservasi air oleh DAS, agar air hujan yang jatuh dapat ditampung, diresapkan dan disimpan dalam tanah dan akuifer, selanjutnya secara perlahan dilepaskan ke sistem jaringan sungai dengan distribusi merata sepanjang tahun, dengan fluktuasi debit antara musim hujan dan musim kemarau relatif kecil. Retensi DAS dipengaruhi oleh keadaan vegetasi, penggunaan lahan, kondisi topografi, tanah, dan geologi. Vegetasi dan penggunaan lahan relatif dapat diubah oleh perilaku dan ulah manusia. Secara ideal untuk menjaga retensi DAS tetap baik diperlukan luasan vegetasi hutan minimal 30% dari luas DAS (PP No. 44 tahun 2004 pasal 33). Namun kondisi tersebut sulit dilakukan di DAS Kaligarang, karena akibat alih fungsi menjadi lahan pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campuran dan permukiman. Penggunaan lahan DAS Kaligarang dominan oleh PLK dan PLKC, yaitu sekitar 11595 ha (59.71%). Dengan kondisi tersebut, maka untuk meningkatkan retensi DAS dalam mengkonservasi air dilakukan dengan praktek konservasi tanah dan air secara vegetatip, agronomi, managemen, atau teknik. Teknik konservasi tanah dan air yang dilakukan misalnya agroforestri yang berupa agrosilvicultural atau agro silvopastural dengan meningkatkan jumlah tegakan, penanaman searah kontur, strip kontur, terasering, pemberian mulsa sisa tanaman.


(32)

3. PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

TERHADAP KONDISI HIDROLOGI DAS KALIGARANG

Pendahuluan

Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah atau kawasan yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan ke sungai, baik dalam bentuk aliran permukaan, aliran bawah permukaan dan aliran air di bawah tanah. Wilayah ini dipisahkan dengan wilayah lainnya oleh pemisah topografi. yaitu punggung bukit dan keadaan geologi terutama formasi batuan. Arsyad (2006) menyebutkan bahwa secara operasional DAS didefinisikan sebagai wilayah yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh batas-batas topografi mengalirkan air yang jatuh di atasnya ke dalam sungai yang sama pada sungai tersebut.

Pengelolaan DAS adalah upaya penggunaan sumberdaya alam di dalam DAS secara rasional untuk mendapatkan produksi optimum dalam waktu yang tidak terbatas dan menekan bahaya kerusakan seminimal mungkin, serta diperoleh hasil air yang merata sepanjang tahun. Di dalam pengelolaan DAS, DAS harus dipandang sebagai satu kesatuan antara wilayah hulu dan hilir, karena adanya interdependensi. Namun karena DAS bagian hulu merupakan daerah recharge dan merupakan sumber air bagi daerah di bawahnya, maka perhatian yang cukup terhadap wilayah ini sangat diperlukan. (Sinukaban 1999)

Pengelolaan DAS sebagai bagian integral pembangunan wilayah, saat ini masih menghadapi berbagai masalah yang kompleks dan saling terkait. Masalah-masalah tersebut adalah erosi dan sedimentasi, banjir dan kekeringan, pengelolaan tidak terpadu, koordinasi yang lemah, institusi belum mantap, konflik antar sektor/kegiatan dan peraturan yang tumpang tindih (Dephut 2001; Brooks et al.

1990; Easter et al. 1986). Kondisi ini menyebabkan kerusakan DAS setiap tahun semakin meningkat jumlahnya, meskipun pengelolaan DAS terus dilakukan. Kompleksnya permasalahan pengelolaan DAS mengharuskan berbagai pihak yang terlibat (stakeholders) untuk melakukan langkah-langkah strategis dalam pengelolaan DAS terpadu. Adapun rencana pengelolaan DAS terpadu mengacu pada kaidah Satu DAS, satu rencana, dan satu pengelolaan (Sinukaban 2008).

Perubahan penggunaan lahan berhubungan erat dengan peningkatan kebutuhan barang dan jasa yang membutuhkan lahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan sangat kompleks, namun demikian faktor-faktor tersebut secara garis besar terdiri dari faktor kebutuhan lahan (land demand), perubahan populasi penduduk (changes in population), alokasi lahan (land allocation) dan perubahan produksi pertanian (changes in yield of agriculture) (Verburg et al. 1999; Verburg et al. 2011). Lebih lanjut dijelaskan bahwa analisis perubahan penggunaan lahan menggunakan variabel kebutuhan tutupan lahan (land cover demand), kesesuaian lokasi (location suitability), dan karakteristik konversi lahan (land conversion characteristics) (Fox et al. 2011). Pola perubahan penggunaan lahan khususnya lahan pertanian dipengaruhi oleh faktor ketinggian tempat (elevation), kemiringan (slope) dan kepadatan penduduk (population density) (Huang et al. 2007). Perubahan penggunaan lahan dipengaruhi oleh hasil interaksi yang kompleks antara faktor-faktor manusia dan faktor lingkungan (Schaldach dan Priess 2008).


(33)

Aliran permukaan merupakan air yang mengalir di atas permukaan tanah dan merupakan bagian curah hujan yang mengalir ke sungai atau saluran, danau, dan laut (Asdak 2004). Di daerah beriklim basah aliran yang mengalir sebagai aliran permukaan penting sebagai penyebab erosi, karena merupakan pengangkut bagian-bagian tanah (Arsyad 2006). Aliran permukaan terjadi ketika jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi air masuk ke dalam tanah (Asdak 2004). Schwab et al. (1981) menyatakan bahwa aliran permukaan tidak terjadi sebelum evaporasi, intersepsi, infiltrasi, simpanan depresi, tambatan permukaan dan tambatan saluran (channel detention) terjadi.

Curah hujan yang jatuh di atas permukaan tanah pada suatu wilayah pertama-tama akan masuk ke tanah sebagai aliran infiltrasi setelah ditahan oleh tajuk vegetasi sebagai intersepsi. Infiltrasi akan berlangsung terus selama kapasitas lapang belum terpenuhi atau air tanah masih di bawah kapasitas lapang. Apabila hujan terus berlangsung dan kapasitas lapang telah dipenuhi, maka kelebihan air hujan tersebut sebagian akan tetap berinfiltrasi yang selanjutnya akan menjadi air perkolasi dan sebagian digunakan untuk mengisi cekungan atau depresi permukaan tanah sebagai simpanan permukaan (depression storage). Selanjutnya setelah simpanan depresi terpenuhi, kelebihan air tersebut akan menjadi genangan air setebal beberapa centimeter atau sebagai tambatan permukaan (detention storage). Sebelum menjadi aliran permukaan, kelebihan air hujan diatas sebagian menguap atau terevaporasi walaupun jumlahnya sangat sedikit (Haridjaja 2000).

Perubahan penggunaan lahan dari tingkat tutupan tinggi ke rendah atau ke permukiman dan kawasan industri akan meningkatkan koefisien limpasan, akibatnya banjir akan meningkat baik besaran maupun frekuensinya. Banjir yang diakibatkan oleh meningkatnya koefisien limpasan DAS sesungguhnya harus dapat dicegah oleh manusia. Namun pada kenyataannya banjir yang diakibatkan oleh faktor inilah yang paling banyak terjadi di Indonesia (Sinukaban 2008).

Dampak hidrologi perubahan penggunaan lahan dapat berupa jumlah maupun kualitas air. Perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi lahan pertanian menyebabkan (1) erosi meningkat; (2) laju sedimentasi meningkat; (3) produksi air (water yield) dalam hal ini ditribusi bulanan menurun seiring dengan penurunan evapotranspirasi vegetasi; (4) aliran air musiman khususnya aliran dasar (baseflow) menurun seiring penurunan kapasitas infiltrasi tanah dan peningkatan aliran permukaan; (5) aliran puncak (peakflow) akan meningkat seiring berkurangnya penutupan tanah dan (6) pengisian air tanah menurun (Bonell dan Bruijnzeel 2005; Aylward 2005). Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi pengaruh perubahan penggunaan lahan DAS Kaligarang terhadap aspek hidrologi.

Metode Penelitian Alat dan bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: Geographycal Position System (GPS), clinometer, kamera, alat tulis kantor (ATK), seperangkat komputer lengkap dengan alat pencetak (printer). Perangkat lunak (software) yang digunakan untuk pengolahan data antara lain microsoft excel, Program ARC GIS 10.1., SPSS. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain peta penggunaan lahan tahun 2000, 2003, 2006, dan 2009, dan 2011.


(34)

Jenis, sumber dan kegunaan data

Data biofisik yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data tipe penggunaan lahan, debit, dan iklim. Data iklim (curah hujan, temperatur, kelembaban, angin, radiasi) harian selama 10 tahun (2001 – 2010) diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Pangan (BPTP) Propinsi Jawa Tengah, stasiun BMKG Jawa Tengah dan Dinas PSDA Propinsi Jawa tengah. Data debit harian selama 10 tahun (2001 – 2010) diperoleh dari Dinas PSDA Propinsi Jawa Tengah.(Tabel 3.1). Tabel 3.1. Jenis, sumber dan kegunaan data yang dikumpulkan dalam penelitian

No Jenis Data Sumber Data Kegunaan Data

Data Sekunder 1. Peta penggunaan

lahan

BPDAS Jratuseluna Badan Informasi Geospasial (BIG)

Untuk melihat perubahan penggunaan lahan, debit aliran dan koefisien aliran permukaan

2. Data iklim (Curah hujan)

BPTP, BMKG, Dinas PSDA Provinsi Jawa Tengah

Untuk melihat perubahan debit aliran dan koefisien aliran permukaan

3. Data debit Kaligarang

Dinas PSDA Propinsi Jawa Tengah

Untuk melihat perubahan debit aliran dan koefisien aliran permukaan

Teknik pengumpulan data

Penggunaan Lahan. Data penggunaan lahan diperoleh dari analisa citra lansat atau peta penggunaan lahan, kemudian dilakukan ground chek/observasi pada lokasi-lokasi sampel untuk melihat perkembangan perubahan penggunaan lahan yang ada. Data penggunaan lahan yang dianalisis adalah data penggunaan lahan 10 tahun terakhir yang tersedia (tahun 2000, 2003, 2006, 2009 dan 2013).

Curah Hujan. Data curah hujan merupakan data sekunder, data tersebut dikumpulkan dari stasiun klimatologi terdekat yang berada tidak jauh dari DAS. Data curah hujan merupakan data series selama 10 tahun (tahun 2001-2010).

Debit Sungai Kaligarang. Data debit yang dikumpulkan merupakan data seri harian debit Sungai Kaligarang selama 10 tahun terakhir (2001-2010), data ini digunakan untuk melihat dampak penggunaan lahan terhadap karakteristik hidrologi DAS Kaligarang.

Analisis data

Analisis perubahan penggunaan lahan DAS Kaligarang dilakukan dengan menggunakan software ArcView geographycal information system (GIS) dan hasilnya disajikan dalam bentuk deskriptif dan peta.

Analisis perubahan penggunaan lahan secara keseluruhan dilakukan untuk mengetahui kecenderungan perubahan penggunaan lahan DAS Kaligarang yang dilakukan pada peta penggunaan lahan tahun 2000 (periode 2000-2002), tahun 2003 (periode 2003-2005), tahun 2006 (periode 2006-2008) dan tahun 2009 (periode 2009-2011).


(35)

Analisis perubahan penggunaan lahan dilakukan pada penggunaan lahan yang dominan yakni penggunaan lahan yang proporsinya lebih 5% dari total luas DAS Kaligarang dan perubahannnya lebih dari 1%. Berdasarkan hal ini maka perubahan penggunaan lahan yang dianalisis adalah hutan, permukiman, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur dan sawah.

Analisis perubahan setiap penggunaan lahan (hutan. PLK, PLKC, perkebunan, sawah, dan permukiman) menggunakan analisis regresi dengan bantuan program SPSS. Asumsi yang digunakan adalah luas masing-masing jenis penggunaan lahan merupakan fungsi dari waktu (t), sehingga luas penggunaan lahan pada waktu t ditentukan oleh luas penggunaan lahan sebelumnya. Kecenderungan perubahan penggunaan lahan terhadap waktu diduga bersifat linier, maka luas setiap jenis penggunaan lahan dapat diprediksi dengan persamaan regresi:

Yit = Yio + βX (3.1)

dimana, Yit adalah luas masing-masing jenis penggunaan lahan pada waktu t, Yio adalah luas masing-masing jenis penggunaan lahan pada waktu to, β laju perubahan masing-masing jenis penggunaan lahan, X adalah waktu yang bernilai 1, 4, 7, 10 dan seterusnya, i adalah jenis penggunaan lahan yakni hutan, PLK, PLKC, perkebunan, sawah, dan permukiman.

Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologi DAS Kaligarang dianalisis berdasarkan data penggunaan lahan, hujan (tahun 2001 – 2010) dan debit (tahun 2001-2010) dengan menggunakan kriteria nilai debit maksimum harian (Qmax), debit minimum harian (Qmin) dan koefisien aliran permukaan langsung (CDRO). Debit maksimum, debit minimum dan koefisien aliran permukaan ditentukan berdasarkan besaran debit harian selama satu tahun. Analisis perubahan parameter hidrologi DAS (Qmax, Qmin, CDRO) menggunakan analisis regresi dengan bantuan program SPSS. Asumsi yang digunakan adalah nilai Qmax, Qmin, CDRO merupakan fungsi dari waktu (t). Kecenderungan nilai parameter hidrologi DAS terhadap waktu diduga bersifat eksponensial, maka luas setiap jenis penggunaan lahan dapat diprediksi dengan persamaan regresi:

Zit = α eβt (3.2)

dimana, Zit adalah nilai parameter hidrologi DAS (Qmax, Qmin, CDRO) pada waktu t,

α adalah konstanta, β laju perubahan masing-masing parameter hidrologi, t adalah waktu yang bernilai 1, 4, 7, 10 dan seterusnya, i adalah parameter hidrologi DAS.

Curah hujan rata-rata DAS Kaligarang dianalisis dengan metode poligon thiessen, sedangkan hidrograf aliran selama satu tahun menggunakan analisis rata-rata aritmetik dan rata-rata-rata-rata peluang kejadian.

Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap debit maksimum, debit minimum, dan koefisien aliran permukaan dianalisis menggunakan analisis regresi berganda dengan bantuan program SPSS.

Debit maksimum adalah besarnya volume air maksimum yang mengalir melalui suatu penampang melintang suatu sungai (Sungai Kaligarang) per satuan waktu, dalam satuan m³/detik. Debit minimum (Qmin) adalah besarnya volume air minimum yang mengalir melalui suatu penampang melintang suatu sungai (Sungai Kaligarang) per satuan waktu, dalam satuan m³/detik..


(36)

Koefisien aliran permukaan langsung (direct runoff coeficient) adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara volume aliran permukaan langsung dengan volume curah hujan. Aliran permukaan langsung dihitung dari data debit Sungai Kaligarang dengan jalan memisahkan debit sungai dari aliran dasar (base flow).

Base flow dihitung dengan menggunakan metode straight line methode berdasarkan debit harian Sungai Kaligarang selama satu tahun. Koefisien aliran permukaan langsung dihitung dengan menggunakan persamaan:

CDRO = (Q/R) (3.3)

dimana: CDRO = koefisien aliran permukaan langsung (%); Q = Aliran permukaan langsung (m3) dan R= volume curah hujan (m3).

Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologi DAS Kaligarang dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda (multiple regression) dengan menggunakan persamaan:

Qmax = βo+ β1x1+ β2x2+ β3 x3+ ………+ βnxn+ έ (3.4) Qmin = βo+ β1x1+ β2x2+ β3 x3+ ………+ βnxn+ έ (3.5) CDRO = βo+ β1x1+ β2x2+ β3 x3+ ………+ βnxn+ έ (3.6) dimana x1, x2, x3…..dan xn adalah proporsi masing-masing jenis penggunaan lahan,

βo, β1, β2, β3 …..dan βn adalah koefisien regresi masing-masing variabel x.

Sedangkan έ adalah residual atau error yang diasumsikan berdistribusi normal

dengan rata-rata mendekati 0 dan standar deviasi tertentu.

Regresi stepwise dilakukan selanjutnya apabila hasil analisis berganda masing-masing variable predictor (penggunaan lahan) saling mempengaruhi terhadap variable respon (VIF > 5). Hasil yang diharapkan hanya satu variable penggunaan lahan yang paling berpengaruh terhadap variable respon.

Hasil dan Pembahasan Analisis penggunaan lahan

Analisis citra satelit DAS Kaligarang 2000 - 2012 menunjukkan bahwa penggunaan lahan terbesar adalah pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campuran dan permukiman. Peta penggunaan lahan DAS Kaligarang) tahun 2003, 2006 dan 2009 disajikan pada Lampiran Gambar 1 dan 2, serta Gambar 2.2.

Penggunaan lahan DAS Kaligarang dibedakan menjadi 6 (enam) jenis penggunaan yaitu: hutan, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campuran, sawah dan permukiman. Hutan dalam DAS Kaligarang merupakan hutan alami dan hutan konversi. Hutan alami terdiri dari hutan lindung yang kelestariannya diharapkan terpelihara yang berfungsi untuk mempertahankan kelestarian lingkungan baik dari segi penyediaan air, tanah dan udara. Hutan alami pada umumya didominasi vegetasi pohon yang rapat dan memiliki strata tajuk serta kondisi tumbuhan bawah yang rapat dan memiliki lapisan seresah (bahan organik) yang cukup tebal di permukaan tanah. Hutan konversi merupakan hutan produksi yang dapat dikonversi oleh tanaman lain yang terdiri atas tegakan jati dan pinus.


(1)

Lampiran Tabel 24. Simulasi waktu melakukan rehabilitasi skenario-2 (th) Tahun

ke

Biaya Tersedia (juta rupiah)

Biaya Tetap (juta rupiah)

Biaya Rehabilitasi (juta rupiah)

Biaya Rawat (juta rupiah)

Biaya Perawatan (juta rupiah)

Biaya Skenario (juta rupiah)

lahan yg di rebabilitasi

(ha)

lahan sudah direhabilitasi

(ha)

0 0 4.38 1.1 0.00 0.00 14855.00 0.00

1 6090 106.1 4.38 1.1 0.00 5983.90 13488.81 1366.19

2 6090 0 4.38 1.1 1502.81 4587.19 12441.51 1047.30

3 6090 0 4.38 1.1 2654.84 3435.16 11657.23 784.28

4 6090 0 4.38 1.1 3517.55 2572.45 11069.91 587.32

5 6090 0 4.38 1.1 2660.79 3429.21 10286.98 782.92

6 6090 0 4.38 1.1 2369.98 3720.02 9437.66 849.32

7 6090 0 4.38 1.1 2441.52 3648.48 8604.68 832.99

8 6090 0 4.38 1.1 2711.75 3378.25 7833.39 771.29

9 6090 0 4.38 1.1 2698.96 3391.04 7059.18 774.21

10 6090 0 4.38 1.1 2616.34 3473.66 6266.10 793.07

11 6090 0 4.38 1.1 2572.43 3517.57 5463.01 803.10

12 6090 0 4.38 1.1 2607.42 3482.58 4667.90 795.11

13 6090 0 4.38 1.1 2630.41 3459.59 3878.04 789.86

14 6090 0 4.38 1.1 2626.87 3463.13 3087.37 790.67

15 6090 0 4.38 1.1 2613.20 3476.80 2293.58 793.79

16 6090 0 4.38 1.1 2611.75 3478.25 1499.46 794.12

17 6090 0 4.38 1.1 2616.44 3473.56 706.41 793.05

18 6090 0 4.38 1.1 2619.06 3470.94 -86.05 792.45


(2)

Lanjutan Lampiran Tabel 24. Simulasi waktu melakukan rehabilitasi skenario-3 (th)

Tahun ke

Biaya Tersedia (juta rupiah)

Biaya Tetap (juta rupiah)

Biaya Rehabilitasi (juta rupiah)

Biaya Rawat (juta rupiah)

Biaya Perawatan (juta rupiah)

Biaya Skenario (juta rupiah)

lahan yg di rebabilitasi

(ha)

lahan sudah direhabilitasi

(ha)

0 0 4.9 1.1 0.00 0.00 14855.00 0.00

1 6090 106.1 4.9 1.1 0.00 5983.90 13633.80 1221.20

2 6090 0 4.9 1.1 1343.32 4746.68 12665.09 968.71

3 6090 0 4.9 1.1 2408.90 3681.10 11913.84 751.24

4 6090 0 4.9 1.1 3235.27 2854.73 11331.25 582.60

5 6090 0 4.9 1.1 2532.81 3557.19 10605.29 725.96

6 6090 0 4.9 1.1 2265.78 3824.22 9824.83 780.45

7 6090 0 4.9 1.1 2297.91 3792.09 9050.94 773.90

8 6090 0 4.9 1.1 2508.34 3581.66 8319.99 730.95

9 6090 0 4.9 1.1 2513.83 3576.17 7590.16 729.83

10 6090 0 4.9 1.1 2458.15 3631.85 6848.96 741.19

11 6090 0 4.9 1.1 2422.17 3667.83 6100.43 748.54

12 6090 0 4.9 1.1 2441.52 3648.48 5355.84 744.59

13 6090 0 4.9 1.1 2457.75 3632.25 4614.56 741.28

14 6090 0 4.9 1.1 2457.84 3632.16 3873.30 741.26

15 6090 0 4.9 1.1 2449.83 3640.17 3130.41 742.89

16 6090 0 4.9 1.1 2447.97 3642.03 2387.14 743.27

17 6090 0 4.9 1.1 2450.16 3639.84 1644.32 742.82

18 6090 0 4.9 1.1 2451.89 3638.11 901.85 742.47

19 6090 0 4.9 1.1 2451.43 3638.57 159.28 742.57

20 6090 0 4.9 1.1 2450.65 3639.35 -583.45 742.72


(3)

Lanjutan Lampiran Tabel 24. Simulasi waktu melakukan rehabilitasi skenario-4 (th)

Tahun ke

Biaya Tersedia (juta rupiah)

Biaya Tetap (juta rupiah)

Biaya Rehabilitasi (juta rupiah)

Biaya Rawat (juta rupiah)

Biaya Perawatan (juta rupiah)

Biaya Skenario (juta rupiah)

lahan yg di rebabilitasi

(ha)

lahan sudah direhabilitasi

(ha)

0 0 5.34 1.36 0.00 0.00 14855.00 0.00

1 6090 106.1 5.34 1.36 0.00 5983.90 13734.42 1120.58

2 6090 0 5.34 1.36 1523.99 4566.01 12879.36 855.06

3 6090 0 5.34 1.36 2686.87 3403.13 12242.07 637.29

4 6090 0 5.34 1.36 3553.58 2536.42 11767.09 474.98

5 6090 0 5.34 1.36 2675.57 3414.43 11127.68 639.41

6 6090 0 5.34 1.36 2382.29 3707.71 10433.35 694.33

7 6090 0 5.34 1.36 2459.86 3630.14 9753.55 679.80

8 6090 0 5.34 1.36 2738.41 3351.59 9125.91 627.64

9 6090 0 5.34 1.36 2722.41 3367.59 8495.28 630.64

10 6090 0 5.34 1.36 2635.78 3454.22 7848.42 646.86

11 6090 0 5.34 1.36 2590.98 3499.02 7193.17 655.25

12 6090 0 5.34 1.36 2628.53 3461.47 6544.96 648.22

13 6090 0 5.34 1.36 2652.44 3437.56 5901.22 643.74

14 6090 0 5.34 1.36 2648.19 3441.81 5256.68 644.53

15 6090 0 5.34 1.36 2633.62 3456.38 4609.42 647.26

16 6090 0 5.34 1.36 2632.32 3457.68 3961.92 647.50

17 6090 0 5.34 1.36 2637.45 3452.55 3315.37 646.55

18 6090 0 5.34 1.36 2640.18 3449.82 2669.34 646.03

19 6090 0 5.34 1.36 2638.51 3451.49 2022.99 646.35

20 6090 0 5.34 1.36 2636.94 3453.06 1376.35 646.64

21 6090 0 5.34 1.36 2637.07 3452.93 729.74 646.62

22 6090 0 5.34 1.36 2637.86 3452.14 83.27 646.47

23 6090 0 5.34 1.36 2638.03 3451.97 -563.17 646.44


(4)

Min DB1+DB2+DB3 ST

14855X2 + 14855X3 + 14855X4 <= 14855

5704X2 + 6090X3 + 6997X4 = 6090

31.5X2 + 32.7X3 + 31.7X4 + DB1 - DA1 <= 62.4 17.4X2 + 16.2X3 + 16.5X4 + DB2 - DA2 <= 15.0 35.0X2 + 33.8X3 + 33.9X4 + DB3 - DA3 <= 35.0 END

LP OPTIMUM FOUND AT STEP 1 OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1) 0.0000000E+00

VARIABLE VALUE REDUCED COST

DB1 0.000000 1.000000

DB2 0.000000 1.000000

DB3 0.000000 1.000000

X2 0.000000 0.000000

X3 0.000000 0.000000

X4 0.870373 0.000000

DA1 0.000000 0.000000

DA2 0.000000 0.000000

DA3 0.000000 0.000000

ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES

2) 1925.608887 0.000000

3) 0.000000 0.000000

4) 34.809174 0.000000

5) 0.638845 0.000000

6) 9.933257 0.000000

NO. ITERATIONS = 1

RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED: OBJ COEFFICIENT RANGES

VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE

COEF INCREASE DECREASE

DB1 1.000000 INFINITY 1.000000

DB2 1.000000 INFINITY 1.000000

DB3 1.000000 INFINITY 1.000000

X2 0.000000 INFINITY 0.000000

X3 0.000000 INFINITY 0.000000

X4 0.000000 0.000000 INFINITY

DA1 0.000000 INFINITY 0.000000

DA2 0.000000 INFINITY 0.000000

DA3 0.000000 INFINITY 0.000000

RIGHTHAND SIDE RANGES

ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE

RHS INCREASE DECREASE

2 14855.000000 INFINITY 1925.608887

3 6090.000000 270.909088 6090.000000

4 62.400002 INFINITY 34.809174

5 15.000000 INFINITY 0.638845


(5)

(6)

Susilo Budiyanto (A165090031) dilahirkan di Boyolali Jawa Tengah, 12 Agustus 1961 sebagai anak ke 3 (tiga) dari 7 (tujuh) bersaudara dari ayah Bapak Marsono (Alm) dan ibu Sri Harni (Almh). Menikah dengan Dr. Yety Rochwulaningsih, MSi dan dikaruniai 2 (dua) orang anak, yaitu Fajar Gemilang Purna Yudha dan Fitri Kinanti Larasati.

Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Keteknikan Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, lulus tahun 1985. Tahun 1995 penulis menyelesaikan pendidikan Strata-2 (S2) pada Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Sekolah Pascasarjana IPB. Pada tahun 2009 melanjutkan kejenjang Strata-3 (S3) pada Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Sekolah Pascasarjana IPB Bogor dengan bantuan Beasiswa Pembiayaan Pendidikan Pascasarjana (BPPS) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sejak tahun 1987 penulis menjadi dosen pada Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Kemudian pada Tahun 2012 dengan berdirinya Program Studi Agroekoteknologi Jurusan Pertanian Universitas Diponegoro penulis pindah ke Program Studi tersebut.