PENDAHULUAN Application Of Soil And Water Conservation Technology In Water Resource Management Of Kaligarang Watershed, Central Java

1

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang sangat vital bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya, sehingga harus dikelola secara terpadu, bijaksana dan profesional. Sumberdaya air sebagai bagian dari sumberdaya alam natural resources, diarahkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang. Air merupakan sumberdaya yang jumlahnya tidak terbatas, namun sebenarnya hanya kurang satu persen dari semua air di bumi berupa air tawar yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Air yang dapat dimanfaatkan dianggap sebagai sumberdaya yang terbaharukan, namun semakin lama ketersediaannya semakin berkurang. Semakin intensifnya penggunaan air dan pencemaran air menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air. Ketidakseimbangan ini telah memicu terjadinya kelangkaan air di hampir pelosok dunia. Tahun 2025 diperkirakan hampir 3.5 miliar manusia akan mengalami kekurangan air dan 2.5 miliar manusia akan hidup tanpa sanitasi yang layak Wignyosukarto, 2005. Pengelolaan sumberdaya air di Indonesia menghadapi problema yang sangat kompleks, mengingat air mempunyai beberapa fungsi, yaitu fungsi sosial-budaya, ekonomi dan lingkungan yang saling bertentangan. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan intensitas kegiatan ekonomi menyebabkan terjadinya perubahan sumberdaya alam. Pembukaan lahan untuk keperluan perluasan daerah pertanian, pemukiman dan industri, yang tidak terkoordinasi dalam suatu kerangka pengembangan tata ruang, mengakibatkan terjadinya degradasi lahan, erosi, tanah longsor, banjir. Di Pulau Jawa, dengan 4.5 potensi air tawar nasional, menopang kebutuhan 60 jumlah penduduk Indonesia, hampir 70 daerah irigasi Indonesia, dan melayani 70 kebutuhan air industri nasional. Kondisi itu mengakibatkan terjadinya peningkatan konflik para pengguna air, baik untuk kepentingan rumah tangga, pertanian dan industri, termasuk penggunaan air permukaan dan air bawah tanah. Saat ini sektor pertanian menggunakan 80 kebutuhan air total, sedangkan sektor industri dan rumah tangga hanya 20. Pada tahun 2020, diperkirakan akan terjadi kenaikan kebutuhan air untuk rumah tangga dan industri sebesar 25 - 30 Wignyosukarto 2005. Peningkatan jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan mengakibatkan peningkatan kebutuhan lahan sehingga akan terjadi perubahan fungsi lahan. Perubahan fungsi lahan yang terjadi berasal dari penggunaan hutan dan sawah menjadi lahan permukiman, pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campuran, sehingga tingkat tutupan lahan semakin berkurang. Berkurangnya tutupan lahan akan mengurangi kemampuan menampung sementara aliran permukaan, karena lahan sawah dan hutan berfungsi untuk menampung dan mendistribusikan aliran permukaan, serta mengurangi laju aliran permukaan dan erosi. Secara umum, alih fungsi lahan akan mempengaruhi daya sangga air pada suatu DAS. Berkurangnya tutupan lahan menyebabkan air hujan yang jatuh di atas 2 permukaan tanah sebagian besar akan mengalir menjadi aliran permukaan dan sebagian kecil masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi, dengan kata lain akan meningkatkan volume aliran permukaan dan menurunkan kapasitas infiltrasi Thierfelder et al. 2002; Mamedov et al. 2000. Menurut Black 1996 tanah sebagai salah satu faktor fisik DAS sangat penting dalam siklus hidrologi, yaitu berperan dalam menyerap, menyimpan, dan mendistribusikan air hujan yang jatuh di atasnya. Volume aliran permukaan yang tinggi dengan waktu tempuh singkat menyebabkan bahaya banjir. Berkurangnya volume air hujan yang masuk ke dalam tanah akibat menurunnya tutupan lahan menyebabkan tambahan recharging cadangan air tanah berkurang Nejadhashemi et al. 2011, sehingga pada musim kemarau dengan tingkat kebutuhan air yang sama akan mengalami defisit air akibat kehilangan air yang tinggi melalui evapotranspirasi. Perubahan penggunaan lahan juga terjadi di DAS Kaligarangyang menyebabkan tingkat tutupan lahan rendah. Rendahnya tingkat penutupan tanah akan menyebabkan kat sehingga kelembaban tanah dan kapasitas infiltrasi menurun Fu et al. 2000; Costa et al. 2003, dan koefisien aliran permukaan meningkat Tu 2009, akibatnya jumlah air yang hilangmengalir ke laut akan meningkat dan pada akhirnya akan mempengaruhi ketersediaan air Nejadhashemi et al. 2011. Jumlah aliran permukaan yang tinggi dan tambahan cadangan air tanah terbatas akan menyebabkan fluktuasi debit relatif besar, yaitu peningkatan debit maksimum pada musim hujan yang menyebabkan banjir dan penurunan debit minimum pada musim kemarau yang berakibat kekeringan atau menurunkan hasil air. Untuk mengatasi permasalahan DAS Kaligarang dilakukan pengelolaan DAS yang disusun dan dikembangkan berdasarkan model pendugaan berbasis karakteristik penggunaan lahan. Pengelolaan DAS adalah usaha pengembangan termasuk perlindungan secara komprehensif dari suatu DAS sehingga sedemikian rupa seluruh sumberdaya alam menjadi lebih produktif. Hasil tersebut akan mencerminkan adanya tatanan air beserta kualitasnya, adanya produktivitas tanah yang berkelanjutan, serta adanya pemenuhan kebutuhan hidup dari produktivitas lahan yang berkesinambungan. Pengelolaan DAS berdasarkan penggunaan lahan dapat dilakukan dengan penerapan sistem pertanian berkelanjutan yang berbasis pada inovasi agroteknologi dengan memasukkan konservasi tanah dan air pada setiap penggunaan lahan yang dikenal dengan sistem pertanian konservasi Arsyad 2006. Dalam sistem pertanian konservasi teknik konservasi diintegrasikan ke dalam sistem pertanian yang telah ada dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan sekaligus mengurangi erosi dan aliran permukaan, pada gilirannya meningkatkan ketersediaan sumberdaya air sehingga sistem pertanian tersebut dapat berlanjut secara terus menerus tanpa batas Sinukaban 2005. Perbaikan kerusakan lahan dengan teknologi konservasi tanah dan air dalam upaya pengelolaan sumberdaya air di DAS Kali Garang membutuhkan banyak biaya. Penggalian dana untuk menanggulangi permasalahan tersebut dibutuhkan alternatif yang berkelanjutan atau lestari. Alternatif pengembangan pertanian berkelanjutan yang dikaji dalam penelitian ini berupa konsep pendekatan perbaikan DAS dengan pembiayaan bersama cost sharing. Untuk itu, diperlukan pengkajian potensi dana perbaikan kerusakan DAS yang berasal dari para pengguna jasa lingkungan sumberdaya air DAS Kaligarang. Besarnya kemauan membayar willingness to pay biaya rehabilitasi dari para pengguna jasa sumberdaya air akan 3 digunakan untuk merancang rehabilitasi DAS Kaligarang. Pengguna jasa terutama sumberdaya air DAS Kaligarang antara lain rumah tangga domestik, industri, niaga, fasilitas umum instansi pemerintah, instansi pendidikan dan fasilitas umum, debit kebutuhan air menggelontor, serta pertanian sawah di hulu. Permasalahan DAS Kaligarang mempunyai bentuk menyerupai botol dimana pada hulu DAS menggelembung dan dibagian hilir DAS menyempit. Dengan memperhatikan data karakteristik DAS utamanya dilihat dari bentuk DAS Kaligarang maka akan terjadi akumulasi air sangat besar yang menyatu di hilir DAS. Bagian Hulu DAS Kaligarang berada di Gunung Ungaran Kabupaten Semarang dengan ketinggian 1750 m sedang bagian hilirnya adalah pantai laut jawa Kota Semarang. Perbedaan ketinggian yang cukup besar berakibat kelerengan sungai tajam dimana panjang sungai utama Kaligarang dari puncak Gunung Ungaran sampai ke laut adalah + 77.05 km, sedangkan jarak lurusnya adalah 26.83 km, memicu air hujan cenderung dan potensial menjadi limpasan. DAS Kaligarang hulu sebagai daerah tangkapan air dan pasokan air baku Kota Semarang kondisinya sangat mengkawatirkan akibat berbagai kegiatan pembangunan yang kurang bijaksana. Tekanan penduduk akibat pertambahan populasi merangsang terjadinya eksploitasi lahan pertanian DAS Kaligarang hulu. Kondisi tersebut menyebabkan degradasi lahan, pada gilirannya berdampak terhadap kondisi hidrologi baik bagian hulu maupun hilir DAS Kaligarang. Kerusakan daerah hulu berupa jenis dan tingkat penutupan lahan, kapasitas intersepsi, sifat tanah dan selanjutnya mempengaruhi sifat hidrologi erosi, kemampuan tanah mengikat air, laju infiltrasi, dan aliran permukaan. Dampak daerah hilir dapat berupa peningkatan fluktuasi debit yaitu terjadinya banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau, sedimentasi di badan air yang berdampak berkurangnya daya tampung, kualitas dan kuantitas sumber air dan pada akhirnya mempengaruhi ketersediaan sumberdaya air. Kondisi DAS Kaligarang sebagai pasokan air baku Kota Semarang mengalami kerusakan yang menyebabkan penurunan ketersediaan sumberdaya air, beberapa permasalahan yang terjadi dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Koefisien aliran permukaan. Cepatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan menyebabkan tekanan lahan tidak terhindarkan. Perubahan penggunaan lahan tersebut menyebabkan penurunan tingkat penutupan lahan. Penggunaan lahan dengan tingkat penutupan lahan rendah yang berlangsung terus-menurus menyebabkan degradasi lahan. Kondisi ini lebih diperparah dalam budidaya kurang diimbangi dengan penggunaan teknologi konservasi tanah dan air sehingga laju infiltrasi berkurang dan laju aliran permukaan meningkat. Penggunaan lahan DAS Kaligarang mempunyai tingkat tutupan rendah, penggunaan lahan tahun 2009 untuk hutan sebesar 11.92, perkebunan 1, pertanian lahan kering 34.31 pertanian lahan kering campuran 25.40, sawah 21.49, permukiman 18.26 dan tubuh air 0.08. Kondisisi ini menyebabkan kapasitas infiltrasi berkurang dan aliran permukaan meningkat atau dalam kata lain koefisien aliran permukaan meningkat. Raharjo 2009 menyatakan bahwa besarnya nilai total koefisien aliran permukaan berdasarkan 4 intepretasi foto udara di daerah Sub DAS Kreo DAS Garang bagian hulu sebesar 47.12 1992 meningkat menjadi 54.15 1999. Menurut Rejekiningrum dan Haryati 2002 nilai koefisien aliran permukaan yang terjadi di lahan Sub DAS Kaligarang Hulu adalah sebesar 63 dan akan mengalami penurunan menjadi 31 jika lahan diberi perlakuan konservasi berupa rorak.

2. Debit minimum turun dan koefisien regim sungai meningkat. Penggunaan